• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.5 Jumlah tanggungan keluarga a.Jumlah tanggungan keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan dari rumah tangga tersebut, baik itu saudara kandung maupun saudara bukan kandung yang tinggal dalam satu rumah tetapi belum memiliki pekerjaan/ penghasilan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia dan menganggap anak adalah suatu investasi di masa depan. Anggapan “ Banyak anak maka banyak pula rezeki yang datang” masih membudaya dipikiran orang Indonesia. Meskipun peningkatan penghasilan digunakan untuk menambah jumlah anaknya, akan tetapi lebih baik peningkatan penghasilan digunakan untuk menambah kualitas anaknya melalui pendidikan. Sehingga ada kesempatan bagi anak untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik dari pada orang tuanya di masa depan. Karena semakin banyak jumlah tanggungan keluarga semakin besar pula kebutuhan yang dipenuhi. Sehingga terjadilah penerimaan pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga tersebut berada dalam keadaan tidak seimbang atau miskin (Todaro, 1987 : 219). Para ahli ekonomi pada umumnya sependapat bahwa perkembangan jumlah penduduk

dapat menjadi suatu faktor pendorong maupun penghambat dalam pembangunan ekonomi.

Leibenstein mengatakan baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun negara yang sudah maju biasanya orang tua senantiasa mengambil keputusan secara rasional dalam menambah anggota keluarganya, keinginan untuk menambah anggota keluarga akan timbul bila biayanya lebih kecil dibandingkan rasa kepuasan. Leibenstein membedakan tipe manfaat orang tua menambah pendapatan keluarga yaitu : sebagai kegembiraan pribadi, pembantu produktif untuk menambah pendapatan keluarga dan sumber potensial untuk menjamin kehidupan orang tua dimasa mendatang. Ketiga manfaat itu harus dibandingkan dengan biaya konsumsi yang akan dikeluarkan. Bertambahnya anggota keluarga akan meningkatkan jaminan hari tua untuk orang yang berpendapatan tinggi (Rachyan, 2011:26).

b. Pengaruh Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap Curahan Jam Kerja Anak Dalam pengertian sebenarnya keluarga merupakan keluarga inti yang anggotanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum menikah. Tapi dalam suatu keluarga tidak menutup kemungkinan jumlah anggota keluarga menjadi lebih besar dari jumlah seharusnya karena bisa saja anggota keluarga yang lainnya hidup dalam satu rumah, misalnya orang tua atau mertua, keponakan, menantu atau orang lain yang termasuk sanak saudara yang akhirnya jumlah anggota keluarga menjadi lebih banyak (Koentjoroningrat, 1991:110 ). Besarnya tanggungan keluarga tanpa pendapatan yang memadai membatasi kemampuan keluarga untuk menyediakan dana pendidikan anak-anak. Berarti kebanyakan anak di negara berkembang seperti Indonesia tidak memperoleh pendidikan yang cukup. Banyak diantara mereka taraf pendidikannya relatif rendah. Jadi jumlah tanggungan keluarga sangat berkaitan dengan keadaan perekonomian suatu keluarga tersebut.

Selain itu masyarakat Indonesia masih mempercayai hukum adat yang berarti “Banyak anak banyak rezeki”. Maka kebanyakan dari mereka menganggap anak sebagai investasi keluarga di masa mendatang. Meskipun demikian, peningkatan penghasilan akan membuat suatu keluarga lebih mampu menambah

jumlah anaknya, akan tetapi lebih baik apabila peningkatan penghasilan orang tua digunakan untuk menambah kualitas pendidikan anaknya. Sehingga ada kesempatan bagi anak untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik daripada orang tuanya untuk masa depan ( Todaro, 2000: 219 ).

Teori kapilaritas sosial dari asumsi Arsene Dumont menyatakan bahwa individu itu seperti minyak dalam suatu lampu yang selalu ingin mencapai tempat yang lebih tinggi. Dengan semakin meningkat atau semakin tingginya peradaban manusia maka akan memperbesar pula kapilaritas sosial individu seseorang, artinya keinginan seseorang untuk hidup lebih baik akan semakin besar dengan meningkatnya peradaban. Keinginan untuk meningkatkan kemakmuran dan usaha untuk mempertahankan tingkatan kemakmuran yang telah dicapai menyebabkan seseorang untuk berusaha mencegah bertambahnya anggota keluarga secara berlebihan. Hal ini juga berarti menyangkut masalah kesejahteraan individu, keluarga, maupun masyarakat. Bila dalam masyarakat terdapat adanya kebebasan bergerak maka kapilaritas sosial tidak dapat dihindarkan dan hal ini akan mengakibatkan menurunnya tingkat kelahiran, maka tentunya bisa menekan pertumbuhan penduduk (Saidiharjo, 1982:21).

