• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

D. Bagi Sektor Lain

5. Jumlah Anak

Menurut Bailon (1978) dalam Sambas (2002) menyatakan bahwa Jumlah keluarga yang melebihi sumber daya suatu keluarga, akan menimbulkan berbagai masalah diantaranya ketidaktanggapan di dalam mengambil tindakan kesehatan.

Pada penelitian Raharjo (2003) didapat bahwa jumlah tanggungan anak merupakan faktor yang berhubungan dengan keaktifan ibu menimbangkan anak di posyandu.

6. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Penelitian Rogers (dalam Notoatmojo, 2005) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

Berdasarkan penelitian Pamungkas (2008) di Kelurahan Grabag Kabupaten Magelang terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu balita dengan kunjungan ibu keposyandu. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Paola (2011) bahwa pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap penimbangan balita di posyandu, dimana dikatakan sebelumnya bahwa penimbangan balita, merupakan indikator kunjungan balita ke posyandu.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Hartaty (2006) di Kelurahan Bara-Bara Makassar dari penelitian tersebut didapat bahwa tidak ada hubungan anatara pengetahuan ibu dengan kunjungan ibu ke posyandu

5. Sikap

Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku Allport dalam Notoatmodjo (1993), (b) Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (1993) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Fisbein dan Ajzen (1975) dalam Ismail (2008) memberi pengertian bahwa attitude atau sikap sebagai faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara yang konsisten, yaitu menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek yang diberikan. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan

mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

Menurut Hartaty (2006) ada hubungan antara sikap ibu dengan kunjungan ibu balita ke posyandu di Kelurahan Bara-bara Makassar. Penelitian yang dilakukan Pamungkas (2008) di Kelurahan Grabag Kabupaten Magelang juga terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan kunjungan ibu balita ke posyandu. Pada penelitian Paola (2011) di Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun terdapat pengaruh antara sikap dengan partisipasi ibu dalam penimbangan balita di posyandu.

6. Norma Subjektif

Norma subjektif ditentukan oleh dua hal, yaitu : belief seseorang tentang reaksi atau pendapat orang lain atau kelompok lain tentang apakah subjek perlu, harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku dan motivasi subjek untuk mengikuti pendapat orang lain tersebut dan motivation to comply berhubungan dengan kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki individu atau kelomok yang berpengaruh terhadap subyek yang bersangkutan. Norma subjektif juga diasumsikan dimiliki sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa suami, orang

tua, tokoh masyarakat, kader, petugas kesehatan dan sebagainya. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud. Significant others yang mungkin memengaruhi ibu untuk melakukan kunjungan ke posyandu yaitu :

a. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu persepsi mengenai bantuan berupa perhatian, penghargaan, informasi nasehat maupun materi yang diterima ibu balita dari anggota keluarga untuk membawa balitanya pada kunjungan ke posyandu.

Dari penelitian Purnamasari (2010) menyatakan terdapat hubungan antara dukungan keluarga terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu di wilayah kerja puskesmas keboan, ngusikan jombang.

b. Dukungan Kader

Pelaksana posyandu adalah kader kesehatan. Kader posyandu merupakan seseorang yang berasal dari anggota masyarakat setempat, bisa membaca dan menulis huruf latin, berminat menjadi kader, bersedia bekerja sukarela serta memiliki kemampuan dan waktu luang. Dukungan kader bila dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan cakupan posyandu, peran kader dalam kegiatan posyandu sangat penting mulai dari persiapan posyandu, pelaksanaan posyandu dan juga melaksanakan kegiatan di luar posyandu untuk meningkatkan kunjungan ibu ke posyandu (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan penelitian Abdul (2010) dukungan dari kader berpengaruh terhadap partisipasi ibu ke posyandu. Hasil penelitian Sambas (2002) diperoleh pembinaan memilki hubungan yang bermakna dengan kunjungan ibu balita keposyandu.

c. Petugas Kesehatan

Setiap program dengan sasaran masyarakat khususnya program posyandu tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti tentang pentingnya posyandu. Oleh sebab itu sangat diperlukan adanya peran serta dan dukungan dari petugas kesehatan dalam menunjang keberhasilan tersebut.

Berdasarkan penelitian Abdul (2010) dukungan dari petugas mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu dalam membawa balitanya ke posyandu. Hasil penelitian Sambas (2002) diperoleh Bimbingan petugas memiliki hubungan yang bermakna dengan kunjungan ibu balita ke posyandu.

d. Dukungan Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat atau sumber daya manusia (SDM) di masyarakat, yaitu semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat yang bersifat formal dan non formal yang merupakan kekuatan besar dan mampu menggerakkan masayarak dalam tiap pembangunan.

Dukungan dari tokoh masyarakat di posyandu adalah memberi dukungan kebijakan, sarana, dana penyelenggaraan posyandu, menaungi dan membina kegiatan posyandu dan menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam kegiatan posyandu.

7. Percievied Behavioral Control

Ajzen (1985) mendefenisikan percievied behavioral control sebagai suatu acuan yang menunjukkan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang dalam intensi berperilaku. Acuan atau keyakinan (belief) dapat diakibatkan oleh pengalaman masa lalu dengan tingkah laku, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, tetapi juga di pengaruhi oleh informasi yang tidak langsung yang diperoleh dengan mengobservasi pengalaman orang yang dikenal. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. PBC dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui intensi. Jarak rumah ke posyandu, kelengkapan fasilitas posyandu, kepemilikan KMS dan jumlah kader yang hadir pada saat hari buka posyandu merupakan sumber yang dapat menjadi faktor pendukung dan penghambat bagi ibu untuk mempunyai intensi melakukan kunjungan ke posyandu.

