KPP Pr atama Surabaya Rungkut)
SKRIPSI
Ditujukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyar atan dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi
Pr ogr am Studi Akuntansi
KPP Pr atama Surabaya Rungkut)
SKRIPSI
(Studi Kasus Wajib Pajak Or ang Pr ibadi Pada KPP Pr atama Surabaya Rungkut)
yang diajukan TRI BANGGA NIRMALA
0813010063/FE/AK
telah disetujui untuk diseminarkan oleh
Pembimbing Utama
(Studi Kasus Wajib Pajak Or ang Pr ibadi Pada KPP Pr atama Surabaya Rungkut)
yang diajukan TRI BANGGA NIRMALA
0813010063/FE/AK
Disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
(Studi Empir is Wajib Pajak Or ang Pr ibadi Pada
KPP Pr atama Surabaya Rungkut
Disusun Oleh :
Tri Bangga Nirmala 0813010063/FE/AK telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 05 Oktober 2012
Pembimbing Utama : Tim Penguji :
Ketua
Dr. Sri Trisnaningsih,SE.MSi Dr. Sri Trisnaningsih,SE.MSi Sekretaris
Drs.Ec.Tamadoy T,MM Anggota
Drs.Ec.R.Sjarief H,MSi
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Self Assessment
System Terhadap kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan (Studi Empiris
Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut)”. Penulisan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi.
Maksud dan tujuan penyusunan skripsi ini adalah memenuhi salah satu
syarat mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur Jurusan Akuntansi.
Keberasilan penulis ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Falkutas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi, selaku Kepala Program Studi
Akuntansi Falkutas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi, selaku dosen pembimbing yang selalu
6. Bapak Bramantyo, selaku bagian Kemahasiswaan Kantor Pelayanan Pajak
Wilayah Rungkut yang telah memberikan kemudahan untuk mendapatkan
data-data yang dibutuhkan oleh penulis.
7. Bapak Habib,selaku Kepala Kelurahan Wonorejo Kecamatan Rungkut
Surabaya yang telah membantu dan mengijinkan penulis melakukan
penelitian.
8. Mami Papiku tercinta, Mama, Uti, dan Kakak-kakakku, Sahabat-sahabatku
dan semua temanku terimakasih atas kasih sayang, doa, motivasi, nasehat,
dan jerih payah yang telah kalian berikan atas terselesaikannya penelitian
ini.
Akhir kata penulis mengharap skripsi ini dapat berguna bagi kita
semua. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini telah
banyak terdapat kekurangan dan penulis berharap kritik dan sarannya.
Surabaya, September 2012
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL viii DAFTAR LAMPIRAN xi
ABSTRAKSI xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Perumusan Masalah 8
1.3. Tujuan Penelitian 8
1.4. Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu 10
2.2. Landasan Teori 14
2.2.1. Pajak 14
2.2.1.1. Pengertian 14
2.2.1.2. Fungsi Pajak 17
2.2.1.3. Sistem Pungutan Pajak 18
2.2.1.4. Pengelompokan Pajak 20
2.2.2.2. Subyek Pajak 24
2.2.2.3. Obyek Pajak 26
2.2.2.4. Tarif Pajak 27
2.2.3. Kesadaran Perpajakan WP 28
2.2.4. Kejujuran Wajib Pajak 29
2.2.5. Hasrat Membayar Pajak 30
2.2.6. Kedisiplinan WP 30
2.2.7. Penghindaran Pajak 32
2.2.8. Pengaruh Kesadaran WP dengan Penghindaran Pajak 34
2.2.9. Pengaruh Kejujuran WP dengan Penghindaran Pajak 36
2.2.10.Pengaruh Hasrat Membayar Pajak dengan Penghindaran Pajak 38
2.2.11.Pengaruh kedisiplinan WP dengan Penghindaran Pajak 40
2.3. Kerangka Pikir 42
2.4. Hipotesis 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 44
3.2.2. Populasi 48
3.2.3. Sampel 49
3.3. Tekhnik Pengumpulan Data 49
3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas 51
3.5. Uji Asumsi Klasik 52
3.5.1. Regresi Linear Berganda 54
3.6. Uji Normalitas 55
3.7. Uji Hipotesus 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Peneitian ……… 59
4.1.1. Sejarang Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabay Rungkut ………... 59
4.1.2. Wilayah Kerja ………... 60
4.1.3. Keadaan Ekonomi ………. 61
4.1.4. Kondisi Geografi dan Peta Wilayah ………... 61
4.1.5. Sektor usaha yang meninjol dan strategis ……... 62
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ………... 63
4.2.5 Deskripsi Variable Penghindaran Pajak (Y) ... 67
4.3. Uji Kualitas Data ………... 68
4.3.1. Uji Validitas ………. 68
4.3.1.1. Uji Validitas X1………. 68
4.3.1.2. Uji Validitas X2 ………. 71
4.3.1.3. Uji Validitas X3………. 71
4.3.1.4 Uji Validitas X4 ……… 73
4.3.1.5 Uji Validitas Y ……… 74
4.3.2. Uji Reliabilitas ……….. 76
4.4. Analisis Regresi Linier Berganda ……….. 76
4.4.1. Analisis Asumsi Klasik ……… 76
4.4.2. Persamaan Regresi Linier Berganda ... 80
4.4.3. Uji F ... 82
4.4.4. Uji t ... 83
4.4.5. Koefisien Beta ... 85
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 85
4.5.1. Implikasi Penelitian ………... 88
4.5.2. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu……… 88
5.2. Saran ……… 91
DAFTAR PUSTAKA
Oleh :
Tri Bangga Nirmala
Abstrak
Penerimaan dalam negeri sangatlah berperan dalam mensukseskan pembangunan nasional. Sekarang pemerintah menerapkan self assessment system yaitu wajib pajak sebagai subyek pajak di dalam menentukan kewajiban perpajakannya diberikan kepercayaan untuk menghitung,menbayar,dan melaporkan jumlah jumlah pajak yang terutang,sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga kepatuhan wajib pajak sangatlah penting dalam rangka menghitung dengan jujur pajak terhutangnya dan menyetor serta melaporkannya tepat waktu. Untuk membuktikan dan meguji pengaruh Kesadaran Wajib pajak, Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat Membayar Pajak, dan Kedisiplinan Wajib Pajak yang melekat pada diri Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan pada Wajib Pajak Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 96 WP sebagai responden. Sedangkan sumber data di dapat dari jawaban responden atas kuisoner dan data-data WP dari KPP Pratama Surabaya Rungkut. Data yang diperoleh tersebut diolah atau dianalisis dengan menggunakan uji regresi linear berganda, yang menggunakan program SPSS. 16.0 for windows.
