• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini didasari oleh pemikiran, bahwa tingkat kekritisan lahan sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk, daerah perkotaan yang semakin luas, urbanisasi yang semakin tinggi serta perubahan penggunaan lahan dimungkinkan laju erosi meningkatkan yang memberikan dampak berkurangnya kesuburan tanah serta berkurangnya kemampuan meresapkan air ke dalam tanah.

Pengembangan Wilayah Kabupaten Sumedang sangat erat kaitannya dengan kemampuan fisik dan ketersediaan lahan pengembangan. Ketersediaan lahan dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang menuntut adanya peningkatan sarana dan prasarana yang dapat melayani kebutuhannya. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi perubahan lahan di wilayah ini, seperti adanya zona industri, pembangunan jalan tol, jalan lingkar (baik selatan maupun utara) serta rencana pembangunan Waduk Jatigede (RTRW Kabupaten Sumedang, 2002).

Selain itu, salah satu upaya dalam mengurangi luasan lahan kritis adalah melalui kegiatan GERHAN. Kegiatan GERHAN merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berperan memulihkan kondisi dan potensi sumberdaya alam yang rusak atau terganggu fungsinya agar dapat pulih kembali sehingga mampu mendukung pengembangan wilayah DAS tersebut. Pada Tabel 5 diuraikan data luasan lahan berdasarkan Sub DAS di Kabupaten Sumedang.

Tabel 5. Nama dan Luas Sub DAS di Kabupaten Sumedang

No. Nama Sub DAS Luas (Ha)

1 Cimanuk Hulu 29,444.69 2 Cipeles 43,990.96 3 Cimanuk Hilir 22,071.36 4 Cilutung 13,240.83 5 Cipunagara 32,288.67 6 Citarik 11,183.49 Jumlah 152,220.00

Dari semua luasan Sub DAS tersebut merupakan daerah tangkapan air sehingga akan mempunyai hubungan erat dengan proses alam yang dapat menimbulkan bencana seperti longsor, banjir dan kekeringan.

Keberhasilan kegiatan GERHAN di Kabupaten Sumedang adalah merupakan suatu perwujudan dari profesionalisme, sikap, mental, serta semangat dari aparatur pemerintah maupun masyarakat, dimana hasilnya harus dapat dinikmati secara lebih merata dan adil oleh seluruh lapisan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan untuk mewujudkan keseimbangan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.

Adapun kerangka pemikiran yang akan dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Beberapa definisi yang menjadi acuan kerja dalam kegiatan penelitian, yaitu :

1. Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak memperhatikan teknik konservasi tanah yang menyebabkan kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air) sehingga menimbulkan erosi, banjir serta bencana alam

Identifikasi Lahan Kritis

Lahan Kritis Kegiatan

GERHAN

Rencana Pola Tata Ruang

Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap lahan kritis

Sebaran Posisi lahan kritis pada setiap Pola Tata Ruang

Rekomendasi penanganan lahan kritis melalui kegiatan GERHAN serta arahan Pola Tata

Ruang di Kabupaten Sumedang

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian

lainnya yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan. (Departemen Kehutanan, 2003).

2. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) merupakan suatu bentuk usaha untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan menjadi lahan yang produktif untuk mengendalikan aliran air tanah, mencegah terjadinya bahaya erosi serta mendukung sistem penyangga kehidupan agar tetap terjaga (Departemen Kehutanan, 2003a).

3. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU Nomor 26 Tahun 2007).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada seluruh wilayah Kabupaten Sumedang termasuk lokasi kegiatan rehabilitasi lahan kritis yang merupakan sasaran lokasi kegiatan GERHAN Tahun 2003 - 2005 seluas 8.125 Ha yang tersebar di 23 kecamatan (Gambar 2) dan berlangsung selama 3 (tiga) bulan dimulai pada Bulan Juli 2007 sampai dengan Bulan September 2007.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber diantaranya melalui studi pustaka serta koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait untuk memperoleh informasi kegiatan GERHAN dan Penataan Ruang terutama dalam kaitannya dengan rencana pola tata ruang. Data tersebut berupa Peraturan Perundang-undangan, RTRW Kabupaten Sumedang Tahun 2002 - 2012, Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Laporan Tahunan Kegiatan GERHAN Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sumedang Dalam Angka, yang bersumber dari Internet, Pemda Kabupaten Sumedang, Badan Pusat Statistik (BPS), serta jenis-jenis peta yaitu Peta Rupabumi Indonesia (RBI), Peta Administrasi, Peta Kegiatan GERHAN tahun 2003 s.d 2005, Peta Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005, Peta Rencana Pola Tata Ruang, Peta Lereng, Peta Produktivitas Lahan, Peta Manajemen Lahan dan Peta Tingkat Bahaya Erosi. Semua jenis data sekunder berupa peta yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6.

