• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN

3.17 Jasa Lainnya

harga konstan 2010 menggunakan pendekatan deflasi, sedangkan jasa kesehatan dan kegiatan sosialswasta menggunakan pendekatan revaluasi.

Data diperoleh dari Realisasi APBN/APBD; Kementerian Kesehatan;Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Berbagai Survei Khusus yang dilakukan Direktorat Neraca Produksi dan Direktorat Neraca Pengeluaran BPS; Subdirektorat Statistik Harga Konsumen.

3.17 Jasa Lainnya

Kategori Jasa Lainnya merupakan gabungan 4 kategori pada KBLI 2009.

Kategori ini mempunyai kegiatan yang cukup luas yang meliputi: Kesenian, Hiburan, dan Rekreasi; Jasa Reparasi Komputer Dan Barang Keperluan Pribadi Dan Perlengkapan Rumah Tangga; Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga;

Kegiatan Yang Menghasilkan Barang dan Jasa Oleh Rumah Tangga Yang Digunakan Sendiri untuk memenuhi kebutuhan; Jasa Swasta Lainnya termasuk Kegiatan Badan Internasional, seperti PBB dan perwakilan PBB, Badan Regional, IMF, OECD, dan lain-lain.

Kesenian, Hiburan dan Rekreasi

Jasa Kesenian, Hiburan dan Rekreasi berkategori R meliputi kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum akan hiburan, kesenian, dan kreativitas, termasuk perpustakaan, arsip, museum, kegiatan kebudayaan lainnya, kegiatan perjudian dan pertaruhan, serta kegiatan olahraga dan rekreasi lainnya.

Output atas dasar harga berlaku diperoleh dengan menggunakan metode pendekatan produksi, yaitu output diperoleh dari hasil perkalian antara indikator produksi dengan indikator harga. Output panggung hiburan/kesenian dihitung berdasarkan pajak tontonan yang diterima pemerintah. Output untuk jasa hiburan dan rekreasi lainnya pada umumnya didasarkan pada hasil perkalian antara jumlah perusahaan dan jumlah tenaga kerja masing-masing dengan rata-rata output per indikatornya. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari hasil perkalian antara rasio NTB dengan output. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan menggunakan metode deflasi/ ekstrapolasi dengan deflator/ekstrapolatornya adalah IHK rekreasi dan olahraga/indeks indikator produksi yang sesuai.

Sumber data produksi Jasa Kesenian, Hiburan dan Rekreasi diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), dan data penunjang intern BPS (Ketenagakerjaan, Susenas, Sensus Ekonomi, Statistik Harga Konsumen, dan Survei-survei Khusus yang dilakukan oleh Direktorat Neraca Produksi dan Direktorat Neraca Pengeluaran).

Kegiatan Jasa Lainnya

Kegiatan ini berkategori S yang mencakup kegiatan dari keanggotaan organisasi, jasa reparasi komputer dan barang keperluan pribadi dan perlengkapan rumah tangga, serta berbagai kegiatan jasa perorangan lainnya.

Output atas dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian antara masing-masing jumlah tenaga kerja dengan rata-rata output per tenaga kerja. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari hasil perkalian antara rasio NTB dengan output.

Sedangkan untuk memperoleh output dan NTB atas dasar harga konstan menggunakan metode deflasi dimana deflatornya adalah IHK Umum.

Data diperoleh dari internal BPS (Sensus Ekonomi, Subdit Statistik Demografi, Susenas, and Subdirektorat Statistik Harga Konsumen).

Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga; Kegiatan yang Menghasilkan Barang dan Jasa oleh Rumah Tangga yang Digunakan Sendiri untuk Memenuhi Kebutuhan

Kegiatan ini berkategori T mencakup kegiatan yang memanfaatkan jasa perorangan untuk melayani rumah tangga yang didalamnya termasuk jasa pekerja domestik (pembantu rumah tangga, satpam, tukang kebun, supir, dan sejenisnya), dan Kegiatan Yang Menghasilkan Barang Dan Jasa Oleh Rumah Tangga Yang Digunakan Sendiri Untuk Memenuhi Kebutuhan (didalamnya termasuk kegiatan pertanian, industri, penggalian, konstruksi, dan pengadaan air).

