• Tidak ada hasil yang ditemukan

. 11 NO

. 1 APRIL 2006

202

Keterangan Kehadiran rumah Ukuran

Relief bentang alam

Hewan Peliharaan Keanekaan tanaman Penutupan tajuk tanaman Ground cover Rotasi Pemeliharaan Panen Fungsi Pekarangan Terdapat rumah, lokasi di permukiman

Ukuran relatif sempit Biasanya di lahan datar Hewan peliharaan merupakan bagian terintegrasi di pekarangan Keanekaan tanaman sangat tinggi Tinggi Tinggi Tanpa rotasi Rendah

Tidak reguler dapat dipenen setiap saat sepenjang tahun

Kurang komersili

Talun-Kebun

Tidak ada rumah, biasanya di luar permukiman

Ukuran lebih luas Bervariasi di datar atau lahan miring Hewan peliharaan merupakan bagian tidak langsung Keanekaan tanaman tinggi tapi lebih rendah dari pekarangan Tinggi

Tinggi

Dengan sistem rotasi Cukup tinggi, terutama pada fase awal/kebun Panen tumbuhan semusim utama dipanen regular, panen jenis-jenis tanaman lainnya tidak teratur Lebih komersil, terutama hasil dari kebun

Sawah

Tidak ada rumah, biasanya di luar permukiman

Ukuran lebih luas Dibuat petak-petak dan teras/sengkedan Hewan peliharaan merupakan bagian tidak langsung Keanekaan tanaman sangat rendah Rendah Rendah Tanpa rotasi Sangat tinggi, dalam tenaga kerja, pupuk, pestisida. Panen teratur tiap 3-3,5 bulan sepanjang tahun Kurang-komersil, tergantung luas sawah Ladang

Tidak ada rumah namun biasanya didirikan dangau/gubuk, lokasinya di luar permukian Ukuran lebih luas Bervariasi di tempat datar dan lahan miring Hewan peliharaan merupakan bagian tidak langsung Keanekaan sangat tinggi Tinggi Tinggi

Dengan sistem rotasi Rendah

Panen padi reguler tiap 5-6 bulan, non-padi dapat setiap saat

Kurang komersil

Kebun sayuran komersil

Tidak ada rumah, lokasi di luar permukiman.

Ukuran lebih luas Bervariasi di lahan datar dan miring Tidak ada hewan peliharaan Keanekaan tanaman rendah Rendah Rendah Tanpa rotasi

Tinggi dalam pemberian pupuk dan pestisida

Panen reguler tergantung umur tanaman jenis sayur

Lebih utama untuk komersil

Tabel 2

Gambaran Umum Macam-Macam Sistem Usaha Tani (Farming System) di Jawa Barat

Sumber: Pengamatan dan pengalaman langsung di lapangan (1993)

METODOLOGI MEMAHAMI PET

ANI DAN PERT

Secara umum riset tentang farming system difokuskan pada usaha tani keluarga. Namun usaha tani tersebut dipandang sebagai suatu integrasi holistik antara sistem sosial dan eko-sistem. Karena itu, untuk mengkaji sistem usaha tani diperlukan suatu pendekatan multidisiplin antara bi-dang sains (pertanian, biologi) dan sosial. Biasanya riset tersebut diran-cang untuk menemukan suatu meka-nisme yang lebih efektif untuk petani-petani skala kecil. Riset tersebut ber-upaya mengkomunikasikan kebutuh-an-kebutuhan dan kendala petani un-tuk merancang penelitian-penelitian pertanian dan untuk percobaan tek-nologi-teknologi baru pada suatu la-han-lahan percobaan.

Pada umumnya riset sistem usaha ta-ni dilakukan dengan beberapa lang-kah secara timbal balik, yaitu: (1) me-nyeleksi daerah atau target petani; (2) mengidentifikasi berbagai perma-salahan dan pengembangan pertani-an; (3) merencanakan dan meran-cang suatu riset; (4) mengimplemen-tasikan riset pada suatu lahan dan mengevaluasinya; dan (5) melakukan penyuluhan-penyuluhan (Sajise 1988).

Beberapa teknik perhitungan untuk analisis keuntungan usaha tani dari macam-macam sistem usaha tani

ke-luarga antara lain:

Gross margin per ha = nilai total ke-luaran per ha - total biaya tidak tetap (variable costs) per ha.

Produktivitas lahan = gross margin per ha.

Produktivitas tenaga kerja per ha = gross margin per ha/total hari orang kerja yang digunakan per ha.

