• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Karawang

BAB III PELAKSANAAN KEMITRAAN KELEMBAGAAN JEJAKMU

3.2 Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan JEJAKMU di 6 (enam) Kabupaten/Kota

3.2.1 Kabupaten Karawang

3.2.3 Kota Bandung

3.2.4 Kota Semarang 3.2.5 Kota Surabaya

3.2.6 Kabupaten Timor Tengah Selatan BAB 4 PENGEMBANGAN LAMAN JEJAKMU

4.1. Pengembangan Laman JEJAMU Bappenas 4.2. Evaluasi dan Monitoring Laman JEJAKMU BAB 5 KESIMPULAN

3. BAB II

REVITALISASI JEJAKMU

UPAYA PENGENTASAN PENGGANGGURAN KAUM MUDA INDONESIA

Pengentasan pengangguran kaum muda merupakan persoalan yang harus dipecahkan bersama. Hal ini sudah tertuang dalam arah kebijakan Arah Pembangunan Pasca 2015: Bahan Pemikiran untuk Indonesia (Bappenas: 77-97). Salah satu bentuk yang diharapkan ada dan dapat membantu kaum muda dalam memperoleh pekerjaan adalah informasi pasar kerja. Informasi pasar kerja diharapkan dapat membantu upaya peningkatan mekanisme kegiatan antar kerja, sehingga mobilisasi tenaga kerja akan meningkat, baik tingkat lokal, antar daerah maupun antar negara. Dalam rangka mempertemukan pencari kerja dengan pemberi kerja, maka perlu upaya pengembangan dan penyempurnaan pasar tenaga kerja. Namun akan tetapi fungsi ini belum berjalan penuh.

Belum memadainya sarana dan kepasitas petugas antar kerja ditambah tidak lancarnya informasi dari daerah ke pusat menyebabkan kurang terolah dan termanfaatkannya informasi tenaga kerja dengan baik, serta kurang relevannya informasi kepada pihak yang berkepentingan. Sering kali kekinian informasi dari bursa tenaga kerja dari pemerintah terlambat, sehingga kurang berguna bagi pencari kerja. Hal tersebut menyebabkan sukarnya mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja serta terhambatnya mobilitas tenaga kerja baik antar jabatan, antar daerah maupun antar negara. Dengan semakin tingginya tuntutan dunia usaha merespon perubahan yang terjadi, yang semakin membutuhkan tenaga terampil dan menginginkan lowongan kerja dapat terisi dengan tepat, perlu dilakukan suatu terobosan agar informasi pasar kerja dapat lebih tanggap terhadap perubahan yang terjadi.

Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu agenda prioritas pembangunan. Berbagai masalah ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia saat ini, seperti angkatan kerja yang masih didominasi tingkat pendidikan yang rendah, kualitas atau kompetensi angkatan kerja yang masih rendah, ketidaksesuaian antara kualifikasi lowongan kerja dan pencari kerja, terbatasnya lapangan kesempatan kerja formal dan masih rendahnya minat untuk berwirausaha.

Sumber: Sakernas Agustus 2015, BPS (diolah)

Dari data di atas terlihat sektor pertanian menjadi sektor dengan jumlah pekerja informal terbanyak yakni 87,12% atau 32.885.289 orang, disusul oleh sektor jasa dan lainnya dan sektor industri. Jumlah pekerja formal terbanyak dimiliki oleh sektor industri yakni 69,86% atau 10.657.532 orang, disusul oleh sektor jasa dan lainnya serta sektor pertanian.

Dari aspek ketersediaan lapangan kerja, sejak tahun 2002 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian semakin menurun dari sekitar 43% sampai 38% pada tahun 2013, kondisi ini kian menurun sampai tahun 2015 sekitar 37%. Untuk sektor industri cukup tidak mengalami banyak perubahan yakni sekitar 20% hingga tahun 2015. Kondisi sebaliknya terjadi peningkatan di sektor perdagangan dan jasa kemasyarakatan yang cenderung naik dari tahun 2008 sekitar 21% hingga sekitar 25% di tahun 2015. Kenaikan juga terlihat pada sektor bangunan sekitar 10% pada tahun 2015, hal ini disebabkan juga karena banyaknya pembangunan infrastuktur di Indonesia. Dari jenis pekerjaan utama, kaum muda usia 15-29 tahun masih mendominasi dari sektor perdagangan dan pertanian, menyusul jasa kemasyarakatan, industri dan bangunan.

