• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengangguran

2.2.3 Jenis Pengangguran

Jenis pengangguran ditinjau dari teori ekonomi makro dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu pengangguran sukarela (vouluntary

unemployment) dan pengangguran terpaksa (invouluntary unemployment).

Pengangguran sukarela adalah pengangguran yang bersifat sementara, karena mereka tidak mau bekerja pada tingkat upah yang berlaku dan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik atau lebih cocok. Pengangguran terpaksa adalah pengangguran yang terpaksa diterima oleh pencari kerja, walaupun pada tingkat upah yang berlaku sesungguhnya dia masih bersedia/ingin bekerja.

Jenis pengangguran ditinjau dari interpensi ekonomi, antara lain dapat berupa hal-hal berikut :

1. Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)

Pengangguran ini bersifat sementara, biasanya terjadi karena adanya kesenjangan waktu, informasi maupun karena kondisi geografis antara pencari kerja dan kesempatan (lowongan kerja). Mereka yang tergolong dalam kategori pengangguran sementara pada umumnya rela menganggur (vouluttary

unemployment) untuk mendapat pekerjaan.

Terdapat tiga golongan penganggur yang dapat diklasifikasikan sebagai pengangguran friksional, yaitu:

a. Tenaga kerja yang baru pertama kali mencari kerja. Setiap tahun terdapat golongan penduduk yang mencapai usia yang tergolong sebagai angkatan kerja. Di samping itu, pelajar dan sarjana yang baru menyelesaikan pelajarannya juga akan secara efektif mencari kerja.

b. Pekerja yang meninggalkan kerja dan mencari kerja baru. Ketika perekonomian mencapai tingkat kegiatan yang sangat tinggi, terdapat perusahaan yang mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan pekerja. Ini akan mendorong orang-orang yang sedang bekerja meninggalkan pekerjaanya, untuk mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan pribadinya atau untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi.

c. Pekerja yang memasuki lagi pasaran buruh. Terdapat golongan pekerja yang dahulu telah bekerja tetapi meninggalkan angkatan kerja, memutuskan untuk bekerja kembali. Golongan tenaga kerja ini dapat dilihat dari contoh berikut: seorang anak muda berhenti bekerja karena ingin meneruskan pelajarannya. Setelah tamat, ia mencari pekerjaan yang baru.

2. Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)

Pengangguran ini sifatnya mendasar, dimana pengangguran ini disebabkan adanya perubahan atau perkembangan teknologi dalam kegiatan ekonomi. Sehingga terjadi ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dengan yang dibutuhkan lapangan kerja. Dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural lebih sulit diatasi dibandingkan pengangguran friksional. Selain membutuhkan pendanaan yang besar untuk meningkatkan kualitas dan keterampulan tenaga kerja, juga dibutuhkan waktu yang lama. Bahkan untuk Indonesia, pengangguran

struktural merupakan masalah dimasa mendatang, jika tidak ada perbaikan kualitas SDM.

Penyebab timbulnya pengangguran struktural adalah:

a. Adanya perkembangan teknologi yang menyebabakan munculnya oengangguran teknologi.

b. Adanya kemunduran yang disebabkan persaingan dari luar negeri atau dari luar daerah. Pengangguran struktural yang disebabkan persaingan dari luar negeri banyak dialami oleh negara-negara maju. Untuk menghindari hal tersebut, maka negara tersebut akan membatasi impor barang-barang ke negara mereka.

c. Terjadinya kemunduran perkembangan ekonomi suatu kawasan sebagai akibat dari pertumbuhan yang pesat dari kawasan lain.

3. Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)

Pengangguran ini dipengaruhi oleh perubahan musim, biasanya bersifat sementara dan terjadi dalam jangka pendek secara berulang-ulang. Contohnya di sektor pertanian, di luar musim tanam atau musim panen akan terjadi pengangguran.

4. Pengangguran Siklikal (Cyclical Unemployment)

Pengangguran ini disebabkan adanya fluktuasi/siklus dalam perkembangn bisnis atau dikarenakan oleh kemerosotan perekonomian suatu negarra. Kemerosotan ekonomi bisa berasal dari dalam negeri dan bisa pula dari luar negeri, seperti: konsumsi, investasi, dan ekspor. Semuanya mendorong permintaan agregat lebih rendah dibandingkan penawaran agregat, dan ini menimbulkan resesi.

Dalam kondisi perekonomian, kesempatan kerja penuh atau full

employment sering disalahtafsirkan banyak orang. Banyak yang menganggap

bahwa hal it berarti dalam perekonomian tidak terdapat pengangguran –yaitu tenaga kerja dalam perekonomian tersebut sepenuhnya bekerja. Dalam analisis makroekonomi dan juga dalam praktek penggunaan istilah tersebut, kesempatan kerja penuh adalah keadaan di mana sekitar 95 persen dari angkatan kerja dalam suatu waktu tertentu semuanya bekerja. Pengangguran yang berlaku pada tingkat kesempatan kerja penuh ini dinamakan tingkat pengangguran alamiah atau natural rate of employment. Sebagian ahli ekonomi lebih suka menggunakan

istilah NAIRU atau Non-Accelerated Inflation Rate of Unemployment, yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih dapat diartikan sebagai tingkat

pengangguran yang tidak akan mempercepat tingkat inflasi untuk menggantikan

istilah natural rate of unemployment.