Dari hasil analisis telah dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang telah ditujukan peneliti,yang menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak,dan kedisiplinan wajib pajak sebagian terbukti kebenarannya, karena hanya kesadaran wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak yang berpengaruh terhadap kecenderungan penghindaran pajak dan sedangkan kejujuran wajib pajak dan hasrat membayar pajak tidak berpengaruh terhadap kecenderungan penghindaran pajak.
Keyword : Kesadar an Wajib Pajak, Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat
EFFECT OF APPLICATION OF SELF ASSESSMENT TAX AVOIDANCE SYSTEM OF INCOME TRENDS
(Empirical Study taxpayer In KPP Pr atama Sur abaya Rungkut)
By:
Tri Bangga Nirmala
Abstract
Domestic revenue is instrumental in the success of national development. Now the government to implement self assessment taxpayers as a system that is subject to tax in determining tax obligations entrusted to calculate, menbayar, and report the total amount of tax payable, in accordance with the regulations that tax compliance is essential in order to calculate the tax payable honest and deposits as well as reporting on time. To prove the influence of awareness and meguji taxpayer, Taxpayer Honesty, Passion Paying Taxes and Tax Disciplinary inherent in taxpayer against Income Taxation Trends in the Village Taxpayers Wonorejo, District Rungkut, Surabaya.
The sample used in this study was 96 WP as respondents. While the source of the data obtained from respondents' answers on questionnaires and data from KPP Pratama WP Rungkut Surabaya. The data obtained were processed and analyzed using multiple linear regression, using SPSS program. 16.0 for windows. From the analysis has concluded that the hypothesis has been devoted researchers, who claim that consciousness taxpayer, the taxpayer honesty, desire to pay taxes, and most taxpayers discipline truth, because there is only consciousness of taxpayers and taxpayer discipline that affects avoidance tendencies taxes and while the taxpayer honesty and desire to pay taxes does not affect the trend of tax evasion.
Keyword : Awareness Taxpayer, Taxpayer Honesty, Passion Paying Taxes,
1.1.Latar Belakang Masalah
Saat ini penerimaan dalam negeri didominasi oleh penerimaan sektor
pajak. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa penerimaan pendapatan dalam
negeri dari sektor pajak dinilai lebih stabil dan dinamis dibandingkan dengan
sektor non pajak lainnya.
Penerimaan dalam negeri sangatlah berperan dalam mensukseskan
pembangunan nasional. Sesuai dengan tekat menjadikan penerimaan pajak
sebagai tulang punggung penerimaan negara maka penerimaan negara yang
berasal dari sektor non migas yaitu sektor penerimaan pajak terus ditingkatkan.
Penerimaan pajak yang ditarik oleh pemerintah beragam jenisnya. Salah
satunya yang dipungut dari masyarakat adalah penerimaan Pajak Penghasilan
(PPh). Jenis pajak ini merupakan salah satu primadona pendapatan negara karena
Pajak Penghasilan (PPh) dianggap memegang peranan penting dalam memajukan
perekonomian, (Suryo dan Valentina,2006:3).
Disisi lain, pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban
kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan
ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan
kewajiban kenegaraan dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat
sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem
self assesment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia, (Direktorat
Jendral Pajak,2010:3).
Komponen APBN tampak bahwa sumber pembiayaan APBN sejak Pelita I
sampai dengan Pelita VII selama ini yang terbanyak berasal dari minyak dan gas
bumi dan non migas yang sebagaimana besar berasal dari sektor pajak. Oleh
karena itu penerimaan dari sektor pajak senantiasa diupayakan agar terus
meningkat karena disektor inilah sumber penerimaan dalam negeri yang lebih
stabil dan dinamis. Sejak pemerintah melakukan reformasi Undang-Undang
Perpajakan tahun 1983, sumbangan penerimaan pajak terhadap negara terus
mengalami peningkatan, karena ini merupakan pewujudan dari tekad untuk
menjadikan penerimaan pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara.
Sekarang pemerintah menerapkan self assessment system yaitu wajib pajak
sebagai subyek pajak di dalam menentukan kewajiban perpajakannya diberikan
kepercayaan untuk menghitung,menbayar,dan melaporkan jumlah jumlah pajak
yang terutang,sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga kepatuhan wajib
pajak sangatlah penting dalam rangka menghitung dengan jujur pajak
Kebijakan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah
telah mengupayakan penyempurnaan sistem perpajakan nasional yaitu dengan
diberlakukannya undang-undang perpajakan baru yang dikenal dengan reformasi
perpajakan (tax reform) tahun 1983 yang dimulai berlaku tanggal 1 januari 1984
yang telah disempurnakan pada tahun 1994 dan yang terakhir tahun 2000 dari
official assessment system menjadi self assessment system. Tujuan utama
pemerintah melakukan reformasi perpajakan adalah agar Indonesia dapat lebih
mandiri dalam pembiayaan pembangunan.
Kebijakan ini pada hakikatnya merupakan suatu langkah perubahan yang
mendasar antara lain menyangkut masalah sistem pemungutan, sistem sanksi,
kemudahan dan kepastian hukum. Melalui kebijakan baru di bidang perpajakan
diharap adanya penyesuaian sikap, baik dari wajib pajak maupun aparatur pajak,
khususnya dalam rangka menjalankan self assessment system. Fungsi dan peranan
dari wajib pajak ditingkatkan, tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan
pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada
pada wajib pajak sendiri (Indawati,2007:37).
Menurut Soemitro (1991:14) fungsi aparatur pajak dapat dialihkan dan
dikonsentrasikan pada tugas penyuluhan, pelayanan, pembinaan,dan pelaksanaan
undang-undang perpajakan baru,dengan adanya self assessment system peranan
aparatur dibatasi dan sebaliknya wajib pajak diharapkan lebih aktif karena telah
diberi kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya yang akan
ditetapkan. Self assessment system mengandung hal penting yang diharapkan ada
dalam diri wajib pajak yaitu kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
untuk membayar pajak dan kedisiplinan wajib pajak (Soemitro,1991:14).
Permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum
siapnya masyarakat oleh ditetapkannya self assessment system secara murni. Hal
ini disebabkan antara lain belum cukupnya pengetahuan perpajakan tentang
kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam melaporkan perhitungan pajak
penghasilannya dengan benar dan lengkap. Rendahnya tingkat pengetahuan
perpajakan masyarakat tentang pajak mengakibatkan sikap masyarakat cenderung
apatis terhadap pajak yang akhirnya berpengaruh terhadap perilaku masyarakat
dalam hal kedisiplinan membayar pajak. Ironisnya, banyak masyarakat awam
yang masih belum mengerti arti pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Padahal pajak adalah salah satu sumber terpenting bagi pembiayaan
pembangunan suatu Negara dan kesejahteraan warganya (Soemitro, 1991:89).
Keuntungan self assessment system ini adalah Wajib Pajak diberi
kepercayaan oleh pemerintah (Fiskus) untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. Fungsi penghitungan adalah fungsi yang memberi hak kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan
perpajakan. Atas dasar fungsi penghitungan tersebut Wajib Pajak berkewajiban
pos. Selanjutnya Wajib Pajak melaporkan pembayaran dan berapa besar pajak
yang telah dibayar kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Kelemahan self assessment system yang memberikan kepercayaan pada
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetorkan dan
melaporkan sendiri pajak terutang, dalam praktiknya sulit berjalan sesuai dengan
yang diharapkan atau bahkan disalahgunakan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak patuh, kesadaran Wajib Pajak yang masih
rendah atau kombinasi keduanya, sehingga membuat Wajib Pajak enggan untuk
melaksanakan kewajiban membayar pajak. Rendahnya kepatuhan dan kesadaran
Wajib Pajak ini bisa terlihat dari sangat kecilnya jumlah mereka yang memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mereka yang melaporkan Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunannya ( Kusumawati dan Tarjo, 2006).
Sementara itu, fenomena yang terjadi sekarang, perkembangan jumlah WP
semakin meningkat. Padahal jika dilihat dari teori yang ada, kebanyakan dari
masyarakat enggan untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya yaitu kewajiban
sebagai WP. Bahkan yang terjadi, sebagian dari mereka berusaha untuk
menghindar dari pajak, baik itu perlakuan yang pasif sampai dengan perlakuan
yang aktif. Dari teori tersebut nampak berbeda dengan yang terjadi di Kota
Surabaya wilayah Rungkut dimana penulis menggunakan lokasi tersebut sebagai
obyek penelitian. Di Kota Surabaya wilayah Rungkut, jumlah WP yang terdaftar
dan memenuhi kewajiban perpajakannya dari tahun ke tahun semakin meningkat.
WP yang memenuhi kewajiban perpajakannya terus meningkat, tampak dalam
tabel berikut ini :
Tabel 1
Per kembangan Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribandi yang
Menyampaikan SPT Tahunan
NO. Tahun
Pajak
Jumlah WP Jumlah SPT yang disampaikan
Perkembangan %
1 2008 1398 1045 75%
2 2009 1986 1249 72%
3 2010 2321 1624 70%
4 2011 2554 1711 67%
5 2012 2619 - -
Sumber : KPP Pratama Surabaya Rungkut
Grafik Jumlah SPT yang disampaikan
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah WP Jumlah SPT
Grafik Perkembangan Persentasi
62% 64% 66% 68% 70% 72% 74% 76%
2008 2009 2010 2011 2012
Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak semakin meningkat
setiap tahunnya. Dimana jumlah wajib pajak tahun 2008 sebanyak 1398 orang dan
pada tahun 2012 menjadi 2619 orang. Begitu juga jumlah wajib pajak yang
menyetorkan SPT dari tahun 2008 sampai tahun 2012 selalu mengalami
peningkatan. Sedangkan untuk prosentase jumlah wajib pajak dan jumlah wajib
pajak yang menyetorkan SPT dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Ini
menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi
kewajibannyayaitu menyetorkan SPT masa maupun SPT tahunan.
Hal ini dapat dimengerti karena dengan alasan bahwa hasil dari
pembayaran pajak kurang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat
sebagai wajib pajak. Sehingga menimbulkan seatu kecenderungan perilaku
penghindaran pajak. Selain itu, dalam pelaksanaan self assessment system semua
wajib pajak diwajibkan mendaftarkan diri pada Direktorat Jendral Pajak atau
Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Beberapa latar belakang diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul:
“PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP
KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJ AK PENGHASILAN
( Study Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut )”. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Farida (2008)
yang meneliti tentang Pengaruh Penerapan self assessment system Terhadap
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan
oleh penulis adalah, sebagai berikut :
1. Apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar
pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh terhadap kecenderungan
penghindaran pajak?
2. Apakah kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh yang dominan
terhadap kecenderungan penghindaran wajib pajak?
1.3.Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan dan meguji Apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib
pajak, hasrat membayar pajak,dan kedisiplinan wajib pajak mempunyai pengaruh
terhadap kecenderungan penghindaran pajak dan apakah kesadaran wajib pajak
mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kecenderungan penghindaran pajak.
1.4.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat peneliti melakukan penelitian ini adalah, sebagai berikut:
a) Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan dan mengaplikasikan teori–teori
yang telah diperoleh dari sumber–sumber lain, sehingga dapat bermanfaat
b) Bagi Akademis
Referensi bagi penelitian lain yang ingin meneliti lebih lanjut tentang
pengaruh self assessment system pada kecenderungan penghindaran pajak
penghasilan.
c) Bagi Wajib Pajak
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk lebih
mengetahui dan bisa menerapkan self assessment system dalam kewajiban
2.1.Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti adalah, sebagai
berikut :
1. Rachman, Hakim Arief,2008
a.Judul :
“ Pengaruh Tingkat Pemahaman Self Assessment System Terhadap
Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan Perorangan Di
Kabupaten Banyuwangi “ .
b.Permasalahan :
1. Apakah terdapat pengaruh dalam penerapan self assessment system
(kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar
pajak, dan kedisiplinan wajib pajak) terhadap kecenderungan
penghindaran pajak ?