Gambar 2.2 Pekerja Berdasarkan Lapangan Kerja

Selain ketersediaan lapangan kerja yang terbatas seperti telah diuraikan di atas, rendahnya kualitas tenaga kerja yang ditunjukkan dengan masih rendahnya penguasaan kompetensi kerja sehingga tidak sepenuhnya dapat diterima pasar kerja juga merupakan persoalan yang harus dihadapi. Hal ini mengakibatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia masih di bawah negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Philipina.

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2015, tercatat Tingkat Penggangguran Terbuka (TPT) Nasional usia 15-24 tahun sebesar 22,59% atau setara dengan 4.595.952 orang dari total 20.343.385 orang yang merupakan angkatan kerja usia 15-24 tahun. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya yaitu 22,20% atau setara dengan 4.468.132 orang dari total 20.128.383 orang pada 2014.

Tabel 2.1 Data Pengangguran Usia Muda (15-24 Tahun)

Tahun Angkatan Kerja Pekerja Pengangguran Terbuka TPT (%)

2010 20.156.449 15.833.385 4.323.064 21,45 % 2011 20.893.319 16.717.575 4.175.744 19,99 % 2012 20.741.263 16.683.372 4.057.891 19,56 % 2013 20.615.313 16.154.397 4.460.916 21,64 % 2014 20.128.383 15.660.251 4.468.132 22,20 % 2015 20.343.385 15.747.433 4.595.952 22,59%

2.1 Permasalahan Ketenagakerjaan Kaum Muda Indonesia

Ada beberapa kendala kaum muda dalam mendapatkan pekerjaan yang layak diantaranya sistem pendidikan dan pelatihan yang belum memadai. Mutu, relevansi dan kesetaraan sistem pendidikan dan pelatihan sangat penting untuk dapat mengikuti permintaan pasar kerja yang semakin membutuhkan tenaga terampil. Keluhan dunia usaha bahwa tenaga kerja Indonesia tidak atau kurang mempunyai keterampilan yang memadai cukup memprihatinkan. Beberapa studi menyatakan bahwa ada kesenjangan keterampilan yang dihasilkan dunia pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan dunia usaha sehingga mengakibatkan lowongan menjadi tidak terisi.

Gambar 2.3 Penganggur Usia Muda Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber : Sakernas Agustus 2015, BPS (diolah)

Dari data di atas terlihat pada usia 15-19 tahun, jumlah penganggur terbanyak memiliki tingkat pendidikan SMA dan Paket C yakni 563.826 orang, sedangkan pada tingkat pendidikan universitas tidak terdapat penganggur. Pada usia 20-24 tahun, jumlah penganggur terbanyak memiliki tingkat pendidikan SMA dan Paket C yakni sekitar 984.197 orang dan jumlah paling sedikit terdapat pada tingkat pendidikan tidak/belum tamat SD yakni sekitar 64.401 orang. Pada usia 25-29 tahun, tingkat pendidikan dengan jumlah penganggur terbanyak terdapat pada SMA dan Paket C dengan 355.243 orang, sedangkan jumlah penganggur paling sedikit terdapat pada tingkat pendidikan tidak/belum pernah sekolah yaitu sekitar 1.830 orang.

Kendala lainnya adalah rendahnya pengakuan sertifikasi kompetensi pekerja. Rendahnya keahlian tenaga kerja Indonesia dirasakan masih menjadi kendala utama bagi dunia usaha. Rendahnya keahlian ini akan mempersempit ruang bagi pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang masih menghadapi masalah yang mendasar, yaitu adanya ketidaksesuaian antara bidang kejuruan, mutu dan kuantitas yang dibutuhkan pasar kerja dengan yang dihasilkan oleh lembaga pelatihan kerja. Ketimpangan ini dapat pula terjadi karena sistem pelatihan belum berorientasi pada

demand driven, diikuti lemahnya relevansi dan koordinasi di antara lembaga/ institusi terkait yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan latihan kerja.

