• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar COD hari ke 10 :

Dalam dokumen PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCELUPAN INDUSTR (Halaman 37-42)

PROSEDUR PERCOBAAN

5. Kadar COD hari ke 10 :

Kadar COD = (mL titrasi blanko – mL titrasi c.u) x N FAS x 8 x 1000 Volume contoh uji

Kadar COD = (3,8 mL – 3,6 mL) x 0,06 N x 8 x 1000 2,5 mL

No Hari ke - Kadar COD Awal Kadar COD Akhir Efisiensi (%) 1 0 371,52 mg/L 335,24 mg/L 9,76 2 1 230,4 mg/L 37,98 3 2 122,88 mg/L 66,92 4 3 46,08 mg/L 87,59 5 10 30,72 mg/L 91,73

BAB IV PEMBAHASAN

Limbah tekstil kini semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya industri tekstil. IKM pun demikian. Penggunaan zat warna sintetis untuk proses pencelupan kini digunakan sebagai alternatif agar didapatkan kapasitas produksi yang tinggi dengan kualitas yang baik diantaranya mudah, praktis, tahan luntur warna baik, intensitas warna lengkap dll. Dengan semakin maraknya penggunaan zat warna maka limbah yang dihasilkan semakin tinggi. Dengan debit yang semakin tinggi pun maka kadar pencemaran semakin tinggi yang dapat menyebabkan resiko pencemaran meningkat. Adanya kandungan logam, gugus azo, gugus antrakwinon dalam zat warna menyebabkan proses degradasinya sulit. Kandungan zat organik pun demikian yang dapat diurai dengan menggunakan mikroorganisme.

Pengolahan limbah perlu dilakukan guna mendapatkan air limbah yang memenuhi syarat baku mutu lingkungan untuk dibuang ke sungai maupun digunakan kembali sebagai air proses. Pengolahan limbah ini menggunakan metoda lumpur aktif yang diaktivasi dengan karbon aktif. Lumpur aktif didapat dari sisa air pembuangan sehingga memiliki banyak bakteri dan mikroorganisme yang dapat mendegradasi zat organik dalam limbah tekstil. Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak dengan adanya oksigen yang dialirkan. Oksigen ini didapat dari proses aerasi yang menyebabkan timbulnya kontak antara air limbah dengan udara yang telah dicampurkan dengan air sisa pembuangan. Karbon aktif yang digunakan dalam praktikum ini berasal dari kayu yang dibakar menjadi arang dan kemudian digerus hingga lembut dan dioven dalam suhu tinggi sehingga teraktivasi menjadi karbon aktif yang kaya akan oksigen. Oksigen inilah yang digunakan untuk perkembangbiakan mikroorganisme agar dapat mendegradasi zat organik dari air limbah.

Mulanya 50 mL air buangan ini dilakukan aerasi selama 1 hari dengan menambahkan ± 5 mL air limbah untuk mengetahui kecocokan antara bakteri yang dikandungnya dengan zat organic yang dikandung air limbah. Hasilnya menunjukan bahwa antara air buangan dan air limbah secara fisika masih tetap

keruh yang menandakan bahwa adanya kecocokan antara bakteri dan zat organic sehingga air limbah ini tetap dalam keadaan aerob atau keruh dengan adanya kandungan oksigen didalamnya. Oksigen ini diperoleh dari proses aerasi dimana adanya gelembung yang ditimbulkan oleh aerator menyebabkan adanya kontak antara air limbah dengan udara sehingga menghasilkan oksigen.

Percobaan pun dilakukan dengan mencampurkan air limbah sebanyak 300 mL dengan 50 mL air buangan yang telah diketahui bahwa mikroorganismenya cocok dengan zat organik yang terkandung dalam air limbah. Karbon aktif pun dimasukan ke dalam limbah tersebut dengan konsentrasi 800 ppm. Karbon aktif ini berasal dari kayu yang dibakar dan diaktivasi pada oven sehingga menjadi aktif dan memiliki kandungan oksigen yang tinggi untuk menimbulkan bakteri. Pada proses ini terjadi penguraian zat organik secara biologi oleh aktifitas bakteri atau mikroorganisme yang tumbuh tersuspensi dalam air limbah dengan bantuan aerasi. Mekanisme yang terjadi adalah dengan diserapnya zat organik oleh mikroorganisme sehingga interaksi antar partikel zat organik menjadi tidak stabil dan menjadi suspensi yang terpisah dari air limbah. Setelah zat organik tersebut terserap maka terjadi stabilisasi dimana zat organik ini diuraikan oleh mikroorganisme menjado CO2 dan H2O.

Dengan adanya karbon aktif maka partikel zat warna dapat terserap serta lumpur aktif pun bertambah karena produksi oksigen meningkat karena terjadi interaksi penyerapan yang sinergi antara pasrtikel lumpur aktif dengan karbon aktif yang mengakibatkan penyerapan zat organik dan reduksi zat organik meningkat. Adanya logam berbahaya dalam air limbah pun dapat diikat oleh karbon aktif sehingga efek racun dapat diminimalisir.

Parameter yang digunakan dalam pengolahan limbah ini adalah COD atau Chemical Oxygen Disolf atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan zat kimia untuk mendegradasi zat organic dalam air limbah. Dimana air limbah ini mengandung zat organic yang sulit untuk didegradasi. Degradasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan oksigen yang berasal dari zat kimia.

Awalnya limbah contoh uji ini memiliki kadar COD sebesar 371,52 mg/L. Sedangkan baku mutu lingkungan menurut SK Gubernur Jabar 6/1999 adalah

diolah dengan pengolahan lumpur aktif dengan aktivasi karbon aktif. Pengolahan ini dilakukan untuk limbah yang telah dilakukan proses aerasi selama 0 – 1 – 2 – 3 – 10 hari. Hasilnya menunjukan penurunan nilai COD yang baik atau dengan kata lain bahwa semakin tinggi waktu aerasi maka penuruna COD semakin tinggi. Hal ini diakibatkan karena kontak antara air limbah dengan oksigen semakin lama sehingga kadar oksigen yang dihasilkan semakin banyak sehingga mikroorganisme yang tumbul semakin banyak pula. Oleh karena itu, karbon aktif yang belum menyerap zat organik memiliki kesempatan untuk menyerap zat organik lainnya yang belum diserap sehingga kadar zat organik yang tersisa dalam air limbah berkurang. Kontak antara karbon aktif dengan limbah pun semakin tinggi maka penye,vrapan zat organiknya pun semakin tinggi. Dengan terserapnya zat organik maka dapat terbentuk flok atau kumpulan mikrorganisme yang dapat mengendap dengan adanya gaya gravitasi. Endapan ini akan terlihat dengan adanya proses pengendapan dimana setelah kontak antara mikrorganisme dan zat organik dalam aerator dengan waktu tertentu maka limbah tersebut diawetkan dalam kulkas untuk memperlambat laju pembusukan bakteri sehingga bakteri tersebut tidak mati dan tetap utuh hingga proses pengujian. Pada tahap ini maka flok dapat terlihat menjadi endapan dan air mengalami penurunan warna karena partikel zat warna dalam limbah turut serta terserap oleh mikroorganisme. Penurunan warna ini terlihat menjadi lebih bening meskipun masih sedikit berwarna. Mekanisme terbentuknya flok dapat digambarkan sebagai berikut:

Zat organik yang diolah dalam pengolahan ini pada umumnya adalah C (karbon), H (hidrogen), O (oksigen) , N (nitrogen) dan S (sulfur). Gugus sulfur biasanya ditemukan dalam zat warna belerang karena mengandung jembatan sistina. Sedangkan limbah ini merupakan limbah dari proses pencelupan zat warna reaktif dan asam yang mengandung gugus C, O, H dan N tanpa gugus S atau sulfur.

Hasil pengolahan yang diuji dengan parameter COD menunjukan bahwa semakin lama waktu aerasi maka semakin rendah kadar COD. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu kontak antara zat organik dengan mikroorganisme sehingga zat organik yang diserap semakin tinggi dan penurunan warna pun terjadi. Berikut grafiknya:

Awal Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-10

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Dalam dokumen PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCELUPAN INDUSTR (Halaman 37-42)

Dokumen terkait