• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.5 Sifat Hujan

4.5.2 Jeluk hujan

Jeluk hujan menggambarkan sebaran jumlah hujan tertentu yang terjadi setiap hari, dan berdasarkan pengukuran langsung di lapang, telah diklasifikasi empat jeluk hujan, 0-20, 20–40, 40–60, dan >60mm Berdasarkan perhitungan, maka sebaran jeluk hujan dominan terjadi pada kisaran 0-20 mm yang terjadi selama 26 HH, tapi intensitas terbanyak pada hujan >60 mm meskipun ha nya 11 HH tapi total curah hujan sebanyak 1 155 mm. Jeluk hujan terendah pada kisaran 0 -20 mm dengan total hujan sebanyak 272 mm dan berlangsung selama 26 HH. Data hujan yang dianalisis seperti ini baik untuk informasi pertanian, karena dapat digunakan untuk menentukan jadual tanam. Jeluk hujan 20 harian ini memberikan gambaran distribusi intensitas hujan yang terjadi selama periode tertentu, tergantuing sumber data yang digunakan. Data tersebut juga memberikan gambaran bahwa hujan cukup merata sepanjang penelitian dilaksanakan. Intensitas tinggi (>60 mm) jarang terjadi, sehingga pemeliharaan tanaman bisa dilakukan dengan baik. Rincian jeluk hujan dan besaran komponen distribusi hujan selama dua periode penelitian (2007 dan 2008) disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Jeluk hujan pada setiap hari hujan di lokasi penelitian . Komponen Jeluk (mm hari

-1 ) 0-20 >20-40 >40-60 >60 Jumlah Jumlah HH % Curah hujan % 26 47 272 13 11 20 340 16 7 13 364 17 11 20 1 155 54 55 100 2 131 100

Sumber: Data hujan harian dari Stasiun Klimatologi Kayuwatu Manado -Sulawesi Utara.

.

4.6 Distribusi Hujan 4.6.1 Curahan tajuk

Curahan tajuk pada masing-masing umur kelapa tidak sama besarnya, tapi umumnya mempunyai pola hubungan yang sama dengan total curah hujan, yaitu linear positif Artinya semakin besar curah hujan total, nilai curahan tajuk juga makin besar (Gambar 10).

Gambar 10 Hubungan antara curah hujan total dengan curahan tajuk (Tf) pada beberapa umur tanaman k elapa di Kebun Percobaan Kima Atas, Manado-Sulawesi Utara.

.

Persentase curahan tajuk pada kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun berturut-turut 72, 60, dan 60% dari rata-rata total curah hujan yang terjadi di tiap lokasi. Posisi pelepah daun pada t ajuk kelapa umur 5

tahun umumnya tegak dan berbentuk sepert “sapu”,sehingga memudahkan air hujan melewatinya dibanding pada kelapa umur 20 dan 50 tahun. Pada kelapa dewasa bentuk tajuk seperi bundar (cone), dan karena pilotaksis daun yang unik, maka pelepah satu deng an yang lainnnya saling silang menyilang dan membuat daun saling menutup. 4.6.2 Aliran batang

Kendala pengukuran aliran batang karena adanya tonjolon bekas pelepah daun dan “takikan” yaitu pelukaan yang dibuat pemanjat untuk tempat pijakan kaki saat memanjat kelapa. Aliran air hujan melalaui batang banyak terdispersi (splashed) sehingga tidak semuanya dapat terukur. Itulah sebabnya pengukuran aliran batang pada penelitian ini sangat bias sebagaimana yang digambarkan melalui model linear pada Gambar 11 dengan nilai koefisien determinasi yang rendah.

Gambar 11 Hubungan antara curah hujan total dengan aliran batang (Sf)

pada beberapa umur tanaman k elapa di Kebun Percobaan Kima Atas, Manado-Sulawesi Utara.

Berdasarkan hasil analisis maka persentase aliran batang umur 50 tahun sebesar 11% dan kelapa umur 20 tahun sebesar 3% dari rata-rata total curah hujan yang terjadi di tiap lokasi. Hasil yang didapatkan pada

beberapa penelitian, khususnya pada kelapa sawit dan tanaman kelapa juga menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu rata-rata kurang dari 20% (Ridwan 2009; Pelawi 2009; Japar 2000).

Model empiris hubungan antara curah hujan total dengan aliran batang menunjukkan hubungan yang yang tidak berarti, karena koefisien determinasi sangat rendah (Gambar 11). Selain faktor morfologi batang kelapa, maka jarak (distance) tempuh air hujan menuju ke alat pengukur yang jauh menyebabkan bias pengukuran tersebut . Jadi, model yang memadai untuk menyajikan hubungan antara curah hujan total dengan aliran batang tidak dapat diandalkan.

