• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Keuangan

2. Jenis dan Bentuk Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua laporan utama, yaitu Neraca dan Laporan Rugi-laba:

a. Neraca adalah laporan yang menunjukan posisi keuangan pada saat tertentu. Neraca mempunyai dua sisi, sisi debit dan kredit. Pada sisi debit menunjukan posisi kekayaan perusahaan (aktiva), dan pada sisi kredit menunjukan sumber kekayaan perusahaan yang terdiri dari dua sumber yaitu utang dan modal, Sutrisno (2009:9). Neraca merupakan suatu laporan tentang posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu waktu tertentu, yang meliputi aktiva, utnag, dan modal. Aktiva merupakan sumber daya yang dimiliki perusahaan, sedangkan utang dan modal menunjukan bagaimana sumber daya ini dibelanjai oleh perusahaan, Muslich (2007:44). Neraca adalah laporan posisi keuangan perusahaan pada waktu tertentu dimana pada sisi kiri neraca menunjukan aktiva perusahaan, sedangkan di sisi kanan neraca menunjukan kewajiban dan ekuitas, atau klaim terhadap aktiva tersebut, Astuti (2002:19).

b. Laporan rugi-laba merupakan suatu laporan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode tertentu, Muslich (2007:44). Laporan rugi-laba adalah laporan yang mengikhtiarkan pendapatan dan beban perusahaan selama periode akuntansi tertentu yang umumnya setiap kuartal atau setiap tahun. Jadi laporan rugi-laba melaporkan operasi perusahaan

periode tertentu untuk tujuan perencanaan dan pengendalian manajemen biasanya meramalkan laporan ini secara bulanan kemudian membandingkan hasil aktual dengan laporan yang dianggarkan, Astuti (2002:17). Laporan rugi-laba dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan perusahaan dalam menjalankan usahanya selama satu periode tertentu. Laporan rugi-laba pada dasarnya menggambarkan dua macam arus yang menggambarkan rugi atau laba. Laba terjadi apabila penghasilan yang diperoleh dalam satu periode lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan, sebaliknya rugi akan timbul bila pendapatan lebih rendah dibanding dengan biaya yang dikeluarkan. (Sutrisno, 2009:10).

B. Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan umumnya diukur berdasarkan penghasilan bersih (laba). Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban. Unsur penghasilan dan beban di definisikan sebagai berikut:

1. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

2. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar dan berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal, Harmono (2009:23)

Informasi dan gambaran perkembangan keuangan atau kinerja perusahaan dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi dari laporan keuangan, yaitu dengan menghubungkan elemen-elemen yang ada dalam laporan keuangan seperti elemen-elemen dari berbagai aktiva satu dengan lainya, elemen-elemen pasiva yang satu dengan lainya, elemen-elemen aktiva dengan pasiva, elemen-elemen neraca dengan elemen-elemen rugi-laba, akan dapat diperoleh banyak gambaran mengenai kondisi keuangan atau kinerja suatu perusahaan, Sutrisno (2009:212). Unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja perusahaan dalam laporan rugi-laba adalah pendapatan dan beban. Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dikenal dengan sebutan berbeda, seperti penjualan, penghasilan jasa, bunga, dan lain-lain. Pendapatan pada hakekatnya tidak berbeda dengan keuntungan, yaitu mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi. Sedangkan beban menkacup kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi beban pokok penjualan, gaji, dan penyusutan. (Arifin, 2007:13).

C. Rasio Likuiditas

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan atau badan usaha untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi, Riyanto (2001:25). Sedangkan menurut Syahyunan (2003), istilah likuiditas berasal dari kata likuid yang berarti cair. Suatu perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan itu sanggup membayar hutang jangka pendek tepat pada waktunya. Dengan kata lain rasio likuiditas adalah ‘rasio yang mengukur kemampuan memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dipenuhi’.

Likuiditas berhubungan dengan masalah kepercayaan kreditor jangka pendek kepada perusahaan, artinya semakin tinggi tingkat likuiditas maka semakin tinggi

pula kepercayaan kreditor jangka pendek, Sutrisno (2009:14). Karena peranan likuiditas itu dianggap begitu penting, maka sering pula dikatakan bahwa likuiditas memberikan kesan pertama tentang baik buruknya suatu perusahaan. Secara umum pengertian likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya yang jatuh tempo. (Lancaster, 1998:14).

Likuiditas tidak hanya terpengaruh oleh kememadainya aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban lancar pada saat jatuh tempo, tetapi juga terpengaruh oleh seberapa cepat piutang usaha akan ditagih dan seberapa cepat persediaan akan dijual, dalam hal ini periode penagihan rata-rata dan perputaran persediaan merupakan pertanda yang diperhatikan secara cermat, Horgen (2000:289).

Dijelaskan oleh Helfert (1996:95), dari sudut pandang pemberi pinjaman terdapat anggapan bahwa semakin tinggi nilai rasio lancar, maka semakin baik posisi pemberi pinjaman. Hal ini juga dapat dilihat dari sudut pandang investor, dimana semakin tinggi nilai rasio lancar akan memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian drastis bila terjadi kegagalan perusahaan. Kelebihan aktiva lancar yang besar atas kewajiban lancar tampaknya membantu melindungi klaim, karena persediaan dapat dicairkan dengan pelelangan atau karena tidak terdapat banyak masalah dalam penagihan piutang usaha. Sehingga bisa dikatakan semakin tinggi tingkat likuiditas maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

Likuiditas menjelaskan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi, dalam hali ini yaitu hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio ini biasa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih, Sutrisno (2009:215).

Likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo. Semakin tinggi rasio ini menunjukan semakin mampu perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang harus segera dibayar. Namun, bila terlampau tinggi akan berpengaruh jelek terhadap kemampulabaan perusahaan, karena ada sebagian dana yang tidak produktif yang diinvestasikan dalam current assets, akhirnya profitabilitas perusahaan tidak optimal. (Halim, 2007:159),

Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Keynes, Sukirno (2004:300), perusahaan memegang atau menahan kas karena didorong oleh motif atau tujuan: (1) untuk transaksi, (2) untuk berjaga-jaga, dan (3) untuk berspekulasi. Dalam menjalankan operasinya perusahaan perlu dana untuk membeli bahan baku pembuatan produk, membayar pegawai dan lain-lain, dana yang diperlukan untuk tujuan ini merupakan dana yang disediakan perusahaan untuk transaksi. Selain itu perusahaan juga perlu menyediakan dana untuk berjaga-jaga dalam menghadapi ketidakpastian penerimaan kas di masa depan. Jika pada suatu saat perusahaan menerima kas yang rendah sehingga tidak mencukupi untuk kebutuhan operasional, maka perusahaan mencukupi kekurangan dana tersebut dari kas yang disediakan untuk berjaga-jaga. Pada kondisi perusahaan memiliki kesempatan untuk melakukan investasi pada aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan keuntungan atau peningkatan nilai perusahaan, mungkin manajer memutuskan untuk melakukan kegiatan investasi tersebut.

Perusahaan yang likuid adalah perusahaan yang memiliki kekuatan besar untuk membayar, sehingga mampu memenuhi kewajiban finansialnya yang segera jatuh tempo. Meskipun perusahaan memiliki kekuatan membayar yang besar, namun jika pada saat harus memenuhi kewajiban yang segera jatuh tempo

ternyata tidak mampu memenuhinya, maka perusahaan tersebut dinyatakan tidak likuid. Likuiditas ditekankan pada kemampuan membayar, bukan pada kekuatan membayar. (Moeljadi, 2006:68).

Perusahaan yang mempunyai cukup kemampuan untuk membayar hutang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid. Sedang apabila perusahaan berada dalam keadaan tidak mempunyai kemampuan membayar hutang jangka pendek yang cukup, disebut illikuid. Kemampuan untuk membayar utang jangka pendek dari suatu perusahaan terletak pada atau diukur dari kemampuannya untuk mendapatkan kas (alat pembayaran) atau kemampuannya untuk mengkonversikan aktiva non kas menjadi kas. Pada umumnya aspek likuiditas tidak dipandang hanya pada suatu saat, tetapi dikaitkan dengan satu periode tahun buku atau kadang-kadang diidentifikasikan dengan siklus operasi normal perusahaan. Siklus operasi normal perusahaan itu sendiri adalah suatu jangka waktu yang tercakup dari sejak dimulainya aktivitas pembelian, produksi, penjualan hingga aktivitas pengumpulan piutang. Penilaian atau pengukuran aspek likuiditas suatu perusahaan yang diidentifikasikan dengan siklus operasi normalnya, umumnya digunakan pada perusahaan-perusahaan yang siklus operasinya melampaui satu periode tahun buku.. (Kustiadi, 2006).

Evans (2000) , menyatakan bahwa rasio likuiditas menjelaskan mengenai kesanggupan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendeknya. Dalam analisis likuiditas mencakup aktiva lancar dan hutang lancar, adapun yang dimaksud aktiva lancar mencakup kas, piutang, surat-surat berharga jangka pendek, persediaan dan persekot, sedangkan yang termasuk utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang gaji, utang pajak, dan utang obligasi jangka panjang yang sudah jatuh tempo.

Harmono (2009:106), konsep likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam melunasi sejumlah hutang jangka pendek, umumnya kurang dari satu tahun. Dimensi konsep likuiditas mencakup Current Ratio, Quick Ratio,

dan Working Capital To Total Asset Ratio. Dimensi konsep likuiditas tersebut mencerminkan ukuran-ukuran kinerja manajemen ditinjau dari sejauh mana manajemen mampu mengelola modal kerja yang didanai dari hutang lancar dan saldo kas perusahaan.

Harmono (2009:107), menyatakan bahwa rasio likuiditas ini tidak dapat dianalisis secara parsial antara rasio yang satu dengan yang lainya. Hal ini disebabkan karena mendeteksi kondisi modal kerja berdasarkan salah satu alat analisis rasio misalnya current ratio saja, karena belum cukup untuk menunjukan tingkat likuiditas perusahaan.

Perhitungan likuiditas dalam penelitian ini diwakili oleh beberapa faktor yaitu: variabel current ratio, quick ratio, dan working capital to total asset ratio. Dari ketiga faktor ini akan dilakukan perhitungan baik secara simultan maupun secara parsial terhadap earning after tax, dan dari ketiga faktor ini akan dilihat faktor mana yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap kinerja perusahaan. Berikut ini penjelasan dari ketiga faktor tersebut:

Dokumen terkait