Output atas dasar harga berlaku untuk jasa perorangan yang melayani rumah tangga/ jasa pekerja domestik (pembantu rumah tangga, satpam, tukang kebun, supir, dan sejenisnya) diperoleh dari perkalian antara pengeluaran perkapita untuk jasa pekerja domestik dengan jumlah penduduk pertengahan tahun, sedangkan NTB-nya sama dengan output yang dihasilkan karena konsumsi antara pekerja jasa domestik merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga majikan. Output dan NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dengan hasil survei intern BPS (SKTIR).

Sedangkan output pengadaan air diperoleh dengan pendekatan rumah tangga yang menggunakan pompa dan sumur, baik sumur terlindung maupun tidak terlindung.

Sementara itu, output dan NTB atas dasar harga konstan, baik untuk kegiatan pekerja domestik maupun kegiatan menghasilkan barang dan jasa untuk digunakan sendiri oleh rumah tangga diperoleh dengan menggunakan metode deflasi dengan deflatornya laju IHK umum.

Sumber data kategori ini diperoleh dari intern BPS, yaitu, Susenas, Sensus Penduduk, Subdirektorat Pertambangan, Energi dan Konstruksi (Publikasi Statistik Air Bersih), dan Survei Khusus yang dilakukan oleh Direktorat Neraca Pengeluaran.

Kegiatan Badan Internasional dan Ekstra Internasional Lainnya

Kategori U yang mencakup kegiatan badan internasional, seperti PBB dan perwakilannya, Badan Regional dan lain-lain, termasuk The Internasional Moneter Fund, The World Bank, The World Health Organization(WHO), the Organization for Economic Co-operation and Development(OECD), the Organization of Petroleum Exporting Countries(OPEC) dan lain-lain.

Output dan NTB berlaku diperoleh dengan pendekatan biaya yang didapatkan dari laporan keuangan badan internasional dan ekstra internasional lainnya.

Sementara, untuk output konstan diperoleh dengan metode deflasi dengan deflator laju IHK umum.

Sumber data diperoleh dari laporan keuangan badan internasional dan ekstra internasional lainnya yang berkantor pusat di Indonesia dan Subdirektorat Statistik Harga Konsumen.

BAB IV

PERKEMBANGAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA

Kondisi ekonomi global umumnya dan Indonesia khususnya tidak secerah perkiraan semula menghadapkan perekonomian Kabupaten Malang pada beberapa tantangan yang tidak ringan

pada tahun 2015. Kinerja perekonomian Kabupaten Malang selama 2015 berlangsung tidak sesuai harapan dan cenderung melemah dibanding periode sebelumnya. Apabila kondisi ini tidak

dikelola dengan baik dapat berakibat pada meningkatnya ketidakstabilan makroekonomi dan terus melemahnya pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, kondisi ekonomi makro Kabupaten

Malang masih tertolong dengan Pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah serta peran konsumsi rumah tangga yang masih dominan.

4.1 Gambaran Umum

Kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan dan struktur ekonomi Indonesia yang masih rentan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Malang pada tahun 2015. Ekonomi Kabupaten Malang pada 2015 tumbuh 5,27 persen, melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,01 persen, dan masih jauh dibawah perkiraan pada awal tahun yang menargetkan 6 persen.

Kinerja sektor eksternal menurun tajam sebagaimana tercermin dari penurunan pertumbuhan industri pengolahan yang cukup signifikan. Dengan komposisi industri pengolahan yang masih didominasi Sumber Daya Alam, pelemahan nilai tukar rupiah belum dapat memperbaiki kinerja industri pengolahan secara umum. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi yang semula dipicu lapangan usaha berbasis komoditas sektor primer telah merambat pada kinerja lapangan usaha lainnya.

Berdasarkan lapangan usaha, perlambatan ekonomi terjadi baik pada lapangan usaha tradables dan non tradables. Dari kelompok tradable, pelemahan terutama terjadi di lapangan usaha industri pengolahan sejalan dengan penurunan ekspor dan perlambatan permintaan lokal. Melemahnya permintaan lokal dan melambatnya kinerja ekspor berdampak pada melemahnya pertumbuhan pada lapangan usaha non tradables, antara lain lapangan usaha konstruksi, perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasi, jasa keuangan dan asuransi, jasa perusahaaan, ketenagalistrikan, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

Di tengah kinerja pertumbuhan yang belum sesuai harapan ini, konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga antara lain didorong oleh kontribusi positif pelaksanaan pemilihan Bupati.

Ketahanan konsumsi rumah tangga juga didukung keuntungan demografi.

