• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESISIR TELUK LAMPUNG

6.1 Pemodelan Sistem Dinamik

6.2.4 Jaringan transportas

Transportasi di wilayah pesisir Teluk Lampung meliputi dua moda yaitu angkutan jalan serta angkutan laut dan penyeberangan. Secara hierarkis, kedua moda angkutan tersebut dapat dikelompokkan dalam dua tingkatan yaitu lokal/regional yang melayani kepentingan lokal antar wilayah kecamatan, atau wilayah kecamatan dari dan ke pusat perekonomian di Bandar Lampung; dan angkutan nasional/internasional yang melayani kepentingan antar wilayah atau pulau-pulau utama dan ekspor-impor antar negara. Informasi mengenai orientasi transportasi di wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan pada Gambar 39.

56

Gambar 38 PETA PENGGUNAAN RUANG PERAIRAN

Terdapat prasarana jalan nasional yaitu Lintas Tengah Sumatera yang menghubungkan wilayah Bandar Lampung (terutama Kecamatan Panjang) dengan Kabupaten Lampung Selatan. Jalan penghubung antara wilayah Kota Bandar Lampung dengan wilayah Kabupaten Pesawaran adalah jalan provinsi. Ruas jalan nasional dan provinsi tersebut terhubung dengan jalan kabupaten dan desa yang dapat menjangkau seluruh wilayah kecamatan di pesisir Teluk Lampung. Selain prsarana jalan, juga terdapat terminal penumpang tipe B di Kecamatan Panjang (Kota Bandar Lampung), serta tipe C di Kecamatan Teluk Betung Selatan (Kota Bandar Lampung), dan di Kalianda (Kabupaten Lampung Selatan).

Prasarana angkutan laut dan penyeberangan yang meliputi pelabuhan dan dermaga di wilayah pesisir Teluk Lampung, lebih terkonsentrasi di wilayah Kota Bandar Lampung, seperti telah disajikan pada Bab 4. Pelabuhan, dermaga, dan DUKS di wilayah Teluk Lampung umumnya berfungsi sebagai angkutan laut untuk barang, baik lokal/regional maupun nasional/internasional. Adapun angkutan penumpang hanya berupa angkutan penyeberangan yang bersifat lokal/regional.

Pada tingkat lokal/regional, angkutan jalan melayani kepentingan transportasi barang dan penumpang yang berasal dari satu kecamatan menuju kecamatan lain, atau dari dan menuju pusat perekonomian di Kota Bandar Lampung. Orientasi transportasi jalan lokal/regional adalah sebagai berikut:

 Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada di Kabupaten Pesawaran berorientasi ke Bandar Lampung (terutama Kecamatan Teluk Betung Barat dan Selatan), dan sebaliknya.

 Kecamatan Ketibung, Sidomulyo, Kalianda, Rajabasa, dan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan berorientasi ke Bandar Lampung (terutama Panjang), dan sebaliknya.

 Kecamatan Rajabasa dan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan, secara terbatas juga berorientasi ke Kalianda.

 Orientasi angkutan lokal/regional selalu bersimpul di wilayah Bandar Lampung, dan tidak terdapat hubungan angkutan jalan yang langsung antara wilayah Kabupaten Pesawaran dan Lampung Selatan

Pada tingkat lokal/regional, angkutan laut dan penyeberangan melayani kepentingan transportasi barang dan penumpang yang berasal dari satu kecamatan

menuju kecamatan lain, atau dari dan menuju pusat perekonomian di Kota Bandar Lampung (Kecamatan Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Selatan). Orientasi transportasi laut dan penyeberangan lokal/regional, dapat dideskripsikan sebagai berikut:

 Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada (dengan Pulau Kecil terutama Legundi, Puhawang, dan Kelagian) di Kabupaten Pesawaran berorientasi ke Bandar Lampung (terutama Kecamatan Teluk Betung Barat dan Selatan), dan sebaliknya.

 Pulau kecil Sebuku dan Sebesi di Kabupaten Lampung Selatan berorientasi ke Kecamatan Kalianda, dan sebaliknya.

 Orientasi angkutan laut dan penyeberangan lokal/regional lebih berperan di wilayah Bandar Lampung dan Pesawaran, sedangkan di Lampug Selatan hanya sedikit sekali.

 Tidak terdapat hubungan angkutan laut dan penyeberangan yang langsung antara wilayah Kabupaten Pesawaran dan Lampung Selatan.

Angkutan jalan pada tingkat nasional di wilayah pesisir Teluk Lampung, merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem angkutan jalan nasional. Wilayah ini memiliki fungsi ganda yaitu sebagai daerah asal, tujuan, dan perlintasan angkutan jalan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Pergerakan barang dan penumpang angkutan jalan akan melalui wilayah pesisir Teluk Lampung (Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan), kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak-Bakauheni. Oleh karena itu, angkutan jalan yang ada merupakan penunjang perekonomian wilayah yang lebih luas yaitu Provinsi Lampung dan provinsi lain di Pulau Sumatera serta Pulau Jawa.. Orientasi transportasi jalan nasional adalah sebagai berikut:

 Penumpang dan barang dari Provinsi Lampung dan provinsi lain di Pulau Sumatera, melalui Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan, kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak-Bakauheni, dan sebaliknya.