Kemudahan akses ke sarana pelayanan kesehatan berhubungan dengan beberapa faktor penentu, antara lain jarak tempat tinggal dan waktu tempuh ke sarana kesehatan termasuk posyandu (Depekes RI, 2008). Jarak yang dimaksud disini adalah jauh dekatnya jarak dari rumah atau tempat tinggal ke tempat pelayanan kesehatan / posyandu.

Dari beberapa hasil penelitan didapatkan bahwa jarak berkontribusi terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu. Berdasarkan hasil penelitian Abdul (2010) di Kota subussalam menyatakan bahwa jarak mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu ke posyandu. Menurut Rinaldy (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Ibu Balita pada Kegiatan Posyandu di Kabupaten Kepulauan Riau”, salah faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu balita pada kegiatan di posyandu adalah faktor jarak ke rumah ke posyandu. Dari hasil penelitian Pinardi (2003) menyatakan bahwa jarak posyandu tidak berhubungan dengan kehadiran ibu-ibu balita ke posyandu di wilayah puskesmas Lerep Kabupaten Semarang.

Sebelum pelaksanaan posyandu petugas kesehatan dengan bantuan kader mempersiapkan perlengkapan dan kebutuhan sarana berupa KMS/Buku KIA, alat timbang (dacin dan sarung). Pita LILA, obat gizi (kapsul vitamin A, tablet tambah darah, oralit), alat bantu penyuluhan, buku pencatatan dan pelaporan lainnya. (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data riskesdas Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 ada tiga alasan rumah tangga (RT) tidak memanfaatkan pelayanan psoyandu yaitu layanan tidak lengkap, letak jauh dan tidak ada posyandu dan persentase terbanyak adalah pada alasan pelayanan tidak lengkap (43,6%).

Bayi yang dibawa ke puskesmas atau posyandu mendapat kartu menuju sehat atau buku kesehatan ibu dan anak (buku KIA), yang mencatat petumbuhan, pemberian minum dan makananan, serta imunisasi yang diperoleh. KMS disimpan oleh ibu untuk memonitor pertumbuhan dan keadaan kesehatan balitanya, tapi tidak

semua ibu meyimpan KMS, disamping tidak semua ibu membawa balitanya ke posyandu dan diantara yang datang ke tempat pelayananan kesehatan tidak semua mendapat KMS (Depkes RI, 2008). KMS digunakan sebagai alat penyuluhan gizi kepada orang tua berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya (Depkes RI, 2006). Di Sumatera Utara berdasarkan data Riskesdas 2007 ada 32% balita tidak mempunyai KMS, 48% punya KMS tetapi tidak dapat menunjukkannya dan hanya 18% yang dapat menunjukkannya dan persentase balita yang ibunya dapat menunjukkan KMS turun seiring naiknya umur anak. Pada penelitian Sambas (2002) Kepemilikan KMS merupakan variabel yang secara statistik berhubungan bermakna dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Bojongherang Kabupaten Cianjur.

Menurut Depkes RI (1997) dalam Sambas (2002) jumlah kader aktif adalah jumlah kader posyandu yang bertugas pada waktu posyandu buka. Dari beberapa indikator penentu jenjang antar strata posyandu salah satunya adalah jumlah kader. Kader yang bertugas pada posyandu purnama dan mandiri berjumlah 5 orang yang bertugas pada meja I sampai meja IV. Posyandu akan mencapai strata posyandu mandiri sangat tergantung pada kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta tanggung jawab Kader, PKK, LPM sebagai pengelola mayarakat sebagai pemakai dari pendukung posyandu (Wahyuningsih, 2009). Berdasarkan penelitain Pinardi (2003) Bahwa jumlah kader mempunyai hubungan dengan kehadiran ibu-ibu balita di posyandu pada puskesmas lerep Kabupaten Semarang.

8. Intensi (Niat)

Menurut Fisbein dan Ajzen (1975) intensi didefenisikan sebagai dimensi probabiltas lokasi subjektif seseorang yang menghubungkan antara diri orang tersebut dengan suatu tindakan tertentu. Intensi perilaku manusia dibentuk oleh tiga komponen, yaitu : sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control. Sikap merupakan kumpulan belief dan evaluasi seseorang terhadap belief tersebut. Sedangkan norma subjektif terdiri dari sejumlah orang yang dianggap penting

(significant others) dalam menganjurkan atau melarang seseorang terhadap intensi berperilaku dan sejauh mana seseorang mematuhi anjuran dan larangan tersebut. Sementara perceived behavioral control terdiri dari beberapa kondisi yang dipersepsikan seseorang sebagai faktor yang mendorong atau menghambat dalam menampilkan perilaku tertentu.

Berdasarkan penelitian Purnamasari (2010) bahwa niat tidak berhubungan dengan keaktifan ibu balita ke posyandu.

2.2 Landasan Teori

Gambar 2.4 Theory of Planned Behavior Ajzen (1991)

2.3 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian Attitude Toward The Behavior Subjective Norms Perceived Behavior Control Intention Behavior Sikap Norma Subjektif Perceived Behavior Control Intensi Kunjungan Balita ke Posyandu

BAB 3