BAB II LANDASAN TEORI
B. Kajian Pustaka
3. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan kemampuan pengarang dalam menggunakan
ragam bahasa tertentu dalam karyanya sehingga memberi kesan pada
pembacanya. Pemilihan dan penggunaan berbentuk kiasan bisa saja
berhubungan dengan selera, kebiasaan, kebutuhan dan kreativitas pengarang.
Penelitian gaya bahasa terutama dalam karya sastra yang diteliti adalah wujud
(bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa yang ditimbulkan oleh
penggunaannya atau apa fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut dalam karya
sastra.
Hendy (1985:100) membagi gaya bahasa dalam empat kelompok,
antara lain:
a. Gaya Bahasa Penegasan
Gaya bahasa penegasan ini ada 16 macam, antara lain :
1) Pleonasme , yaitu penegasan dengan menggunakan kata yang
sama maksud dengan kata mendahuluinya. Misalnya:
a) Majulah ke depan(ke depan sudah berarti maju)
b) Mundur segera ke belakang (mundur sudah berarti ke belakang)
c) Capek mulut saya berbicara (yang digunakan untuk berbicaramemang mulut, bukan yang lain)
2) Repetisi, yaitu penegasan dengan jalan mengulang kata yang
dipakai dalam pidato atau karangan prosa. Misalnya:
a) Tidak ada kata lain selain berjuang, berjuang dan terus berjuang.
b) Selamat datang pahlawanku, selamat datang pujaanku, selamat datangbunga bangsaku.
3) Tautologi, yaitu penegasan dengan jalan mengulang sebuah kata
beberapa kali dalam sebuah kalimat. Misalnya:
a) Kejar, kejarlahimpianmu.
b) Lepas, lepaskanlah semua kegelisahanmu.
c) Biar, biarkansemuanya berjalan seperti air mengalir.
4) Paralelisme, yaitu gaya bahasa pengulangan dalam puisi.
Paralelisme dibagi 2 macam, yaitu:
a) Anafora, pengulangan awal baris kalimat:
Kucari kaudalam toko-toko
Kucari kaukarena cemas karena sayang
Kucari kaukarena sayang karena bimbang
Kucari kau karena kaya mesti di ganyang.
b) Epifora, pengulangan kata pada akhir baris atau kalimat
berurutan. Misalnya:
Ibumu sedang memasak di dapur ketika kau tidur
Aku mencercah daging ketika kau tidur
5) Klimaks, melukiskan keadaan yang menaik. Misalnya:
a) Semua jenis kendaraan, mulai dari sepeda, motor, sampai mobil berjajer di halaman.
b) Baik itu RT, Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur, maupun Presiden memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan.
6) Antiklimaks, melukiskan keadaan yang makin menurun. Misalnya: Orang tua, dewasa, remaja, dan anak-anak semuanya hadir dalam kegiatan bakti sosial itu.
7) Retorik, pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban,karena
telah sama-sama dimaklumi jawabannya. Biasanya dipakai
dalam pidato, untuk menandaskan maksud atau untuk mengejek.
a) Menegaskan: Siapa yang tidak ingin hidup bahagia dunia akhirat?
b) Mengejek: Apa ini hasil dari pekerjaanmu selama bertahun-tahun?
8) Inversi, susunan kalimat yang predikatnya mendahului subjek,
untuk menghidupkan pernyataan. Misalnya:
a) Merahlah mukanya mendengar caci maki sahabat karibnya.
b) Merantaulah mereka ke negeri seberang.
9) Elipsis, pemakaian kalimat elipsis, yaitu menyebutkan salah
satu bagian kalimat saja,mungkin subjeknya saja, atau objeknya
saja, karena sudah dalam suasana yang sama-sama dimaklumi.
Misalnya:
a) Dia dan ibunya ke Tasikmalaya (penghilangan predikat pergi).
b) Lari!(penghilangan predikat kamu).
10)Koreksio, penggunaan kata lain yang lebih tepat sebagi koreksi
terhadap kata yang dipakai terdahulu. Misalnya:
a) Silakan Riki maju, bukan, maksud saya Rini!
b) Tadi malam… oh bukan, tadi pagi maksud saya, tetangga sebelah mencuri mangga tetangga sebelahnya.
11)Interupsi, yaitu penyisipan kata atau kelompok kata pada
kalimat. Misalnya:
a) Pak Karto, lurah desaku,orangnya sangat baik.
b) Yogyakarta, kota pelajar itu, mulai hari ini menjadi tuan rumah AFTA.
