• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

D. Hubungan Karakteristik Responden dengan Pemahaman

1. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari 98 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan dengan persentase sebesar 56,12% (55 responden) dan sisanya adalah laki-laki sebesar 43,88% (43 responden).

Gambar 2. Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sarwono (2007) yang mengatakan bahwa perempuan lebih peduli terhadap kesehatannya sendiri dan kesehatan keluarganya. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa kaum perempuan lebih peduli pada kesehatan.

2. Usia

Usia sangat berpengaruh terhadap banyaknya pengalaman seseorang dalam melakukan pengobatan (Holt dan Hall, 1990). Pada penelitian ini ditetapkan subjek penelitian yang diteliti adalah subjek penelitian yang berusia ≥ 17 tahun dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok.

Gambar 3. Karakteristik Usia Responden

Dapat dilihat pada Gambar diatas bahwa responden yang menggunakan obat herbal terbanyak (46,94%) adalah yang berusia 26-50 tahun. Ini menggambarkan bahwa responden dengan usia 26-50 tahun lebih mendapatkan pengetahuan yang cukup tentang manfaat dan menggunakan obat herbal.

3. Pendidikan

Responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan berbeda-beda mulai dari SMP sampai sarjana (S2). Tingkat pendidikan tidak dijadikan kriteria inklusi karena secara umum tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang terhadap kesehatan, salah satunya terhadap penggunaan obat herbal. Hal ini sesuai dengan penyataan dari Holt dan Hall (1990), tingkat pendidikan seseorang dalam hubungannya dengan sikap terhadap kesehatan, termasuk dalam hal pengobatan sendiri merupakan salah satu faktor yang menentukan karena pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas seseorang

terhadap berbagai informasi kesehatan yang ada di masyarakat. Maka tingkat pendidikan responden penting untuk diketahui.

Gambar 4. Karakteristik Pendidikan Responden

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden dengan tingkat pendidikan terakhir lulusan SMA atau sederajat (40,82%). Ini menunjukkan bahwa responden dengan pendidikan tinggi tidak mudah terpengaruh dengan iklan obat di media dan lebih banyak membaca label pada kemasan obat sebelum mengkonsumsi obat. Mereka juga lebih sering menggunakan obat herbal dibandingkan dengan obat kimia, dengan demikian akan mengurangi risiko efek samping dari obat kimia yang jauh lebih besar dibandingkan obat herbal.

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden pada penelitian ini antara lain pensiunan, PNS dan wiraswasta. Menurut Sarwono (2007), pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat sosial seseorang dan interaksi didalam kelompok sosial tersebut dapat mempengaruhi cara pandang dan mempengaruhi keputusan yang akan diambil. Dalam lingkungan pekerjaan dapat saling bertukar informasi tentang perkembangan kesehatan atau informasi yang dapat digunakan sebagai

pertimbangan tindakan mereka dalam memelihara kesehatan, salah satunya dengan menggunakan obat herbal.

Gambar 5. Karakteristik Pekerjaan Responden

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 98 responden, jumlah terbanyak 65,31% (64 responden) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini disebabkan pasien Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito sebagian besar adalah PNS dengan memakai pelayanan AsKes menurut data dari bagian pendaftaran.

B. Pengetahuan Responden tentang Obat Herbal

Berdasarkan hasil skor skala Likert dari kuesioner pengetahuan responden 98 responden, yang diolah dengan menggunakan statistik deskriptif maka diperoleh hasil sebagai berikut.

Gambar 6. Pengetahuan Responden tentang Obat Herbal

Pengetahuan tentang obat herbal ini merupakan representasi jawaban dari 98 responden secara total (Gambar 6) memperoleh hasilnya sebagai berikut, yaitu

yang pengetahuannya sangat tinggi sejumlah 35,72%, yang pengetahuannya tinggi sejumlah 32,65%, yang pengetahuannya sedang sejumlah 27,55% dan yang pengetahuannya rendah sejumlah 4,08%. Semakin besar tingkat persetujuan responden terhadap semua pernyataan kuesioner maka semakin tinggi pemahaman responden (pasien) tentang obat herbal secara umum. (Harmanto dan Subroto, 2007). Menurut Pratomo cit Ganie tingkat pengetahuan dikatakan baik jika jawaban responden > 75%, cukup baik 40% - 75%, kurang baik jika < 40%

1. Pengetahuan responden mengenai obat herbal yang merupakan bagian dari obat tradisional

Pernyataan ke-1 mengenai responden tahu obat herbal yang merupakan bagian dari obat tradisonal.