Maksud dari angka 95 persen merupakan suatu ukuran kasar saja dan pada hakikatnya mengatakan bahwa pengangguran dalam suatu perekonomian mencapai 5 persen, maka perekonomian tersebut sudah dapat dianggap mencapai kesempatan kerja penuh. Pengangguran sebesar 5 persen inilah yang dinamakan sebagai pengangguran alamiah atau NAIRU.

Pada parakteknya, tingkat pengangguran yang dinamakan tingkat pengangguran alamiah ini (i) berbeda di antara satu negara dengan negara lain, dan (ii) berbeda dalam satu negara pada periode yang berbeda. Ada negara yang menganggap bahwa pengangguran sebanyak 5 persensebagai ukuran untuk menentukan tingkat kesempatan kerja penuh atau terlalu tinggi dan mereka menginginkan tingkat yang lebih rendah –misalnya 3 atau 4 persen-. Tetapi ada

negara lain yang menganggap pengangguran 5 persen sebagai ukuran mencapai kesempatan kerja penuh terlalu rendah dan menganggap sudah dicapai pada tingkat pengangguran sebanyak 7 atau 8 persen.

Ahli-ahli ekonomi menganggap bahwa pengangguran friksional dan pengangguran struktural merupakan pengangguran yang wajar (oleh sebab itu kedua jenis pengangguran tersebut digolongkan sebagai natural unemployment, dan istilah ini mula-mula dekemukakan oleh Milton Friedman pada tahun 1968 – yang dianggap berlakunya tidak dapat dihindari. Inilah alasan para ahli ekonomi menganggap kesempatan kerja penuh telah tercapai apabila pengangguran dalam wujud pengangguran friksional dan struktural.

Ahli-ahli ekonomi klasik menganggap bahwa masalah pengangguran merupakan masalah yang bersifat sementara. Apabila masalah tersebut terjadi, menurut pendapat ahli-ahli ekonomi klasik, pasaran buruh akan membuat penyesuaian-penyesuaian sehingga akhirnya tingkat kesempatan kerja penuh akan tercapai kembali.

Gambar 2.4

Pandangan Klasik Mengenai Mekanisme Pasaran Tenaga Kerja

Tingkat Upah

W0 A E0

E1

NA N1 N0 Jumlah Tenaga Kerja

Kurva NDo menggambarkan kurva permintaan buruh asal, manakala kurva NS adalah kurva penawaran buruh. Dengan demikian pada mulanya tingkat upah riil adalah W0 dan jumlah buruh yang akan digunakan dalam kegiatan ekonomi

adalah N0. Misalkan, terjadi perubahan dalam kegiatan ekonomi yang

menyebabkan permintaan buruh berkurang menjadi ND1. Apabila upah tetap pada tingkat W0, akan terdapat kelebihan penawaran tenaga kerja sebanyak NAN0 akan

berlaku dalam perekonomian. Ahli-ahli ekonomi klasik berpendapat bahwa pengangguran dalam wujud ini akan menurunkan tingkat upah. Para penganggur akan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pekerjaan dan bersedia dibayar pada tingkat upah yang lebih rendah. Persaingan di antara penganggur akan menyebabkan penurunan upah riil dan pada akhirnya menciptakan keseimbangan pasaran tenaga kerja yang baru, yaitu di titik E1. Tingkat upah riil menurun

menjadi W1 dan perekonomian sekarang menggunakan hanya sebanyak N1 tenaga

Ns

ND0

ND1 W1

kerja, berbanding dengan N0 sebelum berlaku pengurangan dalam permintaan

tenaga kerja.

Menurut para ahli-ahli ekonomi klasik NAN0 bukanlah pengangguran

dalam pengertian yang digunaklan dalam masa kini. Kaum klasik menganggap bahwa pengangguran sebanyak NAN0 sebagai pengangguran sukarela. Mereka

merupakan tenaga kerja yang tidak mau bekerja pada tingkat upah riil sebanyak W1. Mereka hanya akan bekerja apabila upah sama dengan atau lebih tinggi dari

W0. Dengan demikian mereka tidak dapat digolongkan sebagai penganggur.

Dalam analisa modern, terdapat pengangguran yang melebihi pengangguran alamiah yang dikenal dengan pengangguran konjungtor yang terjadi sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat. Perubahan permintaan agregat dengan kesempatan kerja ditunjukkan pada grafik berikut.

