• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya, dengan target 1 propinsi

Dalam dokumen LAKIP BPPT 2015 LAKIP BPPT 2015 (Halaman 83-93)

Target Akhir: Mendukung Kemandirian

3. Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya, dengan target 1 propinsi

Tabel 3.12.

Sasaran Strategis, IKU, Target, Program/Kegiatan, Capaian Kinerja Outcome Sasaran Strategis

Meningkatnya kemandirian bangsa melalui inovasi dan layanan teknologi Indikator Kinerja Utama (IKU)

Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya. Target : 1

Penjelasan IKU

1 propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya (Propinsi Riau; untuk bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan)

Program / Kegiatan Capaian Kinerja Outcome Bukti Pendukung

Pengkajian dan Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca; Layanan Jasa Teknologi Modifikasi Cuaca (PNBP) Berkurangnya berbagai resiko/potensi kerugian akibat bencana asap karhutla di Propinsi Riau.

Selain itu, juga terdapat beberapa propinsi terdampak bencana asap karhutla lainnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, yaitu di :

1. Sumatera Selatan; 2. Jambi; 3. Kalimantan Barat; 4. Kalimantan Tengah; dan 5. Kalimantan Selatan. • Nota Kesepahaman No.:MoU. 33/SU/BNPB/II/2015 (TMC Asap Riau) • Nota Kesepahaman No.:MoU. 118A/SU/BNPB/VI/2015 (TMC Asap P.Sumatera dan Kalimantan) • Piagam Penghargaan dari Gubernur Riau • Dokumen Testimoni dari

BNPB

• Foto-foto kegiatan dan pemberitaan media

Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) didefinisikan sebagai usaha campur tangan manusia dalam mengelola sumberdaya air di atmosfer untuk menambah curah hujan atau mengurangi intensitas curah hujan pada

Keunggulan teknologi ini terletak pada kemampuan mengelola potensi atmosfer sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat kepada kegiatan usaha, sosial, kesehatan dan lainnya bagi masyarakat yang terpengaruh oleh potensi alami tersebut. Pelaksanaan pelayanan TMC ini merupakan bagian dari salah satu peran lembaga BPPT, yaitu sebagai lembaga pemberi solusi teknologi. Pelayanan jasa TMC yang secara operasional dikerjakan oleh UPT Hujan Buatan BPPT di tahun 2015 dilaksanakan dalam rangka mendukung pengelolaan sumberdaya air untuk kebutuhan PLTA (energi) dan irigasi (pangan) serta untuk mengatasi bencana asap kebakaran hutan dan lahan serta bencana kekeringan sebagai dampak fenomena iklimEl Ninokuat yang terjadi pada tahun 2015.

Ancaman kekeringan yang disertai dengan realita lapangan bahwa telah terjadi penurunan jumlah cadangan air pada waduk-waduk PLTA di Indonesia sebagai dampak El Nino kuat, khususnya ketika memasuki musim kemarau, pada prosesnya menjadi dasar bagi instansi terkait berkoordinasi dengan BPPT dalam merencanakan dan melaksanakan penerapan TMC. Dalam konteks demikian, UPT Hujan Buatan BPPT melayani permintaan sejumlah pihak pengelola waduk dari sektor BUMN/swasta untuk mengisi dan menambah cadangan air waduk yang mengalami defisit air. Beberapa kegiatan pelayanan jasa TMC yang telah dilakukan TMC kepada sektor swasta/BUMN di tahun 2015 antara lain:

1) Pelayanan Jasa TMC kepada PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tegah (WKSKT) Sektor Pembangkitan Barito untuk pengisian Waduk PLTA Ir. PM Noor di Kalimantan Selatan,

2) Pelayanan Jasa TMC kepada PT. PLN (Persero) Wilayah Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (KITSBU) Sektor Pekanbaru untuk pengisian Waduk PLTA Kota Panjang di Riau dan Waduk PLTA Singkarak di Sumatera Barat, dan

3) Pelayanan Jasa TMC kepada PT VALE untuk pengisian Danau Towuti dan Danau Mahalona di DAS Larona, Sulawesi Selatan.