2. Apakah kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh yang dominan
c. Hipotesis :
1. Bahwa terdapat pengaruh dalam penerapan self assessment system
(kesadaran wajib pajak,kejujuran wajib pajak,hasrat membayar pajak,
dan kedisiplinan wajib pajak) terhadap kecenderungan penghindaran
pajak.
2. Bahwa kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh dominan
terhadap kecenderungan penghindaran pajak.
d.Kesimpulan :
Penelitian ini dilakukan untuk menguji dan membuktikan secara
empiris apakah terdapat pengaruh dalam penerapan self assessment
system terhadap kecenderungan penghindaran pajak perorangan di
Kabupaten Banyuwangi, serta menguji dan membuktikan secara empiris
apakah kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh dominan terhadap
kecenderungan penghindaran pajak.
Berdasarkan hal analisis yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa hanya hasrat membayar pajak yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap kecenderungan penghindaran pajak
perorangan di Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kesadaran wajib pajak,
kejujuran wajib pajak, dan kedisiplinan wajib pajak tidak memiliki
pengaruh signifikan. Dengan demikian variabel yang mempunyai
pengaruh dominan terhadap kecenderungan penghindaran pajak
dimana pengaruh hasrat membayar pajak adalah positif artinya semakin
tinggi hasrat membayar pajak justru kecenderungan penghindaran pajak
perorangan di Kabupaten Banyuwangi semakin tinggi.
2. Savitri, Byuti Pinda, 2008
a.Judul :
“ Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, Pendapat Wajib Pajak
Tentang Berat Tidaknya Beban PPh, dan Tax Avoidance Wajib Pajak
Terhadap Keberasilan Penerimaan Pajak Penghasilan (studi kasus pada
KPP Pratama Kediri)“.
b. Permasalahan :
1. Apakah kesadaran WP,pendapat WP tentang berat tidaknya beban PPh
dan Tax Avoidence yang meletak pada WP Orang Pribadi berpengaruh
baik terhadap keberhasilan pemerintah PPh Kelurahan Banjaran,
Kecamatan Kota, Kediri ?
c. Hipotesis :
1. Diduga kesadaran Wajib Pajak, pendapat Wajib Pajak tentang berat
tidaknya beban pajak, dan Tax Avoidance yang meletak pada Wajib
Pajak Orang Pribadi berpengaruh terhadap penerimaan PPh Kelurahan
d. Kesimpulan :
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh kesadaran
Perpajakan WP, Pendapat WP tentang Berat Tidaknya Beban PPh dan
Tax Avoidance WP terhadap keberhasilan Penerimaan PPh Kelurahan
Banjaran,Kecamatan Kota, Kediri. Dari hasil pengujian dapat dilihat
bahwa ketiga variabel bebas tidak ada yang berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat baik secara simultan maupun secara parsial.
Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa diduga Kesadaran
Perpajakan WP, Pendapat WP tentang Berat Tidaknya Beban PPh, dan
Tax Avoidance WP berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan PPh
di Kelurahan Banjaran, Kecamatan Kota, Kediri tidak teruji
kebenarannya.
3. Maulida Nur Kamila Jilan, 2010
a. Judul :
“ Pengaruh Penerapan Self Assessment System Terhadap Kecenderungan
Penghindaran Pajak ( Studi Kasus Wajib Pajak Pajak Penghasilan Orang
Pribadi Pada KPP Pratama Sidoharjo Barat ) “.
b. Permasalahan :
Apakah pengaruh kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak terhadap kecenderungan
c. Hipotesis :
Bahwa pengaruh kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak terhadap kecenderungan
penghindaran pajak.
d. Kesimpulan :
1. Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel
kesadaran wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak
telah terbukti kebenarannya.
2. Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel
2, 3, 4, tidak teruji kebenarannya.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pajak
2.2.1.1. Pengertian
Banyak para ahli dibidang perpajakan yang memberikan pengertian atau
definisi yang berbeda–beda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi
tersebut mempunyai inti dan tujuan yang sama.
Pajak menurut S. I. Djajadiningrat dalam (Resmi, 2009 : 1) sebagai suatu
kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada kas negara yang
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik
dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Definisi pajak menurut Dr. N. J. Feldman dalam (Resmi, 2009 : 2) pajak
adalah prestasi yang dipaksakan sepihak atau oleh dan terhutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata–mata digunakan untuk menutup pengeluaran–
pengeluaran umum.
Sedangkan pengertian pajak menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, S. H. dalam bukunya “ Dasar- dasar Hukum Pajak dan Pajak
Pendapatan” (1990 : 5) dalam (Resmi, 2009 : 1) Pajak ialah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan atas Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sehingga dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak
memiliki unsur–unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
2. Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang – undang serta
3.Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk.
4.Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran–
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dari keempat unsur diatas yang paling menonjol adalah unsur “ Paksaan “
yang dapat diartikan bahwa bila utang pajak tidak dibayar, maka penagihan dapat
menggunakan kekerasan seperti dengan surat paksa dan sita maupun
penyanderaan terhadap Wajib Pajak. Unsur kedua adalah “ tidak ada jasa timbal
balik dari pemerintah yang langsung dapat ditunjuk “. Hal ini memberikan kesan
bahwa :
1. Seseorang atau badan usaha membayar pajak karena terpaksa atau takut dengan
sanksi–sanksi yang harus ditanggungnya apabila tidak mau membayar
pajaknya dan
2. Bahwa seakan–akan pembayaran pajak merupakan pengeluaran sia–sia karena
tidak memperolah jasa timbal balik dari pemerintah yang langsung dapat
ditunjuk.
Rochmad Soemitro dalam (Resmi, 2009 : 1) mengkoreksi sendiri definisi
pajak tersebut menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
2.2.1.2. Fungsi Pajak
Menurut Resmi (2009 : 3) fungsi pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan
negara, pemerintah berusaha memasukkan uang sebanyak–banyaknya untuk
kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai
jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn),
dll.
