Sebuah minuman populer di Swedia yang berbahan arak adalah punsch, sering
JENIS TUAK
Tuak Beras
Tuak beras adlh sejenis minuman masyarakat Iban di Kalimantan. Biasanya tuak beras diolah dari sejenis beras yang disebut "beras pulut" (beras ketan). Beras tersebut akan direndam air di dalam tempayan yang disebut "Tajau". Proses tersebut akan mengambil waktu setidaknya dua minggu sebelum dapat diminum dan beras tersebut juga akan menjadi makanan yang disebut "tapai".
Namun saat ini proses pembuatan tuak beras berlainan sedikit, yaitu selain dibuat menggunakan beras ketan, juga dicampur dengan gula pasir supaya rasanya lebih manis. Biasanya tuak beras akan dihidangkan pada perayaan tertentu seperti perayaan Gawai Dayak, Gawai Hantu, Gawai Kenyalang dan sebagainya.
Selain dari masyarakat Iban, terdapat juga masyarakat lain seperti Bidayuh, Orang Ulu yang juga membuat tuak dengan cara mereka sendiri.
Tuak jenis ini memiliki kandungan alkohol yang cukup untuk membuat mabuk bila diminum berlebihan.
Tuak Nira
Tuak nira biasanya dihasilkan dari menyadap nira dari mayang (tongkol bunga) pohon enau atau nipah.
Mayang enau atau nipah akan dibiarkan akan menjadi buah, dipotong dan air manis yang menitik dari tandan yang dipotong itu akan dikumpulkan dalam wadah, biasanya buluh bambu.
Air nira yang terkumpul dan belum mengalami fermentasi tidak mempunyai kandungan alkohol dan biasa dijual sebagai minuman jajanan legen.
Bila dibiarkan, kandungan gula di dalamnya akan menjadi alkohol melalui proses fermentasi selama beberapa hari dengan kandungan alkohol sekitar 4%.
Tuak enau atau nipah ini dapat diminum selepas beberapa hari..
Biasanya tuak nira dihidangkan pada perayaan tertentu seperti pesta perkawinan.
Bila tuak enau atau nipah ini dibiarkan terlalu lama akan menjadi masam dan lama-kelamaan akan menjadi cuka secara alami tanpa mencampurkan bahan asing.
Nama-nama lain Tuak
Ada berbagai nama daerah untuk tuak, seperti:
1. Aljazair/Tunisia:
lāgmi [ˈlaːɡmi], baik untuk yang
mengandung alkohol maupun tidak. 2. Bangladesh:
তাড়ি taṛi, তা়ি়ু taṛu, tuak. 3. Kamboja:
Tuk tnout choo 4. Kamerun:
5. Republik Rakyat Cina:
棕榈酒 (diucapkan "zōng lǘ jiǔ") 6. Republik Demokratik Kongo:
malafu ya ngasi (Kikongo), masanga ya mbila (Lingala), vin de palme
7. Gabon: toutou 8. Gambia :
singer
9. Ghana doka:
nsafufuo, palm wine, yabra, dεha (diucapkan "der 'ha")
10. Guam: tuba 11. India:
(Tamil -கள்ளு-kallu) Kallu(കള്ള് - Kerala ), kali (daerah Karnataka dan Kerala berbahasa Tulu ), kaLLu-
ಕಳ್ಳು(Karnataka), Thati kallu తాటి కల్లు (Andhra Pradesh), Tadi (Bihar and Assam), Tãḍi (ତାଡ଼ି) (Odisha), Taadi (Marathi), toddy, tuak,[1] Tari, neera, তাড়ি/তা়ি়ু taṛi/taṛu (Bengal Barat), Tadi (Charwada)
12. Indonesia:
arak (tuak yang telah didistilasi),
tuak di Indonesia, khususnya Suku Batak, Sumatra Utara, di mana kedai tuak disebut lapo tuak.
Di Sulawesi Selatan (khususnya Tana Toraja) disebut ballo', dan di Sulawesi Utara saguer.
13. Kenya: Mnazi 14. Kiribati:
15. Libya:
lāgbi [ˈlaːɡbi].
Digunakan baik untuk yang mengandung alkohol maupun tidak.