Gambar. Kegiatan Pelayanan Jasa TMC di DAS PLTA Kota Panjang (Riau)

Selain kegiatan pelayanan jasa TMC untuk pengisian waduk yang melayani pengguna jasa dari sektor BUMN/swasta, UPT Hujan Buatan BPPT juga telah memberikan kontribusi kepada sektor Pemerintah dalam hal penanganan darurat bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi sebagai dampak fenomena El Nino kuat yang terjadi di tahun 2015. Dampak El Nino yang sudah mulai terasa sejak awal tahun 2015 telah menyebabkan sejumlah daerah mengalami kekeringan dan memicu sejumlah bencana hidrometeorologi. Jenis bencana yang paling massif adalah bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sejak periode akhir bulan Februari di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan dan terus berlanjut hingga bulan November 2015.

(enam) propinsi di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan untuk tujuan penanggulangan bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan secara kontinyu sejak periode bulan Maret hingga November 2015, sebagaimana terinci dalam Tabel berikut:

Tabel 3.13.

Daftar kegiatan layanan jasa TMC Penanggulangan bencana kabut asap karhutla tahun 2015

NO. LOKASI

(PROPINSI) WAKTU PENGGUNA JASA

1. Riau 2 Maret - 30 April 2015; dan 22 Juni - 20 November 2015 BNPB, Kementerian LHK, PemProv. Riau, PemProv.SumSel, PemProv. Jambi, PemProv. KalBar, PemProv. KalSel dan PemProv. KalTeng 2. Sumsel 8 Juli - 24 November 2015

3. Kalbar 11 Agustus - 07 November 2015 4. Jambi 13 September - 10 November 2015 5. Kalsel 15 Oktober - 12 November 2015 6. Kalteng 15 Oktober - 12 November 2015

Upaya TMC untuk penanggulangan bencana asap kebakaran hutan dan lahan dipandang sebagai salah satu upaya yang paling efektif karena dapat langsung mematikan nyala api sebagai penyebab kemunculan kabut asap. Terlebih untuk kebakaran yang terjadi pada lahan gambut dengan kedalaman tertentu, sangat sulit untuk dipadamkan jika hanya melalui upaya operasi darat. Satu-satunya cara yang paling efektif untuk dapat memadamkan titik kebakaran pada lahan gambut adalah dengan siraman air hujan yang dapat dimaksimalkan melalui upaya TMC. Selain untuk mengurangi jumlah titik api (hotspot), pelaksanaan TMC juga bertujuan untuk menjaga visibility (jarak pandang) di bandara dan juga menjaga Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) untuk memperbaiki kualitas udara bagi kesehatan masyarakat.

Tabel 3.13 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 6 propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya. Capaian kinerja ini melebihi dari target yang telah yang telah ditetapkan, yaitu hanya 1 propinsi, yaitu Riau. Hal ini dikarenakan walaupun fokus utama kegiatan Penanggulangan bencana kabut asap karhutla tahun 2015 adalah pada propinsi Riau, namun munculnya fenomena El Nino kuat di tahun 2015 yang menyebabkan terjadinya bencana kekeringan dalam skala luas, sehingga frekuensi permintaan TMC dari sejumlah pihak cukup tinggi.

Foto kejadian hujan yang memadamkan sejumlah titik api sumber asap. (Foto diambil dari pesawat, saat melakukan misi penyemaian awan).

Selain penyemaian awan dari udara yang dilakukan oleh pesawat terbang, untuk menjaga visibility (jarak pandang) di sekitar lingkungan Bandara juga dilakukan dari darat menggunakan alat Ground Mist

Generator. Ground Mist Generator (GMG) adalah perangkat untuk

menghasilkan partikel renik yang bersifat higroskopik untuk memodifikasikan atmosfer dan awan yang berada di dalamnya. Sistem GMG ini dioperasikan dengan menggunakan bahan semai garam CaCl2

yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0.0067 kg/liter (1 kg/150 liter pelarut air).