Efisiensi uang tunai per ha = gross margin per ha/total biaya tunai untuk variabel-variabel per ha.

Biaya-biaya tidak tetap (variable cost) dalam usaha tani biasanya biaya yang digunakan untuk asupan-asupan, yai-tu benih, pupuk, obat-obatan, bahan bakar, dll. Sedangkan, biaya-biaya te-tap (fixed costs) antara lain depresiasi peralatan dan bangunan, pemeliha-raan dan perbaikan bangunan dan peralatan, upah buruh yang reguler, uang sewa, dan bunga dari pinjaman modal.

Selain itu, keluaran-keluaran dari ma-sing-masing usaha tani tersebut dapat dianalisis dalam bentuk nutrisi, seperti kalori (Ckal), protein (gram), vitamin A (I.V) dan vitamin C (mgr). Cara pe-ngukurannya, dengan menimbang berbagai keluaran dari masing-masing usaha tani dengan dikonversikan pada standar baku kandungan nutrisi yang telah disusun, antara lain Direktorat Gizi, FAO, dan lain-lain.

Metoda yang lazim digunakan dalam analisis sistem farming, antara lain dengan pendekatan kualitatif dan/a-tau kuantitatif. Data kualitatif biasa-nya dikumpulkan dengan melakukan wawancara semi struktur dengan in-forman kunci. Sedangkan, data kuan-titatif dilakukan dengan wawancara berstruktur dengan responden yang dipilih secara stratified random, dan berlandaskan representasi populasi. Di samping itu, dapat pula dilakukan observasi berpartisipasi dan beberapa pengukuran langsung. Misalnya, me-ngukur nutrisi dari produksi pertanian maupun yang dikonnsumsi keluarga. Selain itu dengan membuat catatan harian yang dilakukan oleh beberapa petani sendiri. Misalnya, mencatat macam-macam kegiatan dengan alo-kasi waktunya, pencatatan aneka ra-gam hasil-hasil pertanian, pencatatan macam-macam makanan yang dikon-sumsi, asupan-asupan dan keluaran dari usaha tani, dan lain-lain.

Secara umum, pendekatan studi sis-tem usaha tani dan program penyu-luhan sistem usaha tani berbeda dari studi pertanian konvensional dan pe-nyuluhannya: (1) analisisnya lebih menekankan pada suatu sistem ke-rangka kerja daripada pendekatan berdasarkan suatu komoditas; (2) menggantungkan secara ekplisit perspektif-perspektif dan

metodologi-metodologi sosial dengan perhatian terhadap berbagai kendala biofisik dan sosial dalam produksi pertanian; (3) mencoba mengajak partisipasi pe-tani dalam riset dan proses-proses pembangunan, terutama dalam per-cobaan-percobaan di lapangan; dan (4) penggunan sistem farming skala kecil sebagai unit analisis (Conway dan Barbier 1990:114). Beberapa kontribusi atau keuntungan dari studi usaha tani antara lain adalah pening-katan dan pemahaman tentang (a) kompleksitas, keragaman, dan keren-tanan terhadap risiko berbagai sistem usaha tani; (b) pengetahuan, profe-sionalisme, dan rasionalitas petani la-han sempit dan miskin; (c) pola pikir dan perilaku eksperimen petani; dan (d) kemampuan petani untuk melaku-kan analisis sendiri (Chambers 1996).

Penutup

Dalam melakukan usaha taninya, pe-tani terlibat dalam kegiatan yang sa-ngat kompleks dan penuh risiko. Kare-na itu metodologi untuk memahami dinamika kehidupan petani dan perta-nian dapat dilakukan dengan bebe-rapa pendekatan dan pada berbagai tingkatan. Pada tingkat mikro dapat dianalisis sistem usaha tani (farming system). Dapat pula dilakukan analisis agroekosistem dengan

memperhati-JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

204

kan keterkaitan yang terintegrasi se-cara holistik antara sistem biofisik dan sosial. Pada analisis tersebut juga di-perhatikan sistem hierarki, mulai di tingkat petak pertanian, tingkat usa-ha tani, tingkat desa, tingkat DAS, dan lain-lain. Selain itu, secara kom-prehensif dianalisis pula sistem pemi-likan, tidak saja aspek produksi, teta-pi juga trade-off di antara faktor stabi-litas, ekuitabistabi-litas, dan sustainabilitas untuk jangka panjang. Bahkan, dina-mika kehidupan petani dapat pula dia-nalisis dengan pendekatan model sis-tem/ekosistem untuk melihat dinami-ka populasi petani dan dinami-kaitannya de-ngan faktor-faktor lain seperti kebu-tuhan pangan, kebukebu-tuhan lahan per-tanian, kebutuhan income dari off-farm, dan lain-lain. Dari model sis-tem/ekosistem dapat dibuat berbagai skenario dengan mengubah faktor-faktor yang menyusun model terse-but, sehingga sangat berguna bagi para pengambil kebijakan guna me-rancang dan melakukan pembangun-an pertpembangun-anipembangun-an berkelpembangun-anjutpembangun-an.