2. Fungsi Regularend (pengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan–tujuan tertentu di luar
bidang keuangan. Contoh penerapan fungsi pajak sebagai pengatur adalah
sebagai berikut :
a. Pajak yang tinggi dikenakan pada pembelian barang mewah (PPnBM).
Pengenakan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba–lomba
mengkonsumsi barang mewah (gaya hidup mewah)
b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan. Dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi yang tinggi
c. Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar
devisa negara.
d. Pajak penghasilan dikenakan pada hasil industri tertentu (seperti semen,
rokok, baja dll) dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap
industri karena dapat mengganggu lingkungan atau populasi (pencemaran
membahayakan kesehatan)
e. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi dimaksudkan
agar pembangunan koperasi di Indonesia lebih berkembang.
f. Pemberlakuan Tax Holiday dimaksudakan untuk menarik investor asing
agar menanamkan modalnya di Indonesia.
2.2.1.3. Sistem Pumungutan Pajak
Menurut Resmi ( 2009:11 ) dalam pemungutan pajak dikenal beberapa
sistem pemungutan,yaitu :
a. Official Assessment System
Suatu pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan ketentuan uandang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem
ini,inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada di
pemungutan banyak bergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada
pada aparatur perpajakan).
b. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini,
inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada di
tangan Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, maupun memahami
peraturan perpajakan yang berlaku,dan mempunyai kejujuran yang tinggi, setra
menyadari akan arti pentingnya kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti
pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan
untuk :
- Menghitung sendiri pajak yang terutang;
- Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
- Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
- Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;
- Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang;
c. With Holding System
Suatu sistem pemungtan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Penunjukan orang
dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetorkan, dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berasil atau
tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak terkandung pada pihak ketiga
yang ditunjuk.
2.2.1.4. Pengelompokan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009 : 5) pengelompokan pajak dibagi menjadi tiga
kelompok, antara lain:
1. Menurut Golongannya
Berdasarkan golongannya, masih dibedakan lagi menjadi dua kelompok,
antara lain:
a. Pajak Langsung
Pajak yang harus dipikul sendiri oleh WP dan tidak dapat dibebankan
atau dilimpahakan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada
orang lain.
2. Menurut Sifatnya
Berdasarkan sifatnya,pajak dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Pajak Subyektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti
memperhatikan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Obyektif
Pajak yang berpangkalpada obyeknya, dalam arti tidak memperhatikan diri
Wajib Pajak.
Contoh: PPN dan PPnBM
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dibagi menjadidua bagian, yaitu:
a. Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
pembiayaan rumah tangga Negara.
Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Materai
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayaai rumah tangga daerah.
• Pajak propinsi : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
• Pajak Kabupaten / Kota : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
2.2.1.5. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak
Menurut Mardiasmo (2009 : 8) ada dua ajaran yang mengatur
timbulnya hutang pajak, antara lain :
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surt ketetapan pajak oleh fiskus.
Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenakan
pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan padaSelf
Assessment System.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Daluarsa
2.2.1.6. Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara
lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b. System perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
c. System control yang tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan ini meliputi semua usaha yang secara langsung ditunjukkan
kepada pihak fiskus dengan tujuan untuk menghindarkan pajak.
Bentuk perlawanan aktif antara lain :
a. Tax Avodance
Usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
b. Tax Evasion
Usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang
2.2.2. Pajak Penghasilan ( PPh )
2.2.2.1. Pengertian
Menurut (Suryo dan Valentina, 2006 : 4) Pajak Penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dengan kata lain, Pajak
Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau
perseorangan dan badan secara subyektif sesuai dengan kemampuan masing –
masing Wajib Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diperoleh atau
diterimanya selama satu tahun pajak.
2.2.2.2. Subyek Pajak
Menurut Suryo dan Valentina (2006 : 4-5), termasuk Subyek Pajak
Penghasilan meliputi :
a. Orang Pribadi, adalah orang yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan memiliki penghasilan.
b. Warisan, adalah warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak, hal ini dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakn.
c. Badan, adalah badan usaha berbentuk apapun yang didirikan dan
perseroan, firma, perkumpulan, kongsi, koperasi, atau jenis organisasi yang
lainnya).
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi / badan yang tidak bertempat tinggal / didirikan di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan.
Tidak termasuk Subyek Pajak Penghasilan
1. Badan Perwakilan Negara Asing
2. Pejabat–pejabat Perwakilan Negara Diplomatik dan konsultan atau pejabat–
pejabat lain dari negara asing.
3. Orang–orang yang diperbantukan oleh mereka (butir 2) yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara
Indinesia (WNI).
4. Organisasi–organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
RI, dengan syarat :
a. Indonesia sebagai negara anggota organisasi.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah
yang dananya berasal dari iuran para anggota.
5. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Jenis Subyek Pajak Penghasilan
1. Subyek Pajak Dalam Negeri
a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang
berada di Indonesia.
b. Badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sesuai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2. Subyek Pajak Luar Negeri
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan
yang tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia.
b. Orang Pribadi atau badan seperti pada poin a tetapi tidak menggunakan
BUT di Indonesia untuk melakukan usaha tetapi berpenghasilan di
Indonesia. Dalam hal ini, pajak langsung dikenakan pada subyek pajak luar
negeri, Suryo dan Valentina (2006 : 6 )
2.2.2.3. Obyek Pajak Penghasilan
Menurut Suryo dan Valentina (2006 : 15-16) berikut ini, Termasuk
Obyek Pajak Penghasilan adalah :
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
dikonsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk hadiah atas kegiatan, laba
usaha, bunga premiun dan diskonto, royalti, sewa, warisan dan sebagainya.
Tidak termasuk Obyek Pajak Penghasilan adalah:
Adalah hibah atau sumbangan, penerimaan dalam bentuk natura, pembayaran
asuransi, bunga obligasi yang diterima reksadana, penghasilan modal ventura
(Suryo dan Valentina,2006 : 17).