Proses modifikasi cuaca dengan GMG terlaksana melalui 2 (dua) mekanisme. Pertama, penguapan partikel renik menyisakan partikel yang terlarut menjadi inti kondensasi awan. Kedua, tetes cairan yang tersebar di atmosfer diharapkan memerangkap asap yang berasal dari hasil kebakaran hutan dan lahan.

sebagai zat terlarut adalah untuk meningkatkan tegangan permukaan dari cairan/larutan sehingga tidak mudah menguap dan efektif. Selain itu, adanya ion-ion ini yang terlarut juga berperan secara kimia untuk mendestabilkan koloid asap agar lebih mudah berkoagulasi. Semakin tinggi konsentrasi zat/bahan terlarut, diharapkan semakin tinggi efektivitas dan kinerjanya. Akan tetapi, sebagai bahan semai penipisan yang di gunakan pada system GMG ini, konsentrasi tidak lebih dari 5% untuk GMG sistem Nozle.

Foto alatGround Mist Generatordengan sistem Nozle

Efektivitas TMC dalam skema mitigasi bencana asap karhutla dapat dijelaskan sebagai berikut:

Teknologi Modifikasi Cuaca merupakan intervensi manusia pada proses pembentukan hujan di dalam awan. Hasil intervensi ini, proses di dalam awan akan menjadi lebih efisien daripada proses berjalan secara alami, yaitu proses tumbukan dan penggabungan antara tetes awan dengan partikel bahan semai yang telah berubah dari padatan menjadi cairan. Intervensi dilakukan dengan menginjeksikan bahan yang disebut bahan semai(seeding agent)ke dalam awan.

Pada lapisan tinggi, uap air pada udara yang lembab mengembun pada inti-kondensasi menjadi tetes awan yang sangat kecil dan kumpulannya terlihat sebagai bentuk awan. Secara alami, inti-kondensasi banyak terdapat di atmosfer. Melalui proses di dalam awan dan didukung oleh

awan, maka awan berkembang menjadi besar membentuk awan hujan dan kemudian menghasilkan hujan.

Ketika berlangsung kebakaran hutan, atmosfer sangat sedikit mengandung uap air. Selain itu, terbakarnya biomasa menyebabkan populasi atau jumlah inti-kondensasi di atmosfer meningkat lebih dari 300%. Kondisi ini menimbulkan kompetisi (persaingan) memperebutkan uap air yang saat itu jumlahnya tidak besar. Keadaan ini menyebabkan sangat sulit terbentuk awan. Kalaupun ada awan, awan ini tidak dapat berkembang besar.

Namun demikian kondisi atmosfer selalu berubah. Peluang munculnya awan hujan di dekat atau di atas daerah kebakaran hutan tetap ada, dan ini hanya bisa diketahui melalui pemantauan terus menerus kondisi atmosfer di sekitar daerah target (sasaran). Bila di atas suatu daerah kebakaran atmosfernya berubah menjadi mendukung (favourable) yaitu dengan masuknya masa udara lembab, awan-awan di daerah ini akan tumbuh dan berkembang. Pada kondisi seperti inilah peran TMC sangat efektif, yaitu meningkatkan intensitas hujan, meluaskan daerah hujan dan memperpanjang durasi (lama) hujan.

Secara ringkas, efektivitas TMC untuk penanggulangan bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Tidak ada teknologi apapun yang mampu memadamkan kebakaran lahan dan hutan dalam eskalasi yang luas, kecuali oleh siraman hujan.

2) Dalam kondisi asap pekat, asap bukan hanya berbahaya bagi manusia. Asap pekat juga “tidak bersahabat” terhadap proses terjadinya hujan dalam 2 (dua) hal:

a) Asap pekat menghalangi radiasi masuk ke permukaan bumi. Akibatnya suhu permukaan bumi tidak cukup hangat untuk membuat labil profil vertikal temperatur udara. Padahal profil vertikal temperatur udara yang labil inilah yang menjadi media

b) Ketika ada awan di suatu wilayah yang asapnya pekat (umumnya awan di sini berasal dari daerah lain yang terbawa angin, dalam istilah meteorologi disebut adveksi), maka asap pekat akan berebut uap air dan butiran awan sehingga awan akan selalu berada dalam fase mula. Awan dalam fase mula ditandai dengan butir-butir awan berukuran kecil. Akibatnya, proses hujan akan sangat sulit terjadi. Sebagai informasi, asap pekat kebakaran lahan dan hutan didominasi oleh partikel sangat kecil berukuran kurang dari 2 mikron sebanyak sekitar 2000 butir/cm3.