4.6.3 Hujan efektif

Hujan efektif atau hujan neto (Pn) adalah hujan yang dapat

mencapai lahan di bawah suatu pertanaman, dan besarnya Pn tergantung

pada nilai curahan tajuk (Tf) dan aliran batang (Sf). Model empiris yang

menghubungkan antara besarnya curah hujan ( P) dengan hujan efektif (Pn) menunjukkan bahwa makin besar curah hujan total, maka air yang

mencapai lahan di bawah kelapa juga akan makin banyak, dan pola ini sama untuk semua umur kelapa yang diteliti (Gambar 12).

Gambar 12 Hubungan total curah hujan dengan hujan efektif (Pn) kelapa

umur 5, 20, dan 50 tahun di Kebun Percobaan Kima Atas, Manado-Sulawesi Utara.

Hubungan curah hujan total dengan hujan efektif pada tanaman kelapa sawit umur 8 tahun bersifat kuadratik dengan model empiris

Pn=11.244 e0 .00 77 X (Suharto 2007). Pola hubungan antara hujan total

dengan hujan efektif pada semua umur tanaman kelapa bersifat linear positif dengan nilai koefisien determinasi (R2) lebih besar dari 0.80. Artinya, besaran hujan efektif fluktuasinya cukup kuat dipengaruhi oleh curah hujan total. Persentase hujan efektif yang diterima di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun berturut-turut adalah 71, 63, dan 71% dari rata-ratra total curah hujan di masing -masing lokasi. Lahan di pertamanan kelapa umur 5 tahun mendapatkan hujan efektif tertinggi di banding umur kelapa 20 dan 50 tahun karena dimungkinkan oleh bentuk tajuk. Hujan efektif pada sawit sebesar 47% (Suharto 2007).

Bentuk dan struktur tajuk kelapa sebenarnya tidak terlalu baik untuk mencegah proses erosi permukaan. Anak daun kelapa bisa berfungsi memperbesar butiran air yang jatuh ke tanah, sehingga mempunyai energi kinetik besar saat menerpa permukaan tanah . Energi tersebut bisa mempunya i daya dispersi atau penguraian yang besar terhadap butiran/agregat tanah.

4.6.4 Intersepsi tajuk

Intersepsi tajuk tanaman menyatakan besaran dari kemampuan tanaman menahan air hujan. Sebagaimana hujan efektif, maka intersepsi tajuk juga besarannya ditentukan oleh arsitek tajuk setiap tanaman. Intersepsi tajuk adalah selisih antara total curah hujan dengan hujan efektif. Hubungan antara intersepsi hujan dengan curah hujan total tidak mempunyai pola yang jelas tapi pada kelapa sawit, model empiris hubungan curah hujan dengan intersepsi tajuk bersifat kuadratik, dengan persamaan Pint=12.122e0.0083 X (R2=0.6792) (Suharto 2007). Intersepsi

tajuk tertinggi terjadi pada kelapa umur 20 tahun (38%) dan terendah pada kelapa 5 tahun (27%) dari rata-rata total curah hujan yang terjadi.

Nilai intersepsi tajuk termasuk unik, karena pada curah hujan <10mm persentase intersepsi tajuk bisa mencapai >70%. Artinya, setiap tajuk hanya efektif hanya akan mempunyai kapasitas optimum menahan

air pada jumlah tertentu (inte nsitas rendah), selebihnya fungsi tajuk tidak lagi efektif. Intersepsi pada sawit umur 8 tahun maksimum bisa mencapai 65% dari hujan yang terjadi. Intersepsi tajuk kelapa Dalam, Genjah, dan Hibrida berturut-turut sebesar 12, 9, dan 31% (Japar 2000). Pelawi (2009) mendapatkan nilai intersepsi untuk kelapa sawit umur 10, 25 dan 35 tahun berturut-turut sebesar 52, 58, dan 71% dari total hujan yang terjadi.

Hasil penelitian, khususnya nilai intersepsi tajuk yang tidak berpola diduga karena karakter tanaman kelapa yang mempunyai pola batang tunggal. Dicurigai banyak hujan yang jatuh kealat penampung tanpa melalui tajuk dan itu terjadi pada kelapa umur 5 tahun dan 50. Analisis distribusi hujan lengkapnya disajikan pada Lampiran 8.

Dokumen terkait