Dewasa ini pembangunan sistem per-tanian di Indonesia cenderung masih bersifat parsial dan kurang memper-hatikan nasib petani. Secara klasik te-lah diketahui bahwa kegiatan per-tanian dipengaruhi oleh lahan (land), tenaga kerja (labour), dan modal (capital). Semua unsur tersebut

de-wasa ini kurang menguntungkan nasib petani. Kepemilikan/penguasaan la-han sawah di Pulau Jawa sudah tidak ideal bagi petani untuk mengembang-kan usaha tani sawah, mengingat se-bagian besar petani hanya mempu-nyai lahan sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha. Bahkan makin banyak di anta-ra petani tersebut sudah tidak memili-ki lahan sawah lagi. Kondisi pemilik-an/penguasaan lahan tersebut terjadi pula pada sistem ladang berpindah di luar Pulau Jawa. Kini, banyak pela-dang berpindah yang makin berku-rang pemilikan/penguasaan lahan la-dangnya, karena lahan-lahan ladang mereka telah dikonversikan menjadi peruntukan lain seperti pembalakan, hutan tanam industri, penambangan, perkebunan monokultur komersil, dan pendirian pabrik-pabrik/industri. Menjadi tenaga kerja untuk pertanian juga tidak menguntungkan. Penduduk desa yang masih aktif di sektor perta-nian umumnya didominasi generasi tua, sedangkan genenerasi muda se-cara umum cenderung kurang bermi-nat lagi bekerja di bidang pertanian, sebab usaha pertanian tidak membe-rikan keuntungan yang memadai pada generasi muda. Bahkan orang-orang tua tani tersebut juga tidak menghen-daki anak-anak atau cucunya menjadi petani melanjutkan usaha leluhurnya.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

206

Modal tani berupa modal uang, tekno-logi, dan pengetahuan secara umum juga sangat lemah. Sebagian besar petani biasanya tidak mempunyai mo-dal uang yang kuat, karena penda-patan mereka dari usaha tani rendah. Karena pendapatannya rendah, me-reka umumnya tidak mempunyai ke-mampuan memadai untuk membeli a-supan-asupan bagi produksi perta-nian. Ditambah lagi lahan-lahan per-tanian mereka yang sempit atau bah-kan tidak ada. Modal dan lahan terba-tas tersebut menyebabkan produksi pertanian mereka rendah. Produksi pertanian rendah menyebabkan pen-dapatan keluarga rendah. Pada ak-hirnya petani terjebak dalam ling-karan setan (vicious circle) dan ke-miskinan sepanjang masa. Akibat pendapatan keluarga petani yang ren-dah tersebut, maka tingkat pendi-dikan dan gizi generasi muda petani menjadi rendah. Pendidikan petani yang rendah tersebut juga telah mengakibatkan penerimaan pengeta-huan, pelatihan, dan teknologi tidak berjalan dengan baik. Di atas kese-mua kelemahan tersebut, kepedulian pemerintah terhadap petani sangat rendah. Dengan berbagai kondisi

ke-lemahan tersebut, rasanya sulit untuk membangun pertanian Indonesia yang berkelanjutan.

Kiranya untuk mencapai pembangun-an pertpembangun-anipembangun-an harus dilakukpembangun-an berbagai perubahan yang radikal. Perlu keber-pihakan politik dari pemerintah terha-dap petani, perlu perombakan agraria untuk menata distribusi pemilikan/ penguasaan tanah/lahan, dan perlu peningkatan sumberdaya petani, se-perti pelayanan pendidikan, kese-hatan, dan sumberdaya alam mereka. Dengan demikian, tanpa memper-hatikan kemampuan sosial ekonomi petani (economically viable), aspek-aspek lingkungan (ecologically sound), aspek sosial budaya yang ber-keadilan (socially just), penghor-matan terhadap hak hidup makluk lain (humane), dan kemampuan petani beradaptasi dengan berbagai peru-bahan lingkungan seperti pertam-bahan penduduk, kebijakan peme-rintah, perkembangan teknologi, dan perkembangan pasar (adaptable) ra-sanya sulit pembangunan pertanian berkelanjutan (bandingkan Reijntjes, dkk. 1992:2) diwujudkan di tanah air kita tercinta.