2.2.2.4. Tarif Pajak
Tarif pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1983 sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomer 36 Tahun 2008, dengan ketentuan
sebagai berikut (Resmi, 2009:130) :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tar if Pajak Rp0,00 s/d Rp. 50.000.000,00 ( lima puluh juta
rupiah )
5% (lima persen) Di atas Rp. 50.000.000,00 ( lima puluh juta
rupiah ) s/d Rp. 250.000.000,00 ( dua ratus lima puluh juta rupiah )
15% (lima belas persen) Di atas Rp.250.000.000,00 ( dua ratus lima
puluh juta rupiah ) s/d Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah )
25%
(dua puluh lima persen) Di atas Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus juta
rupiah )
2.2.3. Kesadar an Perpajakan Wajib Pajak
Kesadaran adalah keinsyafan, keadaan mengerti, tahu dan merasa
(Kamus Besar bahasa Indonesia, 2002: 975). Jadi kesadaran wajib pajak
adalah sikap tahu dan mengerti yang dimiliki oleh wajib pajak untuk
memahami arti dan fungsi dari pembayaran pajak.
Banyak masyarakat yang belum mengerti akan pentingnya arti
pajak, hal ini disebabkan karena masih terdapat pandangan yang salah
mengenai pajak atau adanya penyimpangan-penyimpangan dari arti pajak
yang sebenarnya. Dengan adanya hal tersebut dapat menyebabkan
keengganan atau perasaan berat untuk membayar pajak. Pembayaran pajak
yang dilakukan oleh wajib pajak hanya karena dalam keadaan terpaksa
atau karena adanya kepentingan yang mendadak, bukan sama sekali
karena kesadaran akan membayar pajak (Tunggal, 1995: 7-8).
Untuk mencapai tingkatan kesadaran wajib pajak dalam membayar
pajak, juga tergantung dari cara pemerintah member penerangan dan
pelayanan bagi masyarakat pembayar pajak, agar kesan dan pandangan
yang keliru tentang arti dan fungsi pajak dapat dihilangkan (Tunggal,
1995: 8).
Menurut Soemitro (1991:5) kesadaran wajib pajak akan
kewajibannya dapat dipupuk melalui pendidikan foral maupun nonformal.
Dengan memiliki kesadaran akan pajak, maka wajib pajak juga harus
ditanamkan kedisiplinan pajak (tax discipline) yang kuat dan disadari
dengan kejujuran yang mantap.
2.2.4. Kejujuran wajib Pajak
Kejujuran merupakan hal yang paling sulit karena kejujuran
bertalian erat dengan moral seseorang yang terbentuk dalam masa yang
panjang. Kejujuran adalah sifat (keadaan jujur) ketulusan hati, kelurusan
hati ( Kamus bahasa Indonesia, 2002:479 ).
Jadi kejujuran wajib pajak adalah suatu sikap ketulusan hati yang
dimiliki oleh wajib pajak untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, terutama dalam pengisian Surat Pemberitahuan.
Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu factor terpenting
dalam penerapan self assessment system. Dalam system ini wajib pajak
harus aktif memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan
diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak
terutang tepat pada waktunya (Nurmantu, 2003: 148).
Wajib pajak menyembunyikan kekayaan atau penghasilannya
dengan memberikan keterangan yang tidak benar, atau mengajukan
pernyataan yang tidak benar dan membei\rikan data yang tidak benar atau
2.2.5. Hasrat Membayar Pajak
Hasrat adalah keinginan yang kuat (Kamus bahasa Indonesia,
2002: 392). Jadi hasrat untuk membayar adalah keinginan yang kuat untuk
melakukan kewajiban perpajakan yaitu pembayar pajak oleh masyarakat
sebagai wajib pajak. Hasrat membayar pajak dapat muncul dari hati wajib
pajak yang telah memiliki kesadaran pajak.
Proses atau prosedur pembayaran pajak yang berbelit-belit
merupakan salah satu factor yang dapat menurunkan hasrat membayar
pajak, untuk itu dibutuhkan modernisasi administrasi pajak. Menurut
Perris (2004) menyatakan salah satu contoh modernisasi administrasi
pajak adalah penerapan system administrasi baru yang memungkinkan
seseorang atau badan usaha cukup melakukan pembayaran sekali dengan
menggunakan Single Identity Number (SIN) atau nomor identitas tunggal.
System ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat
dalam melakukan kewajibannya membayar pajak. Kemudahan ini dalam
administrasi saat ini diharapkan akan meningkatkan hasrat masyarakat
untuk membayar pajak.
2.2.6. Kedisiplinan Wajib Pajak
Disiplin adalah tata tertib, ketaatan atau kepatuhan pada peraturan
bidang studi yang memiliki objek system dan metode tertentu (Kamus
menyatakan bahwa disiplin adalah sikap perseorangan atau kelompok
yang menjamin adanya kepatuhan perintah-perintah dan berinisiatif untuk
melakukan suatu tindakan yang perlu seandainya tidak ada perintah.
Tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan
peraturan pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya
memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh
undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pada
waktunya tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu (Soemitro, 1991:
14).
Jadi kedisiplinan pajak merupakan suatu sikap patuh, taat yang
dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan kewajibannya dalam hal
perpajakan, tanpa diperingatkan terlebih dahulu.
Menurut Tunggal (1995: 45) dengan pemberian kepercayaan yang
penuh kepada wajib pajak melakukan self assessment system, memberikan
konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, yaitu apabila wajib pajak tidak
memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar, maka kepada wajib pajak
tersebut akan dijatuhi sanksi. Jadi untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya perlu dilakukan
2.2.7.Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak yang juga disebut sebagai tax planning adalah
proses pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan
pajak yang tidak dikehendaki. Penghindaran pajak adalah suatu tindakan
yang benar-benat legal. Seperti hanya suatu pengadilan yang dapat
menghukum seseorang karena perbuatannya tidak melanggar hokum atau
tidak termasuk dalam kategori pelanggaran atau kejahatan.
Berbagai upaya dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari
pajak. Pasal 18 ayat (2), (2), (3) UU PPh mengatur pengenaan pajak dalam
hal-hal tertentu yang memungkinkan terjadinya penghindaran pajak.
Hal-hal yang diatu dalam pasal tersebut adalah penentuan besarnya
perbandingan utang dan modal, penentuan saat diperolehnya dividen oleh
wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar
negeri, dan penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak
yang mempunyai hubungan istimewa (Resmi, 2009:138).
Tax Avoidance dalah usaha meringankan beban pajak dengan cara
tertentu tanpa melanggar Undang-undang Perpajakan yang
berlaku,Valentina dan Aji Suryo (2006 : 6).