Gambar 7.Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal yang Merupakan Bagian dari

Obat Tradisional

Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa obat herbal merupakan bagian dari obat tradisional, dengan persentase sebesar 70,41% (69 responden). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memahami bahwa obat herbal merupakan bagian dari obat tradisional. Menurut Undang-Undang No.23

Tahun 1992 tentang kesehatan Bab I Pasal 1 ayat (10), obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman, sedangkan menurut Syahputri (2007), obat herbal merupakan produk obat jadi dalam kemasan akhir yang diberi penandaan yang mengandung zat aktif yang berasal dari bagian tanaman. Oleh karena itu, obat herbal masuk dalam bagian dari obat tradisional.

2. Pengetahuan responden mengenai definisi obat herbal

Pernyataan ke-2 responden tahu bahwa obat herbal merupakan produk obat yang mengandung zat aktif dari bagian tanaman, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 8. Pengetahuan Responden Mengenai Definisi Obat Herbal

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa obat herbal merupakan produk obat jadi yang mengandung zat aktif yang berasal dari bagian tanaman, dengan persentase sebesar 78,57% (77 responden). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memahami bahwa obat herbal merupakan produk obat jadi yang

mengandung zat aktif yang berasal dari bagian tanaman. Syahputri (2007) mendefinisikan obat herbal sebagai berikut: produk obat jadi dalam kemasan akhir yang diberi penandaan, mengandung zat aktif yang berasal dari bagian tanaman diatas atau di bawah tanah, atau bagian tanaman lainnya, atau kombinasi dari bagian-bagian tersebut, baik dalam bentuk yang belum diolah maupun dalam bentuk preparat.

3. Pengetahuan responden mengenai keamanan obat herbal

Pernyataan ke-3 responden tahu bahwa obat herbal aman untuk digunakan/dikonsumsi, didapat bahwa distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 9. Pengetahuan Responden bahwa Obat Herbal Aman untuk Digunakan/Dikonsumsi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan persentase sebesar 68,37% (67 responden) cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa obat herbal aman untuk digunakan/dikonsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memahami bahwa obat herbal itu aman, namun dalam penggunaannya harus tetap memperhatikan indikasi, kontraindikasi, dosis, waktu konsumsi, cara penggunaan dan efek samping yang mungkin timbul (Harmanto dan Subroto, 2007).

4. Pengetahuan responden mengenai khasiat obat herbal

Pernyataan ke-4 responden tahu bahwa obat herbal manjur untuk digunakan/dikonsumsi, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 10. Pengetahuan Responden bahwa Obat Herbal Manjur untuk Digunakan/Dikonsumsi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan persentase sebesar 69,39% (68 responden) cenderung menjawab setuju pada pernyataan obat herbal manjur untuk digunakan/dikonsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memahami bahwa obat herbal manjur untuk digunakan, karena kemanjuran atau khasiat obat herbal telah dibuktikan dengan pengujian serta adanya keterangan empiris (berdasarkan pengalaman turun temurun).

5. Pengetahuan responden mengenai obat herbal teruji keamanan dan khasiatnya

Pernyataan ke-5 responden tidak tahu bahwa obat herbal sudah teruji keamanan dan khasiatnya didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 11. Pengetahuan Responden bahwa Obat Herbal Sudah Teruji Keamanan dan Khasiatnya

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tidak tahu bahwa obat herbal sudah teruji keamanan dan khasiatnya, dengan persentase sebesar 69,39% (68 responden). Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah memahami bahwa obat herbal sudah teruji keamanan dan khasiatnya. Ini sesuai dengan pernyataan Handayani dan Suharmiati (2002) yang menyatakan bahwa obat herbal yang sudah memiliki izin edar, sebelum diedarkan ke masyarakat harus memenuhi persyaratan keamanan dan khasiat sehingga setelah diedarkan di masyarakat dapat dipastikan keamanan dan khasiatnya.

6. Pengetahuan responden mengenai kandungan obat herbal yang memiliki khasiat masing-masing

Pernyataan ke-6 responden tahu bahwa setiap kandungan yang ada pada obat herbal memiliki khasiat masing-masing, diperlihatkan bahwa distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 12. Pengetahuan Responden bahwa Setiap Kandungan yang Ada pada Obat Herbal Memiliki Khasiat Masing-Masing

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 72,45% (71 responden). Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami bahwa setiap kandungan yang ada pada obat herbal memiliki khasiat masing-masing.