12)Asindenton, yaitu menyebutkan sesuatu berturut-berturut tanpa
menggunakan kata penghubung, agar pembaca mengalihkan
Bus, truk, motor, semuanya ditahan dan penumpangnya diperiksa satu persatu.
13)Polisendenton yaitu melukiskan rangkaian kejadian dengan
menggunakan kata penghubung, lebih-lebih dalam sastra lama.
Misalnya:
Maka apabila sampailah dekat kepada kampung orang, apabila orang empunya kampung itu melihat akan dia, maka diusirnyalah dengan kayu, maka si miskin itupun larilah ia ke pasar.
14) Preterito, yaitu menyembunyikan maksud yang sebenarnya
supaya pendengar berpikir dan turut menyelidiki. Misalnya:
Hal ini tak usah saya ceritakan lagi, umum sudah tahu.
15) Enumersi, yaitu uraian secara satu persatu dengan kalimat singkat agar bagian-bagian itu jelas dalam keseluruhannya. Misalnya:
Saling jaga tata susila
Saling bina martabat bersama Agar semua hidup bahagia
16) Esklamasi, Pemakaian kata-kata seru untuk mempertegas
seruan. Misalnya:
Subhanallah, indah benar pemandangan ini!
b. Gaya Bahasa Perbandingan
1) Metafora, yaitu membandingkan dua hal secara langsung,tetapi
dalam bentuk yang singkat. Misalnya:
a) Sang ratu malam telah muncul di ufuk timur. (ratu malam=bulan)
b) Aku sangat mencintai buku karena buku adalah jendela dunia. (jendela dunia=sumber ilmu)
2) Personifikasi, yaitu kiasan yang menggambarkan benda-benda
mati atau barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki
sifat kemanusiaan. Misalnya:
a) Nyiur melambai memanggil beta ke pantai.
b) Awan hitam menebal diiringi halilintar bersahut-sahutan.
3) Litotes, yaitu gaya bahasa untuk merendahkan diri dengan
menyebutkan keadaan yang berlawanan. Misalnya:
a) Terimalah hadiah ini ala kadarnya ! (padahal hadiahnya mahal-mahal )
b) Apa yang kami berikan ini memang tak berarti buatmu. (padahal pemberiannya sangat berharga)
4) Metonimia, yaitu melukiskan arti yang mengkhusus karena telah
merupakan istilah yang tertentu dan telah bergeser dari arti yang
semula. Misalnya:
Ayah baru saja membeli zebra, padahal saya ingin kijang
(mobil)
5) Simbolik atau pelambang, yaitu melukiskan suatu benda dengan
simbol atau lambang. Misalnya:
a) Bunga kemboja adalah lambang kematian b) Bunga adalah lambang wanita dan keindahan
6) Eufimisme, yaitu pemakaian kata halus sebagai ganti
kata-kata dianggap kasar ,kurang sopan atau tabu. Misalnya:
a) Penjahat perang Bosnia telah diamankan PBB. (penjahat perang=teroris)
b) Karyawan Adam Air telah dirumahkansejak tiga bulan yang lalu. (di rumahkan= di penjarakan)
7) Hiperbola, gaya bahasa yang dipakai untuk melebih-lebihkan
sesuatu. Misalnya:
a) Ayah bekerja membanting tulang demi kami. (membanting tulang = kerja keras)
b) Pekik merdeka berkumandang di angkasa.
8) Alusio, pemakaian karmina atau penting, kilat yang tidak
diselesaikan, untuk menyampaikan suatu maksud yang
tersembunyi. Misalnya:
a) Apakah setiap guru harus bernasib seperti Umar Bakri? b) Kartini kecil itu memperjuangkan haknya.
9) Parabel, maksud yang samar-samar yang terdapat dalam uraian
sebuah cerita, pembaca harus menelaah sedalam-dalamnya agar
mengerti maksud karangan tersebut. Misalnya:
Cerita Ramayana melukiskan maksud bahwa yang benar tetap benar.
10) Asosiasi, perbandingan yang menimbulkan asosiasi terhadap
keadaan yang sebenarnya. Misalnya:
Mukanya pucat bagaikan mayat.
11) Tropen, kilasan dengan kata atau istilah lain terhadap pekerjaan
yang dilakukan seseorang. Misalnya:
Wawa duduk melamun, hanyut dibawa perasaannya.
