• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH

(Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa barat)

MUHAMMAD SOFYAN A14070052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

MUHAMMAD SOFYAN. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasusdi Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan DWI PUTRO TEJO BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan. Kondisi ini menuntut sektor pertanian agar dapat meningkatkan produksinya. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan melakukan pengolahan tanah secara intensif. Namun dalam jangka panjang, pengolahan tanah secara intensif akan menurunkan kualitas tanah. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat mempertahankan produktivitas suatu lahan agar tetap tinggi. Sistem pengolahan tanah tersebut adalah sistem pengolahan tanah konservasi. Saat ini masih terjadi perdebatan terkait dengan seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi tersebut terhadap produktivitas suatu lahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif terhadap sifat fisik dan hidrologitanah. Parameter yang diamati meliputi bobot isi, kadar air lapang, air tersedia, kurva pF, C-organik, tahanan penetrasi tanah, serta sifat hidrologi tanah yang meliputi kapasitas infiltrasi, permeabilitas, dan hantaran hidrolik. Data yang diperoleh dianalisis secara statistic menggunakan Analisis of Varian (Anova) dan ujilanjut Duncan.

(3)

SUMMARY

MUHAMMAD SOFYAN. Effect of Conservation Tillage on Soil Physical and Hydrological Characteristics (Case Study: Babakan Village, District Dramaga, Bogor, West Java). DWI PUTRO TEDJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE as advisors.

The Increasing of population causes increasing of need for food. This situation makes agricultural sector has to increase its production. One attempt to increase agricultural production is by doing intensive soil tillage. However, in the long term, intensive soil tillage will reduce soil quality. Therefore, a good soil tillage that can maintain land productivity remain high is necessary. This system is conservation soil tillage (CT). Nevertheless, how far is this system better than intensive soil tillage system (IT) is still debatable up to now.

This research aims to know and compare the influence of conservation soil tillage and intensive soil tillage on soil physical and hydrological characteristics. The soil physical characteristics observed include bulk density of soil, field moisture content, available water capacity, pF curve, C-organic, soil penetrability and soil hydrological characteristics include infiltration capacity and hydraulic conductivity. The data obtained were analyzed statistically using analysis of variants (ANOVA) and Duncan's test.

(4)

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH

(Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa barat)

MUHAMMAD SOFYAN A14070052

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Muhammad Sofyan Nomor Pokok : A14070052

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro,M.Sc Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si NIP. 19630126 198703 1 001 NIP. 19600330 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan SumberdayaLahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, tanggal 12 Oktober 1989 dari pasangan Sudirman dan Yulismar sebagai anak kedua dari dua bersaudara: Sofiana Lisman dan saya sendiri Muhammad Sofyan.

Riwayat pendidikan formal dimulai ketika penulis memasuki SD N Doyong 4, Kecamatan Jatiuwung, Tangerang tahun 1995.Tahun 2001

penulis menamatkan SD dan memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 12 Tangerang sampai tamat pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di SMA N 6 Tangerang. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

(7)

KATAPENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, nikmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta semua umatnya.

Dari awal penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Dwi Putro Tedjo Baskoro, M.Sc selaku pembimbing skripsi pertama penulis, atas bimbingan, arahan, waktu, motivasi, perhatian, dan kesabaran dalam membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua penulis, yang telah memberikan arahan, masukan, motivasi,kesabaran, dan sejumlah catatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan, arahan yang sangat berguna bagi penulis.

4. Kedua orangtuaku (mama dan papa), kakakku dan A sefri yang tiada hentinya memberikan doa, semangat, motivasi, perhatian, serta pengorbanan lahir dan batin yang sangat besar kepada penulis selama ini.

5. Manajer kebun percobaan Cikabayan (pak Milin), Staf kebun percobaan Cikabayan (pak Gandi), pak Saipullah (Laboran Lab fisika), bu Yani (Laboran Lab Genesis), pak Iwan dan bu Ella yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Pegawai Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (mbak Hesti, mbak Lina, mba Iko, dan ibu Tini) yang telah memberikan infomasi dan bantuannya kepada penulis.

(8)

8. The Bro (Ufi, Bala,Dona, dan Evi), teman-teman laboratorium fisika tanah, serta teman-teman seperjuangan angkatan 44 (MSL 44) atas bantuan, semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.

9. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis selama penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, masukan yang membangun sangat penulis harapkan. Namun demikian, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sesuatu yang informatif bagi pembacanya dan masyarakat pada umumnya.

Bogor, Desember 2011

(9)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I.PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Tanah dan Air Secara Umum ... 3

2.2 Sifat-Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah ... 3

2.2.1 Bobot Isi Tanah ... 3

2.2.2 Tekstur Tanah ... 4

2.2.3 Bahan Organik ... 5

2.2.4 Sifat Retensi Air Tanah ... 6

2.2.5 Tahanan Penetrasi Tanah ... 7

2.2.6 Infiltrasi ... 7

2.2.7 Hantaran Hidrolik ... 8

2.3 Pengolahan Tanah ... 9

2.3.1 Arti dan Tujuan Pengolahan Tanah ... 9

2.3.2 Pengaruh Pengolahan Tanah Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 12

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2 Pelaksanaan Penelitian... 12

3.3 Analisis Data ... 15

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 17

4.2 Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah di Lahan Penelitian ... 20

4.2.1 Bobot Isi dan Porositas Tanah ... 20

4.2.2 Pori Drainase Tanah ... 22

4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air ... 24

4.2.3.1 Kurva pF ... 24

4.2.3.2 Kadar air Kapasitas Lapang dan Air tersedia ... 24

4.2.3.3 Kadar Air Lapang ... 25

4.2.4 Tahanan Penetrasi Tanah ... 28

4.2.5 Infiltrasi ... 31

4.2.6 Permeabilitas tanah ... 33

(10)

ii

V. KESIMPULAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(11)

iii DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Klasifikasi Partikel-Partikel Tanah Menurut Sistem USDA dan Sistem

Internasional ( Hakim et al., 1986) ...5 2. Klasifikasi Laju Kecepatan Pergerakan Air di dalam Tanah (Uhland dan

O’Neal dalam Sitorus dan Brata, 1980) ... 9

3. Parameter Pengamatan dan Metode Analisis... 13 4. Klasifikasi Laju Kecepatan Pergerakan Air di dalam Tanah (Uhland dan

O’Neal dalam Sitorus, 1980) ... 15

5. Tekstur dan Bahan Organik di Lahan Pengolahan Tanah Konservasi ... 19

6. Bobot Isi dan Porositas Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan dan

KedalamanTanah ... 21

7. Kadar Air Lapang Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan ... 26 8. Tahanan Penetrasi Tanah Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah,

Kedalaman Tanah Dan Beberapa Hari Setelah Hujan ... 28

9. Infiltrasi Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah ... 31 10.Permeabilitas Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan

Kedalaman Tanah ... 33

(12)

iv DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Diagaram Segitiga Tekstur Tanah Menurut USDA (Hardjowigeno, 1987) .... 4 2. Bagan Alur Penelitian ... 16 3. Kondisi Lahan Pengolahan Tanah Konservasi ... 18 4. Kondisi Lahan Pengolahan Tanah Intensif ... 20 5. Distribusi Pori Drainase Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan

Kedalaman Tanah ... 23 6. Kurva pF Berdasarkan Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah ... 24 7. Kadar Air Lapang, pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan ... 27 8. Tahanan Penetrasi Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah,

(13)

v DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Bobot isi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah

0-20 cm dan 20 40 cm ... 41

2. Bobot isi tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20 40 cm ... 42

3. Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap bobot isi tanah ... 42

4. Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap bobot isi tanah ... 43

5. Tekstur tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah 0-30 cm dan 0-30-60 cm ... 43

6. Tekstur tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm ... 43

7. Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm ... 44

8. Kandungan C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm ... 44

9. Infiltrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi ... 44

10.Infiltrasi pada lahan pengolahan tanah intensif ... 45

11.Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah terhadap infiltrasi tanah ... 45

12.Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah terhadap infiltrasitanah...45

13. Permeabilitas tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 46

14. Permeabilitas tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 47

15. Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap permeabilitas tanah ... 47

(14)

vi 17. Hantaran hidrolik pada lahan pengolahan tanah konservasi ... 48

18. Hantaran hidrolik pada lahan pengolahan tanah intensif ... 48

19. Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah terhadap hantaran hidrolik

tanah...49 20. Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah terhadap

(15)

1 I. PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan menjadi semakin meningkat. Kondisi tersebut menuntut sektor pertanian untuk dapat meningkatkan produksinya secara maksimal. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan menerapkan sistem intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Saat ini, penerapan ekstensifikasi pertanian yang menuntut pembukaan lahan baru tidak dimungkinkan. Oleh karena itu, peningkatan produksi pertanian lebih difokuskan melalui program intensifikasi pertanian. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menerapkan sistem pengolahan tanah secara intensif.

Pengolahan tanah intensif adalah sistem pengolahan tanah yang melakukan penggarapan tanah secara maksimal, membalik-balikkan tanah hingga kedalaman ± 20 cm, serta tanpa adanya pemanfaatan residu tanaman dan gulma sebagai tutupan lahan yang melindungi tanah dari erosi dan tingginya aliran permukaan tanah. Pengolahan tanah ini ditujukan untuk mendapatkan kondisi tanah (Soil Tilth) yang baik yang mendukung pertumbuhan akar, sehingga diperoleh hasil produksi yang diinginkan. Namun tanpa disadari dalam jangka panjang pengolahan tanah secara intensif akan menurunkan kualitas tanah. Seperti yang dikatakan Bergeret (1977), pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahan organik telah terbukti mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah, dan penurunan produktivitas lahan. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas suatu lahan. Sistem pengolahan tanah yang dapat diterapkan adalah sistem pengolahan tanah konservasi (Sinukaban, 1990).

(16)

2 tanah konservasi dicirikan dengan berkurangnya tingkat pembongkaran/ pembalikan tanah dan adanya pemanfaatan sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa dan sumber bahan organik. Kelebihan penerapan sistem pengolahan tanah konservasi dalam penyiapan lahan diantaranya: menghemat tenaga dan waktu, meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan ketersediaan air dalam tanah, memperbaiki kegemburan dan porositas tanah, mengurangi erosi, memperbaiki kualitas air, meningkatkan kandungan fauna tanah, dan mengurangi penggunaan alat berat sebagai pengolah tanah seperti traktor.

Saat ini masih terjadi perdebatan terkait dengan seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi tersebut terhadap produktivitas suatu lahan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah konservasi dapat meningkatkan kualitas tanah (Brown et al., 1991; Wagger dan Deton, 1991; Suwardjo et al., 1989; Sinukaban, 1990) dan produksi tanaman (Dick dan Van Doren, 1985; Webber et al., 1987; Sinukaban, 1990). Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa sistem pengolahan tanah konservasi tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman (Rao dan Dao dalam Rachman et al., 2004) atau bahkan menurunkan produksi tanaman (Swan et al., 1991; Ketcheson dalam Rachman et al., 2004). Oleh karena itu, perlu adanya pengujian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah yang merupakan indikator penting terhadap penilaian produktivitas suatu lahan.

1.2 Tujuan Penelitian

(17)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah dan Air Secara Umum

Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan, dan 25% udara. Bahan padat yang hampir menempati 50% volume tanah sebagian besar terdiri dari bahan mineral dan bahan organik. Sedangkan 50% dari volume tanah lainnya adalah fase pori yang ditempati oleh air dan udara. Dalam bidang pertanian, tanah berperan sebagai medium pertumbuhan tanaman yang menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Air dan udara yang masing-masing merupakan fase yang menempati sekitar 25% volume tanah (tanah ideal) secara langsung turut berperan dalam berbagai reaksi tanaman dan tanah (Hillel, 1980).

2.2 Sifat-Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah

Penentuan sifat fisik tanah dan ketersediaan air sangat penting artinya dalam bidang pertanian. Sifat-sifat fisik dan hidrologi tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi, dan nutrisi tanaman.

2.2.1 Bobot Isi Tanah

Bobot isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah, biasanya dinyatakan dalam g/cm3 (Hakim, et al., 1986). Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isi tanahnya yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bobot isi tanah mineral berkisar antara 1,1–1,6 g/cm3 (Hardjowigeno, 2007).

(18)

4 2.2.2 Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif butir-butir pasir (2 mm-50µ), debu (50-2µ), dan liat (<2µ). Berdasarkan kombinasi pasir, debu dan

liat, tekstur tanah dibagi dalam 12 kelas yaitu: pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu, dan liat (Gambar 1). Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), sebagian besar ruang pori berukuran besar, sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat tetapi kemampuan menahan air dan zat hara rendah. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya >60 %, porositasnya relatif lebih tinggi (60%), tetapi sebagian besar pori berukuran kecil, daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar (Hardjowigeno, 2007; Islami danUtomo, 1995).

Berdasarkan sistem USDA (United States Depatement of Agriculture) dan sistem International Soil Science Society (ISSC) bahwa tanah yang didominasi oleh partikel-partikel pasir ukurannya jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan tanah yang didominasi oleh partikel-partikel debu dan liat (Tabel 1). Tanah yang bertekstur lempung mempunyai kemampuan yang baik dalam menyediakan air tersedia bagi pertumbuhan tanaman, karena kombinasi yang unik antara luasan permukaan dengan ukuran porinya. Keadaan ini menyebabkan tanah bertekstur lempung lebih subur dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir, debu, atau liat (Foth, 1988).

(19)

5 Tabel 1. Klasifikasi Partikel-Partikel Tanah Menurut Sistem USDA dan Sistem

Internasional

Separate tanah Diameter A

(mm)

DiameterB

(mm)

Jumlah

Partikel/g

Luas Permukaan untuk 1 g

tanah (cm2)

Pasir sangat

kasar 2,00-1,00 - 90 11

Pasir kasar 100-0,5 2.00-0.2 720 23

Pasir sedang 0,5-0,25 - 5700 45

Pasir halus 0,25-0,1 0.2-0.02 46000 91

Pasir sangat

halus 0,1-0,05 - 722000 227

Debu 0,05-0,002 0.02-0.002 5776000 459

Liat < 0,002 < 0.002 90260853000 8000000

A-sistem USDA B-sistem Internasional *-sumber : Hakim, et al. 1986

2.2.3 C-Organik

C-Organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroorganisme yang telah melapuk. Proses pelapukan bahan organik di dalam tanah dilakukan oleh mikroorganisme yang menghasilkan unsur hara tanaman (N, P, dan S) dan humus serta senyawa-senyawa lainnya yang

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penetapan bahan organik tanah (C-organik) biasanya dilakukan dengan metode Walkley-Black. Pada metode ini

C-organik dihancurkan dengan garam kromat oleh panas yang timbul akibat penambahan asam sulfat (Musa, et al., 2006).

Bahan organik sangat berpengaruh dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dan juga menunjang pertumbuhan tanaman. Bahan organik juga sangat berperan dalam pembebasan P-fiksasi oleh senyawa Al dan Fe. Asam– asam organik yang dilepaskan dari hasil dekomposisi bahan organik mampu membentuk senyawa kompleks yang sukar larut sehingga diharapkan fosfat akan lebih banyak terlarut atau tersedia (Hakim et al., 1986).