Struktur penduduk Kabupaten Malang yang berada pada kondisi yang menguntungkan yaitu relatif tingginya rasio penduduk usia produktif terhadap usia non produktif. Struktur penduduk yang didominasi usia produktif sangat mendukung pembangunan ekonomi. Dari sisi pola konsumsi, penduduk usia produktif cenderung berkonsumsi lebih besar dari usia non produktif. Fenomena demografis inilah yang oleh para pakar kependudukan disebut “bonus demografi” (demographic dividend) yang akan terjadi hanya satu kali dalam sejarah kependudukan sebuah bangsa.

Bonus demografi tentu saja merupakan suatu berkah karena melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi.

Namun demikian, kategori-kategori ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Malang seperti kategori industri pengolahan, kategori konstruksi, sub kategori perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat. Kondisi ini makin berat menyusul perlambatan ekonomi global yang disertai dengan berlanjutnya penurunan harga komoditas memberikan tekanan yang signifikan pada kinerja ekspor dan sektor ekonomi berbasis sumber daya alam). Tekanan tersebut bahkan sudah merambat pada sektor bukan komoditas. Potensi berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik perlu dikurangi guna menjaga sentimen positif terhadap prospek ekonomi domestik. Dengan masih melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan domestik menjadi kunci bagi proses pemulihan perekonomian dalam jangka pendek.

Kendati demikian, tahun 2015 merupakan tahun penuh perjuangan, sekaligus tantangan baru. Perekonomian Kabupaten Malang masih mampu tumbuh positif. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Malang masih mampu tumbuh sebesar 5,27 persen pada tahun 2015. Besaran pertumbuhan ekonomi yang terjaga tersebut akan menjadi basis bagi akselerasi peningkatan besaran Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Malang di tahun-tahun mendatang.

Dari uraian di atas, maka perlu untuk mengetahui kinerja Pemerintah Kabupaten Malang selama periode 2011-2015 yang didekati melalui besaran PDRB.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, dalam bab ini akan dijabarkan secara lengkap tinjauan ekonomi Kabupaten Malang dengan mendeskripsikan angka-angka hasil penghitungan PDRB Kabupaten Malang tahun 2015 dengan membandingkan PDRB tahun sebelumnya. Selanjutnya dijelaskan pula angka Pendapatan Regional Kabupaten Malang yang merupakan salah satu turunan dari angka penghitungan PDRB Kabupaten Malang beserta nilai perkapitanya.

4.2 PDRB Kabupaten Malang

Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kegiatan ekonomi suatu daerah dapat dilihat melalui neraca ekonomi yang terintegrasi dalam 4 neraca pokok yaitu Neraca Produksi, Neraca Konsumsi, Neraca Akumulasi dan Neraca Transaksi Luar Negeri. Gambaran ekonomi yang sampai saat ini dapat dihitung pada tingkat wilayah Kabupaten Malang adalah sebagian dari neraca produksi yaitu gambaran mengenai besaran produksi barang dan jasa, yang biasa disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung baik atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan (ADHK).

Ditinjau dari pendekatan produksi, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kabupaten Malang pada tahun berjalan mencapai 73.843,33 milyar. Dengan perhitungan menggunakan SNA 2008 struktur perekonomian mengalami sedikit perubahan. Kategori industri pengolahan yang menduduki posisi ketiga pada penghitungan SNA yang lama, ternyata mampu menjadi pendukung utama PDRB ADHB Kabupaten Malang tahun 2015 dengan kontribusi sebesar 22.291,57 milyar.

Berikutnya kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, kategori pertanian, kehutanan dan perikanan, serta kategori konstruksi yang masing-masing mencapai 13.647,00 milyar, 13.267,13 milyar dan 9.332,77 milyar.

0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Milyar

Gambar 4.1: Produk Domestik Regional Bruto ADHB dan ADHK Tahun 2010-2015 (Dalam Juta)

PDRB ADHB PDRB ADHK

Berdasarkan harga konstan 2010, laju pertumbuhan PDRB pada Tahun 2015 digerakkan oleh semua kategori, kecuali pengadaan listrik dan gas. Laju pertumbuhan kategori PDRB tertinggi pada kategori jasa perusahaan dimana pada tahun 2015 tumbuh sebesar 8,53 persen dibanding dengan tahun sebelumnya.

