• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah di Lahan Penelitian .1 Bobot Isi dan Porositas Total Tanah .1 Bobot Isi dan Porositas Total Tanah

4.2.2 Pori Drainase Tanah

4.2.3.3 Kadar Air Lapang

Kadar air lapang adalah kadar air yang menggambarkan kandungan air yang ada di lapang pada saat itu juga (pengukuran). Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif setelah beberapa hari selama tidak hujan pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan bahwa setelah beberapa hari (1-5) tidak terjadi hujan, kadar air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanah dalam menahan/memegang air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih baik dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kemampuan menyimpan air pada tanah ditentukan oleh porositas dan kandungan bahan organik yang ada pada tanah tersebut. Semakin meningkatnya porositas tanah maka kemampuan tanah dalam menyimpan air akan lebih tinggi. Bahan

26 organik juga berperan dalam membantu pengikatan air dan menjaga kelembaban tanah dari evaporasi yang terjadi pada tanah. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan Poerwowidodo (1987), bahwa bahan organik yang telah terurai akan mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi, merangsang pembentukan agregat dan menurunkan sifat fisik dari liat.

Tabel 7. Kadar Air Lapang Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan

Hari setelah hujan

Kadar air lapang (% volume)

Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif

Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) 0-10 10-20 0-10 10-20 H+1 51,42 53,24 44,49 45,15 H+2 46,36 47,27 39,29 40,38 H+3 40,70 45,8 37,64 38,83 H+4 40,03 42,31 36,10 37,58 H+5 38,58 41,92 34,23 36,54

Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya

Secara umum pada kedua lahan tersebut, kadar air tanah di kedalaman tanah 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman tanah 0-10 cm. Hal ini dikarenakan potensi terjadinya evaporasi pada kedalaman tanah 0-10 cm lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 10-20 cm. Lapisan tanah atas (0-10 cm) akan bersinggungan langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu, sehingga nilai evaporasinya menjadi besar dan kadar air tanahnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (10-20 cm).

Grafik penurunan kadar air tanah selama beberapa hari tidak terjadi hujan berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan penurunan kadar air dari hari ke hari selama tidak ada hujan pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif. Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi terlihat tetap lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif walau terjadi penurunan kadar air tanah dari hari ke hari pada kedua lahan tersebut.

27 Gambar 7. Kadar Air Lapang, pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman

Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan.

Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-10 cm pada hari ke-5 berada di bawah batas kadar air titik layu permanennya. Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif pada hari ke-5 sebesar 34,23% sedangkan batas kadar air titik layu permanennya (pF4,2) adalah 35,11%. Hal ini dapat mengakibatkan akar tanaman pada lahan pengolahan tanah intensif pada hari ke-5 setelah tidak ada hujan, tidak akan dapat lagi mengambil air di kedalaman tanah 0-10 cm. Karena pada kedalaman tanah tersebut air sangat kuat dipegang oleh tanah sehingga air tidak tersedia bagi tanaman. Akar tanaman dipaksa harus mencari air tanah pada kedalaman tanah yang lebih dalam agar dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Usaha yang perlu dilakukan untuk meminimalisir keadaan tanah sebelum mencapai kadar air titik layu permanen adalah dengan melakukan irigasi kepada lahan. Upaya ini dilakukan agar tanaman tidak mengalami layu permanen dan menghambat pertumbuhannya. Berdasarkan hasil pengamatan sebaiknya irigasi dilakukan setelah hari ke-4 setelah tanah berada pada kondisi kapasitas lapang yang artinya irigasi pada lahan pengolahan tanah intensif sebaiknya dilakukan dalam 4 hari sekali. Pada lahan pengolahan tanah konservasi selama 5 hari tidak hujan, kondisi kadar air tanahnya relatif masih tinggi belum mencapai kadar air titik lau permanen (pF4,2), sehingga waktu untuk melakukan irigasi kepada tanah lebih lama dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

28 4.2.4 Tahanan Penetrasi Tanah

Tahanan penetrasi tanah merupakan salah satu parameter sifat fisik tanah yang menggambarkan kepadatan atau kekuatan suatu tanah. Nilai tahanan penetrasi tanah akan berimplikasi kepada aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah (pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif) terhadap nilai tahanan penetrasi tanah disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Tahanan Penetrasi Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan.