Tax Avoidance merupakan salah satu bentuk dari Perlawanan
terhadap pajak. Menurut Suryo dan Valentina (2006 : 6), perlawanan
1. Perlawanan aktif adalah perlawanan perlawanan yang secara nyata
terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditunjukkan kepadada pemerintah dengan tujuan menghindari pajak.
Ada dua jenis perlawanan aktif, yaitu:
a. Tax Avoidance (penghindaran pajak tanpa melanggar hukum)
b. Tax Evasion (penghindaran pajak dengan pelanggaran hukum).
2. Sedangkan perlawanan pasif adalah hambatan dalam pembayaran
pajak dengan cara mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai
hubungan erat dengan struktur ekonomi. Artinya perlawanan yang
dilakukan karena kepandaian Wajib Pajak dalam memanfaatkan
peraturan pajak itu sendiri.
Perlawanan pajak akan sangat merugikan negara. Oleh karena itu
dalam rangka meningkatkan atau menciptakan kondisi yang membuat
masyarakat menjadi sadar, mau dan mampu membayar pajak dilakukan
dengan memberi penerangan dan bimbingan kepada masyarakat mengenai
manfaat pajak bagi kelangsungan hidup dan kelancaran jalannya
2.2.8.Pengaruh Kesadar an Wajib Pajak dengan Penghindar an
Pajak
Kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari system perpajakan
yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system. Dalam system
ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitun,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang
terutang.
Kurang meratanya proses penyaluran pajak dapat menimbulkan
avoidance (penghindaran) pada masyarakat. Hal ini dapat memacu
masyarakat untuk malas membayar pajak.
Suatu hal menyebabkan masyarakat belum secara sukarela
membayar pajak adalah image ditengah-tengah masyarakat bahwa
membayar pajak untuk orang-orang pajak. Sedangkan menurut Hay
(Kusumawati, 2006:103) menyatakan bahwa bebepara orang merasa segan
membayar pajak sebab dengan membayar pajak berarti berkurang
kekayaan dan pendapatannya atau sikap negative oenduduk untuk tidak
membayar pajak, menghindari pajak, menyelundupkan pajak, memberikan
perhitungan yang tidak benar, menyogok petugas pajak atas petugas itu
bersedia menetapkan pajak yang lebih kecil.
Menurut Soemitro (1991:14) tingkat pendidikan dan kesadaran
pajak bangsa indonesia belum sedemikian tinggi, sehingga dapat
banyak ditentukan beberapa factor yang ada dan yang dapat mendukung
keberhasilannya yaitu :
1. Tingkat kepatuhan wajib pajak yang dimiliki dari pengetahuan
2. Pemahaman dan kesadaran meraka dalam masalah kewajiban
pajaknya
3. Kemampuan administrasi fiskus untuk mengadministrasikan semua
perihak perpajakan dari semua masyarakat wajib pajak.
Dengan adanya keinginan dari masyarakat untuk tidak mau atau
enggan membayar pajak, akhirnya dapat menyebabkan adanya
penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat.
Menurut Rachman (2008:91) berdasarkan hasil pengujian
Kesadaran Wajib Pajak ditemukan tidak berpengaruh signifikan negatif
terhadap Tingkat Penghindaran Pajak. Kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak,terutama tergantung pada tingkat pendidikan dan
pengetahuan masyarakat. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat, akan
semakin mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan mereka, bahwa di
dunia ini tidak ada satu pun yang dapat diperoleh tanpa membayar, atau
2.2.9.Pengaruh kejujur an Wajib Pajak dengan Penghindar an Pajak
Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu factor terpenting
dalam penerapan self assessment system. Dalam system ini wajib pajak
harus aktif memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan
diri, mengisi SPT dengan jujur baik dan benar sampai meluasi pajak
terutang tepat pada waktunya. Self assessment system mewajibkan wajib
pajak untuk membuat pembukuan (pencatatan), adanya catatan atau
pembukuan akan diketahui kemampuan (ability to pay) wajib pajak secara
tepat dan fakta.
Pemerintah menerapkan sistem rill dibarengi dengan sistem self
assessment yang didasarkan pada kejujuran wajib pajak dan kepercayaan
pemerintah kepada wajib pajak, sehingga kepada wajib pajak diberikan
kebebasan dan keaktifan yang lebih besar untuk menghitung sendiri pajak
penghasilan yang terutang ( Soemitro, 1991:13 ).
Permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah
belum siapnya masyarakat untuk diterapkannya self assessment system
secara murni hal ini disebabkan antara lain karena belum cukupnya
pengetahuan perpajakan serta tingkat kesadaran dan kejujuran wajib pajak,
sehingga dalam melaporkan perhitungan Pajak Penghasilan belum benar
Kejujuran wajib pajak masih sangat rendah untuk membayar pajak.
Pada umumnya untuk menghindari pajak dengan membuat pembukuan
ganda. Soemitro (1991:134) menyatakan banyak wajib pajak melakukan
pembukuan anda untuk mengelabui Dirjen Pajak dalam urusan pajak,
pembukuan ini dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri.
Penyampaian SPT merupakan kewajiban pajak yang diatur dalam
undang-undang. Sesuai dengan Self Assessment System yang dipakai oleh
Indonesia, maka fungsi SPT Tahunan adalah sebagai sarana bagi wajib
pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang dengan jalan
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang pemenuhan pembayaran
pajak yang telah dilaksanakan sendiri.
Menurut Tunggal (1995:62) menyatakan bahwa dengan self
assessment system para wajib pajak dapat leluasa mengabaikan
formalitas-formalitas yang harus dilakukan atau memalsukan dokumen-dokumen
serta mengisinya kurang lengkap.
Menurut Rachman (2008:92) berdasarkan hasil pengujian Tingkat
Kejujuran Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap
Penghindaran Pajak. Hasil dari pembayaran pajak kurang dapat dirasakan
secara langsung oleh masyarakat sebagai wajib pajak. Tidak mudah
tidak mendapat imbalan prestasi secara langsung layaknya dalam jual beli
barang kebutuhan hidup.
