• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budiman/Dadang Rusdiana. Dalam putaran ke II ini pun hasil kajian terhadap persepsi dan perilaku pemilih dalam Pemilukada di Kabupaten Bandung menunjukkan masih pasangan Dadang Naser dan Deden yang memperoleh suara terbanyak yakni sebesar 52% dan. pasangan Ridho Budiman/ Darus memperoleh suara sebesar 40% dan sisanya tidak punya pilihan. sebesar 7% dan tidak akan memilih 1%. Adapun beberapa alasan beberapa responden yang belum punya pilihan sebagai berikut:

Tabel 3.4.

Alasan Responden Belum Mempunyai Pilihan. No. Nama Kecamatan Alasan belum Punya Pilihan

1. Kecamatan Ciparay • Daerah yang lebih jauh, seperti desa babakan dan mekarlakasana, responden yang belum punya pilihan beralasan mengaku masih menuggu calon memberi amplop (uang).

• Masih rahasia karena takut tim survey adalah mata-mata salah satu calon

• Menunggu dana stimulus putaran kedua

2. Kecamatan Margaasih • Menunggu keputusan dari pengajian maupun tokoh setempat seperti RT/RW.

• Menunggu adanya pemberian uang.

• Sudah tidak percaya lagi karena semuanya sama saja.

• Menginginkan jalan diperbaiki baru masyarakat akan memilih calon tersebut.

3. Kecamatan Kutawaringin

• Responden masih menunggu uang

• Menunggu dari para tokoh masyarakat untuk di arahkan karena masyarakat suka yang ramenya baru dipilih.

• Tidak ada sosialisasi lagi dari para calon sehingga masyrakat belum tahu calon yang lolos di putaran kedua (masyarakat baru tahu ada putaran kedua dan calonnya yang lolos dari tim survey).

4. Kecamatan Cileunyi • Mengira Pilkada sudah selesai.

• PILKADA putaran I mengganggu ketertiban umum sehingga malas mengikuti pilkada putaran II

• Menunggu dana stimulus 5. Kecamatan Cicalengka • Menunggu stimulus uang

• Calon sudah kalah dalam putaran I maka menunggu arahan saja.

6. Kecamatan Cilengkrang • Butuh perbaikan Jalan terlebih dahulu

• Dana stimulus hanya dibagikan pada sebagian masyarakat saja (pejabat desa)

7. Kecamatan Soreang • Tidak mau memberikan suara sebelum dana turun

memilih yang mana.

• Belum ada tokoh dan aparat yang mengarahkan untuk putaran II

8. Kecamatan Katapang • Calon yang lolos ke putaran II tidak kompeten

• Belum ada sosialisasi dari aparat/tokoh yang mengarahkan untuk putaran II

• Menunggu dana kucuran

9. Kecamatan Margahayu • Masih menunggu ramenya dari masyarakat kebanyakan.

• Belum tahu kalau ada putaran ke II, masayarakat menyangka bahwa pilkada telah selesai

10. Kecamatan Paseh • Calonnya kalah maka belum ada pilihan yang lain.

• Masih bingung

• Belum terdata dalam DPT

• Belum ada arahan dari tim sukses calon yang saga dukkung kemarin (karena calonnya kalah)

11. Kecamatan Cikancung • Calonnya kalah maka belum ada pilihan yang lain.

• Belum ada arahan dari tokoh masyarakat

• Masih menunggu dana putaran kedua 12. Kecamatan Nagreg • Nanti saja pada saat mendekati pencoblosan

• Belum ada arahan untuk pilkada putaran II

• Menunggu yang rame saja 13. Kecamatan

Pameungpeuk

• Ingin memilih sesuai hati nurani (raliasia)

• Belum ada/punya pilihan

• Masyarakat menilai bahwa pilkada putaran ke II ini banyak masalah, mereka merasa kecewa bahwa putaran I tidak berjalan dengan baik.

• Konsistensi para pendukung calon yang kemarin kalah masih kuat.

14. Kecamatan Cangkuang • Menunggu uang dari team khusus atau calon

• Rahasia

• Masyarakat kecewa atas pilkada putaran I 15. Kecamatan Ciwidey • Belum mengetahui calon

• Menunggu arahan suami, anak, atasan atau pimpinan/tokoh

• Menunggu jumlah suara calon terbanyak itu yang dipilih/ikut yang rame dibicarakan

16. Kecamatan Cimaung • Menunggu uang turun dari calon atau team sukses

• Rahasia pemilih

• Menunggu suara terbanayak (yang sering dibicarakan masyarakat)

17. Kecamatan Solokan Jeruk

• Menginginkan jalan diperbaiki dahutu baru akan memilih calon tersebut.