Hari setelah hujan

Tahanan penetrasi tanah (kg/cm²)

Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif

Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) 0-10 10-20 0-10 10-20 H+1 0,6 1,0 2,5 3,5 H+2 0,7 1,3 3,8 3,9 H+3 0,8 1,6 4,0 4,5 H+4 0,9 1,8 5,0 5,1 H+5 1,1 2,0 6,0 7,0

Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya

Tabel 8 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh terhadap tahanan penetrasi tanah, yang ditunjukkan oleh peningkatan kepadatan tanah setiap harinya setelah tidak ada hujan baik di kedalaman tanah 0-10 cm mau pun 10-20 cm. Kadar air lapang semakin menurun dari hari pertama hingga hari ke lima selama tidak ada hujan. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin kering dan padat, sehinggga nilai tahanan penetrasi tanah menjadi meningkat.

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa nilai tahanan penetrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm lebih rendah dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif yang begitu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lahan pengolahan tanah intensif memiliki kepadatan yang tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah konservasi. Tahanan penetrasi tanah dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, porositas dan juga struktur tanah. Seperti yang dikemukakan Brady dan Weil (2002), bahwa cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi hasil pengolahan tanah, struktur, bobot isi, dan ruang

29 pori tanah. Oleh karena itu, cara mengolah tanah akan mempengaruhi tingkat kepadatan suatu tanah.

Nilai tahanan penetrasi tanah, baik pada lahan pengolahan tanah konservasi mau pun pengolahan tanah intensif pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm sama-sama menunjukkan grafik peningkatan dari hari ke hari selama tidak ada hujan. Grafik peningkatan yang menunjukkan nilai tahanan penetrasi tanah pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Tahanan Penetrasi Tanah Berdasarkan Kedalaman Tanah dan Waktu (Hari) Selama Tidak Ada Hujan

Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai tahanan penetrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm memiliki peningkatan nilai yang terus menerus setiap harinya selama tidak ada hujan. Hal ini karena tahanan penetrasi tanah berkorelasi dengan kadar air tanah yang dimilikinya. Semakin hari kadar air tanah menurun, sehingga tahanan penetrasi tanah menjadi meningkat. Namun nilai tahanan penetrasi tanah dari hari ke hari pada lahan pengolahan tanah intensif lebih besar dibandingkan lahan pengolahan tanah konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin hari setelah tidak ada hujan, kepadatan tanah yang tinggi akan terjadi pada lahan pengolahan tanah intensif. Menurut Davidson (1965), tahanan penetrasi merupakan kekuatan tanah yang bersifat komposit, artinya kekerasan tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat fisik tanah lainnya; kadar air, struktur tanah, indeks plastisitas, adhesi atau kombinasinya.

30 Kepadatan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan bahan organik dan porositas tanah yang ada di lahan tersebut. Bahan organik berperan dalam menciptakan kegemburan tanah. Pemberian bahan organik akan mempengaruhi terciptanya peningkatan porositas tanah yang tinggi. Sehingga kepadatan tanah dapat diatasi. Pada lahan pengolahan tanah intensif pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup lahan dan bahan organik tidak dilakukan. Penghancuran agregat tanah pun terjadi pada pengolahan tanah intensif ini sehingga akan menimbulkan dispersi agregat dan merusak struktur tanah. Hal-hal tersebut akan menciptakan kepadatan suatu tanah yang tinggi. Berbeda dengan lahan pengolahan tanah konservasi, dengan adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup lahan dan bahan organik serta tidak dilakukanya penghancuran agregat tanah yang dapat menimbulkan terjadinya dispersi agregat dan rusaknya struktur tanah, maka tahanan penetrasi tanah di lahan tersebut tidak akan tinggi.

Pada kedua lahan baik lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-10 cm secara umum memiliki tahanan penetrasi lebih rendah dibandingkan di kedalaman 10-20 cm. Hal ini karena terdapatnya aktivitas perakaran tanaman yang tinggi, tersedianya bahan organik yang tinggi, serta struktur tanah yang lebih remah di kedalaman 0-10 cm dibandingkan di kedalaman 10-20 cm.