16. Mali:
bandji, sibiji, chimichama 17. Malaysia:
kallu (கள்ளு), tuak[1] (Sarawak), toddy (Inggris), bahar (Kadazan/Dsun), goribon (Rungus)
18. Maladewa:
19. Myanmar: htan yay 20. Meksiko:
tuba (ditaburi kacang), berasal dari Filipina
21. Namibia:
omulunga, palm-wine 22. Nigeria:
Palm-wine, Palmy, Ukọt nsuñ, Mmin efik, Emu, Oguro, Tombo liquor, Mmanya ngwo, Nkwu enu, Nkwu Ocha.
23. Papua Nugini: segero, tuak
24. Filipina:
tubâ, soom, lambanog (tubâ yang di dEstilasi), bahal (Visaya)
25. Afrika Selatan: ubusulu 26. Seychelles: kalou 27. Sierra Leone: poyo 28. Srilanka:
Raa (Sinhala), kallu (Tamil), panam culloo
29. Timor Leste:
tuaka, tua mutin, (jenis brendi-nya disebut tua sabu)
30. Tuvalu:
kaleve (belum fermentasi),
kao (terfermentasi), atau dalam Bahasa Inggris, toddy
(belum fermentasi),
sour toddy (terfermentasi) 31. Vietnam:
rượu dừa;[1] ruou dua, coconut wine (Inggris)
N I R A
Nira adalah cairan yang manis yang diperoleh dari batang tanaman seperti tebu, bit, sorgum, mapel, atau getah tandan bunga dari keluarga palma seperti aren, kelapa, kurma, nipah, sagu, siwalan dan sebagainya.
Nira palma (bahasa India: neera) secara umum dalam bahasa Jawa dikenal sebagai legen (Jawa: legi, manis); namun nira kelapa juga dinamakan sajeng. Nira aren di Jawa Barat dikenal dengan sebutan “tuak amis.”
Nira dari aren mengandung gula antara
10%-15%. Cairan ini dapat diolah menjadi minuman segar, difermentasi menjadi tuak nira, dijadikan sirup aren, atau diolah lebih lanjut menjadi gula aren, gula semut dsb.
Enau atau Aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae)
Adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna.
Tumbuhan ini dikenal dengan pelbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan Semenanjung Malaya); kawung, taren (Sunda); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa- bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain.
Bangsa Belanda mengenalnya sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme.
Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.
Aren adalah tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang.
Kegunaan Enau atau Aren
Pohon enau menghasilkan banyak hal, yang
menjadikannya populer
sebagai tanaman yang serbaguna,terutama sebagai penghasil gula.
Nira dan Gula
Tongkol bunga jantan (kanan) dan yang disadap niranya (sebelah kiri).
Gula aren dijual dalam bentuk endapan padat, dengan cetakan batok kelapa.
Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning.
Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya.
Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes.
Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh.
Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.
Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair.
Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula gandu).
Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut.
Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer.
Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar- akaran {misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus)} atau sejenis manggis hutan (Garcinia) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.
Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka.
Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik.
Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus.
Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.
Kolang – Kaling
Buah aren dan kolang-kaling Buah aren (dinamai beluluk, caruluk dan lain-lain) memiliki
2 atau 3 butir inti biji (endosperma) yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras.
Buah yang muda intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal dan beracun.
Cara lainnya, buah muda dikukus selama tiga jam dan setelah dikupas, inti bijinya dipukul gepeng dan kemudian direndam dalam air selama 10-20 hari.
Inti biji yang telah diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai buah atep (buah atap) atau kolang-kaling.
Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak sebagai kolak. Teristimewa sebagai hidangan berbuka puasa di bulan Ramadhan.
Produk lain
Sebagaimana nipah dan rumbia, daun pohon enau juga biasa digunakan sebagai bahan atap rumah rakyat.
Pucuk daunnya yang masih kuncup (janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar sebagai daun kawung.
Lembar-lembar daunnya di Jawa Barat biasa digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah durian.
Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali, sementara dari lidinya dihasilkan barang anyaman sederhana dan sapu lidi.
Seperti halnya daun, ijuk dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk.
Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah, dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang, tali pancing dan senar gitar Batak.
Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam atau empulurnya.
Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai papan, kasau atau dibuat menjadi tongkat.
Empulur atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu, meski kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia.
Batang yang dibelah memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran air.
Dari akar dihasilkan serat untuk bahan anyaman, tali pancing atau cambuk.