• Menunggu amplop dari tim sukses

• Menunggu dana dari tim sukses pilkada putaran II 18. Kecamatan Majalaya • Menunggu uang atau sembako dari calon

• Rahasia

• Menunggu jalan di perbaiki terlebih dahulu baru suara masyarakat kebanyakan akan memilih calon tersebut (terutama desa padaulun)

19. Kecamatan Rancaekek • Baru Ridho yang sudah datang langsung ke masyarakat membagi bagikan sembako (terutama saat masyarakat sedang mengalami bencana banjir)

• Masyarakat sekarang sudah apatis, memilih kalau ada uangnya saja sebab kalau sudah terpilih akan lupa pada janjinya pada masyarakat

• Belum ada arahan untuk Pilkada putaran II suara mau diarahkan kemana.

• Hampir keseluruhan desa di Rancaekek menginginkan perbaikan jalan

20. Kecamatan Banjaran • Belum tahu sebab belum ada arahan untuk pilkada puaran II

• Menunggu kucuran dana

21. Kecamatan Kertasari • Belum mengetahui mana yang ramenya di masyarakat

• Menunggu kucuran dana

• Terlalu banyak janji dari calon-calon namun tidak ada realisasinya

22. Kecamatan Bojongsoang

• Karena belum ada sosialisasi langsung, dari calon

• Masyarakat menunggu arahan

• Menunggu di beri uang

23. Kecamatan Dayeuhkolot • Menunggu rarnenya saja pas hari pencoblosan

• Calon yang kemarin kalah, sehingga belum tahu akan memilih siapa

• Menunggu subsidi dari calon

24. Kecamatan Baleendah • Belum ada calon turun ke masyarakat langsung

• Menunggu diberi uang

• Rahasia, bagaimana nanti saja pas hari pencoblosan 25. Kecamatan Cimenyan • Menunggu diberi uang

• Menunggu calon yang datang langsung ke masyrakat 26. Kecamatan Arjasari • Menunggu dana kucuran

• Menunggu pas pencoblosan

27. Kecamatan Rancabali • Menunggu arahan saja dan ramenya saat pencoblosan

• Menunggu stimulus dana

28. Kecaman Ibun • Menunggu uang atau sembako yang dibagikan

• Tergantung hari H saja

• Masih bingung

29. Kecamatan Pacet • Terlalu banyak janji jadi memusingkan

• Jenuh dengan pemilu langsung

30. Kecamatan Pasir Jambu • Belum mengurus persyratan-persyaratan seperti DPT dan KTP

• Menunggu tindakan-tindakan nyata yang akan dilakukan pasangan calon

• Belum adanya tokoh masyarakat yang menggerti

masyarakat, sebagai bentuk perhatian terhadap masyarakat

• Menuggu yang rainai dibicarakan saja

• Menunggu sembak-o yang diberikan

• Belum ada koordinir dari koordinator/pejabat setempat Hal yang sama dalam hasil kajian pada putaran ke II ini pun tidak dapat dijadikan patokan utama atau tidak bisa dijadikan jaminan untuk kemenangan dalam pelaksanaan Pemilukada putaran ke II, tetapi pelaksanaan yang sesungguhnya yang dapat diakui dan terima oleh setiap kalangan. Hasil kajian ini sebatas alat bantu peta politik dalam pesta demokrasi, dan hanya merupakan gambaran semata bagi para elemen atau unsur terkait. Akan tetapi dalam waktu pelaksanan Pemiluklad yangsesungguhnya adalah memang betul pada putaran ke II itu pun pasangan Dadang Naser dan Dedenlah yang mengantongi suara paling banyak dengan 674.370 suara atau sebesar 53,24% mengungguli kandidat lainnya yaitu Ridho Budiman/Dadang Rusdiana yang meraih suara 592.392 atau sebesar 46,76% suara.