(20)

6 peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat serta ruang pori drainase lambat.

2.2.4 Sifat Retensi Air Tanah

Retensi air tanah adalah kemampuan tanah dalam menahan air di dalam pori-pori tanah, atau melepaskannya dari pori-pori tanah. Kondisi ini sangat tergantung pada tekstur, struktur dan pori-pori tanah meliputi pori mikro (pemegang air) dan pori makro (drainase), sehingga untuk mengetahui bagaimana retensi air tanah dapat diketahui melalui hubungan kadar air tanah dengan suatu daya hisap atau tegangan yaitu dalam bentuk tinggi kolom air (dalam cm) yang merupakan besarnya energi yang diperlukan tanah atau tanaman untuk mengabsorbsi air. Sifat retensi air tanah dapat dinyatakan dalam kurva pF yang merupakan kurva yang menggambarkan hubungan kadar air tanah terhadap nilai tegangan tertentu yang dinyatakan dalam pF (log cm tinggi kolom air) (Hardjowigeno, 2007).

Terdapat titik-titik tertentu yang spesifik untuk suatu kondisi tanah tertentu di dalam hubungan antara hisapan/tegangan dengan kadar air tanah, yaitu kapasitas lapang dan titik layu permanen. Kapasitas lapang menunjukkan kadar air maksimum yang dapat dipegang oleh tanah pada kondisi tidak terjadi lagi drainase internal di dalam tanah, yang secara umum dianggap sebagai kandungan air tanah yang ditahan oleh tanah dengan kekuatan 1/3 atm atau pF 2,54. Secara umum kadar air kapasitas lapang pada tanah pasir < kapasitas lapang tanah lempung (loam) < kapasitas lapang tanah debu (silt) < kapasitas lapang tanah liat (clay) < kapasitas lapang tanah gambut (peat). Kadar air titik layu permanen disebut juga koefisien layu atau kelembaban tanah kritis, yaitu kandungan air tanah (% isi) yang paling rendah, akar tanaman tidak mampu menghisapnya sehingga tanaman mulai layu dan kemudian mati. Titik layu permanen dianggap sebagai kandungan air tanah yang ditahan oleh tanah dengan kekuatan 15 atm atau pF 4,2 yang secara umum merupakan kekuatan tertinggi akar tanaman untuk dapat menghisap air (Sarief, 1989).

(21)

7 bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang bertekstur kasar (Foth, 1988). Kadar air tanah yang makin tinggi menurunkan kekuatan tanah atau tahanan penetrasi tanah. Wesley (1973), menyatakan bahwa kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air dengan berat butir tanah dalam kondisi kering mutlak.

Dengan adanya vegetasi atau tanaman pada suatu lahan akan dapat meningkatkan kadar air kapasitas lapang mau pun kadar air maksimum yang terikat/teretensi oleh tanah. Hal ini disebabkan oleh bahan organik dari sisa-sisa tanaman. Telah diketahui bahwa bahan organik dapat mengikat air sampai enam kali beratnya sendiri (Hakim et al., 1986).

2.2.5 Tahanan Penetrasi Tanah

Menurut Davidson (1965), tahanan penetrasi merupakan kekuatan tanah yang bersifat komposit, artinya kekerasan tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat fisik tanah lainnya seperti: kadar air, struktur tanah, indeks plastisitas, adhesi atau kombinasinya. Dengan demikian akan berdampak kepada aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah. Salah satu cara untuk menentukan karakteristik kekuatan tanah adalah dengan mempergunakan penetrometer.

Hillel (1980), menambahkan bahwa pada mulanya penetrometer hanya dirancang untuk penyelidikan kuantitatif terhadap kekuatan dan konsistensi tanah. Sekarang banyak jenis penetrometer telah dirancang untuk pengukuran kuantitatif kekuatan tanah terhadap penembusan, sehingga dapat dihubungkan secara tepat dengan sifat-sifat tanah, seperti daya olah, kerapatan relatif zarah-zarah, kemampatan daya tahan terhadap tekanan dan daya dukung terhadap penggunaan alat-alat besar.

2.2.6 Infiltrasi

(22)

8 mempengaruhi laju infiltrasi diantaranya adalah tekstur, struktur, kepadatan dan kontinuitas pori tanah. Pada tanah bertekstur pasir, laju infiltrasinya akan sangat cepat, tanah bertekstur lempung laju infiltrasi adalah sedang hingga cepat, dan tanah bertekstur liat laju infiltrasi akan lambat. Tanah yang semakin padat akan memiliki laju infiltrasi yang lambat. Tanah yang memiliki kontinuitas pori tanah yang baik akan memiliki laju infiltrasi yang cepat (Arsyad, 2006; Asdak, 2002; Mashall and Holmes, 1988).

2.2.7 Hantaran Hidrolik

Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting dalam hubungannya dengan bidang pertanian. Beberapa proses penting, seperti masuknya air ke dalam tanah, pergerakan air ke zona perakaran, keluarnya air berlebih (excess water) atau drainase, aliran permukaan, dan evaporasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam melewatkan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai konduktivitas hidrolik (hydraulik conductivity) (Klute dan Dirksen, 1986).

Kemampuan tanah untuk meneruskan air pada media berpori (tanah) dalam keadaan jenuh disebut permeabilitas. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan dengan laju aliran air melalui tanah dalam suatu waktu dan umumnya dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1988).

(23)

9 Tabel 2. Kelas pergerakan air di dalam tanah

Kelas Kecepatan pergerakan air dalam tanah (cm/jam)

Sangat Lambat <0.125

Lambat 0.125 - 0.5

Agak Lambat 0.5 - 2

Sedang 2 – 6.25

Agak Cepat 6.25 – 12.5

Cepat 12.5 – 25

Sangat Cepat >25

Sumber : Sitorus, et al.,1980

2.3 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah merupakan kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah dalam budidaya pertanian yang bertujuan untuk menciptakan keadaan media tanam (tanah) menjadi lebih baik, sehingga akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengolahan tanah menjadi sangat penting terkait dengan efek baik dan buruk yang diciptakan kepada tanah.

2.3.1 Arti dan Tujuan Pengolahan Tanah

Tanah dapat diperbaiki atau ditingkatkan kesuburannya dengan melakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan suatu usaha untuk mengubah kondisi tanah pertanian dengan menggunakan alat-alat pertanian sehingga diperoleh kondisi tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman.

Pengolahan tanah adalah setiap usaha manipulasi tanah secara mekanis yang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah agar sesuai untuk perkecambahan dan perkembangan akar tanaman, menciptakan porositas mikro dan makro yang seimbang, mengendalikan tanaman pengganggu, mengelola sisa-sisa tanaman, menekan erosi dan menciptakan konfigurasi permukaan tanah tertentu, serta melakukan pembalikan tanah, menyisihkan batu atau membersihan akar yang mengganggu (Kepner, 1978; Smith, 1977; Utomo, 1990)

(24)

10

tumbuhan pengganggu, (4) mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah, dan (5) melakukan pengolahan tanah menurut kontur.

Pengolahan tanah intensif artinya pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus dan juga tingkat olah tanah yang dilakukan secara maksimum dengan membalik-balikkan tanahnya hingga kedalaman tertentu. Pengolahan tanah ini tidak menerapkan kaidah konservasi. Tanah yang diolah berlebihan tanpa tindakan konservasi ini akan menjadi lebih cepat kering, lebih halus, bertstruktur buruk, dan berkadar bahan organik tanah rendah (Philips and Young, 1973).

