• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Hakikat Pekerja Seks Komersial

2. Jenis-Jenis Pekerja Seks Komersial

Jenis prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya yaitu terdaftar dan terorganisasi dan yang tidak terdaftar dan terorganisasi.

1) Prostitusi yang terdaftar.

Pelakunya diwasi oleh bagian Vice Control dari kepolosia, yang dibantu dan bekerjasama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada uamumnya mereka dilokalisasi dalam satu daerah tertentu. Penghuninay secara periodik harus memerik-sakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.

2) Prostitusi yang tidak terdaftar.

Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi tempatnyapun tidak tertentu. Biasa di sembarang tempat, baik mencari mangsa sendiri, maupun melaui calo-calo dan panggilan. Sehingga

25

kesehatan mereka sangat diragukan karena belum tentu mereka mau memeriksakan keehatannya ke dokter (Kartini Kartono 2017).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perempuan Menjadi Pekerja Seks Komersial.

a) Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah praktek germo (pasal 296 KUHP) dan mucikari (pasal 506 KUHP).

b) Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan.

c) Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat jamak-guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar perkawinan.

d) Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup: da nada pemutarbalikan nilai-nilai pernikahan sejati.

e) Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.

f) Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitir kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.

g) Ekonomi laisser-faire menyebabkan timbulnya sistem harga berdasarkan hokum “jual dan permintaan” yang diterapkan pula dalam relasi seks (Kartini Kartono 2011).

4. Alasan Perempuan Menjadi Pekerja Seks Komersial.

a) Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyk wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.

b) Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria atau suami.

c) Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.

d) Aspirasi meteriil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan meah. Ingin hidup bermewah-mewahan tapi malas bekerja.

e) Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri daripada kawin.

27

f) Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill dan keterampilan khusus.

g) Pekerjaan sebagai pelacur tidak memerlukan keterampilan/skill, tidak memerlukan intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang memerlukan kecantikan, kemudaan, dan keberanian. Tidak hanya orang-orang normal, wanita-wanita yang agak lemah dalam ingatanpun bisa melakukan pekerjaan ini.

h) Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental misalnya gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang telalu dini dan abnormalitas seks.

i) Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami. Misalnya karena suami impoten, lama menderita sakit, banyak istri-istri lain sehingga sang suami jarang mendatangi istri yang bersangkutan, lama bertugas di tempat yang jauh dan lai-lain (Kartini Kartono 2011).

C. Kajian Penelitian Yang Relevan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2008) dengan judul Pola Pengasuhan Anak Kandung oleh keluarga “mucikari” dalam menerapkan budi pekerti luhur jawa (Kasus Pada Keluarga “Mucikari” di Lokalisasi Paleman Deasa Sidoarjo Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal).

Penelitiannya menunjukkan bahwa lokalisasi Paleman adalah lokalisasi yang besar sehingga kondisi sosial terlihat nyata secara homogeny yang dapat berpengaruh negatif pada anak kandung keluarga mucikari. Pada penelitian ini meneliti tentang budi pekerti yang diterapkan pada anak keluarga

“mucikari”. Keluarga mucikari tetap menerapkan budi pekerti luhur Jawa melalui pola pengasuhan. Pola pengasuhan anak juga terlihat dari bentuk wismanya yang berfungsi ganda, mucikari lebih berperan dalam pola pengasuhan adalah mucikari seorang ibu. Keluarga mucikari bersikap permisif kepada anak kandungnya yang sedang dalam masa remaja, sikap permisif menjadi acuh apabila sikap remaja tersebut adalah laki-laki. Perilaku anak kandung keluarga mucikarisama dengan perilaku anak-anak di masyarakat pada umumnya. Persamaan dengan penelitian Ningrum (2008) yaitu sama-sama meneliti pola asuh di lingkungan lokalisasi. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu pada keluarga yang diteliti dimana penelitian diatas focus pada anak keluarga mucikari sedangkan penelitian ini pada orangtua yang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial yang hidup di daerah lokalisasi Bongsuwung Yogyakarta.