Gambar 2. Peta Sasaran Lokasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan

2

Tabel 6. Data sekunder yang digunakan untuk penelitian

No Jenis Format Tahun Skala Sumber

1. Peta RBI Digital 1999 - 2000 1 : 25.000 Bappeda

2. Peta administrasi Digital 2000 1 : 100.000 Bappeda

3. Peta kegiatan GERHAN Digital 2003, 2004, 2005

1 : 100.000 Dinas Hutbun

4. Peta Kawasan Digital 2000 1 : 250.000 Dinas Hutbun

5. Peta Penutupan Lahan Digital 2000- 2005 1 : 100.000 Bappeda 6. Peta Kemiringan Lereng Digital 2000 1 : 100.000 Dinas Hutbun 7. Peta Tingkat Bahaya

Erosi

Digital 2000 1 : 100.000 Dinas Hutbun

8. Peta Manajemen lahan Digital 2000 1 : 100.000 Dinas Hutbun 9. Peta Produktivitas Lahan Digital 2000 1 : 100.000 Dinas Hutbun

10. Peta RTRW Digital 2002 1 : 100.000 Bappeda

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada tujuan penelitian yaitu (1) Identifikasi dan pemetaan perkembangan lahan kritis, (2) Kajian sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang, dan (3) Kajian sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Tahapan metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis

Untuk mengidentifikasi lahan kritis di Kabupaten Sumedang dan pemetaannya dilakukan melalui proses tumpang tindih (overlay) dalam operasi-operasi Sistem Informasi Geografis (SIG) terhadap peta-peta tematik (data sekunder) yang ada yaitu peta penutupan lahan, peta kemiringan lereng, peta tingkat bahaya erosi, dan peta pengelolaan lahan (peta manajemen dan peta produktivitas). Peta-peta tersebut sebagai parameter penentu kekritisan lahan. Parameter penentu kekritisan lahan ini berdasarkan pada SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 yang meliputi :

kondisi tutupan vegetasi kemiringan lereng tingkat bahaya erosi, dan

kondisi pengelolaan (manajemen dan produktivitas)

Data spasial untuk masing-masing parameter harus diseragamkan, yaitu dalam sistem proyeksi dan sistem koordinat yang digunakan serta kesamaan data atributnya. Sistem proyeksi dan sistem koordinat data spasial yang digunakan adalah Universal Transverse Mercatr (UTM) dengan satuan unit meter. Langkah-langkah penyusunan data spasial lahan kritis dalam penelitian ini mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Reabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan RI Nomor : SK.167/V-SET/2004 tanggal 22 September 2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis.

Data Spasial Liputan Lahan

Data spasial liputan lahan pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta penutupan lahan tahun 2000 dan 2005 dalam bentuk peta digital.

Gambar 3. Bagan Alir Tahapan Penelitian Peta

Kegiatan GERHAN

Peta Rencana Pola Tata

Ruang Wilayah

Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap lahan kritis

Sebaran lahan kritis pada setiap Pola Tata Ruang Wilayah

Rekomendasi penanganan lahan kritis melalui kegiatan GERHAN

Arahan jenis pola tata ruang wilayah Kabupaten Sumedang Peta

Penutupan Lahan

Kriteria Penerapan Lahan Kritis Menurut SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 Peta Kemiringan Lereng Peta Tingkat Bahaya Erosi Peta Pengelolaan Lahan Skoring Overlay Peta Lahan Kritis Teridentifikasi 28

Kondisi tutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase tutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas tutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50, sehingga nilai skor akhir untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50). Klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Tutupan Lahan dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung

Kelas Skor Bobot Nilai

(skor x bobot) Sangat Baik 5 50 250 Baik 4 50 200 Sedang 3 50 150 Buruk 2 50 100 Sangat Buruk 1 50 50

Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b

Data Spasial Kemiringan Lereng

Data spasial kemiringan lereng yang disusun harus mempunyai data atribut yang berisikan informasi kemiringan lereng dan klasifikasinya pada setiap unit pemetaannya (poligon kemiringan lereng). Data spasial kemiringan lereng pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta kemiringan lereng tahun 2000 dalam bentuk peta digital. Klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi lahan kritis yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi Kemiringan Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Kelas Kemiringan Lereng (%) Skor

Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Bobot Nilai

(skor x bobot) Bobot

Nilai (skor x bobot) Datar < 8 5 20 100 10 50 Landai 8 – 15 4 20 80 10 40 Agak curam 15 – 25 3 20 60 10 30 Curam 25 – 40 2 20 40 10 20 Sangat curam > 40 1 20 20 10 10

Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b

Data Spasial Tingkat Bahaya Erosi

Data spasial tingkat bahaya erosi diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan berupa data sekunder Peta Tingkat Bahaya Erosi, Perkiraan erosi tahunan dan kedalaman solum tanah dapat dipertimbangkan untuk menentukan TBE pada setiap satuan lahan.