Gambar 2.5

Pengangguran Konjungktur dan Sebab Berlakunya

P LRAS AS W1 N s E W0 A E0 E1 AD AD1 Y1 YF Y N1 N0 N

(a) Permintaan dan Penawaran Agregat (b) Pasaran Tenaga Kerja Grafik (a) menggambarkan permintaan dan penawaran agregat dalam perekonomian dan dimisalkan keseimbangan permulaan adalah di titik E dan

perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh. Grafik (b) menggambarkann keadaan di pasar tenaga kerja, di mana pada mulanya kesempatan kerja penuh tercapai pada keseimbangan di titik E0 –yang berarti jumlah tenaga kerja yang

digunakan adalah N0 dan tingkat upah nominal adalah W0.

Seterusnya, misalkan perbelanjaan masyarakat mengalami kemunduran, yang menyebabkan perubahan kurva permintaan agregat dari AD menjadi AD1.

Sebagai akibat dari perubahan ini keseimbangan di pasaran barang bergerak dari titik E menjadi E1 –yang berarti pendapatan nasional turun dari YF menjadi Y1 dan

tingkat harga turun dari P0 menjadi P1. Perubahan di pasar barang ini akan

mempengarugi pasar tenaga kerja. Kemerosotan permintaan agregat, yang menyebabkan penurunan harga dan pendapatan nasional akan mengurangi permintaan ke atas tenaga kerja. Perubahan ke atas tenaga kerja ini digambarkan oleh perpindahan permintaan tenaga kerja dan NDo menjadi ND1. Sebagai akibat dari perubahan ini, pada tingkat upah W0, penawaran tenaga kerja melebihi

permintaan sebanyak AE0. Berarti pada tingkat upah W0 sebanyak N1N0 tenaga

kerja akan menganggur.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, pengangguran ini akan menyebabkan penurunan tingkat upah. Golongan Keynesian berpendapat tingkat upah tidak akan mengalami perubahan, yaitu akan tetap sebesar W0 dan

menyebabkan perekonomian menghadapi pengangguran konjungtor sebanyak N1N0. Pengangguran seperti ini dinamakan juga sebagai pengangguran tidak

sukarela (Invouluntary unemployment).

Golongan Keynesian (dan Keyneseian baru) mengemukakan beberapa alasan yang menyebabkan mereka berkeyakinan bahwa pengangguran yang

berlaku tersebut tidak akan menurunkan tingkat upah dan mengembalikan keseimbangan di antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Adanya persatuan tenaga kerja merupakan salah satu alasan penting yang menyebabkan tingkat upah tidak akan turun walaupun pengangguran berlaku. Biasanya persatuan pekerja akan menolak permintaan majiikan untuk menurunkan tingkat upah. Kedua, kebanyakan negara-negara industry terdapat peraturan-peraturan mengenai upah minimum, yang membatasi kemungkinan penurunan upah untuk menjamin agar operasi mereka tetap efisien. Demi meningkatkan efisiensi, banyak perusahaan yang bersedia membayar gaji yang lebih tinggi kepada para pekerja yang baik dan efisien. Oleh sebab itu, walaupun terdapat pengangguran yang cukup besar, perusahaan-perusahaan tidaklah bergairah untuk menurunkan tingkat upah.

Selain beberapa jenis pengangguran yang telah dikemukakan di atas, jenis- jenis pengangguran di negara-negara sedang berkembang dapat juga dibedakan ke dalam beberapa bentuk sebagai berikut :

a. Pengangguran Terselubung

Apabila dalam suatu kegiatan perekonomian jumlah tenaga kerja sangat berlebihan, maka akan terjadi pengangguran terselubung atau pengangguran tidak kentara (disguished unemployment).

b. Pengangguran Terbuka

Pengangguran terbuka adalah mereka yang benar-benar sedang tidak bekerja, baik secara sukarela maupun karena terpaksa.

c. Setengah pengangguran

Setengah pengangguran adalah para pekerja yang jumlah jam kerjanya lebih sedikit dari yang sebenarnya mereka inginkan. Dapat juga diartikan sebagai orang yang ingin bekerja, namun belum dimanfaatkan secara penuh. Artinya jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam. d. Mereka yang nampak aktif bekerja, tetapi sebenarnya kurang produktif,

yaitu mereka yang tidak digolongkan dalam pengangguran terbuka atau terselubung, namun bekerja di bawah standar produktivitas optimal.

e. Mereka yang tidak mampu bekerja secara penuh, misalnya penyandang cacat, sebenarnya ingin bekerja penuh, akan tetapi hasratnya terbentur pada kondisi fidik yang lemmah dan tidak memungkinkan.

f. Mereka yang tidak produktif, yaitu mereka yang sesungguhnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan produktif, akan tetapi mereka tidak memiliki sumberdaya komplemen yang memadai untuk menghasilkan output; yang mereka miliki hanya tenaga, sehingga meskipun mereka sudah bekerja keras hasilnya tetap saja tidak memadai.

Dokumen terkait