Hal ini meneguhkan kemenangan pasangan yang diusung Partai Golkar itu setelah unggul pada putaran pertama. Pasangan Dadang Naser/Deden unggul di 21 Kecamatan dan pasangan Ridho/Dadang Rusdiana unggul di 10 Kecamatan lainnya. Inilah hasil pesta demokrasi yang sesungguhnya yang harus diterima oleh semua kalangan, dan berharap pasangan terpilih ini dapat merealisasikan dan menjalankan roda pemerintahan dengan baik, dan bagi pasangan yang kalah dapat menepati kesepakatan untuk menerima hasil Pilkada dengan damai.

Pelaksanaan Pemilukada di Kabupaten Bandung pada putaran II yang dilakukan pada Tanggal 31 Oktober 2010 ini terlihat tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilukada atau dalam menyampaikan aspirasi dalam menentukan pilihannya terlihat menurun dibandingkan dengan putaran pertama, yakni dari 64,99 persen pada putaran pertama, menjadi 61,56 persen pada putaran ke dua. Hal ini disinyalir disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah menurut informasi sekitar 1000 orang pemilih sedang menunaikan ibadah haji sehingga tidak bisa menyampaikan hak pilihnya terutama di daerah perkotaan. Namun demikian capaian jumlah pemilih ini masih dapat dikatakan proporsional.

Dengan melihat adanya kesesuaian antara hasil kajian dengan hasil pelaksanaan ini artinya adalah bahwa hasil kajian benar-benar dapat membantu terselenggaranya Pemilukada terutama dalam mendeskripsikan peta politik/tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

pelaksanaan Pernilukada khususnya di Kabupaten Bandung. Terselenggaranya pelaksanaan Pemilukada dengan sukses ini perlu adanya kesiapan dan dukungan dari semua pihak termasuk pemilih dalam menyampaikan aspirasinya untuk dapat menentukan suatu pilihan terhadap pasangan calon yang akan menduduki jabatan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. Kedudukan/posisi jabatan dapat diperoleh berdasarkan dari sikap dan perilaku pemilih dalam menentukan pilihan terhadap pasangan calonnya, sehingga perilaku pemilih dalam Pemilukada mempunyai andil yang sangat besar.

Perilaku pemilih menurut Nimmo (1989:186-197) terdiri dari pemilih rasional, pemberi suara yang aktif, pemberi suara yang responsif, pemberi suara yang aktif Nimmo (1989:187–

197) mengklasifikasikan pemilih sebagai berikut:

1. Pemberi suara yang rasional; yaitu pemberi suara yang turut memutuskan pemberiansuara dengan ciri-ciri: (a) selalu dapat rnengabil putusan bila dihadapkan kepada alternatif (b) memilah alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakal lebih disukai, sama saja, atau lebih rendah apabila dibandingkan dengan alternatif lain; (c) menyusun alternatif dengan cara transit, jika A lebih disukai daripada B, dan B daripada C, maka A lebih disukai daripada C; (d) selalu memilih alternatif yang peringkat preferensinya paling tinggi; dan (e) selalu mengambil keputusan yang sama bila dihadapkan kepada alternatif-alternatif yang sama.

2. Pemberi suara yang reaktif pemberi suara bereaksi terhadap pemilihan umum berdasarkan faktor-faktor sosial dan. demokrasi jangka panjang, yakni pemberian suara lagi-lagi merupakan aksi diri. Pengaruh sosial yang paling penting adalah ikatan emosional kepada partai politik.

3. Pemberi suara yang responsif memiliki karakter sebagai pemberi suara yang impermanen, berubah mengikuti waktu, peristiwa politik dan pengaruh yang berubah-ubah terhadap pilihan para pemberi suara, memiliki kesetiaan kepada partai, tetapi tidak menentukan perilaku pemilihan, lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka pendek, sebagai fungsi terhadap isu dan penghargaan terhadap kapasitas kandidat, pemilih respon dengan masalah pokok dan relevan tentang kebijakan umum, tentang prestasi pemerintah dan kepribadiaan eksekutif variasi dalam rangsangan yang diberikan oleh kepemimpinan politik, partai dan kandidat sangat penting dalam pandangan pemberi suara karena tanggapan rakyat akan sangat dikondisikan oleh

rangsangan ini.

4. Pemberi suara yang aktif, yaitu pemberi suara yang berperilaku sebagai ia membuat suatu objek dari apa yang dilihatnya, memeberinya makna dan menggunakan makna itu sebagai dasar untk mengarahkan tindakannya. Tindakannya merupakan hasil indikasi yang dibuatnya, bukan sekedar memberi respon saja.