Tingkat bahaya erosi pada suatu lahan dalam penentuan lahan kritis dibedakan menjadi 4 kelas yaitu: ringan, sedang, berat dan sangat berat. Tabel 9 menunjukkan klasifikasi tingkat bahaya erosi dalam penentuan lahan kritis. Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi dan Skoringnya untuk Penentuan

Lahan Kritis

Kelas Skor

Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung

Bobot Nilai

(skor x bobot) Bobot

Nilai (skor x bobot) Ringan 5 20 100 10 50 Sedang 4 20 80 10 40 Berat 3 20 60 10 30 Sangat berat 2 20 40 10 20

Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b (Modifikasi)

Data Spasial Kriteria Produktivitas Lahan

Data produktivitas lahan merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Data spasial produktivitas lahan pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta produktivitas lahan tahun 2000 dalam bentuk peta digital, yang dibagi menjadi 5 kelas seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Klasifikasi Produktivitas dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis

Kelas Besaran Skor Bobot Nilai

(skor x bobot) Sangat Tinggi >80 % 5 30 150 Tinggi 61 – 80 % 4 30 120 Sedang 41 – 60 % 3 30 90 Rendah 21 – 40 % 2 30 60 Sangat Rendah <20 % 1 30 30

Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b

Data Spasial Kriteria Manajemen Lahan

Manajemen lahan merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan, serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Adapun untuk kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung di luar hutan lindung dinilai berdasarkan penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai dengan petunjuk teknis atau tidak.

Data spasial manajemen lahan pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta manajemen lahan tahun 2000 dalam bentuk peta digital. Kriteria manajemen pengelolaan dalam penentuan lahan kritis dibagi menjadi 3 kelas seperti terlihat pada Tabel 11 dan 12.

Tabel 11. Klasifikasi Manajemen Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung

Kelas Besaran / Deskripsi Skor Bobot Nilai

(skor x bobot)

Baik Lengkap *) 5 10 50

Sedang Tidak lengkap 3 10 30

Buruk Tidak ada 1 10 10

Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b

Keterangan : Penilaian berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan meliputi tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta kegiatan penyuluhan

Tabel 12. Klasifikasi Manajemen Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Kelas Besaran / Deskripsi Skor Bobot Nilai (skor x bobot)

Baik lengkap *) 5 30 150

Sedang Tidak lengkap 3 30 90

Buruk Tidak ada 1 30 30

Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b

Keterangan : Penilaian berdasarkan penerapan teknologi konservasi tanah

Secara teknis, langkah-langkah dalam spasialisasi kriteria manajemen tidak berbeda dengan langkah-langkah dalam spasialisai kriteria produktivitas, sehingga uraian langkah teknis sebelumnya dapat digunakan.

Secara umum kegiatan penentuan tingkat kekritisan lahan dengan menggunakan kriteria SK. Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk menyusun data spasial lahan kritis perangkat lunak ArcView Versi 3.3 digunakan bersama-sama ArcView Extension sebagai fasilitas atau fungsi tambahan untuk mendukung suatu proses tertentu. Ada 8 (delapan) extension yang digunakan dalam identifikasi dan pemetaan lahan kritis ini, yaitu : Geoprocessing, Graticule & Measure Grid, Projection Utility, 3D Analyst, Spatial Analyst, Image Analyst, dan Edit Tools dan MNDR Stream Digitizing.

Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN

terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) merupakan salah satu upaya untuk mengatasi degradasi hutan dan lahan yang dapat menimbulkan bencana alam berupa banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang menimbulkan dampak terhadap kerusakan pada infrastruktur aset pembangunan, Peta Kemiringan Lereng

(Bobot 20) Kelas Skor Datar 5 Landai 4 Agak Curam 3 Curam 2 Sangat Curam 1

Peta Tingkat Bahaya Erosi (Bobot 20) Kelas Skor Ringan 5 Sedang 4 Berat 3 Sangat Berat 2

Peta Penutupan Lahan (Bobot 50) Kelas Skor Sangat baik 5 Baik 4 Sedang 3 Buruk 2 Sangat buruk 1 Peta Manajemen (Bobot 10) Kelas Skor Baik 5 Sedang 3 Buruk 1

Peta Tingkat Kekritisan Lahan

Gambar 4. Bagan Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/ 1998 pada Kawasan Hutan Lindung (Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b)

OVERLAY

baik berupa moril maupun materil yang berujung pada terganggunya tata kehidupan masyarakat.