Dalam jangka menengah hingga jangka panjang, seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan di tempat kerja (global workplace), standar kompetensi international sudah merupakan keharusan. Pengembangan standar kompetensi kerja mempertimbangkan berbagai jenis profesi yang berkembang di Indonesia, dengan menentukan skala prioritas pengembangan. Hal yang menjadi tantangan adalah mewujudkan sertifikasi kompetensi kerja agar dapat diakui secara nasional maupun internasional.

Kendala lain dari kaum muda yang berasal dari latar belakang ekonomi miskin pedesaan dan penduduk asli adalah kesulitan untuk mengakses dan menyelesaikan pendidikan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi karena rendahnya kualifikasi pendidikan yang mereka miliki sebelumnya. Begitu pula halnya dengan pelatihan yang dapat diakses oleh kelompok rentan seperti kelompok yang berkebutuhan khusus. Perlu adanya usaha memperkuat kerja sama dengan pemerintah, akademisi dan dunia usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan mutu pendidikan dan keterampilan, sistem pendidikan dan sistem pelatihan.

Penyelenggaraan pelatihan berbasis kompetensi juga masih belum memenuhi kualitas yang diharapkan. Lembaga pelatihan yang ada masih terbatas kapasitasnya dalam melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi. Keterbatasan prasarana, peralatan, sarana pelatihan dan kapasitas sumber daya manusia menyebabkan berkurangnya kemampuan lembaga-lembaga pelatihan untuk memberikan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Penyelenggara pelatihan kerja belum banyak yang mengembangkan standar kompetensi kerja nasional yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Sebaliknya lembaga-lembaga pelatihan kerja yang telah menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi belum memiliki suatu kriteria dan standar yang lazim digunakan untuk lembaga pelatihan berbasis kompetensi. Tantangan yang dihadapi adalah kemampuan lembaga penelitian yang merespon perubahan pasar kerja yang cepat bekerja sama dengan asosiasi profesi dan industri untuk menentukan jenis-jenis pekerjaan.

Umumnya pelatihan keterampilan yang tersedia lebih ditujukan kepada angkatan kerja yang belum bekerja, khususnya golongan pemuda dan wanita agar mereka siap memasuki lapangan kerja atau menciptakan lapangan kerja produktif secara mandiri. Tetapi pelatihan keterampilan juga diberikan kepada angkatan kerja yang sudah bekerja untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka dalam rangka menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan manajemen. Penggangguran kaum muda yang cukup tinggi adalah cerminan dari ketidaksiapan mereka memasuki pasar kerja yang semakin menuntut keterampilan lebih tinggi. Untuk menjembatani peralihan dari dunia pendidikan ke dunia kerja, pembinaan melalui sistem pemagangan dapat digunakan.

Sistem pemagangan formal di Indonesia masih relatif kecil dalam jumlah peserta dan bidang keterampilan yang ditawarkan. Masih terdapat banyak pemagangan yang dilakukan secara informal tanpa adanya standarisasi keterampilan. Untuk menghadapi tuntutan globalisasi, dunia usaha di Indonesia, maka perlu mempunyai lebih banyak tenaga kerja terampil yang dapat diperoleh dari lulusan sekolah menengah yang apabila diberi pelatihan yang memadai, dapat diharapkan menduduki pekerjaan untuk kepentingan produksi ekspor. Oleh karena itu, memiliki sistem pemagangan yang memberikan kerangka komprehensif dalam program, target, akreditasi dan sertifikasi pelatihan menjadi suatu sistem yang lebih modern dan komprehensif serta memayungi semua kegiatan pemagangan formal dan informal, perlu menjadi bahan pemikiran ke depan.