29

Hasil penelitian selanjutnya dilakukan oleh Priyondari (2009) dengan judul Pola Asuh Keluarga Orangtua Tunggal (kasus masyarakat di desa Megawon kecamatan Jati kabupaten Kudus). Penelitiannya menyatakan bahwa keluarga orangtua tunggal ayah di desa Megawon menerapkan pola permisif dengan memberikan kebebasan yang lebih tanpa memberikan pengarahan, hal ini dapat dilihat dari kurangnya rasa disiplin, mandiri, sopan santun dan tanggung jawab. Sedangkan keluarga orangtua ibu di desa Megawon menerapkan pola permisif dan demokratis, walaupun orangtua tunggal memberikan kebebasan pada anak tetapi orag tua tetap memberikan pengarahan dalam setiap tindakan anak. Hambatan pola asuh keluarga orangtua tunggal ayah maupun ibu berasal dari dalam keluarga orangtua tunggal (internal) meliputi: faktor edukatif. Faktor ekonomi dan faktor komunikasi dan luar keluarga orangtua tunggal (eksternal) yang dijumpai dalam lingkungan pergaulan seseorang seperti tetangga, teman atau saudara.

Sedangkan faktor pedukung dari pola asuh keluarga orangtua tunggal adalah kebebasan dalam mengasuh anak dan kebebasan dalam berkiprah di masyarakat. Persamaan penelitian Priyondari (2009) dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu sama-sama meneliti pola asuh yang diterapkan pada anak, sedangkan perbedaannya yaitu penelitian diatas dilakukan pada keluarga orangtua tunggal ayah atau ibu yang ada di desa Megawon kecamatan Jati kabupaten Kudus sedangkan penelitian yang lakukan berada di daerah lokalisasi Bongsuwung.

Hasil penelitian terakhir dilakukan oleh Putri dan Yani (2015) dengan judul Pola Asuh Orangtua dalam Keluarga Militer Asrama Batalyon Infantri Lintas Udara 503 di Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

Penelitiannya menujukkan bahwa penerapan pola asuhorangtua pada anak militer antara lain menggunakan pola asuh Authoritative dan Authoritarian.

Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pekerjaan orangtua sebagai anggota TNI-Angkatan Darat. Meskipun latar belakang sebagai TNI-Angkatan Darat bersifat kemiliteran/ Authoritariantapi para orangtua juga menggunakan pola asuh Authoritative. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti mengenai pola asuh orangtua. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian diatas dilakukan pada keluarga militer sedangkan penelitian yang akan saya lakukan pada orangtua Pekerja Seks Komersial yang berada di aderah lokalisasi.

31

D. Kerangka Berpikir.

Kerangka berpikir merupakan alur penulisan dalam melakukan sebuah penelitian. Kerangka berpikir dibuat berdasarkan permasalahan dan fokus penelitian, serta menggambarkan secara singkat alur penelitian yang dapat dilakukakan.

Dalam hal ini penulis menggunakan kerangka berpikir sebagai berikut:

Orangtua

Demokratis

Pola Asuh

Anak

Permisif Otoriter

Deskripsi:

Kerangka berpikir mejelaskan pola asuh orangtua yang merupakan cara dimana orangtua dapat mendampingi mendidik dan membesarkan anak yang dipercayakan kepadanya dalam keluarga. Orangtua memiliki peran penting bagi anak dalam kelurga. Segala sesuatu yang terjadi dalam keluarga menjadi pelajaran bagi anak-anak yang menjadi bagian penting di dalamnya. Sebagai orangtua pastinya memiliki cara dalam mendampingi, mendidik dan mengasuh anak-anak yang dipercayakan kepada mereka dalam keluarga. Ada tiga bentuk pola asuh yang diterapkan orangtua dalam membimbing dan mengasuh anaknya yaitu pola asuh demoktaris, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif. Ketiga pola asuh ini akan terlihat melalui sikap, sifat, perilaku, tindakan, tanggapan dan nilai-nilai kehidupan yang ditanamkan dan ditampakkan orangtua dalam keluaraga. Apa yang dilakukan orangtua akan mempengaruhi perilaku dan relasi anak, baik dalam keluarga, di sekolah, di lingkungan masyarakat dan di manapun anaknya berada.

33 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti memaparkan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik dan intrumen pengumpulan data, teknik analisi data.

A. Jenis Penelitian.

Penulis dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2009) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku persepsi motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Jenis penilitian yang digunakan penelitian adalah Studi kasus. Mulyana (2010) mengatakan bahwa studi kasus merupakan uraian dan penjelasan yang komprehensif mengenai beberapa aspek seorang individu, suatu kelompok atau suatu organisasi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilakukan peneliti di daerah Lokalisasi Bong Suwung Yogyakarta. Sebelum menemukan tempat penelitian ini peliti juga melakukan observasi dan mencari informasi di tempat lain, yaitu di daerah Pasar Kembang. Daerah Pasar Kembang juga merupakan daerah lokalisasi namun yang berada di tempat ini adalah PSK yang masih tergolong muda, belum

mempunyai anak dan kebanyakan tidak tinggal di Pasar Kembang. Mereka datang dan berada di tempat ini hanya bekerja pada malam hari.