12) Pars pro toto, menyebut sebagian, tapi yang dimaksudkan
seluruh bagian. Misalnya:
13) Totem proparte, menyebutkan seluruh bagian, tapi yang
dimaksudkan sebagian saja. Misalnya:
a) Sekolah kamimemenangkan pertandingan itu. (yang menang sesungguhnya tim yang main saja)
b) Indonesia meraih medali perunggu dalam kejuaraan Uber Cup 2008. (Yang meraih medali perunggu sesungguhnya hanya semua regu Uber Cup)
14) Ferifrasi, gaya bahasa perbandingan dengan jalan mengganti
sebuah kata dengan gabungan (frase) yang sama arti dengan
kata yang diganti tersebut. Misalnya:
Mila telah menyelesaikan kuliahnya tahun 2008.
15) Antonomasia, gelaran atau julukan kepada seseorang. Misalnya:
Si gendutsuka sekali melucu.
16) Alegori, suatu cerita singkat yang mengandung kilasan makna.
Misalnya:
Pasangan suami istri itu menjalani bahtera rumah tangganya dengan tenang.
c. Gaya Bahasa Sindiran
Gaya bahasa sindiran ada 3 macam yaitu :
1) Ironi, gaya bahasa sindiran halus. Misalnya:
a) Rajin benar, jam 9 baru bangun.
b) Bagus benar tulisanmu, seperti cakar ayam.
2) Sinis, gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk
kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan
ketulusan hati. Misalnya:
3) Sarkasme, cemooh yang kasar, bahkan kadang-kadang merupakan
kutukan. Misalnya:
a) Kamu bodoh.
b) Aku muak melihat wajahmu.
d. Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan ada 4 macam,antara lain:
1) Kontradiksi, yaitu gaya bahasa pertentangan dengan jalan
menggunakan sebuah kata yang dipakai terdahulu. Misalnya:
a) Semua kelas telah diperiksa, hanya kelas satu yang belum.
(kalau masih ada yang belum diperiksa, mengapa dikatakan ‘semua’ telah diperiksa?)
b) Semua penduduk telah mengungsi, kecuali perempuan tua itu.
(kalau masih ada yang belum mengungsi, mengapa dikatakan ‘semua’ telah mengungsi?)
2) Paradoks, yaitu melukiskan sesuatu yang seolah-olah berlawanan
tetapi logikanya ada. Misalnya:
Dia itu kaya harta tapi miskin hati.
3) Antitesis, yaitu pemakaian kata-kata yang berlawanan arti, untuk
lebih menghidupkan pernyataan. Misalnya:
a) Tua-muda, besar-kecil, pria-wanita, berduyun-duyun pergi ke lapangan.
b) Hujan-panas, siang-malam, pagi-sore, tak henti-hentinya dia mencari anaknya yang hilang itu.
4) Okupasi, yaitu gaya bahasa yang menyatakan bantahan atau
keberatan terhadap sesuatu yang oleh umum (orang banyak
dianggap benar). Misalnya:
Merokok memang mempercepat proses kematian tetapi si perokok tak mau menghentikannya. Akibatnya bermunculan pabrik-pabrik rokok.
Moeliono (1989: 175) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya
bahasa tersebut antara lain: (1) perbandingan yang meliputi perumpamaan
metafora, dan penginsanan; (2) pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes,
dan ironi; (3) pertautan yang meliputi metonomia, sinekdoke, kilatan, dan
eufemisme. Sementara itu dalam bukunya Bimbingan Pemantapan Bahasa
Indonesia, Kosasih (2004) menjabarkan macam-macam majas atau gaya
bahasa menjadi empat jenis antara lain:
1. majas perbandingan yang meliputi: personifikasi, perumpamaan,
metafora, dan alegori;
2. majas pertentangan yang meliputi: hiperbola, litotes, ironi, paradox, dan
antithesis;
3. majas pertautan yang meliputi: metonimia, sinekdoke, alusi, dan
ellipsis;
4. majas perulangan yang meliputi: aliterasi, antanaklasis, repetisi, dan
paralelisme.
Menurut Gorys Keraf (2009:115), gaya bahasa terbagi menjadi dua
bagian yaitu dari segi nonbahasa dan segi bahasa. Dilihat dari segi nonbahasa,
gaya bahasa terbagi menjadi tujuh bagian, yaitu: (1) gaya bahasa berdasarkan
pengarang, (2) gaya bahasa berdasarkan masa, (3) gaya bahasa berdasarkan
medium, (4) gaya bahasa berdasarkan subjek, (5) gaya bahasa berdasarkan
tempat, (6) gaya bahasa berdasarkan hadirin, (7) gaya bahasa berdasarkan
Dilihat dari segi bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan,
maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang
dipergunakan, antara lain:
1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa ini mempersoalkan kata
mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam
kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan
pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini
mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian pemakaian bahasa dalam
situasi-situasi tertentu. Gaya bahasa ini dapat dibedakan menjadi gaya bahasa
resmi, gaya bahasa tidak resmi, dan gaya bahasa percakapan.
a. Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa yang bentuknya lengkap dan
dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, seperti dalam
pidato presiden, berita Negara, dan pidato-pidato penting lainnya.
b. Gaya bahasa tak resmi merupakan gaya bahasa yang dipergunakan
dalam bahasa standar atau kesempatan yang kurang formal. Gaya
bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis,
artikel-artikel, dan sebagainya. Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa
yang umum dan normal bagi pelajar.
c. Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang ada sejalan dengan
kata-kata percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah
2. Gaya bahasa berdasarkan nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang
dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana.
Sering kali sugesti ini akan lebih nyata di dalam bahasa lisan.
3. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
Gaya bahasa ini diciptakan berdasarkan struktur kalimat. Struktur
kalimat disini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang
dipentingkan dalam kalimat tersebut. Keraf membagi gaya bahasa
berdasarkan struktur kalimat menjadi:
a. Klimaks, gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang
bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang
dimulai dari gagasan yang kurang penting kepada hala-hal yang
lebih penting.
b. Antiklimaks, gaya bahasa yang yang gagasannya diurutkan dari
yang paling penting ke gagasan yang kurang penting.
c. Paralelisme adalah gaya bahasa yang bersifat sejajar dalam
pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang
sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Namun bila terlalu
banyak digunakan, maka kalimat-kalimat akan menjadi kaku dan
mati.
d. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan
yang bertentangan, dengan menggunakan kata-kata atau kelompok
e. Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian
kalimat yang dianggap penting untuk member tekanan dalam
sebuah konteks yang sesuai. Jenis-jenis repetisi diantaranya adalah
epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, symploche, mesodiplosis,
epanalepsis, dan anadiplosis.
4. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya
disebut sebagai tropeatau figure of speech. Dalam gaya bahasa ini, terjadi
suatu penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa
biasa dalam ejaan, pembentukkan kata, konstruksi kalimat, klausa, frasa,
ataupun aplikasi sebuah istilah untuk memperoleh kejelasan, penekanan,
hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Fungsi dari figure of speechini
adalah menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati,
menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak ketawa atau untuk hiasan. Gaya
bahasa ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang mengalami
penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu.
Macam-macam gaya bahasa retoris adalah sebagai berikut:
1) Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud
perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan
dalam puisi atau kadang dalam prosa.
2) Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud
3) Anastrof atau inverse adalah semacam gaya retoris yang
diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam
kalimat.
4) Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang mana penulis
atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi seperti
menyangkalnya.
5) Apostrof adalah semacam gaya bahasa yang berbentuk
pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak
hadir. Cara ini biasanya digunakan oleh orator klasik.
6) Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat
padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa
yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
7) Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari
asyndeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan
dihubungkan oleh kata sambung.
8) Kiasmus adalah gaya bahasa yang terdiri atas dua bagian, baik
frasa maupun klausa, yang sifatnya berimbang dan
dipertentangkan satu sama lain.
9) Elipsis adalah suatu gaya bahasa yang menghilangkan suatu
unsur kalimat agar ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau
pendengar, sehingga struktur gramatikal kalimatnya memenuhi
10) Eufemisme adalah gaya bahasa yang semacam acuan berupa
ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang,
atau ungkapan yang halus untuk menggantikan kata-kata yang
mungkin dirasakan menghina.
11) Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk
menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.
Unggapan yang menyatakan suatu gagasan yang berlawanan.
12) Histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan
kebalikan dari sesuatu yang logis atau sesuatu yang wajar.
13) Pleonasme dan tautology adalah gaya bahasa yang
mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
14) Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme,
namun kata-kata yang berlebihan dalam gaya bahasa perifrasis
ini sebenarnya dapat digantikan dengan satu kata saja.
15) Prolepsis atau Antisipasi adalah gaya bahasa di mana orang
mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata
sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.
16) Erotesis adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam pidato
atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih
mendalam dan penekanan yang wajar.
17) Silepsis dan Zeugma adalah gaya di mana orang
menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang
sebenarnya hanya salah satunya yang berhubungan dengan
kata pertama.
18) Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud,
mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian
memperbaikinya.
19) Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung
suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan
sesuatu.
20) Paradoks adalah gaya bahasa pertentanggan yang nyata
dengan fakta-fakta yang ada.