Daftar Pustaka

Abdoellah, O.S. 1993. “Indonesian Transmigrants and Adaptation: An Ecological Anthropological Persprective”. Monograph No. 33. California: Center for Southeast Asia Studies.

Abdoellah, I. dan A.S. Saleh. 2001. “Sebuah Pengantar Pentingnya Jaminan Sosial Dalam Masyarakat Yang Sedang Berubah”, dalam K.V. Benda-Beckman dan Koning (eds.). Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berkes, F.M dan T. Farvar, 1989. “Introduction and Overview”, dalam F. Berkes (ed.), Common Property Resources: Ecology and Community Based Sustainabe Development. London: Belhaven Press.

Breman, J. 1997. Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial Pada Awal Abad ke-20. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Budhisantoso, S. 1999. “Keterbatasan Lingkungan dan Keberingasan Sosial”. Antropologi Indonesia XXIII(59): 2032.

Cancian, F. 1989. “Economic Behavior in Peasant Communities”,dalamPlattner, S. (ed.). Economic Anthropology. Stanford: Stanford University Press. Chambers, R. 1996. PRA Participatory Rural Appraisal Memahami Desa Secara

Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Kansius.

Conklin, H.C. 1957. Hanunoo Agriculture: a Report on an Integral System of Shifting Cultivation in the Philippines. Rome: Food and Agricultural Organization, United Nations.

Conway, G.R. 1986. Agroekosistem Analysis for Research And Development. Bangkok: Winrock Internasional Institute For Agricultural Development.

Conway, G.R and E.B. Barbier. 1990. After the Green Revolution: Sustainable Agriculture for Development. London: Earthscan Publications, Ltd. Djohani, dkk. 1986. Berbuat Bersama Berperan Setara: Acuan Penerapan

Par-ticipatoryRural Appraisal. Bandung: Dryamedia.

Dove, M.R. 1988. Sistem Perladangan di Indonesia: Studi-Kasus dari Kaliman-tan Barat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dove, M.R. 1996. “So Far From Power, So Near to the Forest: A Structural Ana-lysis of Gain and Blame in Tropical Forest Development”, dalam C. Padoch and Peluso (eds.). Borneo in Transition People, Forests, Con-servation, and Development. Kualalumpur: Oxford University Press. Frake, C.O. 1962. “Cultural Ecology and Ethnography”. American Anthropologist

63(1):11332.

Geertz, 1963. Agricultural Involution: the Process of Ecological Change in Indo-nesia. Berkeley, Los Angeles, and London: University of California. Iskandar, J. dan O.S. Abdoellah. 1988. “Agroecosystem Analysis: A Case Study

in West Java”, dalam K. Rerkasem and A.T. Rambo. (eds). Agroeco-system Research for Rural Develoment. Chiang Mai: MCC, Chiang Mai University-SUAN.

Iskandar, J. 1991. An Evaluation of the Shifting Cultivation System of the Baduy Community in West Java Using System Modeling. M.Sc. thesis at Chiang Mai University.

Iskandar, J, dkk. 1993. Laporan Penelitian Analisis Agroekosistem Untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Suatu Studi Kasus di DAS Citarum Jawa Barat, Indonesia. Bandung: PPSDAL, Lembaga Penelitian, Universitas Padjadjaran.

Iskandar, J. 1998. Swidden Cultivation as a Form on Cultural Identity: The Baduy Case.Ph.D dissertation at University of Kent at Canterbury.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

208

Iskandar. J and Ellen, F.R. 1999. “In Situ Conservation of Rice Landraces among the Baduy of West Java”. Journal of Ethnobiology 19(1):97125. Iskandar, J. 2000. “An Assesment of the Ecological Consequences of the Green

Revolution”. Bionatura 2(1):1419.

Iswantoro, S. 2003. 'Krisis Gula'. Tempo, Edisi 1218 Mei.

Kepas, 1988. Pedoman Usaha Tani Konservasi Tanah Lahan Kering: Zone Agro-ekosistem Batuan Kapur. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-The Ford Foundation.

Keraf, A.S. 2001. “Eksploitasi Sumberdaya Alam dalam Kebudayaan Lokal dan Otonomi Daerah”. Antropologi Indonesia No. 64:129133.