Selain itu, Indonesia juga masih menghadapi sejumlah tantangan dalam meningkatkan produktivitas dan perluasan kesempatan kerja, berbagai tantangan tersebut sebagaimana tercantum dalam Agenda Pembangunan Bidang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, antara lain :

1. Meningkatkan produktivitas melalui realokasi tenaga kerja ke arah sektor dan sub-sektor kegiatan ekonomi dengan produktivitas tinggi. Tantangan ini terkait dengan transformasi structural sektor ekonomi ke arah sektor bernilai tambah tinggi. Pertumbuhan yang diharapkan adalah pertumbuhan yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dengan tetap meningkatkan produktivitas.

a. Sektor pertanian merupakan pemberi kesempatan kerja besar dan membantu dalam ketahanan pangan bagi jutaan orang;

b. Sektor industri mempunyai potensi dapat menggerakkan pertumbuhan, menciptakan kesempatan kerja dan membawa

perbaikan pada kesejahteraan hidup. Industri padat pekerja juga didorong untuk memberikan pekerjaan bagi penduduk yang tingkat pendidikannya rendah.

2. Meningkatkan standar hidup pekerja, terutama bagi penduduk 40% dengan pendapatan terendah (termasuk pekerja miskin), melalui penyediaan kesempatan kerja produktif. Tantangan ini erat kaitannya dengan (i) terbukanya lapangan kerja baru menjadi salah satu sarana meningkatkan pendapatan penduduk, (ii) terciptanya lapangan kerja baru melalui investasi baru baik dari dalam negeri maupun luar negeri, (iii) ketersediaan kesempatan kerja produktif bagi penganggur dan pekerja miskin, (iv) standar hidup pekerja miskin ditingkatkan melalui penyediaan kesempatan kerja khususnya bagi pekerja rentan.

3. Meningkatkan penyediaan kesempatan kerja bagi angkatan kerja usia muda sesuai tingkat pendidikannya. Tantangan ini terkait dengan: (i) meningkatnya angka partisipasi angkatan kerja usia muda (19-24 tahun) berpendidikan tinggi, (ii) persebaran angkatan kerja antar pulau dan antar provinsi/kabupaten/kota yang tidak merata berimplikasi pada ketimpangan faktor produksi tenaga kerja antar daerah, dan (iii) adanya peluang bonus demografi yang mengkaitkan penduduk dan ekonomi.

4. Membekali tenaga kerja Indonesia dengan keterampilan dan keahlian dalam menghadapi keterbukaan pasar. Pergerakan bebas tenaga kerja (free movement of labor) hanya berlaku untuk tenaga kerja yang memiliki keterampilan atau skilled labor. Selain perlu meningkatkan daya saing tenaga kerja melalui peningkatan keterampilan dan keahlian, perlu adanya mekanisme perlindungan tenaga kerja domestic melalui kebijakan yang sesuai dengan kesepakatan internasional.

Untuk memperluas lapangan kerja bagi kaum muda, pemerintah melalui Bappenas telah membentuk forum koordinasi lintas sektoral yang disebut JEJAKMU (Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia) atau IYEN (Indonesia Youth Employment Network). Pembentukan JEJAKMU merupakan respon pemerintah Indonesia terhadap Deklarasi PP mengenai perluasan lapangan kerja kaum muda (the

UN’s MDG’s on Youth Employment) pada tahun 2002. Pada awalnya JEJAKMU berada di bawah koordinasi Menko Perekonomian, kemudian pada tahun 2010 dialihkan kepada Bappenas, khususnya Direktorat Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja.

JEJAKMU didukung oleh berbagai kementerian/lembaga yang mempunyai program perluasan kesempatan kerja melalui kegiatan lima pilar JEJAKMU diantaranya Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, dll. Selain didukung oleh kementerian/lembaga, forum koordinasi JEJAKMU juga didukung oleh APINDO dan Indonesia Business Links. Pada perkembangannya, forum koordinasi JEJAKMU menggunakan model program pemberdayaan kaum muda ketika penerapan pola kemitraan di tingkat kabupaten/kota, seperti yang dilakukan

Indonesia Business Links, Plan Indonesia dan Save the Children.

