• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

2. Jual Beli dalam Islam a. Pengertian Jual Beli

Jual beli al-bay‟ (ع١جٌا) secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti.25

Sayyid Sabiq mengartikan jual beli (al-bay) neurut bahasa sebagai berikut :

خٌََدبَجٌُّْا ُكٍَْطُِ ًخَغٌُ ُٖبَْٕعَِ ُعْ١َجٌَْا

“Pengertian jual beli menurut bahasa adalah tukar – menukar secara mutlak”.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa jual beli menurut bahasa adalah tukar-menukar apa saja, baik antara barang

25

36

dengan barang, barang dengan uang, atau uang dengan uang. Pengertian ini diambil dari firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2) : 16

أُٛٔ بَو بَِ َٚ ُُُْٙر َسَجِّر ذَذِث َزبََّف َٜدٌٌُْٙبِث َخٍٍََّضٌٌاْا ُٚ َسَزْشٌا َٓ٠ِرٌٌَّا َهِىٌَ ُْٚأ

۞ َت٠ ِدَزُِْٙ

“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”

Dalam pengertian istilah syara‟ terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama mazhab sebagai berikut:

Ulama hanafiyah mendefinisikan jual beli dengan :

ٍص ُْٛص ْ َِ ٍْٗخ َٚ ٍََٝ ِيبٌَّْبِث ِيبٌَّْا ُخٌََدبَجُِ َُٛ٘ َٚ

,

َْ بَوبَِ ًَُّْشَ٠ ُيبٌَّْبَف

اًدْمَٔ َْٚأ بًراَذ

“Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta menurut

carayang khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang.”26

Menurut Imam Maliki jual beli adalah :

ٍحَّرٌَ ِخَعْزُِ َلا َٚ َعِفبََِٕ ِسْ١َ ٍََٝ ٍخَض َٚبَعُِ ُدْمَ ََُٛٙف

“ Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan”.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual beli adalah akad mu‟awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak,

26

37

yaitu penjual dan pembeli, yang objeknya bukan manfaat, yakni benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.27

Sedangkan Syafi‟iyah memberikan definisi jual beli adalah :

بً ْسَش َٚ

:

ِحَدبَفِزْسِلا ِْٟرلاْا ِِٗط ْسَشِث ٍيبَِّث ٍيبَِ َخٍََث بَمُِ ََُّّٓضَزَ٠ ُدْمَ

ٍحَدَّثَ ُِ ٍخَعَفَِْٕ َْٚأ ٍْٓ١َ ِكىٍِِْ

“ Jual beli menurut syara‟ adalah suatu akad yang mengandung tukar-menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya”.

Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai berikut :

ََ

ٍيبَِّث ٍيبَِ ُخٌَ َدبَجُِ ِع ْسَّشٌا ِٟف ِعْ١َجٌْا َْٕٝ

,

ٍخَدبَجُِ ٍخَعَفَِْٕ ُخٌََد بَجُِ َْٚأ

ٍض ْسَل َْٚأ بَث ِز ُسْ١َ ِدْ١ِثْأَّزٌا ٍََٝ

“ Pengertian jual beli menurut syara‟ adalah tukar menukar harta dengan harta, atau tukar – menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang.

Dengan kata lain, perjanjian jual beli adalah perjanjian dimana salah satu pihak berjanji akan menyerahkan barang obyek jual beli, sementara pihak lain berjanji akan menyerahkan harganya sesuai dengan kesepakatan diantara keduanya. Sedangkan menurut pengertian syariat, yang dimaksud jual beli adalah pertukaran harta

38

atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat tukar yang sah).28

b. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan Al- Qur‟an, sunnah dan ijma‟ para ulama.29

Dilihat dari aspek hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara‟, adapun dasar hukum dari Al- Qur‟an antara lain:

Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 :

أۚأَٛث ِّسٌا ََ َّسَد َٚ َعْ١َجٌْا ُ َّ ًََّدَأ َٚ

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alim dan lam dalam ayat tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bay yang dapat dijadikan referensi dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum, maka ia dapat dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang lainnya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras,

28

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia : Konsep, Regulasi dan

Implementasi, hal 40

39

bangkai, dan yang lainnya dari apa yang disebutkan dalam sunnah dan ijma para ulama akan larangan tersebut.30

Ditempat lain, Allah berfiman dalam QS. An-Nisa ayat 29 :

ًح َسَجِر َُْٛىَر َْأ َّلاِإ ًِِطَجٌْ بث ُُىَْٕ١َث ُُىٌَ ََِْٛأ ْاٍُُٛو ْأَرَلا ْإَُِٛاَء َٓ٠ِرٌَّا بَُّٙ٠َأَ٠

أُُْۚىِِّٕ ٍضا َسَر َٓ

۞بًّ١ ِد َز ُُْىِث َْبَو َ َّللَّبَّٔا أۚ ُُْىَسُفَٔأْاٍُُٛزْمرَلاٚ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.”

Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil berdasarkan ijma umat dan termasuk didalamnya juga semua jenis akad yang rusak yang tidak boleh secara syara‟ baik karena ada unsur riba atau jahalah (tidak diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak seperti minuman keras, babi, dan yang lainnya dan jika yang diakadkan itu adalah harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualian dalam ayat diatas adalah terputus karena harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual-belikan. Ada juga yang mengatakan istishna‟ (pengecualian) dalam ayat bermakna lakin (tetapi) artinya, akan tetapi, makanlah

40

dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan antara penjualan dan pembelian.31

Adapun dasar hukum dari sunnah antara lain : Hadist Rifa‟ah Ibnu Rafi :

َُّٞأ ًَِئُ٠ ٍَََُّس َٚ ِْٗ١ٍََ ُ َّ ٍََّٝص َِّٟجٌَّٕا ََّْأ ٍعِفا َز ِْٓث َخَ بَف ِز َْٓ

؟ ُتَ١طأ ِتْسَىٌْا

ًََل

:

ٍز ْٚ ُسْجَِ ٍعْ١َث ًُُّو َٚ ِِٖدَ١ِث ًُِج َّسٌا ًََُّ

Dari Rifa‟ah ibnu rafi bahwa Nabi SAW ditanya usaha apakah yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur ( Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Al-Hakim)

Hadist Ibnu Umar :

ٍَََُّس َٚ ِْٗ١ٍََ ُ َّ ٍََّٝص ِ َّ ُي ُْٛس َز َيبَل َيبَل َسَُّ ِْٓثا َِٓ

:

ُس ِج بَّزٌَا

ِخَِ بَ١ِمٌْا ََ َْٛ٠ ِءاَدَُّٙشٌا َعَِ ٍُُِْسٌُّْا ُْٓ١ِِ َ ْا ُق ُْٚدَّصٌا

Dari Ibnu Umar ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW: Pedagang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta para syuhada pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah)

Dari ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadist-hadist yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa jual beli merupakan pekerjaan yang halal dan mulia. Apabila pelakunya jujur, maka kedudukannya diakhirat nanti setara dengan para nabi, syuhada, dan shiddiqin.

41

Para ulama telah sepakat tentang dibolehkannya jual beli karena hal ini sangat dibutuhkan oleh umat manusia demi keberlangsungan hidupnya. Dengan jual beli, maka manusia saling tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, roda kehidupan ekonomi akan terus berjalan dengan baik karena apa yang dilakukan oleh mereka akan menguntungkan kedua belah pihak.

c. Rukun Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟. Dalam menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama.

Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu

ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan

menjual dari penjual). Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:32

1. Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain (penjual dan pembeli

2. Ada shighat ( lafal ijab dan Kabul )