John Stuart Mill menyebutkan laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi prilaku demografi. Apabila produktivitas seseorang tinggi, mereka cenderung memiliki keluarga kecil sehingga fertilitas rendah. John Struart Mill juga berpendapat bahwa perlunya peningkatan pendidikan bagi golongan tidak mampu sehingga mereka dapat memperhitungkan perlu tidaknya menambah anggota keluargademi kesejahteraan yang ingin dicapai. Kecenderungan memiliki keluarga kecil berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Keluarga kecil diharapkan meningkatkan produksi sehingga cara berfikir menjadi maju dan perekonomian akan berkembang lebih cepat serta terus menerus (Prawiro, 1983:59).

2.1.6 Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan menurut Ki hajar Dewantara adalah tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi tingginya. (Ahmad. D, 1987:19). Sedangkan menurut Riberu (1993 :29) Pendidikan atau ilmu pengetahuan akan dibangun manusia (masyarakat) yang dapat berpikir rasional. Kerasionalan cara berpikir dan cara memandang permasalahan akan memberikan dasar pijakan yang dapat dipertanggung-jawabkan.

UU Nomor 2 Tahun 1989 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Jadi, pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental yang juga mempunyai sifat konstruksi dalam hidup manusia. (Habsbullah, 2005: 6).

Pendidikan merupakan faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Sejak tahun 1940 orang mulai sadar akan hubungan pendidikan dengan peningkatan kebutuhan ekonomi. Negara-negara yang memiliki tingkat pendidikan dipandang sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian dalam bentuk penambahan hasil kerja atau pendapatan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah tingkat kemiskinan (Simanjuntak, 1998 : 69).

Pendidikan juga berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendidikan diharapkan pula menjadi sarana yang baik dalam menerapkan kebijakan pemerataan pembangunan. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai dapat diimbangi dengan terjadinya perubahan struktur masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih sejahtera (Ananta, 1993:70). Pendidikan juga merupakan prasyarat untuk meningkatkanmartabat manusia. Melalui pendidikan, masyarakat mendapatkan kesempatan untuk membina kemampuan dan mengatur kehidupannya secara wajar.

b. Pengaruh pendidikan Ayah Terhadap Curahan Jam Kerja Anak

Asra (1993) menjelaskan bahwa salah satu faktor utama adanya pekerja anak adalah faktor ekonomi rumah tangga, pengaruh orangtua dan rendahnya tingkat pendidikan ayah atau ibu. Khususnya ayah sebagai tulang punggung dalam keluarga. Secara umum dalam berbagai penelitian dapat ditunjukkan bahwa penyebab adanya pekerja anak dapat dibedakan dalam dua faktor : (1) Faktor pendorong (push factors) yang cukup meyakinkan seperti : tekanan ekonomi keluarga, adanya pandangan bahwa bekerja adalah bagian dari proses pendidikan, ingin membantu ekonomi keluarga, karena sudah tidak sekolah ingin punya penghasilan sendiri. (2) Faktor penarik (pull factors) yaitu berupa permintaan terhadap pekerja anak yang sangat tinggi, disamping faktor lain yakni kelemahan dibidang perekonomian keluarga.

Kehidupan ekonomi rumah tangga, menyebabkan banyak keluarga yang memerlukan bantuan mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi marjinal. Jika diandaikan anak-anak tersebut tidak memperoleh perlindungan yang memadai (baik fisik maupun hukum) mempunyai resiko tinggi putus sekolah, jam kerja panjang dan pekerjaan mereka tidak menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, maka partisipasi mereka bekerja menjadi masalah (Manurung, 1998).

Rendahnya pendidikan dan wawasan orang tua, dalam banyak hal akan mempengaruhi cara orang tua tersebut memperlakukan anak-anaknya. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tingkat pendidikan orang tuanya rendah dan ditambah lagi dengan dukungan faktor sosial yang kontra-produktif bagi pengembangan pendidikan, maka hampir dipastikan bahwa anak-anak itu akan ikut apatis terhadap arti penting sekolah. Dalam situasi krisis misalnya dengan cepat akan menjadi pembenar bagi keluarga yang berpendidikan kurang didesa untuk segera mengeluarkan anaknya dari sekolah atau minimal tidak memperkenankan anaknya melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, karena kurang mengganggap pendidikan adalah prioritas penting.

Dokumen terkait