Berikutnya kategori transportasi dan pergudangan sebesar 7,68 persen, kategori jasa pendidikan sebesar 7,21 persen, kategori informasi dan komunikasi sebesar 6,78 persen, kategori penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 6,70 persen, serta kategori industri pengolahan 6,41 persen. Selanjutnya pertanian, kehutanan dan perikanan, pertambangan dan penggalian serta kategori pengadaan listrik dan gas merupakan kategori yang laju pertumbuhannya rendah yaitu masing-masing sebesar 3,45 persen, 2,92 persen dan sebesar minus 1,18 persen.

4.3. Struktur Ekonomi

Komposisi yang membentuk ekonomi suatu wilayah atau yang berperan dalam ekonomi dapat diartikan sebagai struktur ekonomi. Pada jangka pendek struktur ekonomi berguna untuk menggambarkan corak perekonomian suatu daerah, bila kategori primer yang dominan berarti daerah tersebut menganut tipe agraris, demikian pula apabila kategori sekunder yang dominan maka daerah tersebut dikatakan menganut tipe industri. Untuk jangka panjang struktur ekonomi dapat menunjukkan arah dan keberhasilan pembangunan ekonomi dengan melihat transformasi ekonomi yang terjadi.

Berdasarkan klasifikasinya, pembagian PDRB lapangan usaha dianalisis dengan membedakan tiga kategori yaitu kategori primer, kategori sekunder dan kategori tersier. Di mana kategori primer mencakup kategori pertanian, kehutanan dan perikanan dan kategori pertambangan dan penggalian. Kategori sekunder meliputi kategori industri pengolahan, kategori listrik dan gas, pengadaan air, pengolahan sampah, limbah serta kategori bangunan. Sedangkan kategori tersier mencakup kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, kategori informasi dan komunikasi, kategori jasa keuangan dan asuransi, Real Estate, jasa perusahaan, administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial serta kategori jasa lainnya.

Tabel 4.1

Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha (persen) Tahun 2011─2015

Lapangan Usaha/Industry 2011*) 2012*) 2013*) 2014* 2015**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

I. Primer I. 20,83 20,33 20,22 20,28 20,01

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,49 18,16 18,15 18,18 17,97

B Pertambangan dan Penggalian 2,34 2,17 2,07 2,10 2,04

II Sekunder 41,27 42,13 41,97 42,81 43,00

C Industri Pengolahan 29,66 29,91 29,32 29,99 30,19

D Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,09 0,08 0,07 0,07

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10

F Konstruksi 11,42 12,03 12,47 12,65 12,64

II Tersier 37,90 37,52 37,83 36,93 36,99

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor 19,37 18,99 19,05 18,50 18,48

Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

* Angka sementara

** Angka sangat sementara

Dari sisi penawaran, transformasi struktural dapat dideteksi dengan karakteristik turunnya pangsa kategori primer yang tradisional. Pada saat yang bersamaan kategori sekunder meningkat dan selanjutnya diikuti oleh peningkatan kategori tersier. Dalam proses ini, pergeseran pangsa tetap harus diikuti oleh pertumbuhan dari masing-masing kategori meskipun dengan laju yang berbeda.

Lebih lanjut, laju percepatan dari suatu proses transformasi akan berbeda untuk masing-masing daerah, tergantung dari karakteristik daerah yang bersangkutan.

Untuk daerah yang kaya sumber daya alam seperti Kabupaten Malang, proses transformasinya cenderung lebih lambat dibandingkan dengan-daerah kawasan industri seperti Surabaya, Kabupaten Pasuruan, Sidoarjo dan daerah lainnya.

Perbedaan ini karena untuk daerah-daerah yang kaya sumber daya alam cenderung masih membutuhkan pertumbuhan yang relatif tinggi pada kategori primer untuk mendukung percepatan pertumbuhan pada kategori lainnya.

Dari Tabel 4.1 di atas mengenai perubahan pangsa terhadap PDRB Kabupaten Malang terlihat pada tahun 2015, pangsa kategori sekunder yang dimotori

oleh kategori industri pengolahan dan kategori konstruksi terus meningkat.

Pada tahun 2010, pangsa kategori sekunder masih mencapai 40,91 persen dan secara konsisten naik hingga mencapai 43,00 persen pada tahun 2015. Sebaliknya, pangsa kategori tersier justru tertahan pada tahun 2015 yaitu dari 35,47 persen pada tahun 2014 menjadi 36,99 persen pada tahun 2015.

Dipihak lain, kategori primer konsisten mengalami penurunan peranannya.