Bulan Februari 2019 peneliti mulai melakukan pendekatan dan pengenalan lingkungan di daerah Bong Suwung. Pendekatan dan pengenalan lingkungan ini peneliti lakukan dengan mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok Arum Dalu Sehat (ADS “singkatan dari nama kelompok yang mendampingi anak-anak dan orangtua yang ada di daerah lokalisasi). Waktu dan tempat peneliti melakukan wawancara dengan responden sesuai dengan kesepakatan bersama antara peneliti dan responden. Pengambilan data dimulai sejak bulan November sampai Desember 2019.

Tabel 3.1

Waktu Tempat Keterangan

N - Jumat, 15 November 2019 Rumah

Kost

Wawancara Senin, 18 November 2019 Rumah

Kost

Wawancara

- AD (1) Sabtu, 23 November 2019 Aula

ADS

Wawancara Rabu, 27 November 2019 Kantor

ADS

35

C. Subjek dan Objek Penelitian.

Responden yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah seorang ibu Pekerja Seks Komersial, memiliki seorang anak perempuan yang tinggal bersamanya di daerah lokalisasi. Alasan peneliti memilih subjek tersebut karena ibu yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial ini memiliki anak perempuan yang masih duduk kelas IV Sekolah Dasar. Sebelum melakukan penelitian, peneliti sudah terlebih dahulu meminta ijin dan menjelaskan kepada responden bahwa responeden masuk dalam kriteria sesuai dengan topik yang dibahas oleh peneliti.

Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel suber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiono 2016). Sampel yang digunakan adalah:

1. Responden (Pekerja Seks Komersial).

2. Petugas atau orang yang dekat (informan 1)

3. Anak yang tinggal bersamanya dengan mereka (informan 2)

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.

Agar peneliti dapat memahami pola asuh orangtua yang ada di tempat penelitian maka peneliti harus menggunakan beberapa metode atau teknik untuk memperoleh data yang lengkap yaitu:

a. Observasi.

Nasution (dalam Sugoyono 2014) mengatakan bahwa obsevasi merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan. Sedangkan Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono 2014) mengklarifikasikan ada tiga bentuk obsevasi yaitu, obsevasi berpartisipasi observasi terang-terangan dan obsevasi yang tak berstruktur. Dalam penelitian ini, peneliti mnggunakan jenis obsevasi berpartisipasi. Peneliti ikut terlibat dalam kegiatan, mengamati dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan.

Peneliti memilih observasi perpartisipasi dimana bagi peneliti observasi ini sangat penting dan sanagt membantu serta memudahkan peneliti saat pengambilan data. Tempat penelitian dengan situasi yang tidak seperti biasanya, obervasi partisipasi menjadi salah satu cara pendekatan yang di lakukan peneliti terhadap lingkungan dan juga orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama kepada subjek yang mau di teliti.

Peneliti melakukan obesvasi di tempat penelitian sejak Februari 2019 dengan ikut terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh salah satu kelompok yang mendampingi orangtua dan anak-anak yang berada di daerah lokalisasi yaitu kelompok “Arum Dalu Sehat”. Di awal mengikuti

37

kegiatan ini peneliti mengamati situasi lingkungan dan juga orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya. Peleneliti juga berusaha menjalin relasi dan komunikasi yang baik dengan petugas Arum Dalu Sehat, orang-orang yang dijumpai dan juga ibu-ibu dan anak-anak yang hadir dalam setiap kegiatan yang diadakan. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Mempelajari perilaku manusia, proses kerja, kegiatan, gejala-gejala alam dengan lebih efektif & bersifat faktual.

Tabel : 3.2 Lembar Pengamatan No Hari/

Tanggal

Pukul (WIB)

Kegiatan Hasil pengamatan

1. Sabtu, 9 Maret 2019

13.00 Mengamati subjek ketika menemani anaknya mengikuti kegiatan mewarnai

Subjek menunggu dan melihat anaknya mengikuti kegiatan mewarnai, sambil bercerita dengan orangtua yang lain.

Anaknya di suruh bermain di sekitar aula, sambil menunggu subjek selesai mengikuti kegiatan.