Dari klasifikasi yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilih yang menerima informasi dapat bersikap beragam, sesuai dengan psikologinya, lingkungan sosialnya, lingkungan politiknya dan lain sebagainya. pemilih yang responsif merupakan pemilih yang paling baik untuk kasus Kabupaten Bandung, manakala masyarakatnya masih kurang mengerti politik. Dalam penelitiaan ini mengkaji apakah perilaku pemilih di Kabupaten Bandung dalam Pemilukada bersifat responsif atau. tidak. Hasil penelitian tentang perilaku pemilih terlihat dalam penjelasan ini:

Dalam menentukan pilihannya, pemilih dapat berlaku stabil atau tidak berubah pilihan berdasarkan pilihan-pilihan sebelumnya. Pemilih yang responsive akan memilih sesuai dengan keadaan yang berkembang. Terkadang memilih atas dasar partai politik, terkadang atas dasar program partai yang ditawarkan, terkadang atas dasar kapasitas calon, dan banyak lagi. Perilaku politik yang rseponsif ini bisa berubah-rubah setiap saat, bergantung pemahaman dan nilai politik pemilih itu sendiri, sejauhmana pemilih memiliki tingkat kestabilan sikap politik dalam Pemilukada Kabupaten Bandung Tahun 2010. Dalam hal ini informan lebih banyak menilai bahwa tidak sependapat tentang perilaku yang berubah-rubah dari kalangan pemilih. Artinya adalah bahwa penilaian responden atas perilaku pemilih adalah stabil dan tidak berubah-ubah.

Pemilih responsif menururt teori masih loyal atas politik tertentu. Partai politik yang bersaing dalam kancah Politik masih memiliki masa loyal yang didasarkan atas pendidikan dan sosialisasi politik yang sudah berlangsung lama, sehingga informasi dan kondisi politik tidak serta merubah perilaku politik. Responsibilitas pemilih tidak terlalu mudah, karena pemilih memiliki nilai-nilai politik yang ditanamkan oleh partai tertentu. Sejauhmana hal ini dimiliki oleh pemilih di Kabupaten Bandung dalam Pemilukada Tahun 2010, maka peneliti dapat menjelaskan hasil penelitian tersebut.

Dalam hal ini bahwa responden lebih banyak menilai bahwa tentang kesetiaan pemilih kepada partai politik tertentu menunjukkan bahwa penilaian responden atas kesetiaaan kepada

partai politik sudah berkurang dibanding masa yang lalu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Ketua Partai politik menyatakan bahwa pemilih saat ini tidak terlalu terikat dengan partai tertentu. Simbol-simbol tradisional yang melekat pada partai masa lalu tidak lagi menjadi kekuatan utama sebab pemilih sudah begitu bebas dan tidak terikat dengan politik orang tua.

Pragmatisme politik merupakan bagian dari perilaku pemilih. Pemilih dapat memilih atas pertimbangan-pertimbangan yang sangat sederhana, yaitu barang, uang dan yang lainnya yang bersifat material. Sejalan dengan kondisi yang sangat transparan, politik sudah berkembang ke arah pragtisme sehingga kondisi seperti ini menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan politik Indonesia saat ini. Sejauhmana hal ini terjadi, maka dapat dideskripsikan bahwa infonnan lebih banyak menilai tentang perilaku pemilih yang dipengaruhi oleh faktor-faktor material seperti uang, barang. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian responder tentang kecenderungan pemilih yang bersikap pragmatic bernilai tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tim sukses pasangan terpilih didapatkan informasi bahwa perilaku pemilih memang memiliki kecenderungan ke arah pragmatic, terutama sejak berlangsung beberapa kali Pemilu secara langsung. Hal ini terjadi karena pemilih memandang penting sejumlah uang untuk menghargai hak suara yang dimilikinya. Pragmatisme pemilih lebih dipicu oleh kehilangan proses penyadaran politik.

Selain faktor uang dan barang sebagai konpensasi politik yang menentukan pilihan-pilihan pemilih, ternyata dalam setiap Pemilu ada juga yang memilih atas dasar program kerja yang ditawarkan oleh kandidat, partai politik dan tim sukses pasangan tersebut. Melalui tawaran kerja pemilih menaruhkan harapannya bagi terwujudnya pemerintahan yang mampu berpihak kepada pemilih. Pemilih memilih pemimpin yang diharapkan mampu membuat kebijakan yang berdampak positif bagi kehidupan bersama. Pemilih lebih memilih program kerja dibandingkan kepribadian kandidat, seperti kebaikan, keramahan dan sebagainya. Sejauhmana ini terjadi dalam pemilih selama Pemilukada di Kabupaten Bandung 2010, peneliti mempertanyakan hat ini kepada salah satu yang dijadikan informan dalam penelitian ini.

