Jenis-jenis Perjanjian:25
1. Perjanjian Sepihak
Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak
saja. Misalnya: perjanjian hibah. Dalam hibah ini, kewajiban hanya ada pada
orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan,
sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima
hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan, tanpa berkewajiban
apapun kepada orang yang menghibahkan.
2. Perjanjian Timbal Balik:
Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua
pihak yang membuat perjanjian. Jadi pihak yang berkewajiban melakukan
suatu prestasi juga berhak menuntut suatu kontra prestasi.26
Misalnya:
3. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama:
Perjanjian Bernama atau Khusus:
Perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku
ke tiga Bab V sampai dengan Bab XVIII. Misalnya: perjanjian jual beli, sewa
menyewa, hibah dan lain-lain.
Perjanjian Tidak Bernama:
Perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya:
perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan Agen, atau perjanjian kredit.
4. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian non obligatoir
Perjanjian Obligatoir:
Suatu perjanjian dimana mengharuskan atau mewajibkan seseorang membayar
atau menyerahkan sesuatu.
Perjanjian non obligatoir27
5. Perjanjian Konsensuil dan Perjanjian Riil
Perjanjian Konsensuil:
Perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak
yang membuat perjanjian.
yaitu perjanjian yang tidak mengharuskan seseorang
untuk membayar/menyerahkan sesuatu. Misalnya balik nama hak atas tanah.
Perjanjian Riil:
Perjanjian yang tidak hanya memerlukan kata sepakat, tetapi barangnya harus
6. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban28
Perjanjian Atas Beban:
Perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Misalnya: A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B
menyerahlepaskan suatu barang tertentu kepada A atauMisalnya: A
menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda
tertentu pula kepada A
Perjanjian Cuma-cuma:
Perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja.
Misalnya: hibah (schenking) dan pinjam pakai (Pasal 1666 dan 1740
KUHPerdata).
7. Perjanjian Formil:
Perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi Undang-undang
mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara
tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT.
Misalnya: jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus
dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.
8. Perjanjian Campuran:29
a) Perjanjian Penanggungan:
Suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si
berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si
berutang (debitur) manakala orang itu sendiri (debitur) tidak
memenuhinya (wanprestasi).
b)Perjanjian Standar/Klausula Baku:
Perjanjian yang mencantumkan klausul di dalam perjanjiannyadimana satu
pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan
membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar
janji atau perbuatan melawan hukum.
c) Perjanjian standar/baku dapat dibedakan dalam tiga jenis:
1. Perjanjian baku sepihak
Perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya
di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak
kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak
debitur. Misalnya: pada perjanjian buruh kolektif.
2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah
Perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah. Misalnya:
Dalam bidang agraria dapat formulir pengajuan akta hipotek.
3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat
Terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah
disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang
kepustakaan Belanda biasa disebut dengan “contract model”. Misal:
Surat Kuasa, Akte Pendirian.
d) Perjanjian Garansi:
Diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga,
dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan
tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang
telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk
menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini
menolak memenuhi perikatannya
Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Menurut pasal 1320 KUH Pdt, untuk sahnya perjanjian diperlukan 4
(empat) syarat, yaitu:30
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Komariah, SH, M.si menjelaskan syarat-syarat sahnya perjanjian sebagai
berikut:31
Ad.1) Dengan Sepakat dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari
dikehendaki oleh pihak yang lain. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu
perjanjian itu harus diberikan secara bebas.
Ad.2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Dalam pasal 1330 KUH Pdt
disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu:
a) Orang-orang yang belum dewasa
b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c) Orang perempuan yang telah kawin (dengan adanya UU No.1 Tahun
1974, ketentuan ini tidak berlaku lagi). Menurut pasal 330 KUH Pdt
belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun,
dan tidak lebih dahulu telah kawin. (Komariah175)
Ad.3) Suatu hal tertentu
sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian, menurut pasal 1320 KUHPerdata ialah
suatu hal tertentu. Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau
mengenai bendanya.
Ad.4) suatu sebab yang halal.
syarat keempat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPer adalah adanya
sebab (causa)yang halal.
Syarat no. 1 dan 2 yakni sepakat mereka yang mengikat dirinya dan
kecakapan membuat suatu perjanjian disebut “syarat subyektif”, karena syarat
tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orangnya (subyek huum
dalam perjanjian).