 Penumpang dan barang dari daerah sekitar Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan, kemudian menerus pada lintas penyeberangan Merak- Bakauheni, dan sebaliknya.

 Wilayah Kota Bandar Lampung merupakan salah satu simpul angkutan jalan nasional.

Angkutan laut nasional/internasional, hanya melayani kepentingan transportasi barang dan tidak melayani penumpang. Pada tahun 1980-an terdapat angkutan penumpang dari Srengsem menuju Jakarta, dan tahun 1990-an dari Sukaraja (Kecamatan Teluk Betung Selatan) dan Kecamatan Panjang di Kota Bandar Lampung menuju Jakarta, dan sebaliknya. Namun sejak tahun 2005 sampai saat ini, angkutan penumpang dari dan ke Pulau Jawa hanya menggunakan moda angkutan jalan dan menerus ke lintas penyeberangan Merak-Bakauheni. Komoditas yang menggunakan angkutan laut, antara lain meliputi hasil pertanian (terutama kopi) dan perikanan, crude palm oil (CPO), karet lembar dan crumb, nanas kaleng, udang beku, gula, batubara, pulp, semen, pupuk, bahan bakar minyak (BBM), alat berat dan permesinan, kayu dan produk olahannya, pakan ternak, dan ternak hidup. Orientasi transportasi laut nasional/internasional adalah sebagai berikut:

 Angkutan barang antar pulau dari dan ke luar Lampung yang melalui Laut Jawa dan Selat Malaka, akan melewati alur pelayaran di Pulau Sebuku (bagian timur mulut teluk); dan yang melalui Samudera Hindia, akan melewati alur pelayaran di Pulau Legundi (bagian barat mulut teluk).

 Angkutan barang internasional dari dan ke luar Lampung yang melalui Singapura dan Laut Jawa, akan melewati alur pelayaran di Pulau Sebuku (bagian timur mulut teluk); dan yang melalui Samudera Hindia, akan melewati alur pelayaran di Pulau Legundi (bagian barat mulut teluk). 6.3 Kecenderungan Sistem

Analisis kecenderungan ditujukan untuk mengeksplorasi perilaku sistem dalam jangka panjang, melalui simulasi model (Forrester 1968, 1998; White dan Engelen 2000; Winz 2005; Elshorbagy et al. 2005; Yufeng dan ShuSong 2005). Periode simulasi ditetapkan selama 20 tahun dihitung dari saat dilakukannya penelitian, yaitu tahun 2009; dan selama 26 tahun bila dihitung dari ketersediaan data historis, yaitu dari tahun 2003. Pemilihan kurun waktu tersebut disesuaikan dengan lingkup waktu perencanaan tata ruang yaitu 20 tahun.

60

Gambar 39 PETA ORIENTASI

Simulasi model dilakukan dengan peubah kebijakan bernilai nol (0), yaitu tidak ada penegakan peraturan yang tegas untuk kawasan lindung baik darat maupun perairan. Pada kondisi tersebut, penggunaan ruang sepenuhnya hanya bergantung pada nilai finansial jangka pendek dan kebutuhan populasi dalam pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, tidak dipertimbangkan adanya kawasan lindung yang perlu dipertahankan di dalam wilayah pesisir Teluk Lampung.

Dalam kurun waktu simulasi tersebut, diungkapkan perkembangan yang mungkin terjadi pada peubah-peubah yang dikaji. Peubah yang disimulasi meliputi peubah yang dianggap dapat mewakili gambaran dinamika wilayah pesisir Teluk Lampung, yaitu:

1) Populasi, angkatan kerja, dan lapangan kerja; 2) Aktivitas ekonomi (PDRB) dan investasi; 3) Sektor-sektor ekonomi di wilayah pesisir;

4) Penggunaan ruang budidaya daratan dan pemanfaatan umum perairan. Dari perkembangan peubah yang diamati, dapat dirumuskan kebijakan penataan ruang untuk perbaikan di masa depan. Dinamika beberapa peubah sistem dalam kurun waktu 2003-2029 disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 40 sampai dengan Gambar 47, data tabulasi lengkap dari hasil simulasi disajikan pada Lampiran 9.

6.3.1 Populasi

Simulasi menunjukkan bahwa populasi (penduduk) terus tumbuh dengan pola seperti yang didapatkan oleh White dan Engelen (2000), Aurambout et al. (2005), Winz (2005), dan Yufeng dan ShuSong (2005). Populasi dan angkatan kerja di wilayah Pesisir Teluk Lampung terus tumbuh dari 533.298 orang pada tahun 2003 menjadi 663.382 orang pada akhir tahun simulasi (Gambar 40). Laju pertumbuhan populasi antara tahun 2003 sampai 2007 relatif tinggi, namun menjadi lebih rendah di atas tahun 2009.

Pola pertumbuhan penduduk diikuti secara relatif sama oleh pertumbuhan angkatan kerja, yang akan mencapai jumlah 324.102 orang pada tahun 2029. Adapun lapangan kerja juga meningkat, dari tahun 2003 sebanyak 248.607 orang, menjadi 290.473 orang pada tahun 2029. Penyediaan lapangan kerja selalu berada

di bawah angkatan kerja sehingga selalu terdapat pengangguran, yang cenderung terus meningkat sampai akhir tahun simulasi, yaitu mencapai 33.630 atau mencapai 10,38% dari angkatan kerja.