Pada tahun 2015, kontribusi kategori ini sebesar 21,21 persen atau menurun sebesar 1,10 poin dibandingkan tahun dasar. Berkurangnya luas lahan dan terlambatnya musim hujan pada penghujung tahun nampaknya berperan terhadap penurunan kategori ini. Baik kategori pertanian maupun kategori penggalian mengalami kontraksi masing-masing sebesar 0,21 poin dan 0,06 poin.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Grafik 4.2 Perubahan Struktur Ekonomi Kabupaten Malang 2010-2015 (Dalam persen)

tertier sekunder primer

Ada tiga gejala menarik selama periode 2011-2015 mengenai pergeseran struktur ekonomi yang dapat diamati pada Tabel 4.1 di atas. Pertama, Tren penurunan kategori primer yang dalam periode sebelumnya sempat tertahan, memasuki tahun 2015 kembali terjadi. Kedua, meskipun peranan sektor tersier diharapkan meningkat, di luar dugaan proporsinya pada PDRB justru menurun. Ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi pada sektor tersebut kalah cepat dibanding sektor sekunder. Ketiga, pergeseran perekonomian Kabupaten Malang dari kategori primer ke kategori sekunder dan tertier tengah berlangsung. Pergeseran adalah sesuatu yang wajar terjadi pada suatu pembangunan ekonomi. Namun, pergeseran yang terjadi di Kabupaten Malang nampaknya telah menyeret aset penting kategori pertanian ke dalamnya. Keadaan ini dengan mudah dapat dilihat dari berubahnya hamparan tanaman menjadi lahan bangunan baik pemukiman, pertokoan, perkantoran, perumahan maupun lainnya. Apabila keadaan ini terus dibiarkan berlangsung tanpa pengendalian yang jelas, maka bukan tidak mungkin pada suatu saat nanti, Kabupaten Malang bukan lagi pemasok sayur-sayuran dan buah-buahan ke daerah lain.

4.4 Produk Domestik Regional Bruto Perkapita

Salah satu indikator ekonomi penting untuk mengetahui pertumbuhan pendapatan daerah dalam hubungannya dengan kemajuan kategori ekonomi tersebut adalah PDRB Perkapita yang biasanya dipakai sebagai indikator perkembangan kesejahteraan rakyat. Pada umumnya PDRB Perkapita disajikan berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku, karena PDRB Perkapita selain dipengaruhi faktor produksi juga dipengaruhi oleh harga barang/jasa. Namun gambaran tersebut tidak dapat langsung dijadikan sebagai ukuran peningkatan ekonomi maupun penyebaran di setiap strata ekonomi karena pengaruh inflasi sangat dominan baik dalam pembentukan PDRB maupun pendapatan regional.

Selama lima tahun terakhir ini, PDRB Perkapita mengalami peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2011, PDRB Perkapita sebesar Rp 19.00 juta dan kemudian meningkat menjadi Rp 29,02 pada tahun 2015 atau meningkat 52,73 persen. Peningkatan paling tinggi terjadi pada tahun 2014 yang meningkat sebesar 11,58. Hal ini sebagai efek kenaikan harga BBM pada akhir tahun. Pada tahun 2015 ini perkembangan PDRB perkapita masih cukup tinggi karena masih meningkat sebesar 11,21 persen.

Tabel 4.2

PDRB Per Kapita Menurut Lapangan Usaha 2011 – 2015 (Dalam Juta Rp)

Lapangan Usaha/Industry 2011*) 2012*) 2013*) 2014* 2015**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.53 3.88 4.25 4.74 4.74

B Pertambangan dan Penggalian 0.44 0.46 0.48 0.55 0.59

C Industri Pengolahan 5.64 6.34 6.86 7.83 8.76

D Pengadaan Listrik dan Gas 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03

F Konstruksi 2.17 2.55 2.92 3.30 3.67

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor 3.68 4.02 4.46 4.83 5.36

Produk Domestik Regional Bruto 19.00 21.20 23.39 26.10 29.02

* Angka sementara

** Angka sangat sementara

BAB V

PERTUMBUHAN DAN PERANAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA

Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tingkat pertumbuhan ekonominya. Dengan asumsi bahwa dengan pertumbuhan yang tinggi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi pula, yang pada hakekatnya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sehingga pertumbuhan yang tinggi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran penduduk.

Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari PDRB atas dasar harga konstan 2010. Sehingga pertumbuhan ini sudah tidak dipengaruhi faktor harga atau dengan kata lain benar-benar murni disebabkan oleh kenaikan produksi kategori pendukungnya.