Pengolahan lahan yang menerapkan kaidah konservasi tanah dan air dengan cara memanipulasi gulma dan residu tanaman sedemikian rupa sebagai mulsa untuk menjamin pertumbuhan tanaman dan produktivitas secara optimal dikenal dengan istilah pengolahan tanah konservasi (PTK). Menurut Utomo, (1990), yang termasuk katagori PTK adalah : a) pengolahan tanah konvensional bermulsa (PTKB), b) pengolahan tanah minimum (PTM), c) tanpa olah tanah (TOT). Pada PTKB dilakukan pengolahan tanah biasa dan diberi mulsa berupa sisa tanaman dan gulma yang menutupi areal minimal 30 %. Pengolahan tanah minimum adalah tanah yang diolah seperlunya saja, dan gulma yang dimatikan oleh herbisida dimanfaatkan sebagai mulsa. Pada teknik TOT, tanah tidak diolah sama sekali, gulma dimatikan dengan herbisida dan selanjutnya benih ditanam langsung menggunakan tugal.

(25)

11 2.3.2 Pengaruh Pengolahan Tanah Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Peranan pengolahan tanah dalam pengawetan tanah adalah sedikit sekali, bahkan dapat merugikan. Dengan pengolahan tanah, tanah menjadi gembur dan lebih baik melalukan air masuk ke dalam tanah, sehingga mengurangi aliran permukaan. Namun pengaruh ini hanya sementara, karena tanah yang diolah menjadi gembur dan lebih mudah tererosi (Arsyad, 2006; Hakim et al., 1986).

Akibat langsung yang terjadi dengan pengolahan tanah intensif, yaitu terjadinya pemadatan pada tanah. Pemadatan tanah terlebih lagi jika menggunakan alat-alat berat seperti yang disebutkan di depan, akan berpengaruh terhadap perkembangan akar dan menghambat pergerakan air (Islami dan Utomo, 1995).

(26)

12 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan April sampai September 2011. Pengamatan terhadap beberapa sifat hidrologi tanah dilakukan langsung di lapang dan pengamatan sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah dilaksanakan di kebun Percobaan Cikabayan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena pada lokasi tersebut terdapat beberapa lahan yang telah menerapkan teknik pengolahan tanah baik pengolahan tanah konservasi atau pun pengolahan tanah intensif.

Sifat tanah yang diamati adalah sifat fisik tanah meliputi bobot isi, tekstur, kadar air lapang, air tersedia, kurva pF, C-organik, tahanan penetrasi tanah, dan sifat hidrologi tanah meliputi kapasitas infiltrasi, hantaran hidrolik dan permeabilitas. Pengukuran/pengamatan terhadap tahanan penetrasi tanah, kapasitas infiltrasi dan hantaran hidrolik dilakukan langsung di lapang, sedangkan pengamatan terhadap bobot isi, C-organik , air tersedia, pori drainase, kurva pF, kadar air lapang dan permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan contoh tanah.

(27)

13 Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan pada tiga titik yang berdekatan di setiap petak dengan menggunakan ring sampler pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20–40 cm, sehingga jumlah total contoh tanah utuh yang diambil setiap lahan berjumlah 36 contoh tanah. Contoh tanah utuh yang diambil selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan beberapa sifat fisik dan hidrologi tanah.

Pada pengukuran kadar air lapang, pengambilan contoh tanah dilakukan dengan menggunakan alumunium foil untuk menjaga agar kadar air menyerupai kondisi di lapang. Pengambilan contoh tanah dilakukan di setiap petak pada kedalaman tanah 0–10 cm dan 10–20 cm dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali setiap kedalaman tanah. Sehingga jumlah contoh tanah untuk penentuan kadar air lapang sebanyak 18 contoh tanah setiap lahan. Pengambilan contoh tanah untuk kadar air lapang ini dilakukan selama 5 hari berturut-turut dimulai sejak hari setelah tidak terjadinya hujan.

Pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan secara komposit di setiap petak pada masing-masing lahan dan dilakukan pada kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm, sehingga jumlah contoh tanah terganggu yang diambil pada setiap lahan sebanyak 12 contoh tanah. Contoh tanah terganggu yang diambil selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan tekstur dan kandungan bahan organik tanah.

Semua contoh tanah yang diperoleh dari lapang dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Alat-alat yang digunakan untuk analisis tanah di laboratorium disesuaikan dengan metode yang digunakan untuk setiap sifat fisik dan hidrologi tanah.

Tabel 3. Parameter pengamatan dan metode analisis Parameter sifat fisik dan hidrologi tanah Metode analisis

Bobot isi Gravimetri

Tekstur Pipet

Bahan organik Walkley and Black

Kadar air lapang Gravimetri

Tahanan penetrasi tanah Penetrometer

Permeabilitas Permeameter Lab

Infiltrasi Double ring infiltrometer

(28)

14 Pengukuran yang dilakukan langsung di lapang meliputi tahanan penetrasi tanah, serta sifat hidrologi tanah yaitu kapasitas infiltrasi dan hantaran hidrolik. Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan di setiap petak dengan menggunakan alat penetrometer pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm dan dilakukan pengulangan sebanyak 9 kali pada setiap kedalaman tanah, sehingga jumlah pengukuran nilai tahanan penetrasi tanah di setiap lahan berjumlah 54.

Pengukuran kapasitas infiltrasi dilakukan di setiap petak dengan menggunakan alat double ring infiltrometer, sehingga jumlah pengukuran yang dilakukan setiap lahan sebanyak 3 amatan. Nilai kapasitas infiltrasi yang diukur adalah nilai kapasitas infiltrasi minimum yang merupakan laju masuknya air ke dalam tanah secara vertikal yang paling minimum dan konstan.

Pengukuran hantaran hidrolik dilakukan di setiap petak dengan menggunakan alat permeameter, sehingga jumlah pengukuran yang dilakukan setiap lahan sebanyak 3 amatan. Nilai hantaran hidrolik diperoleh dari hasil pengukuran yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai K (hantaran hidrolik) dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

K = hantaran hidrolik r = jari-jari lubang h = tinggi muka air Q = debit air (AxV)

A = luas tabung permeameter

V = laju penurunan air konstan (jenuh)

π = 3,14

Hasil nilai kapasitas infiltrasi, permeabilitas, dan hantaran hidrolik tanah yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan laju kecepatan air yang bergerak menurut Uhland dan O’Neal (Sitorus et al., 1983) yang terlihat pada Tabel 4.

(29)

15 Tabel 4. Klasifikasi Laju Kecepatan Pergerakan Air Masuk ke dalam Tanah

(Uhland dan O’Neal dalam Sitorus et al., 1980)

Kelas Laju Kecepatan Air (cm/jam)

Sangat lambat < 0.125

Lambat 0.125 - 0.5

Agak lambat 0.5 – 2

Sedang 2 - 6.25

Agak cepat 6.25 - 12.5

Cepat 12.5 – 25

Sangat cepat > 25

3.3 Analisis data

Data sifat-sifat fisik dan hidrologi tanah hasil pengamatan diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excell dan selanjutnya hasil data tersebut dianalisis secara statistik menggunakan Analisis of Varian (Anova) dan uji lanjut Duncan dengan alat bantu software SAS 9.1. Analisis of Varian pada penelitian ini digunakan untuk melihat faktor (pengolahan tanah) yang mempengaruhi respon (parameter). Kemudian faktor yang berpengaruh terhadap respon diuji lanjut menggunakan uji Duncan. Uji Duncan digunakan untuk melihat nilai respon (parameter) yang memiliki perbedaan nyata pada taraf 5% (α = 0.05). Bagan alur

(30)
[image:30.595.68.512.83.656.2]

