• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Profil Peresepan Obat Antihipertensi

1. Jenis dan Golongan Obat Antihipertensi Yang Digunakan

Untuk mencegah kejadian kelainan serebrovaskular pada kehamilan akibat hipertensi yang semakin parah, pemberian antihipertensi dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Antihipertensi diberikan bila tekanan sistolik >160 mmHg, tekanan diastolik >105–110mmHg atau bila mulai terlihat gangguan pada organ target seperti hipertropi ventrikel kiri, penurunan fungsi ginjal (Chanprapaph, 2004).

Prevalensi terjadinya kematian perinatal dan terhambatnya perkembangan janin akan meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah pada wanita hamil dengan proteinuria atau tanpa proteinuria, sehingga perlunya terapi antihipertensi untuk mencegah kematian perinatal dan terhambatnya perkembangan janin (Rey, 1997).

Pemberian antihipertensi pada wanita hamil dengan tekanan darah tinggi mampu meningkatkan hasil terapi perinatal yang mana pemberian antihipertensi mampu menurunkan angka kejadian pre-eklampsia, gangguan pada plasenta, kelahiran prematur dan kematian janin (Sibai, 1996).

40,60% 4,70% 31,20% 1,60% 15,60% 1,60%1,60%3,10% 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00% 45,00%

Jenis Obat Antihipertensi

Metildopa Klonidin Nifedipin

Gambar 8. Distribusi Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.

Pe rs e n ta s e Amlodipin besilat Furosemid Spironolakton Kaptopril Terazosin

45,30% 32,80% 17,20% 1,60%3,10% Golongan obat Antihipertensi Per sent ase( % ) Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium Diuretika Penghambat ACE Penghambat α

Gambar 9. Distribusi Golongan Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.

Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa jenis obat antihipertensi yang paling banyak digunakan oleh pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 adalah metildopa sebesar 40,6%. Menurut Gifford dkk (2000), dalam The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, metildopa adalah obat pilihan untuk terapi antenatal dalam jangka panjang sedangkan hidralazin, nifedipin atau labetolol untuk treatment hipertensi akut pada masa kehamilan.

Dari gambar 9 dapat diketahui bahwa golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan oleh pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 adalah golongan antihipertensi yang bekerja sentral yaitu sebesar 45,30%. Penggunaan golongan obat antihipertensi antagonis kalsium sebesar 32,8%, penggunaan golongan obat diuretika sebesar 17,2%, penggunaan golongan obat penghambat α sebesar 3,1%, dan penggunaan golongan obat penghambat ACE sebesar 1,6%.

Metildopa bekerja dengan jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak sehingga akan menghambat kerja saraf simpatis. Hal ini mengakibatkan penurunan denyut jantung, penurunan curah jantung dan juga mengakibatkan menurunnya vasokonstriksi yang akan menurunkan tahanan perifer. Efek dari hal-hal tersebut diatas akan menurunkan tekanan darah (Schenbrenner, 2002). Penggunaan metildopa pada penelitian ini sebesar 40,6 %. Metildopa merupakan obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk terapi pre-eklampsia dan penggunaan metildopa pada trimester ketiga tidak mempengaruhi uteroplasenta atau hemodinamik dari janin (Saseen dan Carter, 2005). Lebih lanjut telah diketahui bahwa metildopa merupakan obat antihipertensi yang sangat aman berdasar pada data pemantauan selama 7,5 tahun yang menyebutkan bahwa tidak ditemukan efek samping pada perkembangan anak (Saseen dan Carter, 2005).

Klonidin bekerja dengan cara yang sama dengan metildopa yaitu dengan jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak sehingga akan menghambat kerja saraf simpatis. Hal ini mengakibatkan penurunan denyut jantung, penurunan curah jantung dan juga mengakibatkan menurunnya vasokonstriksi yang akan menurunkan tahanan perifer. Efek dari hal-hal tersebut diatas akan menurunkan tekanan darah (Schenbrenner, 2002). Menurut Rey dkk (1997), dalam Report of The Canadian Hypertension Society Consensus Conference, klonidin merupakan obat lini ketiga untuk terapi pre-eklampsia ringan. Penggunaan klonidin mempunyai keefektifan yang sama dengan metildopa dalam menurunkan resiko hipertensi berat. Penggunaan klonidin pada penelitian ini sebesar 4,7%.