21) Oksimoron adalah gaya bahasa yang berusaha
menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan. Gaya bahasa ini mengandung pertentangan
denga mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa
yang sama.
b. Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang mengalami
penyimpangan lebih jauh, khususnya dalam bidang makna.
1) Persamaan/simile
Persamaan / simile adalah perbandingan yang bersifat
eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan eksplisit ialah
bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal
eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti,
sama, sebagai, bagaikan, laksana,dan sebagainya.
a) Kikirnya seperti kepiting batu b) Bibirnya seperti delima merekah
2) Metafora
Metafora adalah bahasa kiasan sejenis perbandingan namun
todak menggunakan kata pembanding. Di sini perbandingan
dilakukan secara langsung tanpa kata sejenis bagaikan, ibarat,
laksana, dan semacamnya. Misalnya:
a) Kesabaran adalah bumi b) Kesadaran adalah matahari c) Keberanian menjelma kata-kata
3) Alegori
Alegori adalah kata kiasan berbentuk lukisan/cerita kiasan,
merupakan metafora yang dikembangkan. Misalnya:
Sanjak “Menuju Ke Laut” karya Sutan Takdir Alisyahbana.
Biasanya bersifat simbolis.
4) Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang mempersamakan
benda-benda dengan manusia, punya sifat, kemampuan,
pemikiran, perasaan, seperti yang dimiliki dan dialami oleh
manusia. Misalnya:
a) Angin bercakap-cakap dengan daun-daun, bunga-bunga, kabut dan titik embun.
b) Indonesia menangis, duka nestapa Aceh memeluk erat sanubari bangsaku.
5) Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan
kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Misalnya:
Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya.
6) Eponim
Eponim adalah suatu gaya dimana seseorang yang namanya
begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga
nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya:
Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dari
Troyauntuk menyatakan kecantikan.
7) Epitet
Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat
atau cirri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal.
Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang
menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu
barang.
a) Lonceng pagi untuk ayam jantan b) Puteri malam untuk bulan c) Raja rimba untuk singa
8) Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata
Yunani synekdechesthai yang berarti menerima
bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figurative yang
keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Misalnya:
a) Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-b) Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia
melawan Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3 - 4.
9) Metonimia
Kata Metonomia diturunkan dari kata Yunani meta yang
berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti
nama. Dengan demikian, metonomia adalah suatu gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan
suatu hal yang lain karena mempunyai pertalian yang sangat
dekat. Misalnya:
Ia membeli sebuah Chevrolet.
10) Antomonasia
Antonomasia merupakan sebuah bentuk khusus dari
sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk
menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau jabatan untuk
menggantikan nama diri. Misalnya:
Yang Mulia tidak dapat menghadiri pertemuan ini.
11) Hipalase
Hipalase adalah semacam gaya bahasa dimana sebuah kata
tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang
seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau
kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen
gagasan. Misalnya:
Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah ( yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya)
12) Ironi
Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan
menggunakan hal lain yang berlawanan dengan tujuan agar
orang yang dituju tersindir secara halus. Misalnya:
Untuk apa susah-susah belajar, kau kan sudah pintar.
13) Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak
sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire
mengandung kritik tentang kelemahan manusia.
Misalnya:
Jangan pernah berpikir kau adalah dewa, menghadapi masalah seperti ini pun kau sudah kewalahan.
14) Inuendo
Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan
kenyataan yang sebenarnya. Misalnya:
Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena kebanyakan
15) Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan
sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja
dianggap sebagai ironi sendiri. Misalnya:
Lihatlah sang raksasa telah datang (maksudnya si cebol).
16) Paronomasia
Paronamasia adalah kiasan dengan mempergunakan
kemiripan bunyi yang berupa permainan kata, tetapi terdapat
perbedaan besar dalam maknanya. Misalnya:
“Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet!”.
Menurut Tarigan (1985) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran
Semantik, gaya bahasa dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu:
(1) Majas Perbandingan, (2) Majas Pertentangan, (3) Majas Pertautan, dan (4)
Majas Perulangan. Adapun penjelasan masing-masing gaya bahasa di atas
adalah sebagai berikut:
1. Majas perbandingan
Majas perbandingan adalah jenis majas bahasa Indonesia yang
memperbandingkan sesuatu dengan yang lain. Majas perbandingan dapat
dikelompokan sebagai berikut:
a. Metafora adalah gaya pengungkapan berupa perbandingan analogis
menghilangkan kata seperti, layaknya, bagaikan, antara dua hal yang