15.00 Mengamati subjek

39

3. Sabtu, 06 April 2019

15.00 Mengamati subjek membuat bros dari kain flanel.

Subjek tidak tenang karena kesulitan menggunting kain dan meminta bantuan pada saya untuk

mengguntingkan kain flanelnya.

Subjek menjahit kain flanel yang sudah digunting dan berhasil membuat bros.

4. Sabtu, 11 Mey

2019

13.00 Mengamati subjek mengantar anaknya mengikuti kegiatan.

Subjek hanya mengantar anaknya mengikuti kegiata.

Subjek berpesan pada anaknya, agar tidak nakal.

Kalau sudah selesai kegiatan langsung pulang.

Tidak boleh mampir-mampir.

Subjek pulang dan menitipkan anaknya pada pendamping agar

anaknnya tetap mengikuti kegiatan dengan teman-teman yang lain.

b. Wawancara.

Esterberg (Sugiono, 2014) mengatakan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga terkonstksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa di kemukakan dalam obsevasi ( Stainback dalam Sugiono 2014).

Penelitian ini menggunakan wawancara tersturktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur sering disebut dengan wawancara baku. Dalam wawancara ini peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu sebelum melakukan wawancara peneliti atau pengumpul data telah menyediakan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Dengan wawancara terstuktur setiap responden diberi pertanyaan-pertanyaan

41

yang sama. Peneliti menyiapkan alat tulis untuk mencatat setiap jaaban dari responden. Wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang bebas dan terbuka dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang tidak tersusun secara sistematis dan lengkap. Dalam wawancara ini peneliti akan mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang responden. Dalam Wawancara ini peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden peneliti juga dapat mengajukan berbagai pertanyaan yang terarah pada suatu tujuan ( Sugiono 2014)

Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan reponden yang diwawancarai, membuat panduan wawancara yang akan disampaikan, menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan, mengidentifikasi tindak lanjut hasil waancara yang telah diperoleh.

Selain itu peneliti juga harus menyiapkan tape recorder, handphone untuk merekam proses wawancara bersama responden. Hasil wawancara yang dilakukan akan diubah dalam bentuk verbatim dengan cara menuliskan setiap perkataan yang disampaikan dalam percakapan selama wawancara berlangsung. Peneliti juga menyiapkan panduan wawancara terstruktur.

Tabel 3.3 Otoriter Permisif Demokratis

1. Pembuatan aturan

Mengekang Acuh tak acuh

Disiplin a. Bagaimana ibu mengatur waktu

Mengajari b. Apa tanggapan ibu ketika anak

43

Menuntut Melepas-kan tanpa control

Mengajari. b. Bagaimana harapan

Tabel 3.4

Pedoman wawancara untuk orang yang dekat dengan keluarga (Informan 1)

No Pertanyaan

1. Apa yang dilakukan ibu…terhadap anaknya ketika anaknya tidak mengikuti perintahnya?

2. Apa reaksi ibunya ketika anaknya mengutarakan keinginan untuk melanjutkan sekolah?

3. Apakah ibunya mengatur jadwal bermain untuk anaknya?

4. Apakah harapan ibunya untuk anaknya kedepan?

5. Apa reaksi ibunya ketika melihat anaknya tidak berangkat ke sekolah?

6. Apa reaksi ibunya ketika anaknya ingin menceritakan masalah yang dialaminya?

7. Apakah reaksi ibunya ketika anaknya tidak membantu mengerjakan pekerjaan rumah?

8. Ketika anaknya bertanya tentang PR atau tugas dari sekolah, apa yang reaksi ibunya?

9. Ketika menyekolahkan anaknya apakah ada komunikasi diantara mereka untuk memilih sekolah?

10. Apa yang dilakukan orang tua (ibunya) dengan cara berpenampilan anaknya?

11. Apa yang dilakukan ibunya ketika anaknya pulang malam?

45

Tabel 3.5

Panduan wawancara untuk anak (Informan 2)

No Pertanyaan

1. Apa yang dilakukan ibu ketika anda tidak mengikuti perintahnya?

2. Ketika anda ingin mengutarakan keinginan untuk melanjutkan sekolah, apa tanggapan ibu?

3. Apakah anda diberikan waktu bermain oleh ibu?

4. Apakah harapan ibu untuk kehidupan anda ke depan?

5. Apa reaksi ibu ketika melihatmu tidak berangkat ke sekolah?

6. Bagaimana tanggapan ibumu ketika anda ingin menceritakan masalah yang anda alami?

7. Apa yang ibumu lakukan ketika anda tidak membantunya

mengerjakan pekerjaan dirumah (menyapu, cuci piring/pakaian dan lain-lain)?