16

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

Pengolahan Data

Hasil Analisis Lab

• Bobot Isi

• Tekstur

• C – Organik

• Permeabilitas

• KA Lapang

• Kurva pF

Pengukuran Lapang

• Infiltrasi

• Hantaran Hidrolik

• Tahanan Penetrasi Tanah

Pengambilan Contoh Tanah

• Contoh Tanah Utuh

• Contoh Tanah Terganggu

Penetapan Lokasi

• OTK

(31)

17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kebun Percobaan Cikabayan adalah salah satu kebun percobaan yang dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor sebagai pusat penelitian dan penanaman berbagai jenis tumbuhan, tanaman holtikultura, serta tanaman pangan. Kebun Percobaan Cikabayan memiliki luas 50 ha dari total luas lahan Institut Pertanian Bogor 250 ha. Kebun Percobaaan Cikabayan ini memiliki ciri-ciri seperti terletak di ketinggian antara 184-234 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan areal antara 0-30 %, beriklim basah (bulan kering 2-3 bulan sekitar bulan Maret sampai Mei dan bulan basah 9-10 bulan sekitar bulan Juni sampai Februari) dengan curah hujan rata-rata per tahun di atas 3000 mm, jumlah hari hujan rata-rata 187, bersuhu berkisar antara 23-32ºC dengan suhu rata-rata 29ºC, memiliki kelembaban udara antara 55% - 95% dan memiliki jenis tanah yang didominasi oleh tanah Latosol yang memiliki ciri fisik utama, seperti warna coklat kemerahan, tekstur liat, struktur remah, memiliki solum dalam (>100 cm), memiliki reaksi tanah yang tergolong agak masam dengan nilai pH berkisar 4,5-6,1. Pada Kebun Percobaan Cikabayan terdapat beberapa lahan yang menerapkan sistem pengolahan tanah yang berbeda diantaranya: lahan dengan pengolahan tanah konservasi dan lahan dengan pengolahan tanah intensif.

(32)

18 Pengolahan tanah strip merupakan pengolahan tanah yang mengolah tanah seperlunya saja hanya pada strip-strip atau alur-alur yang akan ditanami yang dibuat mengikuti kontur. Bagian lahan di antara dua strip dibiarkan tidak diolah/terganggu dan sisa-sisa tanaman serta gulma disebar atau diletakkan di antara dua strip sebagai mulsa dan menyisakan zona sekitar strip tanpa adanya mulsa. Pengolahan tanah pada lahan ini pun sangat sedikit sekali dilakukan dengan maksud tetap menjaga kondisi tanah agar tidak terganggu dan tetap mempertahankan agregat tanah dengan baik. Pada lahan ini jenis tanaman yang ditanam bervariasi dari tanaman pangan hingga tanaman holtikultura. Pada saat ini tanaman yang di tanam di lahan pengolahan tanah konservasi adalah jagung dan kacang tanah. Pola penanaman yang dilakukan pada lahan konservasi ini rata-rata 3 kali tanam dan tergantung dari jenis tanaman yang dibudidayakan. Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi pada lokasi penelitian ditampilkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi

(33)
[image:33.595.110.512.112.245.2]

19 Tabel 5. Tekstur dan Bahan Organik di Lahan Pengolahan Tanah Konservasi dan

Lahan Pengolahan Tanah Intensif

Sifat tanah

Lahan pengolahan tanah intensif

Lahan pengolahan tanah konservasi Kedalaman tanah (cm) Kedalaman tanah (cm) 0 - 30 30 - 60 0 - 30 30 – 60 Tekstur

Pasir (%) 4,6 5,05 6,98 6,48

Debu (%) 13,28 12,79 16,94 12,37

Liat (%) 82,11 82,16 76,17 81,15

Kelas Liat Liat Liat Liat

Bahan Organik (%) 2,3 1,5 3 1,9

C-Organik (%) 1,33 0,87 1,74 1,1

(34)
[image:34.595.180.443.86.235.2]

20 Gambar 4. Kondisi Lahan Pengolahan Tanah Intensif

Karakteristik umum tanah (tekstur dan bahan organik) pada lahan pengolahan tanah intensif ini memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 82 %, kadar bahan organik 2,3 % serta kandungan C-Organik 1,33% pada kedalaman tanah 0–30 cm. Pada kedalaman tanah 0-30 cm kadar bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah 30-60 cm (Tabel 5). Pada kedalaman tanah 30-60 cm memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 82 %, kadar bahan organik 1,5 % dan kandungan C-Organik 0,87 %.

4.2 Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah di Lahan Penelitian 4.2.1 Bobot Isi dan Porositas Total Tanah

Bobot isi tanah merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah tersebut dalam suatu unit volume tanah pada keadaan utuh. Hasil bobot isi dan porositas total tanah akibat pengolahan tanah koservasi dan pengolahan tanah intensif pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada Tabel 6.

(35)
[image:35.595.110.512.112.196.2]

21 Tabel 6. Bobot Isi dan Porositas Total Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan dan

Kedalaman Tanah

Perlakuan

Bobot isi (g/cm³) Porositas Total (%) Kedalaman

0 - 20 cm

Kedalaman 20 – 40 cm

Kedalaman 0 – 20 cm

Kedalaman 20 – 40 cm

Pengolahan tanah konservasi 0,95 a 0,99 a 64,11a 62,64 a Pengolahan tanah intensif 1,12 b 1,15 b 58,37 b 57,48 b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa bobot isi tanah pada kedalaman tanah 0-20 cm secara umum lebih rendah dibandingkan pengamatan di kedalaman 20-40 cm baik pada lahan pengolahan tanah konservasi mau pun lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini karena pada kedalaman tanah 0-20 cm aktivitas perakaran dan bahan organik lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 20-40 cm sehingga bobot isi tanah menjadi lebih rendah.

(36)

22 pada lahan pengolahan tanah konservasi dilakukan seminimum mungkin hanya pada area atau alur yang akan di tanami saja. Sedangkan pada lahan pengolahan tanah intensif dilakukan secara maksimum yaitu dengan membalik-balikkan tanah secara maksimal hingga kedalaman ±20 cm dan dilakukan kepada seluruh lahan sehingga akan terjadi penghancuran agregat tanah. Hancur dan rusaknya agregat tanah akan menyebabkan terjadinya dispersi agregat, penyumbatan pori, rusaknya struktur tanah, dan menurunnya porositas tanah. Hal ini akan menciptakan kepadatan dan bobot isi tanah yang tinggi pada lahan tersebut.

Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi oleh bahan padatan tanah tetapi terisi oleh udara dan air. Besarnya porositas ditentukan oleh gabungan butiran primer dan sekunder tanah. Partikel-partikel tanah yang tidak teratur menyusun tanah menyebabkan susunan yang tidak benar-benar saling berdekatan, sehingga terbentuk ruang diantaranya yang berisikan udara dan air. Bobot isi tanah yang rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki tingkat kegemburan yg baik dan tidak terjadinya pemadatan pada tanah sehingga ruang pori yang terbentuk menjadi tinggi. Ketersediaan bahan organik juga mempengaruhi porositas tanah karena bahan organik membantu dalam pembentukan agregat tanah dengan membentuk granul-granul dan memperbesar volume dan pori-pori tanah yang ada, sehingga porositas tanah menjadi tinggi. Oleh karena itu, porositas total tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif.

4.2.2 Pori Drainase Tanah

pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai Pori-pori pemegang air dan Pori-pori makro merupakan pori drainase. Pori makro (pori drainase) berperan dalam pergerakan air tanah. Pergerakan air tanah akan makin mudah jika pori drainase makin banyak. Distribusi pori drainase tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif disajikan pada Gambar 5.

(37)
[image:37.595.104.505.85.777.2]

23 juga menunjukkan bahwa kemudahan air untuk dapat bergerak di dalam tanah dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan tanah yang rendah, struktur tanah yang baik dan ketersediaan bahan organik yang tinggi yang dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi.