Metode penelitian yang dilaksanakan untuk mengkaji peranan GERHAN terhadap perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang menggunakan analisis SIG dalam bentuk tumpang tindih (overlay) lokasi kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang khususnya lokasi yang berada di luar kawasan hutan (lahan milik masyarakat) antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2005, kemudian di-overlay-kan dengan peta lahan kritis teridentifikasi. Selanjutnya, peta yang dihasilkan berupa peta sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang.

Sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang

Penataan ruang merupakan suatu proses yang meliputi tiga tahapan, yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Mengacu pada pengertian ini, maka penataan ruang semestinya menjadi wadah bagi kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang, sehingga penataan ruang dapat menjadi acuan dan pedoman bagi perumusan kebijakan pembangunan di daerah.

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditetapkan bahwa setiap Daerah Kabupaten perlu menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Di samping itu, keberadaan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa implikasi perkembangan penataan ruang pada perubahan yang lebih mendasar dengan diberlakukannya otonomi daerah. Khususnya di Kabupaten Sumedang, hal tersebut telah mendorong Pemerintah Daerah untuk melakukan kegiatan yang makin intensif dalam proses penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang di daerah masing-masing secara mandiri. Pemerintah daerah sekarang memiliki wewenang yang luas dalam merencanakan, memanfaatkan, dan mengendalikan pemanfaatan ruang secara luas, nyata dan bertanggung jawab.

Pada penelitian ini, metode penelitian yang dilaksanakan untuk mengkaji sebaran rencana pola tata ruang wilayah terhadap lahan kritis adalah menggunakan analisis SIG dalam bentuk tumpang tindih (overlay) antara peta Rencana Pola Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang dengan peta lahan kritis teridentifikasi. Selanjutnya, peta yang dihasilkan adalah peta sebaran rencana pola tata ruang wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memberi penjelasan terhadap suatu kondisi baik berupa proses maupun hasil secara logis dan sederhana tanpa menghilangkan ciri ilmiah dari suatu penelitian.

Analisis ini menggunakan daya pikir terhadap berbagai masalah sehingga dapat mengemukakan pendapat secara sistematis, serta mampu memahami pernyataan-pernyataan bahasa yang dikemukakan.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan untuk menggambarkan perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang serta menjelaskan kaitan antara RTRW Kabupaten Sumedang dalam hal ini rencana pola tata ruang wilayah serta kegiatan rehabilitasi lahan kritis (GERHAN) dengan tingkat kekritisan lahan. Peta-peta yang telah dihasilkan baik berupa luasan maupun persentase untuk memperoleh paparan yang lebih jelas kemudian dikaji dan dilakukan pembahasan dengan menggunakan analisis deskriptif.

Hasil analisis ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi rekomendasi penanganan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta arahan pola tata ruang wilayah di Kabupaten Sumedang.

GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUMEDANG

Kondisi Geografis

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah Propinsi Jawa Barat, terletak pada koordinat 6040’ - 7083’ Lintang Selatan dan 107044’ - 108021’ Bujur Timur dengan batas-batas secara administratif (Gambar 5) sebagai berikut :

- sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Subang - sebelah Timur dengan Kabupaten Majalengka

- sebelah Selatan dengan Kabupaten Garut dan

- sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

Secara administrasi Kabupaten Sumedang terdiri dari 26 kecamatan, dengan 18 kecamatan merupakan kecamatan lama dan 8 kecamatan merupakan hasil Pemekaran sesuai dengan Perda Kabupaten Sumedang No. 51 Tahun 2000. Daftar nama kecamatan, jumlah dan nama desa yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran 1.

Topografi

Bentuk permukaan wilayah Kabupaten Sumedang sangat variatif dari permukaan yang datar sampai yang bergunung, sedangkan ketinggiannya secara keseluruhan terletak antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter dari permukaan laut. Pusat-pusat kecamatan di wilayah ini terletak pada kisaran ketinggian 40 – 800 meter dari permukaan laut (mdpl). Berdasarkan rata-rata modus tingkat ketinggian, 43,73 persen dari keseluruhan Wilayah Kabupaten Sumedang terletak pada ketinggian 101 – 500 mdpl dan 32,41 persen terletak pada ketinggian 501-1000 mdpl.

Klimatologi

Iklim merupakan jumlah rata-rata dari kondisi peristiwa yang terjadi di atmosfer di suatu wilayah pada waktu yang lama, atau dapat juga dikatakan bahwa iklim merupakan hasil pengamatan cuaca yang ukurannya dirata-ratakan berdasarkan fluktuasi waktu tertentu. Kajian iklim diperlukan untuk mengetahui potensi yang terdapat disuatu wilayah dalam berbagai sektor, sebagai contohnya

Dokumen terkait