Dalam hal ini responden lebih banyak menilai bahwa perilaku pemilih yang memilih atas dasar program kerja sangat sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian informan keinginan terhadap seorang pemimpin yang berdasarkan kepada program kerja saja juga tidak diinginkan akan tetapi masyarakat menginginkan pemimpin yang fleksibel.

Pemilih yang responsif juga memiliki karakteristik sebagai pemilih yang menghargai kapasitas kandidat. Artinya pemilih mempertimbangkan kemampuan kandidat dalam menjalankan pemerintahan setelah terpilihnya, seperti kemampuan manajerial, kepemimpinan dan sebagainya. Pemilih seperti ini lebih rasional dan mampu memikirkan informan yang dimilikinya untuk kepentingan penentuan pilihan. Pemilih dengan karakteristik seperti memiliki minat politik yang lebih dibandingkan dengan pemilih yang menjadikan uang sebagai kompensasi kedaulatan politiknya. Penilaian informan tentang perilaku pemilih yang mampu menghargai kapasitas kandidat termasuk gagasan dan kepribadiannya sangat dikatakan masih rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan didapatkan penilaian bahwa pemilih dalam putaran pertama masih sulit untuk dilihat apakah berdasarkan pada pemahaman pemilih atas kapasitas calon atau hal lainnya. Hal ini terjadi karena jumlah kandidat yang banyak, yaitu 8 pasangan calon sehingga pemilih kesulitan untuk menentukan kapasitas masing-masing calon. Akan tetapi pada putaran kedua, suasana semakin menarik karena diprediksikan pemilih lebih mudah untuk mengukur kualitas calon.

Pemilih yang responsif juga memperhatikan dengan seksama isu-isu yang berkembang, baik yang menyangkut calon, partai politik, dan persoalan daerah. Menyangkut calon kepala daerah, pemilih mesti memahami beberapa isu penting seperti pengalaman organisasi yang telah ditempuh oleh calon. Kinerja calon dalam berbagai organisasi yang diikutinya, kepernimpinan calon, kapabilitas manajemen dan teknis. Partai politik merupakan lembaga yang menentukan masa depan politik daerah, baik dari sisi kebijakan yang akan muncul, perilaku anggota partai di parlemen dan perilaku organisasi partai politik.

Persoalan daerah juga harus mendapat perhatian pemilih karena dengan memahami hal tersebut, maka pemilih dapat menentukan siapa pemimpin yang akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan tersebut.

Sejauhmana pendapat infonnan mengenai perilaku pemilih yang ada di Kabupaten Bandung dalam Pemilukada. Tahun 2010 tentang isu-isu yang menjadi perhatian pemilih dapat digambarkan seperti yang dikemukakan oleh infonnan. Infonnan lebih banyak memberikan penilaian kurang perhatian pemilih terhadap isu-isu yang berkembang sekitar Pemilukada.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan didapatkan informasi bahwa pemilih di Kabupaten Bandung secara umum tidak banyak yang peduli dengan isu-isu

tentang pemilihan umum kepala daerah, karena pemilih tidak memiliki pendidikan politik yang memadai, sehingga tidak memiliki keinginan untuk memahami proses politik secara baik. Selain itu, kejenuhan politik yang melanda masyarakat akibat intensitas yang sangat tinggi dalam kegiatan politik menyebabkan apatisme politik meningkat. Masyarakat memandang politik sekedar proses yang tidak lagi bermakna, artinya proses hanya sekedar berlangsung pergantiaan kekuasaan, dan masyarakat tidak bisa menaruh harapan yang tinggi terhadap hasil.

