• Tidak ada hasil yang ditemukan

antara Dunia dan Akhirat

Pada pelajaran yang lalu kita telah mengetahui bahwa terdapat hubungan lurus antara iman dan amal saleh dari satu sisi, dan antara kedekatan Ilahi dan nikmat ukhrawi dari sisi lain. Demikian pula, antara kufur dan maksiat dari satu sisi dan antara jauh dari Allah dan kerugian akan nikmat-nikmat yang abadi dari sisi lainnya.

Begitu pula, terdapat hubungan terbalik antara iman-amal saleh dan siksa akhirat, dan antara kufur-maksiat dan kenikmatan yang abadi. Tak syak lagi bahwa Al-Qur’an mengakui hubungan-hubungan semacam ini. Maka, meng- ingkarinya sama dengan mengingkari Al-Qur’an itu sendiri.

Akan tetapi, ada bebarapa pembahasan seputar masalah ini yang perlu didudukkan secara lebih jelas. Misalnya, Apakah hubungan-hubungan di atas itu adalah hakiki dan takwini, ataukah ia hanyalah hubungan buatan dan konven- sional? Dan apa hubungan antara iman dan amal saleh? Antara kufur dan maksiat? Lalu, apakah terdapat pengaruh antara perbuatan-perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk itu sendiri?

464

Pada pelajaran ini, kami akan memfokuskan telaah pada pertanyaan pertama dan berusaha menjelaskan bahwa hubu- ngan-hubungan tersebut bukanlah perkara buatan dan hasil kesepakatan.

Hubungan Hakiki ataukah Buatan?

Telah kami sebutkan berulang kali bahwa hubungan ant- ara perbuatan duniawi, nikmat dan siksa akhirat tidak sejenis hubungan materi dan fisikal sebagaimana umumnya, dan tidak mungkin ditafsirkan melalui dasar dan hukum fisika, kimia dan semacamnya. Maka, tidaklah tepat bila sebagian orang percaya bahwa energi yang digunakan untuk melakukan suatu perbuatan–berdasarkan teori berubahnya materi menjadi energi dan sebaliknya- akan berbentuk (tajassum) di akhirat. Yakni, di akhirat kelak, perbuatan itu akan tampak dalam bentuk kenikmatan atau siksa ukhrawi.

Ada beberapa alasan yang dapat meragukan kepercayaan ini. Di antaranya:

Pertama, mungkin saja energi yang digunakan oleh manusia untuk berbicara dan bekerja tidak bisa berubah menjadi sebuah apel, dan lebih tidak mungkin lagi bila berubah menjadi kenikmatan surgawi yang tidak terhitung banyaknya.

Kedua, ihwal perubahan materi menjadi potensi dan sebaliknya terjadi karena faktor-faktor tertentu yang tidak ada hubungannya dengan perbuatan yang baik dan yang buruk serta niat si pelaku, juga tidak dapat dibedakan oleh hukum alam mana pun antara amal perbuatan yang ihklas dan amal perbuatan yang riya’, sehingga energi salah satu dari kedua-

465

nya itu berubah menjadi kenikmatan, dan energi yang lainnya berubah menjadi azab.

Ketiga, energi yang pernah digunakan di jalan ibadah sa- ngat mungkin dapat digunakan lagi di jalan maksiat.

Akan tetapi, mengingkari hubungan seperti ini tidak berarti mengingkari hubungan yang hakiki secara mutlak, karena ruang lingkup hubungan-hubungan yang hakiki juga meliputi hubungan-hubungan yang tidak diketahui dan yang tidak tunduk kepada empiris.

Sesungguhnya ilmu-ilmu empirik, selain tidak dapat digunakan untuk menilai hub-ungan sebab-akibat antara fenomena duniawi dan fenomena ukhrawi, juga tidak dapat digunakan untuk menggugurkan hubungan sebab-akibat manapun di antara mereka sendiri.