Koning, J. 2001. “Akses Terhadap Tanah dan Air di Pedesaan Jawa: Peranan Sumberdaya Alam”, dalam K.V. Benda-Beckman dan Koning (eds.). Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lahajir. 2002. Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang:

Etno-grafi Lingkungan Hidup diDaratan Tinggi Tunjung. Yogyakarta: Galang Press.

Link. 2000. Aphi Selalu Berjalan Pada Koridor Undang-Undang. Jakarta: LINK. Lynch, F. et. al. 1974. Data Gathering by Social Survey. Quezon City: Phillipine

Social Science Council, Inc.

Manan, I., N.S. Kalangie, Y.T. Winarto (peny.). 1999. “Pembangunan Gaya 'Orde Baru' dan Krisis Budaya: Suatu Pengantar”. Antropologi Indonesia XXIII (59):iiiiv.

Martin, G.J. 1995. Ethnnobotany: A Methods Manual. London: Chapman & Hall. Marzali, A. 2003. Strategi Peisan Cikalong Dalam Menghadapi Kemiskinan.

Milton, K. 1996. Environmentalism and Cultural Theory: Exploring the Role of Anthropology in Environmental Discourse. London and New York: Rout-ledge.

Moran, E.F. 1982. Human Adaptability: An Introduction to Ecological Anthro-pology. Boulder, Colorado: Westview Press.

Moran, E.F. 1990. “Ecosystem Ecology in Biology and Anthropology: A Critical Assesment”, dalam E.F. Moran (eds.). The Ecosystem Approach in Anthropology. Ann Arbor: The University of Michigan Press.

Nooteboom, G. 2001. “Kerja Terus: Realitas Kerja Sehari-hari dan Akses Pada Sumber di Krajan, Jawa Timur”,dalam K.V. Benda-Beckman dan Koning (eds.). Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Odum, E. 1953. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: Saunders.

Onghokham, 2004. “Perubahan Sosial di Madiun Selama Abad XIX: Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Penguasaan Tanah”, dalam S.M.P. Tjondro-negoro dan G. Wiradi (peny.). Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Jakarta: Gra-media.

Puri, R.K. 1977. Hunting Knowledge of Penan Benalui of East Kalimantan Indo-nesia. Ph.D Dissertation at the Department of Anthropology at the Uni-versity of Hawaii.

Purwanto, S.A. 1998. “Menanam Padi: Kajian Pengambilan Keputusan Petani Dalam Menentukan Varietas Padi”. Jakarta: Antropologi Indonesia XII (55):6983.

Rambo, A.T. 1983. Conceptual Approaches to Human Ecology. Hawaii: East West Center.

Rappapor, R. 1968. Pigs for the Ancestors. New Haven: Yale University Press.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

210

Reijntjes, C. B., Haverort and A. Wates-Bayer. 1992. Farming for The Future: An Introduction to Low-External-Input and Sustainable Agriculture. London and Basingstoke: The MacMillan Press.

Rosberry, W. 1989. “Peasants and the World”, dalamS.Plattner (ed.). Economic Anthropology. Stanford: Stanford University Press.

Sajise, P.E. 1988. “Agroecosystem Analysis: The SUAN Approach”, dalam K. Rer-kasem and A.T. Rambo (eds.). Agroecosystem Research for Rural Deve-lopment. Chiang Mai: MCC, Chiang Mai University-SUAN.

Sayogyo, 1993. “Pemikiran Tentang Kemiskinan di Indonesia”. Prisma XII(3): 39.

Soemarwoto, O. 1991. “Human Ecology in Indonesia: The Search for Sus-tainability in Development”, dalam J. Hardjono (peny.). Indonesia: Re-sources, Ecology, and Environment. Singapore: Oxford University Press. Sritua, A dan A. Sasono. 1981. Ketergantungan dan Keterbelakangan. Jakarta:

Penerbit Sinar Harapan.

Todaro, M.P. 1977. Economic Development in the Third World. London and New York: Longman.

Visser, L.E. 1989. My Rice Field is My Child. Dodrecht: Foris Publications Holland. Wahono, F. 1999. “Revolusi Hijau: Dari Perangkap Involusi ke Perangkap

Glo-balisasi”. Wacana No IV:946.

Winarto, Y.T. 1998. “Hama dan Musuh Alami, Obat dan Racun: Dinamika Pegeta-huan Petani dalam Pengendalian Hama”. Antropologi Indonesia XII(55): 5368.

Dokumen terkait