Nilai tahanan penetrasi ini akan berimplikasi kepada aktivitas perakaran tanaman. Aktivitas perakaran tanaman berhubungan dengan daya penetrasi akar untuk dapat menembus tanah. Seperti kita ketahui bahwa akar berperan dalam penyerapan air dan hara yang ada di dalam tanah. Oleh karena itu, ketika kepadatan tanah sangat tinggi maka akar akan sulit menembus tanah tersebut. Sehingga air dan hara akan sulit diambil oleh akar. Pada lahan pengolahan tanah intensif, nilai kepadatan tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah konservasi. Artinya akar akan lebih mudah menembus tanah dan mengambil air dan hara tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi. Menurut Mazurak dan Pohlman (1968), akar tanaman kedelai dan jagung akan sangat terhambat pada ketahanan penetrasi 1Mpa (10 kg/cm²), di atas 1 Mpa akar jagung dan kedelai hampir tidak ditemukan. Pada hari ke-4 dan ke-5 di lahan pengolahan tanah

31 intensif memiliki nilai antara 5 kg/cm² - 7 kg/cm² pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm. Hal ini menunjukkan adanya potensi menjadi sangat terhambatnya perakaran tanaman yang terjadi pada lahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penanganan seperti pemberian bahan organik atau melakukan irigasi agar aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah menjadi lebih baik dan mudah.

4.2.5 Infiltrasi

Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Infiltrasi merupakan komponen yang penting dalam hidrologi tanah, karena infiltrasi menentukan jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah. Nilai infiltrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Infiltrasi pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah

Perlakuan Infiltrasi (cm/jam) Kelas Infiltrasi

Pengolahan tanah konservasi 28a Sangat cepat

Pengolahan tanah intensif 7,33b Agak cepat

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

Tabel 9 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap infiltrasi tanah. Pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki laju infiltrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kelas infiltrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi berdasarkan nilai kecepatanya termasuk kelas sangat cepat, sedangkan kelas infiltrasi pada lahan pengolahan tanah intensif termasuk kelas agak cepat. Hal ini karena pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki bahan organik yang lebih tinggi (Tabel 5), kepadatan tanah (bobot isi) lebih rendah dan porositas total lebih tinggi (Tabel 6), dan pori drainase yang lebih tinggi (terutama pori drainase sangat cepat) (Gambar 5).

Infiltrasi tanah dipengaruhi oleh struktur tanah, bahan organik, kepadatan tanah, dan juga porositas tanah. Bahan organik berperan dalam menciptakan struktur tanah yang lebih baik. Hal ini akan mempengaruhi masuknya air ke dalam tanah menjadi lebih cepat. Berkurangnya bahan organik, maka berakibat

32 kurang terikatnya butir-butir primer menjadi agregat sehingga porositas tanah menurun, yang berakibat pada penurunan laju infiltrasi tanah. Sesuai dengan pernyataan Sarief (1989), bahwa permukaan tanah yang ditutupi oleh sisa-sisa tanaman atau serasah sebagai penutup tanah dari bahan organik biasanya akan memiliki laju infiltrasi lebih besar dari pada permukaan tanah yang terbuka. Pada lahan pengolahan tanah konservasi, permukaan lahan tidak dibiarkan begitu saja terbuka tetapi terdapat sisa-sisa tanaman dan gulma yang dimanfaatkan sebagai tutupan tanah dan sumber bahan organik sehingga ketersediaan bahan organik tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif yang dibiarkan terbuka. Bahan organik tidak hanya berperan dalam menciptakan struktur tanah menjadi lebih baik dan porous tetapi juga berperan dalam meningkatkan porositas tanah dan menurunkan kepadatan (bobot isi). Tanah yang lebih porous memiliki ruang pori yang cukup untuk pergerakan air di dalam tanah, sehingga laju infiltrasi tanah menjadi lebih cepat. Kepadatan (bobot isi) tanah juga berpengaruh terhadap kemudahan air masuk ke dalam tanah. Kepadatan tanah yang terjadi adalah akibat dari cara mengolah tanah dengan membalik-balikkan tanah hingga kedalaman 20 cm secara maksimal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penghancuran agregat, dispersi agregat, sehingga terjadi penyumbatan pori tanah yang mengakibatkan tanah akan menjadi padat. Tanah yang memiliki kepadatan (bobot isi) tanah yang tinggi, air akan sulit bergerak masuk ke dalam tanah tersebut, sehingga laju infiltrasi tanah menjadi rendah. Kepadatan tanah yang tinggi ini berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah dan berakibat terjadinya penyumbatan pori, sehingga air sulit untuk dapat bergerak di dalam tanah.