Maka, asumsi adanya pengaruh amal yang baik atau yang buruk terhadap jiwa pelaku, dan adanya kualitas-kualitas kejiwaan yang mendatangkan kenikmatan atau siksa ukhrawi –sebagaimana adanya pengaruh sebagian jiwa pada sebagian fenomena duniawi yang luar biasa- tidak dapat dianggap sebagai asumsi yang tidak logis. Bahkan, hal itu dapat dibuktikan melalui premis-premis filosofis secara khusus. Hanya saja kadar buku ini tidak cukup menampung pen- jelasan premis-premis tersebut.

Bukti-bukti Al-Qur’an

Barangkali pikiran kita menangkap adanya hubungan buatan dan konvensional dari kebanyakan ayat Al-Qur’an, seperti ayat-ayat yang mengisyaratkan ihwal pahala dan balasan, namun terdapat ayat-ayat yang memberi pengertian

466

yang khas. Bahwa hubungan antara perbuatan manusia dan pahala atau siksa ukhrawi bukan sekedar hubungan buatan.

Maka itu, dapat dikatakan bahwa kelompok pertama dari ayat-ayat Al-Qur’an itu ditunjukkan untuk menyederhanakan masalah dan beradaptasi dengan pemahaman kebanyakan manusia yang lebih akrab dengan arti-arti konvensional itu.

Begitu pula kita menemukan bukti yang banyak di dalam riwayat-riwayat nan mulia yang menunjukkan bahwa usaha bebas manusia mempunyai aneka bentuk malakuti dan akan tampak di alam barzakh dan pada Hari Kiamat, kelak.

Berikut ini adalah contoh-contoh dari ayat al-Qur’an yang menunjukkan atas adanya hubungan yang hakiki antara perbuatan manusia dan dampak ukhrawinya.

“Dan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian

berupa kebaikan, kalian mendapatinya di sisi Allah. “ (Qs.

Al-Baqarah: 110).

“Pada hari di mana tiap-tiap diri mendapati kebajikan

dihadapkan kepadanya, begitu pula kejahatan yang telah dikerjakannya, ia ingin kalau sekiranya antara ia dengan

hari itu ada masa yang jauh.” (Qs. Ali Imran: 30)

“Pada hari di mana seseorang melihat apa yang telah ia

lakukan.” (Qs. An-Naba’ :20).

“Barang siapa melakukan kebaikan seberat dzarrahpun niscaya ia akan melihat balasannya, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun niscaya ia kan melihat balasannya pula.“ (Qs. Az-Zalzalah: 7-8).

“Kalian tidak dibalas melainkan apa yang kalian telah

467

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya sebenarnya mereka itu memakan api di

dalam perutnya” (Qs. An-Nisa’: 10).

Jelas bahwa sekedar melihat apa yang telah diperbuat di dunia pada hari kiamat nanti -pada dasarnya- bukan meru- pakan pahala atau siksa atas seseorang. Bentuk malakuti dari perbuatan itulah yang nantinya akan menjelma dalam bentuk kenikmatan atau siksa yang beraneka macam. Dengan itu, manusia mendapatkan kenikmatan atau siksa.

Keterangan ini juga dapat kita pahami dari ayat terakhir, yaitu bahwa dan bentuk batin pemakan harta anak-anak yatim sesungguhnya ia memakan api. Dan ketika tersingkap ber- bagai hakikat di alam akhirat, ia akan dapat melihat bahwa batin dan bentuk hakiki dari makanan haram tersebut adalah api yang akan memecahkan perutnya. Saat itulah ia diingatkan, bahwa api ini tidak lain adalah harta haram yang kau makan selagi di dunia![]

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!

1. Berikan kritik terhadap penafsiran terbentuknya amal perbuatan melalui perubahan energi menjadi materi yang digunakan di dalam berbuat!

2. Bagaimana kita menerangkan hubungan hakiki antara perbuatan manusia dan dampak ukhrawinya secara logis?

3. Apakah ayat-ayat yang menunjukkan berbentuknya amal ibadah dan maksiat?

4. Mengapa sebagian ayat menggunakan ungkapan-ung- kapan; balasan, pahala, siksa dan semisalnya?

468

5. Apakah mungkin berbentuknya amal itu ditafsirkan dengan kehadiran amal dalam bentuknya yang duniawi itu sendiri? Mengapa?

PANDANGAN DUNIA ILAHI

469

PELAJARAN 54