Pada sisi produksi, pertumbuhan kategori non-tradables yang terdiri dari Kategori Listrik dan Gas, Kategori Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, Kategori Konstruksi, Kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Kategori Transpotasi dan Pergudangan, Kategori Penyediaan Akomodasi Makan Minum, Kategori Informasi dan Komunikasi, Kategori Keuangan dan Asuransi, Kategori Real Estate, Kategori Jasa Perusahaan, Kategori Pemerintahan, Kategori Jasa Pendidikan, Kategori Jasa Kesehatan serta kategori jasa lainnya mengalami pertumbuhan yang sedikit meningkat, sementara pertumbuhan kategori tradables yang terdiri dari pertanian, penggalian dan industri pengolahan relatif lebih rendah di level 5 persen.

Pada tahun 2015, rata-rata pertumbuhan kategori non-tradables mencapai 5,32 persen, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 5,21 persen. Sementara itu, pertumbuhan kategori tradables tumbuh mencapai 5,20 persen atau melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,20 persen. Akselerasi pertumbuhan kategori tradables terutama ditopang oleh kategori industri pengolahan yang mencatat pertumbuhan yang masih cukup tinggi yaitu mencapai sebesar 6,41 persen. Sementara tingkat pertumbuhan yang dicapai kategori non-tradable terutama disumbang oleh Kategori Jasa Perusahaan, Kategori Transportasi dan Pergudangan, Jasa Pendidikan serta Kategori Informasi dan Komunikasi yang mencapai pertumbuhan yang relatif tinggi pada tahun 2015 yaitu masing-masing tercatat sebesar 8,53 persen, 7,68 persen 7,21 persen dan 6,70 persen.

Karakteristik pertumbuhan ekonomi tersebut tentu menimbulkan implikasi ekonomi yang besar. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang mengerucut pada kategori sekunder dan tersier menjadikan keuntungan ekonomi (pendapatan)

mengerucut ke pelaku ekonomi yang bekerja di kategori ini. Implikasinya, akan terjadi ketimpangan ekonomi yang semakin meningkat.

Kedua, ciri pertumbuhan ekonomi kian kuat ditentukan oleh pertumbuhan kategori yang tidak menyerap tenaga kerja. Pertumbuhan sektor industri pengolahan yang diharapkan menjadi salah satu sumber penyerapan tenaga kerja kemampuannya untuk menyerap tenaga kerja masih belum optimal sehingga terjadi pengangguran yang meningkat.

5.1 PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN

Lapangan usaha ini mencakup Sub lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang terdiri dari : tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan dan jasa pertanian dan perburuan, Sub lapangan usaha kehutanan dan penebangan kayu, serta sub lapangan usaha Perikanan. Lapangan usaha ini masih menjadi tumpuan dan harapan dalam penyerapan tenaga kerja.

Kinerja Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan masih terbatas terutama karena permasalahan di sub kategori tanaman pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian serta sub kategori kehutanan dan penebangan kayu.

Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tumbuh dikisaran 3,45 persen, di bawah rata-rata lima tahun terakhir 4,23 persen. Sementara itu, kinerja sub kategori tanaman pangan tumbuh cukup baik sehingga mencegah perlambatan pada sub kategori pertanian. Anomali cuaca el nino 2015 memberi dampak yang relatif terbatas pada produksi tanaman pangan. Sub kategori perikanan juga masih tumbuh cukup tinggi yaitu mencapai 7,30 persen, sejalan dengan meningkatnya hasil tangkapan ikan dan produksi ikan budidaya.

Tabel 5.1

Peranan Lapangan Usaha Terhadap PDRB Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Tahun 2011-2015 (Dalam Persen)

Lapangan Usaha/Industry 2011* 2012* 2013* 2014* 2015**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

I Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Pertanian 90.45 89.48 88.65 88.23 87.91

a. Tanaman Pangan 21.89 21.53 21.49 21.22 21.50 b. Tanaman Hortikultura 27.00 25.44 24.10 24.10 24.24 c. Tanaman Perkebunan 10.79 11.78 11.49 11.23 10.47

d. Peternakan 29.35 29.33 30.20 30.30 30.25

e. Jasa Pertanian dan Perburuan 1.43 1.40 1.37 1.37 1.45

e. Jasa Pertanian dan Perburuan 1.43 1.40 1.37 1.37 1.45

Dokumen terkait