Gambar 5. Distribusi Pori Drainase Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah

(38)

24 4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air

4.2.3.1 Kurva pF

[image:38.595.120.477.248.469.2]

Kemampuan tanah memegang air dapat dilihat dari kurva pF. Hasil penetapan kurva pF pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm menunjukkan bahwa pada nilai pF yang sama, lahan pengolahan tanah konservasi selalu memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (Gambar 6).

Gambar 6. Kurva pF berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah

Hal ini mengindikasikan bahwa tanah yang diolah secara konservasi mempunyai kemampuan menahan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang diolah secara intensif. Walaupun kadar air pada setiap pF tinggi, kapasitas air tersedia (KA pF 2,54 – KA pF 4,2) juga lebih tinggi pada lahan pengolahan tanah konservasi. Kondisi tersebut membuktikan bahwa tanah dengan pengolahan tanah konservasi mempunyai distribusi ukuran pori yang lebih baik.

4.2.3.2 Kadar Air Kapasitas Lapang dan Air Tersedia

(39)

25 kadar air kapasitas lapang (pF2,54) pada lahan pengolahan tanah konservasi secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (Gambar 6).

Air tersedia adalah kadar air yang tersedia bagi tanaman dan dapat diambil oleh tanaman. Batas kadar air tersedia terletak diantara kadar air kapasitas lapang (pF2,54) dan kadar air titik layu permanen (pF4,2). Lahan pengolahan tanah konservasi memiliki air tersedia yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini dipengaruhi oleh porositas total dan bahan organik tanah pada lahan tersebut. Porositas total tanah yang lebih banyak akan menyimpan air yang lebih tinggi. Bahan organik tanah juga berperan terhadap ketersediaan air di dalam tanah, karena bahan organik dapat memegang air dengan baik serta dapat meningkatkan porositas total tanah. Oleh karena itu, dengan memiliki porositas total tanah dan bahan organik tanah yang lebih tinggi maka lahan pengolahan tanah konservasi memiliki air tersedia lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Ketersediaan air di dalam tanah juga berdampak pada pertumbuhan tanaman, karena tanaman akan sangat membutuhkan air untuk mendukung segala proses pertumbuhannya.

4.2.3.3 Kadar Air Lapang

Kadar air lapang adalah kadar air yang menggambarkan kandungan air yang ada di lapang pada saat itu juga (pengukuran). Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif setelah beberapa hari selama tidak hujan pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Tabel 7.

(40)

26 organik juga berperan dalam membantu pengikatan air dan menjaga kelembaban tanah dari evaporasi yang terjadi pada tanah. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan Poerwowidodo (1987), bahwa bahan organik yang telah terurai akan mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi, merangsang pembentukan agregat dan menurunkan sifat fisik dari liat.

Tabel 7. Kadar Air Lapang Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan

Hari setelah hujan

Kadar air lapang (% volume)

Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif

Kedalaman (cm) Kedalaman (cm)

0-10 10-20 0-10 10-20

H+1 51,42 53,24 44,49 45,15

H+2 46,36 47,27 39,29 40,38

H+3 40,70 45,8 37,64 38,83

H+4 40,03 42,31 36,10 37,58

H+5 38,58 41,92 34,23 36,54

Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya

Secara umum pada kedua lahan tersebut, kadar air tanah di kedalaman tanah 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman tanah 0-10 cm. Hal ini dikarenakan potensi terjadinya evaporasi pada kedalaman tanah 0-10 cm lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 10-20 cm. Lapisan tanah atas (0-10 cm) akan bersinggungan langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu, sehingga nilai evaporasinya menjadi besar dan kadar air tanahnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (10-20 cm).

(41)
[image:41.595.113.490.77.564.2]

27 Gambar 7. Kadar Air Lapang, pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman

Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan.

(42)

28 4.2.4 Tahanan Penetrasi Tanah

Tahanan penetrasi tanah merupakan salah satu parameter sifat fisik tanah yang menggambarkan kepadatan atau kekuatan suatu tanah. Nilai tahanan penetrasi tanah akan berimplikasi kepada aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah (pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif) terhadap nilai tahanan penetrasi tanah disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Tahanan Penetrasi Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan.

Hari setelah hujan

Tahanan penetrasi tanah (kg/cm²)

Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif

Kedalaman (cm) Kedalaman (cm)

0-10 10-20 0-10 10-20

H+1 0,6 1,0 2,5 3,5

H+2 0,7 1,3 3,8 3,9

H+3 0,8 1,6 4,0 4,5

H+4 0,9 1,8 5,0 5,1

H+5 1,1 2,0 6,0 7,0

Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya

Tabel 8 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh terhadap tahanan penetrasi tanah, yang ditunjukkan oleh peningkatan kepadatan tanah setiap harinya setelah tidak ada hujan baik di kedalaman tanah 0-10 cm mau pun 10-20 cm. Kadar air lapang semakin menurun dari hari pertama hingga hari ke lima selama tidak ada hujan. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin kering dan padat, sehinggga nilai tahanan penetrasi tanah menjadi meningkat.

(43)

29 pori tanah. Oleh karena itu, cara mengolah tanah akan mempengaruhi tingkat kepadatan suatu tanah.

Nilai tahanan penetrasi tanah, baik pada lahan pengolahan tanah konservasi mau pun pengolahan tanah intensif pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm sama-sama menunjukkan grafik peningkatan dari hari ke hari selama tidak ada hujan. Grafik peningkatan yang menunjukkan nilai tahanan penetrasi tanah pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Tahanan Penetrasi Tanah Berdasarkan Kedalaman Tanah dan Waktu (Hari) Selama Tidak Ada Hujan

(44)

30 Kepadatan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan bahan organik dan porositas tanah yang ada di lahan tersebut. Bahan organik berperan dalam menciptakan kegemburan tanah. Pemberian bahan organik akan mempengaruhi terciptanya peningkatan porositas tanah yang tinggi. Sehingga kepadatan tanah dapat diatasi. Pada lahan pengolahan tanah intensif pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup lahan dan bahan organik tidak dilakukan. Penghancuran agregat tanah pun terjadi pada pengolahan tanah intensif ini sehingga akan menimbulkan dispersi agregat dan merusak struktur tanah. Hal-hal tersebut akan menciptakan kepadatan suatu tanah yang tinggi. Berbeda dengan lahan pengolahan tanah konservasi, dengan adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup lahan dan bahan organik serta tidak dilakukanya penghancuran agregat tanah yang dapat menimbulkan terjadinya dispersi agregat dan rusaknya struktur tanah, maka tahanan penetrasi tanah di lahan tersebut tidak akan tinggi.

Pada kedua lahan baik lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-10 cm secara umum memiliki tahanan penetrasi lebih rendah dibandingkan di kedalaman 10-20 cm. Hal ini karena terdapatnya aktivitas perakaran tanaman yang tinggi, tersedianya bahan organik yang tinggi, serta struktur tanah yang lebih remah di kedalaman 0-10 cm dibandingkan di kedalaman 10-20 cm.

(45)

31 intensif memiliki nilai antara 5 kg/cm² - 7 kg/cm² pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm. Hal ini menunjukkan adanya potensi menjadi sangat terhambatnya perakaran tanaman yang terjadi pada lahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penanganan seperti pemberian bahan organik atau melakukan irigasi agar aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah menjadi lebih baik dan mudah.