Evaluasi pemimpin merupakan bagian terpenting dari cara memilih atau menentukan pilihan. Pemimpin yang merupakan bagian penting untuk mendapat perhatian pemilih, sebab dengan hal itu pemilih memahami kelemahan yang ada. Kebijakan yang diambil selama ini dan pihak-pihak yang terlibat dalam merumuskan kebijakan, melaksanakan kebijakan dan menikmati hasil kebijakan itu sendiri. Evaluasi pemimpin juga berkaitan dengan tingkat keberhasilan dan kegagalan pembangunan yang dirancang oleh pemimpin sebelumnya. Sejauhmana pemilih dapat melakukan kegiatan evaluasi pemimpin yang merupakan kegiatan penting untuk menentukan pemimpin berikutnya,

Penilaiaan. informan mengenai pemilih melakukan evaluasi terhadap kinerja pemimpin ini relatif mengatakan kurang melakukan evaluasi terhadap kinerja pemimpin. Berdasarkan wawancara dengan salah satu infonnan tentang hal ini didapatkan kesimpulan bahwa para pemilih masih belum bisa mengevaluasi kinerja pemimpin pada masa sebelumnya sehingga pemilih sulit untuk menentukan kapasitas pemimpin yang dibutuhkan di masa mendatang.

Selain pemimpin eksekutif, evaluasi pemilih juga dilakukan terhadap para wakil rakyat yang ada di DPRD tennasuk partai pengusungnya. Kebutuhan publik dari kegiatan ini adalah pemilih dapat melihat keseriusan partai politik dalam mengelola kekuasaan yang telah diberikan rakyat. Melalui evaluasi kinerja partai politik yang mengusung anggota DPRD terlihat bahwa suatu partai berkualitas baik dan yang lainnya tidak. Sejauhmana pengetahuan pemilih mengenai hal ini peneliti mewawancarai salah satu informan. Informan tnembenikan penilaian terhadap partai pengusung dan kinerja anggota DPRD yang terjadi selama ini.

Kepemimpinan partai politik merupakan figur sentral dalam menentukan keberhasilan kandidat bupati dalam menjalankan roda pemerintahan. Intervensi partai politik dalam berbagai kegiatan administrasi pemerintahan sudah Sering mengemuka dalam banyak diskusi, baik di kalangan birokrasi maupun politisi itu sendiri. Birokrasi merasa partai politik memiliki agenda dalam setiap program pembangunan yang seringkali menghendaki adanya pembagian

keuntungan. Hal ini sangat merugikan publik, dimana pelayanan publik seringkali terganggu. Sejauhmana aktifitas atau proses keingin-tahuan pemilih mengenai para ketua partai di tingkat lokal, peneliti menggajukan pertanyaan ke salah satu informan.

Penilaian informan terhadap pertanyaan mengenai pemilih mempertimbangkan pilihannya atas kepemimpinan partai politik ini memang terjadinya pengetahuan yang tinggi dari pemilih tentang ketua partai politik. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih melakukan evaluasi terhadap kinerja pemimpin partai tingkat lokal itu relatif rendah.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu informan didapatkan informasi pemilih hanya mengetahui pemimpin partai politik itu hanya mengetahui pemimpin partai tingkat nasional, bukan pemimpin partai di tingkat lokal. Oleh karena itu di dalam Pemilukada eksistensi pemimpin partai tidak mendapat perhatian yang memadai.

Kinerja kandidat semasa aktifis partai politik menjadi salah satu bagian penting dalam melihat kepemimpinan dan peluang untuk keberhasilan di masa mendatang. Sebagai politisi, kandidat tentu memiliki catatan jejak politik yang menggambarkan kualitas sebagai aktifis politik di tingkat Kabupaten Bandung. Hal ini dipertanyakan kepada salah satu informan bahwa informan lebih banyak memberikan penilaian dalam memperhatikan kinerja kandidat dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung.

4.2. Hambatan-hambatan Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tabun 2010 Di Kabupaten Bandung

Proses penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Bandung tahun 2010 yang baru dilaksanakan, secara umum dapat dikatakan berjalan dengan baik. Ini semua atas terselengaranya kerjasama dari berbagai elemen atau unsur terkait yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilukada tersebut mulai dari KPU sebagai penyelenggara Pemilu sampai kepada pemilih yang mempunyai peran besar dalam pelaksanaan Pemilukada.

Bahu membahu di setiap unsur/elemen untuk dapat menciptakan iklim demokratis yang kondusif, permasalahan-permasalahan ditekan sedemikian rupa demi terselenggaranya Pemilukada yang Luber dan Jurdil dan mencenninkan pesta demokratis yang damai yang tentunya ini juga dapat diciptakan dari perilaku pemilih yang dapat memberikan aspirasi dalam

Dokumen terkait