7. Pengetahuan responden mengenai efek samping obat herbal

Pernyataan ke-7 responden mengetahui dan memahami bahwa semua obat herbal tidak memiliki efek samping yang berbahaya, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 13. Pengetahuan Responden Mengenai Tidak Adanya Efek Samping yang Berbahaya pada Semua Obat Herbal

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan semua obat herbal tidak memiliki efek samping yang tidak berbahaya, dengan persentase sebesar 68,37% (67 responden). Hal ini tidak senada dengan pendapat Harmanto dan Subroto (2007) yang mengatakan bahwa semua obat baik obat modern maupun obat tradisional (dalam hal ini obat herbal) pasti mempunyai efek samping. Efek samping bisa bersifat intrinsik (dari obat itu sendiri), bisa pula bersifat ekstrinsik (dari luar obat itu sendiri). Termasuk faktor intrinsik, antara lain: salah dosis, salah waktu pemakaian, alergi atau tidak cocok dengan kondisi kesehatan pemakai dan interaksi negatif dengan obat atau herbal lain. Sedangkan hal yang termasuk faktor ekstrinsik, antara lain salah identifikasi jenis obat atau tanaman, proses pengolahan dan kemasan tidak berkualitas, klaim atau iklan yang menyesatkan dan pemalsuan. Winata (2003) juga menegaskan bahwa sangat keliru bila mengganggap obat tradisional (obat herbal) tidak memiliki efek samping karena bagaimanapun tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional mengandung zat kimia yang dapat menimbulkan reaksi saat berinteraksi dengan tubuh.

Cara yang dapat dilakukan oleh ahli obat herbal, tenaga kesehatan, ataupun pihak-pihak yang terkait, yaitu memberikan informasi mengenai obat herbal, khususnya menekankan bahwa obat herbal pun memiliki efek samping yang berbahaya jika tidak digunakan dengan tepat dan rasional.

8. Pengetahuan responden mengenai cara pemakaian obat herbal

Pernyataan ke-8 responden mengetahui dan memahami bahwa cara pemakaian untuk semua obat herbal sama, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 14. Pengetahuan Responden Mengenai Cara Pemakaian untuk Semua Obat Herbal Sama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar 72.45% (71 responden) cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan bahwa cara pemakaian untuk semua obat herbal sama. Mereka memahami bahwa cara pemakaian obat herbal tidak sama (berbeda-beda), hal ini senada dengan pernyataan dari Harmanto dan Subroto (2007) yang mengatakan bahwa cara pemakaian obat herbal berbeda-beda tergantung jenis penyakit dan dosisnya.

9. Pengetahuan responden mengenai obat herbal memiliki kadaluwarsa Pernyataan ke-9 bahwa semua obat herbal memiliki tanggal kadaluwarsa, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 15. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal Memiliki Tanggal Kadaluwarsa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa semua obat herbal memiliki tanggal kadaluwarsa, dengan persentase sebesar 75,51% (74 responden). 24,49% responden menyatakan bahwa semua obat herbal tidak memiliki tanggal kadaluwarsa. Hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena obat herbal juga dapat mengalami penurunan mutu dan keamanan akibat kondisi lingkungan penanganan, pengangkutan dan penyimpanan sebelum digunakan maka perlu mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada setiap kemasan obat herbal yang diproduksi dan diedarkan (Chosin, 2001).

10.Pengetahuan responden mengenai obat herbal yang sudah kadaluwarsa boleh dikonsumsi

Pernyataan ke-10 obat herbal yang sudah kadaluwarsa masih boleh dikonsumsi, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 16. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal yang Sudah Kadaluwarsa Masih Boleh Dikonsumsi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan bahwa obat herbal yang sudah kadaluwarsa masih boleh dikonsumsi, dengan persentase sebesar 75,51% (74 responden). Hal ini menunjukkan mereka mengetahui dan memahami bahwa obat herbal yang sudah kadaluwarsa tidak boleh dikonsumsi. Obat herbal yang sudah kadaluwarsa tidak boleh dikonsumsi karena dikhawatirkan obat herbal tersebut telah mengalami penurunan mutu dan keamanan sehingga menyebabkan terjadinya efek yang tidak diharapkan.

