• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar

Dalam dokumen smk10 TeknikSurveiDanPemetaan Iskandar (Halaman 79-83)

Soal Latihan

B. Kesalahan karena pengaruh luar/ alam

3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

3.2 Pengukuran sipat datar Kerangka dasar vertikal merupakan

3.2.1 Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar

Ada beberapa macam pengukuran sipat datar di antaranya:

4. Sipat datar memanjang.

Digunakan apabila jarak antara dua stasion yang akan ditentukan beda tingginya sangat berjauhan (di luar jangkauan jarak pandang). Jarak antara kedua stasion tersebut dibagi dalam jarak-jarak pendek yang disebut seksi atau slag.

Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag akan menghasilkan beda tinggi antara kedua stasion tersebut.

Tujuan pengukuran ini umumnya untuk mengetahui ketinggian dari titik-titik yang dilewatinya dan biasanya diperlukan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan. Hasil akhir daripada pekerjaan ini adalah data ketinggian dari pilar-pilar sepanjang jalur pengukuran yang bersangkutan.

Yaitu semua titik yang ditempati oleh rambu ukur tersebut.

Sipat datar memanjang dibedakan menjadi:

ƒ Memanjang terbuka,

ƒ Memanjang keliling (tertutup),

ƒ Memanjang terbuka terikat sempurna,

ƒ Memanjang pergi pulang,

ƒ Memanjang double stand. 5. Sipat datar resiprokal

Kelainan pada sipat datar ini adalah pemanfaatan konstruksi serta tugas nivo yang dilengkapi dengan skala pembaca bagi pengungkitan yang dilakukan terhadap nivo tersebut. Sehingga dapat dilakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik yang tidak dapat dilewati pengukur. Seperti halnya sipat datar memanjang, maka hasil akhirnya adalah data ketinggian dari kedua titik tersebut. Seperti pada gambar 50 :

Perbedaan tinggi antara A ke B adalah hAB = ½ {(a - b) + (a’ + b’)}. Titik-titk C, A, B, dan D tidak harus berada pada satu garis lurus.

Apabila jarak antara A dan B jauh, salah satu rambu (rambu jauh) diganti dengan target dan sipat datar yang digunkan adalah tipe jungkit.

Gambar 50. Contoh pengukuran resiprokal

Apabila sekrup pengungkit dilengkapi skala untuk menentukan banyaknya putaran seperti nampak pada gambar 51, yang dicatat bukan kedudukan gelombang nivo akan tetapi banyaknya putaran sekrup pengungkit yang ditentukan oleh perbedaan bacaan skala yang diperoleh.

Rumus yang digunakan untuk menghitung b adalah: B = b0 + b1 = b0 +

i

n

n

n

n

˜

2 1 2 0 Dimana:

n0= bacaan skala pengungkit pada saat gelombung nivo berada di tengah.

n1= bacaan skala pengungkit pada saat garis bidik mengarah ke target atas.

n2= bacaan skala pengungkit pada saat garis bidik mengarah ke target bawah

Gambar 51. sipat datar tipe jungkit

Indek bacaan Sekrup pengungkit berskala A B D a' b' a b C

Catatan:

ƒ Untuk memperoleh ketelitian tinggi, lakukanlah pengukuran ke masing- masing target berulang-ulang, misalkan 20x.

Gambar 52. Contoh pengukuran resiprokal

ƒ Pengukuran sebaiknya dilakukan pada keadaan cuaca yang berbeda, misalnya ukuran pertama pagi hari dan ukuran kedua sore hari. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil pengaruh refraksi udara.

ƒ Untuk memperkecil pengaruh kesalahan refraksi udara dan kelengkungan bumi, pengukuran sebaiknya dilakukan bolak-balik. Maksudnya, pertama kali alat ukur dipasang sekitar A kemudian dipindah ke tempat sekitar B seperti nampak pada gambar berikut ini:

6. Sipat datar profil.

Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui profil dari suatu trace baik jalan ataupun saluran, sehingga

selanjutnya dapat diperhitungkan banyaknya galian dan timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan konstruksi.

Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan dalam dua bagian yang disebut sebagai sipat datar profil memanjang dan melintang. Hasil akhir dari pengukuran ini adalah gambaran (profil) dari pada kedua jenis pengukuran tersebut dalam arah potongan tegaknya.

