• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEDUDUKAN JOINT VENTURE AGREEMENT DAN

A. Joint venture Agreement dalam perspektif Kitab Undang-

1. Joint ventureagreement sebagai suatu bentuk perjanjian

Menurut Subekti, bahwa perjanjian kerjasama hanya mempunyai daya hukum intern (ke dalam) dan tidak mempunyai daya hukum ke luar”.84

Agar suatu perjanjian kerjasama dapat berlaku mengikat bagi mereka yang mengadakannya, maka perjanjian kerjasama tersebut haruslah memenuhi

Yang bertindak ke luar dan bertanggung jawab kepada pihak ketiga adalah para sekutu itu sendiri secara pribadi. Dapat dikatakan bahwa pembagian keuntungan dan pemikulan kerugian di antara para sekutu diatur dalam perjanjiannya, yang tidak perlu diketahui oleh masyarakat umum.

Pada joint venture agreement, bentuk kerjasama ini telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan atas kesepakatan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam pernyataan tertulis yang dipandang sebagai bukti terciptanya suatu kerjasama. Perjanjian kerjasama tersebut dimaksudkan untuk saling menguntungkan kedua belah pihak yang mengadakannya. Keuntungan di sini adalah keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan sebagaimana yang disepakati dan sesuai dengan persentase yang telah diperjanjikan.

syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka mengakibatkan perjanjian tersebut dikatakan batal demi hukum atau dapat dimintakan pembatalannya melalui hakim.

Pasal 1319 KUH Perdata menentukan bahwa:

“Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada bab yang lalu”

Dari ketentuan Pasal tersebut, jelaslah bahwa apabila tidak terdapat suatu ketentuan yang mengatur tentang perjanjian yang mempunyai nama khusus, maka terhadap perjanjian tersebut berlakulah ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya sebagaimana yang diatur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian.

Demikian pula perjanjian kerjasama patungan (joint venture agreement) yang merupakan salah satu bentuk perjanjian umum. Terhadap perjanjian kerjasama ini juga berlaku ketentuan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian pada umumnya, karena tidak terdapat ketentuan yang mengatur tentang syarat syarat-syarat sahnya perjanjian secara khusus.

Adapun untuk sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah:

1. Adanya kesepakatan bagi para pihak yang mengikatkan diri

Dikaitkan dengan joint venture agreement, yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat joint venture agreement tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.

Kecakapan di sini artinya para pihak dalam joint venture agreement haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian. 3. Suatu hal tertentu

Hal tertentu maksudnya objek yang diatur dalam joint venture agreement

tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya joint venture agreement fiktif.

4. Suatu sebab yang halal.

Maksudnya isi joint venture agreement tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

2. Joint ventureagreement sebagai bentuk persekutuan perdata

Bentuk persekutuan perdata (burgelijke maatschap) sebagaimana yang diatur dalam Bab VII buku III KUH Perdata adalah persekutuan yang termasuk

dalam hukum perdata umum. Batasan yuridis tentang persekutuan dimuat dalam Pasal 1618 KUH Perdata yang dirumuskan sebagai berikut:

“Persekutuan adalah suatu persetujuan dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.85

a. Perjanjian konsensual, yaitu perjanjian yang terjadi karena adanya persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan

Menurut ketentuan Pasal 1618 KUH Perdata, persekutuan perdata itu didirikan atas dasar perjanjian. Menurut sifatnya perjanjian itu ada dua macam golongan, yaitu:

b. Perjanjian riil, yaitu perjanjian yang terjadi setelah adanya penyerahan barang (objek perjanjian) seperti dalam perjanjian pand (gadai) dan penitipan barang.

Sesuai dengan sifat persekutuan perdata yang tidak menghendaki terang-terangan, maka dalam perjanjian mendirikan persekutuan perdata, Pasal 1618 KUH Perdata itu tidak mengharuskan adanya syarat tertulis dimana perjanjian yang dimaksud bersifat konsensual, yakni dianggap cukup dengan adanya persetujuan kehendak atau kesepakatan (konsensus). Perjanjian ini mulai berlaku sejak saat perjanjian itu menjadi sempurna atau sejak saat ditentukan dalam perjanjian, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1624 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Menurut Chidir Ali bahwa perjanjian mendirikan persekutuan adalah perjanjian konsensuil, yaitu perjanjian yang terjadi karena adanya persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan sebelum ada tindakan-tindakan.

85

R. Subekti dan R Tjiptrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), hal. 378.

Jadi pada persekutuan, jika sudah ada kata sepakat para pihak (sekutu) untuk mendirikannya, maka persekutuan itu dianggap sudah ada.86

3. Hak dan kewajiban para pihak dalam joint ventureagreement

Dalam joint venture agreement, bentuk perjanjian kerjasamanya adalah merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.

Perjanjian kerjasama patungan (joint venture agreement) merupakan semacam persetujuan yang terang bersifat timbal balik, sebagaimana halnya dengan persetujuan-persetujuan lainnya, seperti sewa menyewa, tukar menukar dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam joint venture agreement, masing-masing pihak senantiasa mempunyai hak dan kewajiban.

Selain dari itu juga, pada umumnya dalam suatu perjanjian yang timbal balik selalu dapat dikatakan bahwa dalam tiap-tiap kewajiban yang dibebankan pada satu pihak telah tersimpul suatu kewajiban bagi pihak lain.

Dalam joint venture agreement, ditentukan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu keseimbangan. Joint ventureagreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa

joint venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk

memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut.

B. Joint venture Agreement dalam Perspektif Undang-undang Penanaman

Dokumen terkait