Pada lahan pengolahan tanah intensif juga terjadi gangguan terhadap kontinuitas pori akibat dari destrukturisasi struktur dan juga dispersi agregat yang tercipta pada lahan tersebut sehingga pori makro menjadi tersumbat oleh butir halus dan kontinuitas pori menjadi terganggu, sehingga mengakibatkan pergerakan air yang masuk ke dalam tanah menjadi lambat. Oleh karena itu, lahan pengolahan tanah konservasi yang memiliki bahan organik yang tinggi, kepadatan (bobot isi) tanah rendah, porositas yang tinggi, serta kontinuitas pori yang baik

33 akan memiliki laju infiltrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

4.2.6 Permeabilitas

Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah melewatkan atau meneruskan air pada media berpori (tanah) dalam keadaan jenuh. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah terhadap permebilitas tanah disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Permeabilitas Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah

Permeabilitas (cm/jam)

Perlakuan Kedalaman

0 - 20 cm 20 - 40 cm

Pengolahan tanah konservasi 11,7 a 5,1 b

Pengolahan tanah intensif 1,15 c 0,25 c

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

Tabel 10 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap permeabilitas tanah. Lahan pada pengolahan tanah konservasi memiliki permeabilitas tanah yang lebih tinggi dibandingkan pada lahan pengolahan tanah intensif, baik pada kedalaman tanah 0-20 cm mau pun 20-40 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan pengolahan tanah konservasi, kecepatan air untuk bergerak dalam kondisi jenuh lebih cepat dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Pada lahan pengolahan tanah konservasi yang memanfaatkan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa maupun sumber bahan organik dan tidak adanya penghancuran agregat akan memiliki porositas yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif, sehingga permeabilitas tanahnya tinggi, karena kecepatan air untuk dapat bergerak di dalam tanah dipengaruhi oleh porositas dan kondisi ruang pori di dalam tanah itu sendiri. Tingginya porositas tanah dan tidak terhambatnya ruang pori tanah, air akan dapat bergerak dengan baik dan tidak terhambat. Kepadatan tanah juga mempengaruhi permeabilitas tanah, dengan padatnya tanah maka porositas akan menjadi kecil dan kontinuitas pori menjadi terhambat, maka tidak ada ruang yang dapat dilewati air sehingga air menjadi

34 terhambat dan tidak dapat bergerak. Pada lahan pengolahan tanah intensif terjadi penghancuran agregat akibat dari pengolahan tanahnya, sehingga terjadi dispersi agregat, menurunnya porositas tanah dan tanah menjadi padat. Oleh karena itu, pada lahan pengolahan tanah intensif yang memiliki kepadatan (bobot isi) tanah tinggi dan porositas total tanah yang rendah yang juga didominasi oleh pori mikro akan memiliki permeabilitas tanah yang rendah.

4.2.7 Hantaran Hidrolik

Hantaran hidrolik merupakan sifat permebilitas tanah yang diiukur langsung pada penampang tanah di lapang. Pada hantaran hidrolik ini diukur hingga kedalaman tanah 80 cm. Hantaran hidrolik tanah menggambarkan bagaimana pergerakan air yang dapat dilalukan atau dilewatkan tanah pada keadaan jenuh dan pada kedalaman tanah tertentu dalam hal ini 80 cm. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah (pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif) terhadap hantaran hidrolik tanah disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hantaran Hidrolik Tanah Berdasarkan Jenis Pengolahan Tanah

Perlakuan Hantaran hidrolik

(cm/jam) Kelas

Pengolahan tanah konservasi 0,98 a Agak lambat

Pengolahan tanah intensif 0,25 a Lambat

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

Tabel 11 menunjukkan bahwa pengolahan tanah tidak berpengaruh nyata terhadap hantaran hidrolik. Walau hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pengolahan tanah terhadap hantaran hidrolik, namun nilai hantaran hidrolik yang dimiliki pada kedua lahan tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Hantaran hidrolik yang dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kelas nilai hantaran hidrolik berdasarkan kecepatan air yang bergerak, pada lahan pengolahan tanah konservasi termasuk pada kelas agak lambat. Sedangkan pada lahan pengolahan tanah intensif memiliki nilai kelas hantaran hidrolik yang lambat.