11.Pengetahuan responden mengenai obat herbal boleh dikonsumsi semua usia

Pernyataan ke-11 semua orang dari segala usia boleh mengkonsumsi obat herbal, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 17. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal Boleh Dikonsumsi Semua Usia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa semua orang dari segala usia boleh mengkonsumsi obat herbal, dengan persentase sebesar 72,45% (71 responden). Sisanya, yaitu 27,55% (27 responden) menyatakan bahwa obat herbal tidak boleh di konsumsi oleh semua orang dari segala usia.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak responden yang mengatakan bahwa obat herbal boleh dikonsumsi oleh segala usia hal ini cukup berisiko. Dalam penggunaan obat baik obat konvensional maupun obat herbal tetap harus memperhatikan dan memperhitungkan faktor usia, karena faktor usia akan berpengaruh pada perhitungan dosis obat yang akan diberikan. Hal ini senada dengan pernyataan dari Stoklosa dan Ansel (1996) yang mengatakan bahwa umur seseorang menjadi pertimbangan dalam menentukan dosis obat untuk anak-anak dan orang yang lanjut usia.

Oleh karena itu, perlu diberikan informasi lebih lengkap oleh tenaga kesehatan maupun ahli obat herbal mengenai penggunaan obat herbal secara baik dan benar serta siapa-siapa saja yang boleh menggunakan obat herbal tersebut.

12.Pengetahuan responden mengenai obat herbal boleh dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui maupun yang memiliki gangguan fungsi organ

Pernyataan ke-12 seseorang sedang hamil dan menyusui ataupun yang mengalami gangguan fungsi organ boleh mengkonsumsi obat herbal, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 18. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal Boleh Dikonsumsi oleh Ibu Hamil dan Menyusui maupun yang Mengalami Gangguan Fungsi Organ

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar 80,61% (79 responden) cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa orang hamil dan menyusui bayi atapun mengalami gangguan fungsi organ boleh mengkonsumsi obat herbal, hal ini sangat berisiko. Menurut Harmanto dan Subroto (2007) menegaskan bahwa bila wanita hamil yang sedang sakit tidak boleh sembarangan minum obat herbal karena bisa mempengaruhi janin dalam kandungannya, karena dapat menyebabkan kecacatan janin atau mengalami keguguran. Hal ini juga senada dengan pernyataan dari Suhadi (2000) menyatakan bahwa penggunaan obat tradisional (dalam hal ini obat herbal) tidak boleh berlebihan terutama bila seseorang dalam keadaan hamil karena

dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Begitu juga untuk yang mengalami gangguan fungsi organ. Oleh karena itu, dalam penggunaan obat herbal tetap harus memperhatikan kondisi pengguna dan sebaiknya mengkonsultasikannya terlebih dahulu kepada dokter/apoteker ataupun dengan ahli obat herbal sebelum menggunakan obat herbal.

13.Pengetahuan responden mengenai obat herbal perlu dikonsultasikan Pernyataan ke-13 yaitu dalam membeli dan mengkonsumsi obat herbal perlu dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter/apoteker/ahli herbal, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 19. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal Perlu Dikonsultasikan Terlebih Dahulu pada Dokter/Apoteker/Ahli Herbal

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa dalam pembelian obat herbal perlu konsultasi terlebih dahulu pada dokter/apoteker/ahli herbal, dengan persentase sebesar 74,49% (73 responden). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memahami manfaat berkonsultasi pada dokter/apoteker ataupun ahli obat herbal sebelum membeli dan menggunakan obat herbal. Salah satu manfaat

berkonsultasi pada dokter/apoteker ataupun ahli obat herbal sebelum membeli dan menggunakan obat herbal adalah mencegah terjadinya pemilihan dan penggunaan obat herbal yang tidak tepat dan tidak rasional. Ini sesuai dengan pendapat Duke (2000) yang menegaskan bahwa pentingnya berkonsultasi lebih dahulu dengan dokter/apoteker ataupun ahli obat herbal sebelum membeli dan menggunakan obat herbal untuk mendapatkan obat herbal yang aman, tepat dan sesuai dengan kondisi kesehatan kita.

14.Pengetahuan responden mengenai obat herbal tidak boleh mengandung bahan kimia obat

Pernyataan ke-14 obat herbal tidak boleh mengandung bahan kimia obat, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 20. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal Tidak Boleh Mengandung Bahan Kimia Obat

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa obat herbal tidak boleh mengandung bahan kimia obat, dengan persentase sebesar 80,62% (79 responden). Hal ini menyatakan bahwa responden telah mengetahui dan memahami bahwa obat herbal tidak boleh mengandung bahan kimia obat. Hasil

penelitian ini sudah sesuai dengan Keputusan Kepala BPOM RI No: HK.00.05.41.1384 (2005) pasal 34 ayat 1 poin a yang menyebutkan bahwa obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan bahan kimia obat kedalam ramuan obat herbal memiliki risiko yang sangat tinggi di mana dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan konsumen.