8. Apa reaksi ibumu ketika anda bertanya tentang PR atau tugas dari sekolah?

9. Apakah ibumu pernah bertanya ketika mau memilih sekolah?

10. Apa yang ibumu lakukan dengan cara berpenampilanmu?

11. Apa yang dilakukan ibu ketika anda pulang malam?

E. Keabsahan Data.

Menurut Sugiyono, (2014) menguji kredibilitas data terhadap data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negative dan member check. Peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk mengecek atau membandingkan data yang telah diperoleh dari berbagai sumber. Triangulasi berarti cara mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Sugiyono (2013) mengatakan bahwa trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari sumber teknik pengumpulan data dan

sumber data yang telah ada. Tujuan dari triangulasi bukan mencari kebenaran dari beberapa kejadian atau fenomena melainkan lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik triangulasi maka data yang diperoleh akan lebih konsisten.

F. Teknik Analisi Data.

Sugiyono (2014) mengatakan bahwa analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang di peroleh dari lapangan atau tempat penelitian berupa hasil wawancara, catatan lapangan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menyusun ke dalam pola memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Proses analisis data ini dimulai dari pembuatan verbatim melalui rekaman wawancara, penkodean atau coding, kategorisasi, dan menyaring data.

1. Verbatim.

Verbatim adalah menuliskan percakapan dari hasil wawancara dengan cara menuliskan setiap kata per kata dari jawaban pertanyaan yang sudah diajukan kepada subjek.

47

2. Penkodean atau coding

Pengkodean atau Coding adalah membuat kode-kode pada tema yang muncul di verbatim. Pengkodean yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengkodean terbuka atau open coding (Strauss & Corbin, 2003).Pengkodean terbuka adalah bagian dari analisis terutama berkaitan dengan pemberian nama, dan pengelompolan fenomena melalui pemeriksaan data yang teliti. Dalam penelitian ini digunakan dua prosedur oleh peneliti yaitu:

a. Pelabelan Fenomena.

Dalam pelabelan fenomena peneliti memisah-misahkan antara amatan, kalimat, paragraf, serta memberi nama pada peristiwa-peristiwa dengan sesuatu yang mewakili fenomena. Bila tidak maka peneliti akan menemukan kesulitan dan kebingungan karena akan terlalu banyak nama (Strauss & Corbin, 2003). Peneliti menggunakan kode sesuai dengan hasil wawancara maupun observasi.

b. Variasi cara pengkodean terbuka.

Terdapat beberapa cara pendekatan terhadap proses pengkodean terbuka yaitu, analisis dengan pengkodean baris per baris, per kalimat atau paragraf dan analisis dengan pengkodean yang menggunakan seluruh dokumen, pengamatan atau wawancara.penelitian ini menggunakan analisis dengan pengkodean kalimat per kalimat atau paragraf. Peneliti juga menentukan gagasan utama yang ada dalam

kalimat atau paragraf dari wawancara serta catatan lapangan dan memberikan nama atau kode. Selanjutnya dilakukan analisis yang lebih rinci melalui pengkodean yang yang telah dibuat oleh peneliti 2. Saat anaknya diam apa yang ibu lakukan? 011-013 R.b.N 3. Kalau saat anaknya mengutarakan keinginannya

untuk melanjutkan sekolah, apa tanggapan ibu?

014-022 R.c.N 4. Apakah ada waktu bermain untuk Rere? 023-033 R.d.N

5. Apa harapan ibu untuk Rere? 034-043 R.e.N

6. Jadi selama ini Rere tidak tahu apa pekerjaan Ibu? 044-050 R.f.N 7. Pernah atau tidak Rere tidak sekolah? 051-052 R.g.N 8. Apa yang ibu lakukan ketika melihat Rere tidak

berangkat sekolah?

053-062 R.g.N 9. Apakah pernah Rere menceritakan masalahnya ke

Ibu?

063-064 R.h.N

10. Apa tanggapan ibu? 06-072 R.h.N

11. Apakah pernah Rere membantu ibu mengerjakan pekerjaan di rumah, misalnya nyapu atau cuci pirig atau cuci pakaian?

073-081 R.i.N 12. Pernah atau tidak Rere bertegkar dengan

Kakanya?

082-085 R.j.N 13. Saat Rere bertanya tentang PR dari sekolah apa

082-085 R.j.N 13. Saat Rere bertanya tentang PR dari sekolah apa

Dokumen terkait