Lebih lanjut, sehubungan dengan adanya 9 (sembilan) kategori inisiatif ketenagakerjaan kaum muda yang disusun oleh Bank Dunia, Pemerintah Indonesia melalui berbagai programnya telah merespon hampir seluruh kategori intervensi yang ada. Kategori-kategori tersebut, antara lain :

1. Membuat pasar kerja berfungsi lebih baik bagi kaum muda; 2. Meningkatkan kesempatan untuk menjadi pengusaha muda; 3. Pelatihan keahlian bagi kaum muda;

4. Membuat sistem pelatihan berfungsi lebih baik bagi kaum muda;

5. Program untuk menghindarkan tersingkirnya kaum muda yang kurang beruntung;

6. Meningkatkan kebijakan pasar kerja agar bermanfaat bagi kaum muda; 7. Pendekatan yang komprehensif;

8. Lainnya, seperti program nasional pemberdayaan masyarakat yang mewadahi aspirasi dari bawah untuk penciptaan lapangan kerja.

Namun respon yang memberi perhatian pada kaum muda masih terbatas, hanya 25,8% program yang menargetkan secara spesifik pada kaum muda.

Begitu pula halnya dengan pelaksanaan kegiatan oleh para pemangku kepentingan yang mengacu pada Lima Pilar JEJAKMU. Walaupun berbagai kegiatan sudah banyak dilakukan, namun belum terasa dampaknya terhadap perluasan lapangan kerja kaum muda secara signifikan. Menurut Janti Gunawan yang telah mengevaluasi Program JEJAKMU pada tahun 2011, menyatakan bahwa dari sekitar 63% kegiatan yang dilakukan kementerian/lembaga hanya 26% yang mentargetkan secara spefisik kaum muda. Selain itu pelaksanaan kegiatan belum terintegrasi dan manajemennya belum efektif.

Kondisi ini disebabkan beberapa faktor, antara lain : (1) IYEN/JEJAKMU belum memiliki dasar hukum yang kuat; (2) Jaringan kelembagaannya belum menjangkau ke tingkat daerah; (3) belum memiliki panduan pelaksanaan kegiatan oleh masing-masing pemangku kepentingan yang masih bersifat sektoral. Kondisi ini yang membuat perlunya revitalisasi kelembagaan JEJAKMU ke tingkat kabupaten/kota. Revitalisasi kelembagaan JEJAKMU berfungsi, antara lain :

a) Menyusun National Youth Employment Action Plan (Rencana Aksi Nasional Ketenagakerjaan Bagi Kaum Muda);

b) Menyiapkan panduan dan dukungan untuk perencanaan dan pelaksanaan rencana aksi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten;

c) Menfasilitasi kemitraan dan membangun jejaring ketenagakerjaan kaum muda;

d) Menggalang dukungan dan sumber daya dari organisasi nasional maupun internasional untuk memperkuat pemberdayaan tenaga kerja muda;

e) Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait program-program kegiatan JEJAKMU.

Selanjutnya, revitalisasi kelembagaan JEJAKMU di daerah akan dilakukan melalui 4 (empat) tahap, yaitu :

a) Identifikasi potensi jaringan kelembagaan di kabupaten/kota yang dilakukan melalui identifikasi mitra, sosialisasi inisiatif Lima Pilar JEJAKMU dan membentuk forum koordinasi Lima Pilar JEJAKMU;

b) Mensinergikan pemangku kepentingan di kabupaten/kota yang dilakukan melalui koordinasi diantara Bappeda, dinas terkait, SMK/BKK, BLK dan LSM serta pembagian tugas sesuai Tiga Pilar JEJAKMU;

c) Mengembangkan model kegiatan terpadu dari Lima Pilar JEJAKMU; d) Monitoring dan evaluasi.

Strategi yang digunakan untuk memperkuat jaringan dan kelembagaan JEJAKMU akan dilakukan dengan (1) membentuk kelembagaan JEJAKMU tingkat provinsi dan kabupaten/kota; (2) menetapkan legalitas atau dasar hukum JEJAKMU tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota; (3) menetapkan tugas, fungsi dan mekanisme kerja JEJAKMU tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota; (4) melakukan sinkronisasi dan sinergi kegiatan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya.

2.2 Pengembangan Model Kegiatan Terpadu dari Lima Pilar JEJAKMU

Model kegiatan terpadu Lima Pilar JEJAKMU menggambarkan alur kegiatan fasilitasi kepada kaum muda untuk mendapatkan pekerjaan yang layak (decent

work) dan memulai usaha yang berskala ekonomi mikro maupun kecil. Model ini dikembangkan berdasarkan pengalaman lapangan kementerian maupun lembaga juga lembaga swadaya masyarakat dalam penciptaan lapangan kerja bagi kaum muda. Kelima Pilar JEJAKMU tersebut adalah:

a. Pilar Kebijakan Ketenagakerjaan Kaum Muda

Peningkatan penyerapan tenaga kerja kaum muda akan lebih cepat terjadi dengan adanya kebijakan ketenagakerjaan yang fokus dan mendukung tujuan tersebut. Peninjauan kembali segala kebijakan ketenagakerjaan juga diperlukan untuk memfasilitasi kesempatan kerja yang lebih besar bagi kaum muda.

b. Pilar Pendidikan Keahlian untuk Bekerja

Kebijakan pendidikan keahlian untuk bekerja ditujukan untuk mempersiapkan tenaga kerja muda masuk ke dalam pasar kerja.

c. Pilar Pemagangan

Pemagangan sebagai salah satu strategi untuk mempersiap tenaga kerja muda untuk masuk ke dalam pasar kerja dengan terjun langsung ke dalam dunia kerja maupun dunia usaha sehingga mereka mampu menyesuaikan atau menguasai keterampilan dan keahlian.

d. Pilar Pengembangan Kewirausahaan

Pengembangan kewirausahaan adalah peningkatan keterampilan kewirausahan (entrepreneurship) sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan juga orang lain. Dengan adanya dorongan dari pemerintah secara aktif untuk berwirausaha, kaum muda diharapkan dapat lebih cepat terserap ke dalam pasar kerja.

e. Pilar Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing)

Segala upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja berkualitas bagi kaum muda tidak akan dapat berjalan tanpa adanya dukungan dari semua pihak yang terlibat sebagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu, perlu adanya media yang dapat mengakomodasi dalam berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang

membantu tercapainya tujuan program JEJAKMU. Fungsi utama media ini adalah berbagi pengetahuan mengenai kebijakan dan program ketenagakerjaan kaum muda yang dimiliki oleh berbagai kementerian/lembaga.

Untuk mendukung Pilar Berbagi Pengetahuan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas hingga saat ini sedang membangun media yang akan digunakan untuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing) melalui pengembangan laman yang berfungsi sebagai portal pengetahuan untuk menyebarkan informasi secara luas kepada masyarakat Indonesia, khususnya kaum muda. Laman tersebut memuat segala informasi mengenai program JEJAKMU mulai dari sejarah pendiriannya hingga langkah revitalisasi yang sedang dilakukan pemerintah serta berbagai program yang melibatkan kaum muda yang dimiliki oleh kementerian/lembaga.

Selain menjadi portal pengetahuan, fungsi utama dari laman JEJAKMU adalah menyediakan informasi lowongan pekerjaan dan pemagangan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tidak hanya itu, sebagai upaya meningkatkan antusiasme kaum muda Indonesia dalam menyukseskan program revitaslisasi JEJAKMU, laman tersebut juga akan menyajikan informasi pendukung seputar ketenagakerjaan kaum muda, seperti saran-saran dalam melamar pekerjaaan, kisah sukses wirausaha muda Indonesia, dan informasi-informasi kaum muda lainnya. Informasi JEJAKMU dapat diakses melalui kanal jejakmu.bappenas.go.id dalam laman bappenas.go.id.