35 Nilai hantaran hidrolik yang agak lambat pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lambat pada lahan pengolahan tanah intensif menunjukkan adanya pengaruh dari pengolahan tanah terhadap hantaran hidrolik. Hantaran hidrolik dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas, dan kepadatan tanah. Lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif sama-sama memiliki tekstur liat, sehingga faktor tekstur tidak mempengaruhi perbedaan nilai hantaran hidrolik keduanya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai hantaran hidrolik pada kedua lahan tersebut adalah struktur, porositas dan kepadatan tanah. Struktur pada lapisan atas tanah di lahan pengolahan lahan konservasi lebih baik (lebih gembur) dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif, sehingga laju masuknya air lebih cepat di lahan pengolahan tanah konservasi. Porositas dan kepadatan tanah keduanya sangat berhubungan erat, semakin padat tanah maka porositas tanah akan menjadi menurun. Porositas tanah yang menurun akan berakibat kepada tidak adanya hubungan antar pori tanah yang baik, sehingga air yang bergerak di dalam tanah akan sangat sulit dan terhambat. Oleh karena itu, pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki nilai hantaran hidrolik lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif, karena terkait dengan porositas total yang tinggi, pori drainase total yang tinggi, struktur tanah yang baik, serta kepadatan tanah yang rendah yang dimiliki pada lahan tersebut.

36 V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Sifat fisik tanah meliputi bahan organik tanah, air tersedia, porositas total, dan pori drainase total tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Sebaliknya, bobot isi dan tahanan penetrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih rendah dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

2. Sifat hidrologi tanah meliputi kapasitas infiltrasi, permeabilitas dan hantaran hidrolik tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

3. Secara umum pengolahan tanah konservasi menciptakan kualitas fisik dan hidrologi tanah yang lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah intensif

5.2Saran

1. Perlu adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup tanah dan sumber bahan organik agar dapat mempertahankan dan menciptakan kualitas fisik dan hidrologi tanah yang baik.

2. Lahan pengolahan tanah intensif, dalam mengolah tanah dengan cara membalik-balikkan/membongkar tanah hingga kedalaman ±20 cm pada seluruh lahan secara maksimal, perlu diminimalisir atau dikurangi agar tidak terjadi dispersi agregat sehingga tanah menjadi padat.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan tanaman untuk mengetahui produktivitas tanaman akibat teknik pengolahan tanah yang diterapkan.

37 DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Bergeret,A. 1977. Ecologically viabble system of production. Ecodeveloptment New. 3 Oktober 1977 : 3-26.

Brady, N.C dan Weil, R. 2002. The Nature and Properties of Soil Thirteenth Edition. Prentice Hall, Upper River, New Jersey.

Brown, R.E,J.L. Havlin, D.J. Lyons, C.R. Fenster, and G.A. Peterson. 1991. Longtermtillage and nitrogen effects on wheat production in a wheat fallow

rotation. p. 326 In Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, andSSSA, Denver Colorado, Oct 27 – Nov 1, 1991.

Davidson, D.T. 1965. Penetrometer Measurement. pp. 472-483. In C. A. Black, &. Methods of Soil Analysis, Part I. Monograph 9, Am. Soc.Agron, Inc. Madison.

Dick,W.A, and D.M van Doren Jr. 1985. Continuous tillage and rotation combination effects on corn, soybean, and oat yields. Agron J. 77: 459-465.

Foth, D.H. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan. Gadjah Mada University. Press, Yogyakarta.

Gill, W. R., and G. E. Vanden Berg. 1967. Soil Dynamics in Tillage and Traction. USDA Agric. Handb. N. 316. U.S. Government Printing Office,Washington, DC.

Hakim, N.M, Yusuf Nyakpa, A.M.Lubis, S,G.Nugroho, M.R,Saul, M.Amina Diha, Go.Ban,Hong, H.H,Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, UNILA, Lampung.

Hardjowigeno, S. 2007.Ilmu Tanah.Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta. Hillel, D. 1980. Soil and Water. Physical Principles and Processes. Academik.

Press. New York.

Islami, T. dan Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press.

Kepner, P.A. 1978. Principles of Farm Machinery. AVI Publishing Co.

Mashall, T.J and J. W. Holmes. 1988. Soil Physics, Cambridge University Press, New York.

38 Mazurak, A. P and K. Pohlman. 1968. Growth of corn and soybean seedlings as

related to soil compaction and matrix suction. Paper presented at the 9

Dokumen terkait