• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Teori tentang Disiplin Kerja

2.2.2. Jenis-jenis dan Sanksi Disiplin Kerja

Disiplin kerja dibutuhkan untuk menjaga agar prestasi kerja pegawai meningkat. Terdapat dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu: 1) disiplin preventif dan 2) disiplin korektif (Siagian, 2008).

1. Disiplin Preventif

Disiplin yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong para pegawai untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola, sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berperilaku negatif. Keberhasilan penerapan disiplin preventif terletak pada pribadi para anggota organisasi. Agar disiplin pribadi tersebut semakin kokoh, paling sedikit tiga hal perlu mendapatkan perhatian manajemen, yaitu:

i. Para anggota organisasi perlu didorong agara mempunyai rasa memiliki organisasi, karena segala logika seorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya.

ii. Para pegawai perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud seyogianya

disertai informasi yang lengkap mengenai latar belakang berbagi ketentuan yang bersifat normatif.

iii. Para pegawai didorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.

2. Disiplin korektif

Disiplin yang bersifat korektif adalah jika pegawai yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepadanya dikenakan sanksi disipliner. Berat atau ringannya suatu sanksi tentunya tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi. Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya hirarki. Artinya pengenaan sanksi diprakarsai oleh atasan langsung pegawai yang bersangkutan, diteruskan kepada pimpinan yang lebih tinggi dan keputusan akhir pengenaan sanksi tersebut diambil oleh pejabat pimpinan yang berwenang untuk itu. Prosedur tersebut ditempuh dengan dua maksud, yaitu bahwa pengenaan sanksi dilakukan secara objektif dan sifat sanksi sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan. Di samping faktor objektivitas dan kesesuaian bobot hukuman dan pelanggaran, pengenaan sanksi arus pula bersifat mendidik dalam arti agar terjadi perubahan sikap dan perilaku di masa mendatang dan bukan terutama menghukum seseorang karena tindakannya di masa lalu. Pengenaan sanksi pun harus mempunyai nilai pelajaran dalam arti mencegah orang melakukan pelanggaran yang serupa. Pihak manajemen harus mampu

menerapkan berbagai ketentuan yang berlaku secara efektif dan tidak hanya sekedar merupakan pernyataan di atas kertas.

Terry (2003) menyatakan bahwa, “Disiplin kerja dapat timbul dari diri sendiri dan dari perintah, yang terdiri dari: 1) Self Inposed Dicipline yaitu disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan, kesadaran dan bukan timbul atas dasar paksaan. Disiplin ini timbal karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan merasa telah menjadi bagian dari organisasi sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela memenuhi segala peraturan yang berlaku. 2) Command Dicipline yaitu disiplin yang timbul karena paksaan, perintah dan hukuman serta kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan timbul karena perasaan ikhlas dan kesadaran akan tetapi timbul karena adanya paksaan/ancaman dari orang lain”.

Selanjutnya, menurut Handoko (2001) menyatakan bahwa, “Ada 3 (tiga) jenis kegiatan pendisiplinan, yaitu:

1. Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk medorong para pegawai agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.

2. Disiplin korektif adalah kegitan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Dan bertujuan untuk memperbaiki pelanggaran, untuk menghalangi para pegawai yang lain melakukan kegiatan yang serupa, untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif.

3. Disiplin Progresif adalah suatu kebijakan disiplin yang memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Disiplin progresif ditunjukkan sebagai berikut:

a. Teguran secara lisan kepada penyelia,

b. Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia, c. Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari,

d. Skorsing satu minggu atau lebih lama, e. Diturunkan pangkatnya,

f. Dipecat”.

Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para pegawai yang melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan mendidik pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin. Pada umumnya sebagai pegangan pimpinan meskipun tidak mutlak, tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja yang dikemukakan

Sastrohadiwiryo (2003) menyatakan “Sanksi disiplin terdiri atas sanksi disiplin berat, sanksi disiplin sedang, sanksi disiplin ringan”.

1. Sanksi disiplin berat, misalnya:

a. Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan atau pekerjaan yang diberikan sebelumnya.

b. Pembebasan dari jabatan atau pekerjaan untuk dijadikan sebagai pegawai biasa bagi yang memegang jabatan.

c. Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan.

d. Pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja di organisasi atau perusahaan.

2. Sanksi disiplin sedang, misalnya:

a. Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dirancangkan sebagaimana tenaga kerja lainnya.

b. Penurunan upah atau gaji sebesar satu kali upah atau gaji yang biasanya diberikan harian, mingguan atau bulanan.

c. Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi.

3. Sanksi disiplin ringan, misalnya:

a. Teguran lisan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. b. Teguran tertulis.

Dalam penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai yang melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan seksama bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpal dengan tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang diberikan sanksi disiplin tersebut dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan sanksi disiplin dan mengulangi lagi pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi disiplin yang lebih berat dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berlaku (Sastrohadiwiryo, 2003).

Dokumen terkait