• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Wanita sholehah dalam 26 September 2017, Jenis-jenis nilai dalam karya sastra terbagi menjadi 7 yaitu :

1. Nilai Pendidikan

Nilai pendidika secara sadar maupun tidak dituliskan pengarang sebagai contoh yang baik dengan harapan pembaca akan menirunya. Dengan demikian, karya sastra tersebut dapat dikatakan sebagai guru bagi pembacanya.

14 2. Nilai Regilius dan Keagamaan

Nilai yang berhubungan dengan tubuh perjalanan Regilius tokoh-tokoh dalam cerita dapat menjadi inspirasi keagamaan bagi pembacanya.

3. Nilai Kritik Sosial

Hampir setiap katya sastra mengandung nilai-nilai kritik sosial dengan instensitar yang berbed-beda. Kritik sosial berikut biasanya muncul dari pandangan pengarangnya dengan kondisi sosial dilingkungan sekitarnya.

4. Nilai Keindahan/Estetika

Karya sastra merupakan karnya fiksi yang disajikan dengan bahasa yang indah. Keindahan dari segi bahasa ini, lebih mudah ditemukan dalam karya sastra jenis puisi.

5. Nilai Budaya

Nilai yang berhubungan dengan adat istiadat masyarakat disuatu tempat.

6. Nilai Moral

Nilai moral biasanya disampaikan pengarang melalui sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya. Nilai moral tersebut dapat memberikan gambaran kepada pembacanya mengenai suatu hal yang baik dan yang buruk, sehingga pembacanya dalam kehidupannya dapat menemukan mana yang baik dan mana yang buruk.

15 7. Nilai Psikologi

Nilai yang berhubungan dengan kejiwaan seseorang 2.2.4 Nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.

Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan, mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempeunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total.

Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu

16

berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Lasyo (Setiadi 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Sejalan dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakki. Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.

2. Pengertian Pendidikan

Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing” (Hadi, 2003: 17). Jadi Soedomo Hadi menyimpulkan paedogogike berarti aku membimbing anak. Purwanto (1986: 11) menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan

17

rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Tilaar (2002;435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, memanusiakan manusia atau proses humanisasi melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Eksistensi ini menurut penulis adalah menempatkan kedudukan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat. Kehormatan itu tentunya tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia.

Pendidikan pada hakikatnya juga berarti mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari pernyataan tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam pendidikan, yaitu:

a. Cerdas, berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untukmenyelesaikan persoalan nyata. Cerdas bermakna kreatif, inovatif dan siap mengaplikasikan ilmunya.

b. Hidup, memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepadaNya. Filosofi hidup ini sangat syarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang,

18

memanusiakan manusia, memberikan makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral, dan tujuan hidup.

c. Bangsa, berarti manusia selain sebagai individu juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain. Setiap individu berkewajiban menyumbangkan pengetahuannya untuk masyarakat meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitar dengan ilmu, sesuai dengan yang diajarkan agama dan pendidikan. Indikator terpenting kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan dan pengajaran (Ratna, 2005: 449).

Segala sesuatu yang digunakan untuk mendidik harus yang mengandung nilai didik, termasuk dalam pemilihan media. Novel sebagai suatu karya sastra, yang merupakan karya seni juga memerlukan pertimbangan dan penilaian tentang seninya (Pradopo, 2005: 30). Pendidikan pada kahikatnya merupakan upaya membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab (Setiadi, 2006: 114).

Adler (dalam Arifin, 1993: 12) mengartikan pendidikan sebagai proses dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk untuk membantu orang lain dan

19

dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik. Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik (Ratna, 2009: 447). Masih menurut Ratna, lebih jauh dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika. Jadinya antara pendidikan dan karya sastra (novel) adalah dua hal yang saling berkaitan.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusis melalui upaya pengajaran.

Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusis sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan yang tersirat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya.

Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra khususnya humaniora sangat berperan

20

penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan.

3. Macam-macam Nilai Pendidikan

Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filosofi, religi dan sebagainya. Baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang merupakan menciptakan terbaru semuanya dirumuskan secara tersurat dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga dari kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif, dll, juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggung jawabkan serta bertendens. Sastrawan pada waktu menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya, dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu.

Menacari nilai luhur dari karya sastra adalah menentukan kreativitas terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan tersimpan nilai atau pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya, pencipta karya sastra berusaha untuk mempengaruhi pola piker pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru sebaliknya, untuk dicela bagi yang tidak baik.

Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Karya sastra

21

tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapi didalamnya termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan. Dalam karya sastra, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan perasaan. 2.2.5 Kerangka Berpikir

Dalam novel Mimpi Anak Pulaunilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Mimpi Anak Pulau meliputi empat macam nilai pendidikan, yaitu: nilai pendidikan moral, religius, sosial, dan budaya. Semua nilai yang ditemukan tersebut semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca novel Mimpi Anak Pulau.

22 BAB III

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait