• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2. Uji Toleransi Glukosa dan Uji Toleransi Insulin Glukosa pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan Mengandung Kadar Protein dan

4.2.4 Kadar Insulin Darah

Data kadar insulin darah pada penelitian ini hanya pada uji toleransi glukosa saja, sedangkan pada uji toleransi insulin glukosa, data kadar insulin darah tidak terdeteksi. Kadar insulin darah pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P32 ;K47 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pada kadar protein yang sama, ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi menunjukan kadar insulin darah yang cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi karbohidrat rendah (Tabel 5, Lampiran 17)

Sebelum injeksi Glukosa

Setelah Injeksi Glukosa Perlakuan

Jam ke – 0 Jam ke - 1 Jam ke - 2 Insulin darah (µIU/ml)

P28;K 21 7,59 ± 0,03a 8,37 ± 0,27 a 8,59 ± 0,40a P29;K 36 7,60 ± 0,03a 9,49 ± 0,21a b 9,62 ± 0,22ab P29;K 52 7,76 ± 0,04bc 9,70 ± 0,24b 9,91 ± 0,86ab P33;K 21 7,65 ± 0,03a b 9,34 ± 0,43ab 9,96 ± 0,42ab P33;K 36 7,77 ± 0,05c 10,17 ± 0,78b 10,27 ± 1,02b P32;K 47 7,19 ± 0,07d 10,31 ± 0,20 b 10,30 ± 0,09b

Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%

4.2.5 Pembahasan

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah. Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat pakan sangat bergantung pada kompleksitas karbohidrat, sifat fisik, dan kadar karbohidrat dalam pakan. Kemampuan ini dapat dilihat dari sistem pencernaan dan sistem metaboliknya. Kemampuan sistem metabolik menggambarkan kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat terabsorbsi (terutama dalam bentuk glukosa). Karbohidrat yang terabsorbsi ini segera digunakan sebagai energi, disimpan sebagai glikogen pada hati dan otot sebagai cadangan energi, disintesis menjadi senyawa-senyawa lain seperti trigliserida dan asam-asam amino non esensial. Karena asam amino tidak disimpan dengan cara demikian, maka kelebihan asam amino akan dideaminasi dan residu karbon akan dioksidasi dan dirubah menjadi lemak, karbohidrat, atau senyawa-senyawa lainnya. Ikan mengoksidasi asam-asam amino terdeaminasi untuk energi secara lebih efisien dibandingkan glukosa. Dengan demikian hanya jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan anabolik yang harus disuplai dalam pakan, sehingga protein sparing -effect oleh karbohidrat dapat ditingkatkan (Lovell 1989).

Uji toleransi glukosa dan toleransi insulin glukosa pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan ikan memanfaatkan karbohidrat dilihat dari sistem metaboliknya, yaitu dengan melihat respons glukosa dan insulin plasma terhadap suatu muatan glukosa. Sebelum uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa dilakukan, ikan dipelihara selama 30 hari dengan pemberian pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda, diharapkan selama masa pemeliharaan ini terjadi adaptasi metabolik ikan terhadap perubahan nutrien pakan. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah ikan gurame

sebelum uji (dipuasakan selama 48 jam), berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05). Ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K36 dan P32;K47 menghasilkan kadar glukosa darah terendah.

Puncak kadar glukosa darah semua perlakuan pada penelitian ini terjadi 1 jam setelah injeksi glukosa. Puncak glukosa darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik keseimbangan. Kemampuan suatu organisme untuk mengasimilasi dan memanfaatkan glukosa dari aliran darah terutama bergantung pada mekanisme transport aktif. Jalur asimilasi glukosa ke dalam aliran darah setelah injeksi intraperitonal berbeda setelah pemberian glukosa secara oral. Pemberian glukosa dengan cara injeksi secara intraperitonial, asimilasi glukosa melalui sistem pencernaan mungkin dipotong, dan karena glukosa masuk ke dalam sel tidak dapat melalui difusi pasif, maka transpor aktif harus terjadi melalui sel-sel epitelial rongga peritoneum atau organ-organ yang mengelilinginya (Stone et al. 2003a).

Ikan gurame yang diberi muatan glukosa secara intraperitonial dengan dosis 1 g/kg bobot tubuh menghas ilkan mekanisme transpor glukosa dari rongga peritoneum ke aliran darah yang cukup efisien. Hal ini dapat dilihat dari cepatnya waktu mencapai puncak glukosa yaitu 1 jam setelah injeksi glukosa dan kembali ke kadar glukosa basal antara jam ke 5 dan 7 se telah injeksi glukosa. Hal yang sama dilaporkan Stone et al. 2003a, yang melakukan uji toleransi glukosa pada ikan silver perch, yang merupakan ikan omnivora. Kadar glukosa maksimum dicapai pada jam ke-1 setelah injeksi glukosa secara intraperitonial dengan dosis 1 g/kg bobot tubuh dan kembali ke kadar glukosa basal antara jam ke- 6 dan 12 setelah injeksi glukosa. Jika dibandingkan dengan uji toleransi glukosa pada ikan

seabream dan seabass, yang merupakan ikan karnivora, kadar glukosa maksimum masing-masing dicapai pada jam ke - 3 dan jam ke -6 setelah injeksi glukosa. Baru pada jam ke-12 setelah injeksi glukosa mulai terjadi penurunan kadar glukosa darah (Peres et al. 1999). Hal ini menegaskan bahwa ikan-ikan herbivora dan omnivora lebih efisien dalam memanfaatkan karbohidrat (glukosa) dibandingkan ikan-ikan karnivora.

Ikan gurame nampaknya juga melakukan adaptasi metabolik terhadap pemberian pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda selama 30 hari. Adaptasi ini dapat dilihat dari respons glukosa darah setelah injeksi glukosa. Peningkatan kadar protein pakan dari 28 menjadi 32% nampaknya tidak berpengaruh pada perubahan kadar glukosa darah. Pada kadar protein pakan 28% dan 32%, peningkatan kadar karbohidrat menghasilkan nilai glukosa darah yang makin rendah. Rendahnya kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat tinggi menunjukkan turnover rate glukosa lebih cepat. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan dengan karbohidrat rendah, metabolisme karbohidat berlangsung dengan lambat sehingga menambah pool

glukosa darah (Nagai dan Ikeda 1971). Shimeno et al. (1993) juga melaporkan adanya adaptasi metabolik ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap karbohidrat pakan. Aktivitas enzim-enzim glikolisis dan pentosafospa t pada hati yaitu fosfoglukosa isomerase, glukosa -6-fosfat dehidrogenase dan fosfoglukonat dehidrogenase meningkat dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan, sebaliknya aktivitas enzim -enzim yang mendegradasi asam amino (aspartat aminotransferase dan a lanin aminotransferase) dan glukoneogenesis (glukosa-6-fosfatase) lebih rendah pada ikan yang mengkonsumsi karbohidrat tinggi. Hal ini menegaskan peningkatan kadar karbohidrat pakan pada ikan herbivora mempercepat proses glikolisis dan lipogenesis dan menekan degradasi asam amino dan glukoneogenesis pada hati. Pada ikan karnivora, proses glukoneogenesis merupakan proses utama untuk memenuhi kebutuhan glukosa tubuh dan proses ini tetap aktif pada saat glukosa tinggi (Fu dan Xie 2004).

Penurunan kadar glukosa darah sampai mendekati kadar glukosa basal baik pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkarbohidrat tinggi maupun rendah terjadi pada jam ke-7. Akan tetapi, kecepatan tingkat penurunan kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung ka rbohidrat tinggi lebih cepat dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi, pemasukan glukosa ke dalam sel berlangsung lebih cepat dan menyebabkan kadar glukosa dalam darah segera

turun. Penurunan ini diduga sebagai konsekuensi dari interaksi antara peningkatan absorbsi glukosa ke dalam darah dan adanya kerja insulin.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan komposisi pakan (protein dan karbohidrat) mempengaruhi sekresi dan kerja insulin pada ikan gurame. Ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32% mempunyai kadar insulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 28%. Selanjutnya ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi juga menghasilkan kadar insulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kadar protein dan karbohidrat pakan berpengaruh pada kadar insulin darah pada ikan gurame. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa perubahan komponen nutrien pakan dapat mempengaruhi fungsi endokrin pada ikan. Peningkatan asam-asam amino setelah pemberian pakan merupakan stimulus utama sekresi insulin dan meningkatkan kemampuan pengikatan insulin pada hati (Hepher 1990; MacKenzie et al. 1998). Peningkatan kadar glukosa darah setelah injeksi glukosa menstimulasi sel-sel ß-pankreas mensekresikan insulin. Kadar insulin ikan gurame meningkat antara jam ke- 1 dan 2 setelah injeksi glukosa. Pengaruh peningkatan kadar insulin dapat dilihat dari kecepatan tingkat penurunan kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi lebih cepat dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat rendah. Mekanisme melalui mana nutrien (glukosa, asam amino, dan asam lemak) mempengaruhi fungsi endokrin pada ikan antara lain dapat melalui stimulasi langsung sintesis dan sekresi hormon, modulasi ketersediaan reseptor hormon, perubahan post-receptor signalling pada sel-sel target, perubahan transpor hormon (MacKenzie et al. 1998).

Pada uji toleransi insulin glukosa, ikan gurame diinjeksi insulin dan glukosa setelah pemuasaan 48 jam. Pola perubahan kadar glukosa darah sama seperti pada uji toleransi glukosa, namun nilai kadar glukosa darah pada puncak glukosa (jam ke -1 setelah injeksi insulin-glukosa) lebih rendah jika dibandingkan dengan uji toleransi glukosa. Uji toleransi insulin-glukosa ini menunjukkan keberadaan insulin bersamaan dengan muatan glukosa pada ikan gurame mampu

meregulasi kadar glukosa darah ikan gurame. Hal ini terlihat dari kecepatan penurunan pada setiap jam pengamatan, yaitu ikan gurame yang dinjeksi insulin menghasilkan kadar glukosa darah yang lebih rendah dibandingkan ikan yang tidak diinjeksi insulin. Secara umum waktu untuk mencapai kadar insulin maksimum pada ikan sedikit lebih lambat jika dibandingkan pencapaian puncak kadar glukosa darah (Furuichi dan Yone 1981). Fenomena yang sama terlihat pada penelitian ini, yaitu ikan gurame yang tidak diinjeksi insulin menghasilkan nilai puncak kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan laju penurunan kadar glukosa darah yang cukup cepat baru terjadi setelah puncak kadar insulin (jam ke-2 setelah injeksi glukosa).

Glukosa yang terasimilasi ini selanjutnya akan digunakan sebagai sumber energi, disimpan sebagi glikogen dalam hati dan otot, disintesis menjadi senyawa-senyawa lain seperti trigliserida dan asam-asam amino non esensial. Pada penelitian ini terlihat bahwa ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47 menghasilkan kadar trigliserida darah tertinggi yaitu 314,7%. Tingginya kadar trigliserida darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein dan karbohidrat tinggi ini menunjukkan adanya proses lipogenesis selama masa pemeliharaan 30 hari. Kelebihan glukosa darah, setelah kebutuhan energi metabolisme terpenuhi, segera dikonversi menjadi trigliserida, dan selanjutnya disimpan dalam jaringan adiposa. Pada pemuasaan selama 48 jam terjadi proses lipolisis, dimana trigliserida yang disimpan dalam jaringan adiposa dimobilisasi untuk mensuplai energi selama pemuasaan. Tingginya kadar trigliserida pada saat pemuasaan ini disebabkan sintesis endogenous trigliserida yang berasal dari glukosa hasil mobilisasi glikogen hati dan asam-asam lemak bebas yang ditranspor dari jaringan adiposa ke hati (Groff dan Gropper 2000).

Pada jam ke-2 dan 3 setelah injeksi glukosa, kadar trigliserida darah ikan gurame lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida awal (pada saat pemuasaan). Penurunan kadar trigliserida darah setelah injeksi glukosa merupakan respon yang berkaitan dengan peningkatan kadar insulin setelah injeksi glukosa. Penurunan kadar trigliserida setelah injeksi glukosa juga terjadi pada ikan Atlantic salmon

dan ikan turbot setelah injeksi glukosa (Garcia dan Hemre 1996; Hemre dan Hansen 1998). Sedangkan pada uji toleransi insulin glukosa, kadar trigliserida

darah pada jam ke -2 setelah injeksi insulin glukosa, kadar trigliserida darah lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida awal (setelah pemuasaan 48 jam). Namun pada jam ke-3 setelah injeksi insulin glukosa terjadi peningkatan kembali kadar trigliserida darah. Diduga pemberian hormon insulin dan glukosa menyebabkan proses lipogenesis antara jam 2 dan 3 setelah injeksi. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan glukosa darah, setelah kebutuhan untuk metabolisme terpenuhi, segera dikonversi menjadi menjadi trigliserida.

Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot. Peningkatan kadar karbohidrat pakan nampaknya berpengaruh nyata pada peningkatan kadar glikogen pada hati dan otot ikan gurame. Kadar glikogen otot dan hati ikan gurame sebelum uji (setelah pemuasaan selama 48 jam) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P32;K47 menghasilkan kadar glikogen otot dan hati tertinggi, sedangkan kadar glikogen otot dan hati terendah pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P28;K21 (p<0,05). Peningkatan kadar glikogen pada hati dan otot dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Nakai dan Ikeda 1971; Peres et al. 1999; Suarez et al. 2002; Krogdahl et al. 2004).

Kadar glikogen otot dan hati ikan gurame pada jam ke-3 setelah injeksi pada kedua uji menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu terjadi peningkatan kadar glikogen dibandingkan kadar glikogen awal (jam ke-0). Peningkatan kadar glikogen menunjukkan adanya kelebihan glukosa darah setelah kebutuhan energi metabolisme terpenuhi, yang segera dikonversi menjadi glikogen, dan selanjutnya disimpan dalam otot dan hati. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya peningkatan kadar insulin darah setelah injeksi glukosa yang menyebabkan peningkatan pemanfaatan glukosa dalam sel dan juga peningkatan sintesis glikogen pada otot dan hati.

Hasil penelitian tahap II ini menunjukkan bahwa ikan gurame mempunyai toleransi yang cukup tinggi untuk meregulasi kadar glukosa darah dan mampu memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 47% pada kadar protein 32%.

Berdasarkan hasil penelitian tahap I (perubahan enzim pencernaan pada ikan gurame yang diberi pakan berkadar protein dan karbohidrat berbeda ) dan penelitian tahap II (uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa pada

ikan gurame) menunjukkan bahwa ikan gurame melakukan adaptasi digestif dan metabolik terhadap kadar protein dan karbohidrat pakan yang diberikan. Informasi ini sangat penting untuk menentukan waktu pergantian pakan yang tepat sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan dan pengaruh nutrien pada fungsi endokrin sangat penting untuk merancang strategi pemberian pakan (komposisi nutrien pakan) yang dapat memacu produksi hormon-hormon anabolik (insulin) sehingga dapat dijadikan dasar manajemen pemberian pakan (komposisi nutrien pakan dan waktu pergantian pakan yang tepat) sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan.

Kedua tahap penelitian di atas dijadikan dasar penentuan waktu pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda. Berdasarkan perubahan relatif terbesar aktivitas enzim pe ncernaan khususnya a-amilase , dan sesuai dengan kemampuan ikan gurame dalam meregulasi dan memanfaatkan karbohidrat pakan maka waktu pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda (20, 35, dan 47%) dengan kadar protein pakan 32% dilakukan pada hari ke 20 dan 50 setelah pemberian pakan.

4.3 Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan

Dokumen terkait