TMC atau hujan buatan akan berperan penting dalam meningkatkan efisiensi proses hujan karena mampu mengubah awan yang berada pada fase mula memasuki fase dewasa hingga matang. TMC dilakukan dengan menaburkan bahan semai higroskopis berukuran besar (UGN: Ultra Giant Nuclei, 10-50 mikron). Hadirnya bahan semai ini akan meningkatkan efisiensi tumbukan dan penggabungan (collision and

coalescence), yang merupakan kunci terjadinya proses hujan pada awan

hangat yang sering tumbuh di daerah tropis. Sebagai informasi, awan pada fase mula memiliki efisiensi tumbukan dan pengabungan di bawah 10%. Sementara itu, penyemaian awan mampu meningkatkan efisiensi menjadi sekitar 80%.

Testimoni Presiden Joko Widodo atas kontribusi TMC dalam upaya pemadaman asap karhutla, saat beliau mengunjungi Posko Penanganan

Bencana Asap di Jambi

Capaian kinerja BPPT untuk Indikator Kinerja Utama : Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya, dengan target 1 (satu) propinsi adalah sebagai berikut :

Perbandingan antara target dan realisasi kinerja tahun ini Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100% Target = 1 Propinsi x 100% = 100% 1 Propinsi

Tabel 3.14

Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja IKU 5

Indikator Kinerja

Target Realisasi % Program/

Kegiatan Mitra Jumlah propinsi yang menurun tingkat risiko bencananya 1 1 100 PPT Teknologi Modifikasi Cuaca BNPB, BMKG, TNI-AU, Kementerian LHK, Kementerian Pertanian, Pemerintah Provinsi Riau, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng dan Kalsel, PT Pelita Air Service

Analisis Penyebab Keberhasilan atau Peningkatan Kinerja

• Munculnya fenomena El Nino kuat di tahun 2015 yang menyebabkan terjadinya bencana kekeringan dalam skala luas, sehingga frekuensi permintaan TMC dari sejumlah pihak cukup tinggi.

• Profesionalisme UPT Hujan Buatan BPPT dalam menjalankan operasi TMC, sehingga hasil pelaksanaan TMC kerap kali mampu memberikan kepuasan bagi para pengguna jasanya. • Hingga saat ini, UPT Hujan Buatan BPPT merupakan pelaku

tunggal operator TMC di Indonesia, tidak/belum ada pesaing (kompetitor) lain yang melayani jasa serupa.

• Nilai manfaat hasil TMC yang sudah mulai bisa dipahami oleh sejumlah pengguna jasa (khususnya dari para pengelola waduk PLTA dan irigasi), sehingga mereka mulai menerima konsep TMC dalam skema praktek pengelolaan sumberdaya air yang mereka rencanakan. Dalam hal ini, TMC tidak harus semata-mata hanya perlu dilakukan saat mengalami defisit air, tetapi lebih kepada untuk menjaga ketersediaan air secara optimal agar mampu menghasilkan produksi listrik maupun pasokan air irigasi secara maksimal dan kontinyu.

3.1.3. Pengukuran Capaian Kinerja Sasaran Strategis 3

Pengukuran capaian Sasaran Strategis 3 (SS 3) yaitu Meningkatnya tata kelola pemerintahan yang baik untuk mendukung inovasi dan layanan teknologi, dengan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target sebagai berikut :

1. Meningkatnya prosentase kualitas SDM Perekayasa dan Litkayasa nasional, dengan target 5%

2. Meningkatnya produktivitas/nilai tambah industri mitra pengguna, dengan target 2%.

Penjelasan Capaian masing-masing IKU adalah sebagai berikut:

1. IKU 6 : Meningkatnya prosentase kualitas SDM Perekayasa dan

Dalam dokumen LAKIP BPPT 2015 LAKIP BPPT 2015 (Halaman 83-93)

Dokumen terkait