Nifedipin merupakan obat golongan antagonis kalsium yang bekerja dengan cara menghambat pergerakan transmembran dari ion Ca2+ sehingga kontraksi otot pembuluh darah berkurang yang pada akhirnya menurunkan tekanan darah. Nifedipin lebih berpengaruh pada pembuluh darah dan kurang berpengaruh pada miokardium (Anonim, 2000). Antagonis kalsium juga merupakan alternatif obat antihipertensi, sediaan oral nifedipin telah digunakan tetapi tidak disetujui oleh The Food and Drug Administration (FDA) karena telah dilaporkan memberikan efek hipotensi disertai gangguan pada janin. Penggunaan nifedipin pada penelitian ini sebesar 31,2%.

Furosemid merupakan diuretika kuat yang bekerja dengan menghambat reabsorpsi cairan dari ascending loop henle dalam tubulus ginjal. Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan obat ini. Furosemid bekerja dalam 1 jam setelah pemberian oral dan diuresis sempurna dalam 6 jam, sehingga jika perlu dapat diberikan 2 kali dalam satu hari tanpa mengganggu tidur. Pada pemberian secara intravena, furosemid menunjukkan efek puncak dalam waktu 30 menit (Anonim, 2000). Penggunaan furosemid pada penelitian ini sebesar 15,6%.

Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium sehingga dapat mengurangi efek hipokalemia yang dapat terjadi pada penggunaan diuretik tiazid maupun diuretik kuat. Spironolakton memperkuat kerja tiazid atau diuretika kuat dengan cara mengantagonisasi aldosteron. Spironolakton merupakan diuretik yang lemah (Anonim, 2000). Penggunaan spironolakton pada penelitian ini sebesar 1,6%.

Terazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang spesifik. Terazosin menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat pengambilan katekolamin pada

sel otot polos yang akan menyebabkan vasodilatasi (Saseen dan Carter, 2005). Penggunaan terazosin pada penelitian ini sebesar 3,1%.

Amlodipin besilat merupakan antagonis kalsium yang cara kerjanya sama dengan nifedipin. Amlodipin besilat tidak menimbulkan efek inotropik negatif seperti yang ditunjukkan oleh semua golongan obat antagonis kalsium. Masa kerja Amlodipin besilat lebih lama dibanding nifedipin sehingga dapat diberikan sekali sehari (Anonim, 2000). Penggunaan amlodipin besilat pada penelitian ini sebesar 1,6%.

Kaptopril menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim pengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga pembentukan angiotensin II terhambat. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang poten sehingga penghambatan pembentukan angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah. Penggunaan kaptopril dikontraindikasikan pada trimester kedua dan ketiga kehamilan karena dapat menimbulkan hipotensi fetal, anuria dan gagal ginjal, terkadang dihubungkan dengan malformasi fetal atau kematian (Benowitz, 2001). Penghambat ACE dan antagonis reseptor angiotensin II merupakan jenis obat antihipertensi yang dikontraindikasikan selama kehamilan. Walaupun kedua jenis obat antihipertensi ini termasuk golongan C untuk obat dalam masa kehamilan pada trimester pertama dan merupakan kategori D untuk trimester kedua dan ketiga, karena kedua jenis obat ini mempunyai potensial teratogenik (Saseen dan Carter, 2005). Dari pengumpulan data diketahui bahwa penggunaan kaptopril digunakan pada saat pasien telah bersalin sehingga tidak akan menimbulkan efek teratogenik. Penggunaan kaptopril pada penelitian ini sebesar 1,6%.

2. Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal maupun

Dokumen terkait