ƒ Profil memanjang

Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis rencana proyek sehingga dapat digambarkan irisan tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek tersebut. Gambar irisan tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek disebut profil memanjang. A B C D x x

Di lapangan, sepanjang garis rencana proyek dipasang patok-patok dari kayu atau beton yang menyatakan sumbu proyek. Patok-patok ini digunakan untuk pengukuran profil memanjang.

ƒ Profil melintang

Profil melintang diperlukan untuk mengetahui profil lapangan pada arah tegak lurus garis rencana atau untuk mengetahui profil lapangan ke arah yang membagi sudut sama besar antara dua garis rencana yang berpotongan.

Apabila profil melintang yang dibuat mempunyai jarak pendek (r 120 m), maka pengukurannya dapat dilakukan dengan cara tinggi garis bidik. Apabila panjang, dilakukan seperti profil memanjang.

7. Sipat datar luas

Untuk merencanakan bangunan- bangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan tinggi rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu dilakukan pengukuran sipat datar luas dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail. Kerapatan dan letak titik detail diatur sesuai dengan kebutuhannya. Apabila makin rapat titik detail pengukurannya maka akan mendaptkan gambaran permukaan tanah yang lebih baik. Bentuk permukaan tanah akan dilukiskan oleh garis-garis yang

menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama. Garis ini dinamakan kontur.

Pada jenis pengukuran sipat datar ini yang paling diperlukan adalah penggambaran profil dari suatu daerah pemetaan yang dilakukan dengan mengambil ketinggian dari titik-titik detail di daerah tersebut dan dinyatakan sebagai wakil daripada ketinggiannya, sehingga dengan melakukan interpolasi diantara ketinggian yang ada, maka dapat ditarik garis-garis konturnya di atas peta daerah pengukuran tersebut. Cara pengukurannya adalah dengan cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan pengukuran berjalan lancar maka pilihlah tempat alat ukur sedemikian rupa, hingga dari tempat ini dapat dibidik sebanyak mungkin titik-titik di sekitarnya. 3.2.2 Ketelitian pengukuran sipat datar

Dalam pengukuran sipat datar akan pasti mengalami kesalahan-kesalahan yang pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam kesalahan yang sifatnya sistimatis (Systematic errors) dan kesalahan yang sifatnya kebetulan (accidental errors).

Kesalahan-kesalahan yang tergolong sistematis adalah kesalahan-kesalahan yang telah diketahui penyebabnya dan dapat diformulasikan ke dalarn rumus matematika maupun fisika tertentu.

Misalnya, kesalahan - kesalahan yang terdapat pada alat ukur yang digunakan antara lain kesalahan garis bidik, kesalahan garis nol skala rambu; kesalahan karena faktor alam antara lain refraksi udara dan kelengkungan bumi.

Kesalahan - kesalahan yang tergolong kebetulan adalah kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dan pengaruhnya tidak dapat ditentukan, akan tetapi orde besarnya biasanya kecil-kecil saja serta kemungkinan positif dan negatifnya sama besar.

Misalnya, kesalahan menaksir bacaan pada skala rambu, menaksir letak gelembung nivo di tengah. Karena kesalahan sistimatik bersifat menumpuk (akumulasi), maka hasil pengukuran harus dibebaskan dari kesalahan sistematis tersebut. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan memberikan koreksi terhadap hasilnya atau dengan cara- cara pengukuran tertentu. Misalnya, untuk menghilangkan pengaruh kesalahan garis bidik, refraksi udara dan kelengkungan bumi, alat sipat datar harus ditempatkan tepat di tengah antara dua rambu (jarak ke rambu belakang dan ke rambu muka harus dibuat sama besar).

Dengan demikian hasil pengukuran hanya dipengaruhi kesalahan yang sifatnya kebetulan.

Untuk mengetahui apakah pengukuran harus diulangi atau tidak dan untuk mengetahui baik tidaknya pengukuran sipat datar (memanjang), maka ditentukan batas harga kesalahan terbesar yang masih dapat diterima yang dinamakan toleransi pengukuran.

Angka toleransi dihitung dengan rumus: T = r K D

Dimana :

T = toleransi dalam satuan milimeter K = konstanta yang menunjukan tingkat

ketelitian pengukuran dalam satuan milimeter

D = Jarak antara dua titik yang diukur dalam satuan kilometer

Dalam dokumen smk10 TeknikSurveiDanPemetaan Iskandar (Halaman 79-83)