15.Pengetahuan responden mengenai obat herbal boleh diminum bersama-sama obat modern (obat konvensional)

Pernyataan ke-15 pasien tidak tahu bahwa penggunaan obat herbal bersama-sama dengan obat modern aman, didapatkan distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 21. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal Boleh Diminum Bersama-Sama Obat Modern (Obat Konvensional)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan penggunaan obat herbal boleh bersama-sama dengan obat modern (obat konvensional) asal diberi jeda waktu minum, dengan persentase sebesar 77,55% (76 responden). Ini menunjukkan

bahwa sebagian besar responden belum mengetahui dan memahami bahwa dalam menggunakan obat herbal tidak boleh bersama-sama dengan obat konvensional (obat resep dokter maupun obat bebas). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Winata (2003) yang menyatakan bahwa meminum obat tradisional (dalam hal ini obat herbal) sebaiknya tidak dicampur dengan obat paten yang diberikan oleh dokter, kecuali ada saran khusus dari dokter tersebut. Harmanto dan Subroto (2007) juga menegaskan bahwa ketika herbal atau jamu dikonsumsi secara bersamaan dengan obat konvensional (obat resep dokter maupun obat bebas) mereka dapat berinteraksi didalam tubuh, menyebabkan perubahan kerja mereka dibandingkan bila digunakan secara terpisah. Selain itu, belum ada penelitian yang menyatakan tentang keamanan penggunaan herbal secara bersamaan dengan obat konvensional (obat resep dokter maupun obat bebas). Oleh karena, itu dalam menggunakan obat herbal tidak boleh bersama-sama dengan obat konvensional (obat resep dokter maupun obat bebas) meskipun diberi jeda waktu minum, karena dapat mempengaruhi kesehatan dan keefektivitasan pengobatan.

16.Pengetahuan responden tentang obat herbal merupakan jamu dalam bentuk sirup, kapsul, tablet atau pil

Pernyataan ke 16 responden tentang obat herbal merupakan jamu dalam bentuk sirup, kapsul, tablet, atau pil didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 22. Pengetahuan Responden tentang Obat Herbal Merupakan Jamu Dalam Bentuk Sirup, Kapsul, Tablet atau Pil

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan ke-16, maka dapat disimpulkan sebagian besar responden tahu bahwa obat herbal adalah jamu dengan bentuk sirup, kapsul, tablet atau pil, dengan persentase sebesar 75,51% (74 responden).

17.Pengetahuan responden mengenai obat herbal diminum bersama dengan obat konvensional selalu aman

Pernyataan ke-17 responden tidak tahu bahwa penggunaan obat herbal bersama-sama dengan obat konvensional itu selalu aman meskipun diberi jeda waktu minum, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 23. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal Diminum Bersama dengan Obat Konversional Selalu Aman

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan ke-17, maka dapat disimpulkan sebagian besar responden tidak tahu kalau penggunaan obat herbal bersama-sama dengan obat konvensional itu tidak selalu aman meskipun diberi jeda waktu minum, dengan persentase sebesar 75,51% (74 responden). Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus dalam penggunaan obat herbal bersama-sama dengan obat konvensional, karena penggunaan obat herbal bersama-sama dengan obat konvensional tidak selalu aman. Hal ini disebabkan karena tidak sedikit zat kimia yang berasal dari obat konvensional dapat berinteraksi dengan bahan penyusun didalam obat herbal. Ini dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan yang dapat mengancam kesehatan. Supardi (1997) menegaskan bahwa penggunaan obat akan menjadi tidak efektif bila tidak sesuai indikasi, kombinasi beberapa zat untuk satu keluhan dapat menyebabkan terjadinya interaksi baik searah maupun berlawanan arah.

Untuk mencegah/menghindari komplikasi yang mungkin terjadi, sangat dianjurkan untuk memberitahu dokter mengenai obat herbal yang digunakan dan bila dikehendaki penggunaan obat herbal bersama-sama dengan obat konvensional maka penggunaannya perlu dibawah pengawasan dokter/apoteker atau ahli obat herbal.

18. Pengetahuan responden mengenai obat herbal dapat dijadikan pengobatan alternatif

Pernyataan obat herbal dapat dijadikan pengobatan alternatif, didapat distribusi jawaban dari 98 responden adalah sebagai berikut.

Gambar 24. Pengetahuan Responden Mengenai Obat Herbal dapat Dijadikan Pengobatan Alternatif

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan bahwa obat herbal dapat dijadikan pengobatan alternatif, dengan persentase sebesar 74,49% (73 responden). Banyaknya responden yang setuju akan pernyataan tersebut menunjukan mereka mempercayai manfaat dari obat herbal.

Dokumen terkait