4.2.5 Infiltrasi

Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Infiltrasi merupakan komponen yang penting dalam hidrologi tanah, karena infiltrasi menentukan jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah. Nilai infiltrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Infiltrasi pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah

Perlakuan Infiltrasi (cm/jam) Kelas Infiltrasi

Pengolahan tanah konservasi 28a Sangat cepat

Pengolahan tanah intensif 7,33b Agak cepat

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

Tabel 9 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap infiltrasi tanah. Pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki laju infiltrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kelas infiltrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi berdasarkan nilai kecepatanya termasuk kelas sangat cepat, sedangkan kelas infiltrasi pada lahan pengolahan tanah intensif termasuk kelas agak cepat. Hal ini karena pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki bahan organik yang lebih tinggi (Tabel 5), kepadatan tanah (bobot isi) lebih rendah dan porositas total lebih tinggi (Tabel 6), dan pori drainase yang lebih tinggi (terutama pori drainase sangat cepat) (Gambar 5).

(46)

32 kurang terikatnya butir-butir primer menjadi agregat sehingga porositas tanah menurun, yang berakibat pada penurunan laju infiltrasi tanah. Sesuai dengan pernyataan Sarief (1989), bahwa permukaan tanah yang ditutupi oleh sisa-sisa tanaman atau serasah sebagai penutup tanah dari bahan organik biasanya akan memiliki laju infiltrasi lebih besar dari pada permukaan tanah yang terbuka. Pada lahan pengolahan tanah konservasi, permukaan lahan tidak dibiarkan begitu saja terbuka tetapi terdapat sisa-sisa tanaman dan gulma yang dimanfaatkan sebagai tutupan tanah dan sumber bahan organik sehingga ketersediaan bahan organik tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif yang dibiarkan terbuka. Bahan organik tidak hanya berperan dalam menciptakan struktur tanah menjadi lebih baik dan porous tetapi juga berperan dalam meningkatkan porositas tanah dan menurunkan kepadatan (bobot isi). Tanah yang lebih porous memiliki ruang pori yang cukup untuk pergerakan air di dalam tanah, sehingga laju infiltrasi tanah menjadi lebih cepat. Kepadatan (bobot isi) tanah juga berpengaruh terhadap kemudahan air masuk ke dalam tanah. Kepadatan tanah yang terjadi adalah akibat dari cara mengolah tanah dengan membalik-balikkan tanah hingga kedalaman 20 cm secara maksimal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penghancuran agregat, dispersi agregat, sehingga terjadi penyumbatan pori tanah yang mengakibatkan tanah akan menjadi padat. Tanah yang memiliki kepadatan (bobot isi) tanah yang tinggi, air akan sulit bergerak masuk ke dalam tanah tersebut, sehingga laju infiltrasi tanah menjadi rendah. Kepadatan tanah yang tinggi ini berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah dan berakibat terjadinya penyumbatan pori, sehingga air sulit untuk dapat bergerak di dalam tanah.

(47)

33 akan memiliki laju infiltrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

4.2.6 Permeabilitas

Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah melewatkan atau meneruskan air pada media berpori (tanah) dalam keadaan jenuh. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah terhadap permebilitas tanah disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Permeabilitas Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah

Permeabilitas (cm/jam)

Perlakuan Kedalaman

0 - 20 cm 20 - 40 cm

Pengolahan tanah konservasi 11,7 a 5,1 b

Pengolahan tanah intensif 1,15 c 0,25 c

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

(48)

34 terhambat dan tidak dapat bergerak. Pada lahan pengolahan tanah intensif terjadi penghancuran agregat akibat dari pengolahan tanahnya, sehingga terjadi dispersi agregat, menurunnya porositas tanah dan tanah menjadi padat. Oleh karena itu, pada lahan pengolahan tanah intensif yang memiliki kepadatan (bobot isi) tanah tinggi dan porositas total tanah yang rendah yang juga didominasi oleh pori mikro akan memiliki permeabilitas tanah yang rendah.

4.2.7 Hantaran Hidrolik

Hantaran hidrolik merupakan sifat permebilitas tanah yang diiukur langsung pada penampang tanah di lapang. Pada hantaran hidrolik ini diukur hingga kedalaman tanah 80 cm. Hantaran hidrolik tanah menggambarkan bagaimana pergerakan air yang dapat dilalukan atau dilewatkan tanah pada keadaan jenuh dan pada kedalaman tanah tertentu dalam hal ini 80 cm. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah (pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif) terhadap hantaran hidrolik tanah disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hantaran Hidrolik Tanah Berdasarkan Jenis Pengolahan Tanah

Perlakuan Hantaran hidrolik

(cm/jam) Kelas

Pengolahan tanah konservasi 0,98 a Agak lambat

Pengolahan tanah intensif 0,25 a Lambat

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05)

(49)
(50)

36 V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Sifat fisik tanah meliputi bahan organik tanah, air tersedia, porositas total, dan pori drainase total tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Sebaliknya, bobot isi dan tahanan penetrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih rendah dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

2. Sifat hidrologi tanah meliputi kapasitas infiltrasi, permeabilitas dan hantaran hidrolik tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

3. Secara umum pengolahan tanah konservasi menciptakan kualitas fisik dan hidrologi tanah yang lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah intensif

5.2Saran

1. Perlu adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup tanah dan sumber bahan organik agar dapat mempertahankan dan menciptakan kualitas fisik dan hidrologi tanah yang baik.

2. Lahan pengolahan tanah intensif, dalam mengolah tanah dengan cara membalik-balikkan/membongkar tanah hingga kedalaman ±20 cm pada seluruh lahan secara maksimal, perlu diminimalisir atau dikurangi agar tidak terjadi dispersi agregat sehingga tanah menjadi padat.

(51)

37 DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Bergeret,A. 1977. Ecologically viabble system of production. Ecodeveloptment New. 3 Oktober 1977 : 3-26.

Brady, N.C dan Weil, R. 2002. The Nature and Properties of Soil Thirteenth Edition. Prentice Hall, Upper River, New Jersey.

Brown, R.E,J.L. Havlin, D.J. Lyons, C.R. Fenster, and G.A. Peterson. 1991. Longtermtillage and nitrogen effects on wheat production in a wheat fallow

rotation. p. 326 In Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, andSSSA, Denver Colorado, Oct 27 – Nov 1, 1991.

Davidson, D.T. 1965. Penetrometer Measurement. pp. 472-483. In C. A. Black, &. Methods of Soil Analysis, Part I. Monograph 9, Am. Soc.Agron, Inc. Madison.

Dick,W.A, and D.M van Doren Jr. 1985. Continuous tillage and rotation combination effects on corn, soybean, and oat yields. Agron J. 77: 459-465.

Foth, D.H. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan. Gadjah Mada University. Press, Yogyakarta.

Gill, W. R., and G. E. Vanden Berg. 1967. Soil Dynamics in Tillage and Traction. USDA Agric. Handb. N. 316. U.S. Government Printing Office,Washington, DC.

Hakim, N.M, Yusuf Nyakpa, A.M.Lubis, S,G.Nugroho, M.R,Saul, M.Amina Diha, Go.Ban,Hong, H.H,Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, UNILA, Lampung.

Hardjowigeno, S. 2007.Ilmu Tanah.Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta. Hillel, D. 1980. Soil and Water. Physical Principles and Processes. Academik.

Press. New York.

Islami, T. dan Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press.

Kepner, P.A. 1978. Principles of Farm Machinery. AVI Publishing Co.

(52)

38 Mazurak, A. P and K. Pohlman. 1968. Growth of corn and soybean seedlings as

related to soil compaction and matrix suction. Paper presented at the 9 International Soil Conference.

Musa, L, Mukhlis dan Rauf, A. 2006. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Departement Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pankhurst, C.E and J.M Lynch. 1993. The role of soil biota in sustainable agriculture. CSIRO Press, Melbourne, Australia.