Model keterpaduan kelembagaan JEJAKMU meliputi tahapan dan alur kegiatan. Masing-masing tahapan tersebut adalah pendataan, sosialisasi, peningkatan kompetensi dan penempatan kerja (Sumarna, Revatilisasi IYEN: Langkah Ke Depan Pengembangan Lapangan Kerja Berkualitas untuk Kaum Muda, 2014).

Berikut ini alur untuk menggambarkan model keterpaduan kelembagaan JEJAKMU.

Gambar 2.4 Alur Tahapan Kelembagaan JEJAKMU

Keterangan:

a. Pendataan

Pendataan dilakukan pada tingkat nasional/pusat, provinsi dan kabupaten/kota dengan pendataan calon peserta program JEJAKMU yang terdiri kaum muda yang berusia antara 15 – 24 tahun yang terdiri dari mereka yang putus sekolah, penganggur, maupun lulusan SLTA/PT. Data diperoleh dari BPS, Dinas Ketenagakerjaan dan Pendidikan, serta sumber lainnya.

b. Sosialisasi dan Rekrutmen

Pada tahapan sosialisasi, kegiatan yang penting adalah kegiatan di tingkat kabupaten/kota yaitu memberikan informasi dan bimbingan kepada kaum muda untuk memilih jalur karir. Tahapan tersebut dilaksanakan seperti tabel berikut

Tabel 2.2 Sosialisasi

Untuk tingkat nasional sosialisasi dilakukan oleh Bappenas beserta kementerian/lembaga yang mempunyai program peningkatan keahlian bagi kaum muda, APINDO, LPKP (Kemenpora), beserta LSM yang mempunyai program pemberdayaan bagi kaum muda. Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sosialisasi dilakukan di SKPD, Kadinda, FKJP (Forum Pemagangan) serta para mitra kelompok kerja. Program ini disosialisasikan kepada calon peserta ke sekolah-sekolah setingkat SLTA, Bursa Kerja Khusus (BKK), Balai Latihan Kerja (BLK), Karang Taruna, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dll. Informasi yang disampaikan meliputi program JEJAKMU meliputi peluang kerja dan kesempatan usaha. Proses sosialisasi dan rekrutmen, selain mendatangi langsung tempat di atas, juga dilakukan melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Setelah calon peserta mendapatkan informasi tentang program JEJAKMU, mereka kemudian diseleksi melalui konseling minat bakat untuk menentukan minat dan bakat peserta calon pencari kerja untuk mengikuti program pelatihan Kerja atau kewirausahaan.

c. Peningkatan Kompetensi

Setelah menjalani konseling minat dan bakat, peserta dibagi untuk memilih program untuk menjadi pekerja terampil atau memulai usaha mandiri atau tahapan peningkatan kompetensi. Pada tingkat nasional kegiatan utamanya adalah menetapkan kebijakan tentang penerapan pelatihan dan pemangangan berbasis kompetensi untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di tingkat

kabupaten kota berupa Standar Nasional (SKKNI) dan standar khusus.

Pada tingkat provinsi kegiatan utamanya adalah sosialisasi program diklat dan pemagangan berbasis kompetensi yang dilakukan di BLK atau LPK milik Kementerian dan Lembaga. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, dilakukan layanan teknis berupa pendidikan dan pelatihan kerja dan wirausaha serta sertifikasi. Peserta dibagi menjadi peminatan untuk pengembangan keterampilan teknis dan wirausaha.

Tabel 2.3 Peningkatan Kompetensi

1) Peserta Pelatihan untuk Siap Kerja

Peserta dengan peminatan menjadi pekerja terampil menjalani beberapa tahapan agar siap bekerja, yaitu:

i. Pelatihan Keterampilan Hidup (Life Skill Training)

Peserta diberikan pengayaan untuk pengembangan karakter menjadi pekerja yang mempunyai disiplin dan etos kerja yang tinggi, seperti mengelola emosi, manajemen waktu, kemampuan komunikasi, pengelolaan konflik, mengelola

Dokumen terkait