Philips, S. H. And H. M. Young. 1973. No-tillage Farming. Reiman Associate, Milwauke, Wisconsin.

Rachman, A, A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Olah Tanah Konservasi. Hlm.189-210 dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan LitbangPertanian. Departemen Pertanian.

Sarief, S. 1989. Fisika-Kimia Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.

Sinukaban, N. 1990. Pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pemberian mulsa jerami terhadap produksi tanaman pangan dan erosi hara. Tanah dan pupuk 9: 32-38.

Sitorus, S, K.R, Brata dan O.Haridjaja. 1980. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. IPB, Bogor.

Smith, H. 1977. Farm and Equipment. Tata Mc Graw-Hill. Publishing Company, Ltd. New Delhi.

Soepardi, G.1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suwardjo, H., A. Abdurachman, and S. Abujamin. 1989. The use of crop residue mulch to minimize tillage frequency. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 8:31-37.

Swan, J.B., W.H. Paulson, A.E. Peterson, and R.L. Higgs. 1991. Tillage-redisue management effetcs on seedbed physical conditions corn growth andyield. p. 343. In. AgronomyAbstract. Annual Meetings, ASA, CSSA, andSSSA, Denver Colorado, Oct. 27 – Nov. 1, 1991.

Utomo, M. 1990. Budidaya lahan konservasi, teknologi untuk pertanian berkelanjutan. Dir. Prod. Padi dan Palawija, Deptan Jakarta.

(53)

39 Webber, C.L, M.R. Gebhrardt, and H.O Kerr. 1987. Effects of soil tillage on

soybean growth and seed production. Agron. J. 79: 952-956.

(54)
(55)

41 Lampiran 1

Bobot isi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20 40 cm.

Pengolahan tanah konservasi

Kedalaman No Bobot isi (g/cm3) Rataan Rataan total

0-20 cm

I(1) 0,94

0,97

0,95

I(2) 0,94

I(3) 1,02

II(1) 0,88

0,95

II(2) 1,01

II(3) 0,97

III(1) 0,97

0,93

III(2) 0,89

III(3) 0,94

20-40 cm

I(1) 1,00

1,02

0,99

I(2) 1,04

I(3) 1,03

II(1) 1,00

1,00

II(2) 1,00

II(3) 1,02

III(1) 0,95

0,97

III(2) 1,05

(56)

42 Lampiran 2

Bobot isi tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20 40 cm.

Pengolahan tanah Intensif

Kedalaman (cm) No Bobit isi (g/cm3) Rataan Rataan total

0-20

I(1) 1,17

1,17

1,12

I(2) 1,23

I(3) 1,09

II(1) 1,07

1,10

II(2) 1,14

II(3) 1,08

III(1) 1,13

1,11

III(2) 1,09

III(3) 1,10

20-40

I(1) 1,12

1,12

1,15

I(2) 1,12

I(3) 1,12

II(1) 1,15

1,15

II(2) 1,12

II(3) 1,17

III(1) 1,18

1,17

III(2) 1,14

III(3) 1,20

Lampiran 3

Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap bobot isi tanah.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-hitung F-tabel

Pengolahan dan

kedalaman Tanah 3 0,083 0,027

36,09

< 0,0001

Galat 8 0,006 0,0007

(57)

43 Lampiran 4

Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah dan kedalaman tanah terhadap bobot isi tanah.

Perlakuan Kedalaman (cm)

0 - 20 20 - 40

Pengolahan tanah konservasi 0,95 a 0,99a

Pengolahan tanah intensif 1,12 b 1,15 b

Lampiran 5

Tekstur tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm.

Pengolahan tanah konservasi

No Kedalaman % Pasir % Debu % Liat Rataan pasir

Rataan debu

Rataan

liat Tekstur

I

0-30 cm

7,14 11,88 80,98

6,89 16,94 76,17 LIAT II 6,99 14,76 78,25

III 6,55 24,17 69,27

I

30-60 cm

6,46 17,23 76,31

6,48 12,37 81,15 LIAT II 6,55 13,79 79,65

III 6,43 6,09 87,48

Lampiran 6

Tekstur tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm.

Pengolahan tanah intensif

No Kedalaman % Pasir % Debu % Liat Rataan pasir

Rataan debu

Rataan

liat Tekstur

I

0-30 cm

4,70 16,02 79,28

4,60 13,28 82,11 LIAT II 4,19 23,83 71,98

III 4,92 0,00 95,08

I

30-60 cm

4,81 12,22 82,97

5,05 12,79 82,16 LIAT II 5,06 17,88 77,06

(58)

44 Lampiran 7

Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm.

Lahan pengolahantanah konservasi

Kedalaman No % C-Organik Rataan % Bahan Organik Rataan

0 - 30 cm

I 1,58

1,74

2,72

3,00

II 1,72 2,97

III 1,92 3,31

30 - 60 cm

I 1,24

1,10

2,14

1,90

II 1,24 2,14

III 0,83 1,43

Lampiran 8

Kandungan C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-30 cm dan 30-60 cm.

Lahan pengolahan tanah intensif

Kedalaman (cm) No % C-Organik Rataan % Bahan Organik Rataan

0 - 30

I 1,27

1,33

2,18

2,30

II 1,46 2,52

III 1,27 2,18

30 - 60

I 0,96

0,87

1,65

1,50

II 0,91 1,56

III 0,75 1,30

Lampiran 9

Infiltrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi. Pengolahan Tanah Konservasi

No Infiltrasi (cm/jam) Rataan Kelas

I 30,00

28,00 Sangat cepat

II 36,00

(59)

45 Lampiran 10

Infiltrasi pada lahan pengolahan tanah intensif. Pengolahan Tanah Intensif

No Infiltrasi (cm/jam) Rataan Kelas

I 6,00

7,33 Agak cepat

II 10,00

III 6,00

Lampiran 11

Analisis ragam pengaruh pengolahan tanah terhadap infiltrasi tanah. Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung

F-tabel Pengolahan

Tanah 1 640,667 640,667 14,43

0,019

Galat 4 178,667 44,667

Total 5 819,33

Lampiran 12

Hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh pengolahan tanah terhadap infiltrasi tanah.

Perlakuan Rataan

Pengolahan tanah Konservasi 28 a


Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Partikel-Partikel Tanah Menurut Sistem USDA dan Sistem    Internasional
Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Laju Kecepatan Pergerakan Air Masuk ke dalam Tanah (Uhland dan O’Neal dalam Sitorus et al., 1980)
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembuatan homepage ini dibutuhkan 12 foto yang berguna untuk menunjukan keadaan SMU Dewi Sartika dan beberapa informasi mengenai SMU Dewi Sartika yang dapat dibaca di

(1) Ketcntuan mengenai tata cara pcnjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 47 berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara

Hipotesis dampak merembes ke bawah (trickle down effect) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menetes ke pembangunan manusia. 3) Ketimpangan pendapatan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pola sidik bibir berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa ras Papua Melanesoid di Universitas Sriwijaya.. Untuk mengetahui

Keluaran Jumlah Pelaksanaan Survey dan Pendataan Organisasi Masyarakat dan LNL.

Analisis kandungan ini memberikan tumpuan kepada 4 aspek iaitu (i) amalan diagnosis yang digunakan dalam setiap kitab tib yang telah dipilih, (ii) unsur-unsur yang

Silogisme kategoris adalah suatu silogisme yang terdiri dari tiga proposisi kategoris dan yang mengandung tiga term yang berbeda, yang setiap term itu tampak dua kali

Malaysia dengan Menara Imara Wakaf sebuah bangunan komersial untuk disewakan, Turki dengan wakaf uangnya, di mana masyarakat dapat meminjam uang dari dana tersebut, Mesir