Jadi dengan wajib pajak menyambunyikan kekayaan atau
penghasilannya, memberikan keterangan yang tidak benar, memberikan
data-data yang tidak benar, hal ini membuat wajib pajak tidak jujur dalam
kewajibannya sebagai wajib pajak. Semakin rendah tingkat kejujuran yang
dimiliki oleh wajib pajak menyebabkan semakin besar terjadinya
kecenderungan dalam penghindaran pajak.
2.2.10.Pengaruh Hasrat membayar Pajak dengan Penghindar an
Pajak
Hasrat untuk membayar pajak adalah satu keinginan yang kuat
untuk membayar pajak. Hasrat ini akan muncul disebabkan adanya
kesadaran yang tinggi akan kewajiban dalam perpajakan yaitu membayar
pajak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh.
Hasrat untuk membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah
disebabkan rasa keraguan pajak yang telah disetorkan ke Negara.
Keraguan yang muncul dari wajib pajak mengakibatkan kecenderungan
penghindaran pajak.
Keraguan ini juga dipengaruhi oleh system administrasi sekaligus
kinerja pemerintah. Selama ini citra pajak sangat negative yang terkait
rendahnya mutu pelayanan dan penyediaan barang public. Menurut Suady
(2000:8) sependapat dengan Harahap bahwa administrasi pajak yang rumit
menimbulkan beban berat bagi wajib pajak sehingga menimbulkan
keengganan wajib pajak untuk membayar pajak.
Semakin sulit prosedur dan proses dalam pembayaran pajak yang
harus dilakukan oleh wajib pajak maka hasrat wajib pajak untuk
membayar pajak semakin rendah sehingga menimbulkan kecenderungan
penghindaran pajak.
Menurut Srinivasan dalam Nurmantu (2003:158), semakin tinggi
jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak semakin tinggi
penghindaran pajak yang terjadi. Berdasarkan penelitianb di Chiloe,
Amerika Latin (Nurmantu, 2003:154) bahwa ada 8 penyebab seseorang
tidak mau membayar pajak dengan juedul “Why I don’t to pay my tax”
berdasarkan penelitian di Chile, Amerika Latin yaitu :
1. Karena saya tidak menerima manfaat.
2. Karena tetangga saya juga tidak membayar pajak,
3. Karena jumlah pajaknya terlalu besar,
4. Karena mereka mencuri uang saya,
5. Karena saya tidak tahu bagaimana melaksanakannya
6. Karena saya telah mencoba tapi saya tidak mampu,
7. Karena jika merasa menangkap saya, maka saya akan dapat
8. Walaupun saya tidak bayar, tidak akan terjadi apa-apa.
Menurut Rachman (2008:93) beredasarkan hasil penelitian Hasrat
Membayar Pajak berpengaruh secara signifikan positif terhadap
Penghindaran Pajak. Setiap orang harus membayar bagiannya (pajak)
sesuai dengan kemampuannya untuk membayar. Keinginan seseorang
membayar pajak tergantung dari penguatan positif yang diterimanya.
Apabila interksi dengan individu lain dapat berjalan dengan baik,maka
keinginan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya akan berjalan
baik pula.
2.2.11.Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak dengan Penghindar an
Pajak
Tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan
peraturan-peraturan pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan
sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya
oleh undangan-undangan seperti memasukkan SPT pada waktunya,
membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal
itu (Tunggal, 1995:44).
Pengembalian SPT dengan tepat waktu, membayar pajak sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan merupakan suatu sikap disiplin wajib
sehingga menimbulkan suatu sikap ketidakdisiplinan yang bermuara pada
kecenderungan penghindaran pajak.
Dikatakan pula oleh Nurmantu (2003:149), sebab utama wajib
pajak tidak patuh adalah bahwa bila seseorang bekerja dan kemudian dapat
menghasilkan uang, maka mereka secara naluriah uang itu pertama-tama
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarganya. Tapi pada
saat yang bersamaan jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu, timbul
kewajiban untuk membayar pajak kepada Negara. Pada umumnya
kepentingan pribadi dan keluarga yang selalu dimenangkan. Sebab yang
lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, kurang
patuh pada pemerintah, kurang menghargai hokum, tingginya tariff pajak
dan kondisi lingkungan seperti ketidakstabilan pemerintah, penghamburan
keuangan Negara yang berasal dari pajak.
Menurut Rachman (2008:93) berdasarkan hasil penelitian
Kedisiplinan Wajib Pajak tidak Berpengaruh signifikan negatif terhadap
tingkat Penghindaran Pajak. Hal yang paling penting untuk membentuk
kepribadian seseorang adalah melalui Reward dan punishment.
Semakin tinggi tingkat kebenaran mengitung dan
memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan
SPT, maka diharapkan semakin tinggi tingkan kepatuhan wajib pajak
Adanya kecenderungan wajib pajak untuk menghindari kewajiban
perpajakannya, karena faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat
kedisiplinan wajib pajak dalam membayar pajak, akhirnya dapat
menyebabkan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh
masyarakat.
2.3.Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan landasan teori
diatas,maka dapat disusun suatu kerangka pikir sebagai berikut :
Regresi Linier Berganda Kesadaran Wajib Pajak (X1)
Kejujuran Wajib Pajak (X2)
Hasrat Membayar Pajak (X3)
Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)
2.4.Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan
landasan teori yang digunakan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
1. Diduga bahwa kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh terhadap
kecenderungan penghindaran pajak.
2. Diduga bahwa kesadaran wajib pajak berpegaruh dominan terhadap
3.1. Definisi Operasional Variabel dan PengukuranVariabel
3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional merupakan pendefinisian konsep-konsep
penelitian menjadi variabel-variabel penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan batasan dan menghindari pembedaan persepsi terhadap makna
variabel penelitian. Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (variabel bebas X1)
Adalah rasa yang timbul dari dalam diri WP atas kewajibannya membayar
Pajak Penghasilan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2. Kejujuran Wajib Pajak (variabel bebas X2)
Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor penting dalam
penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri,
mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar, sampai melunasi pajak terutang
tepat pada waktunya,
3. Hasrat Membayar Pajak (variabel bebas X3)
Yaitu keinginan yang kuat untuk melakukan kewajiban perpajakan (
4. Kedisiplinan Wajib Pajak ( variabel bebas X4 )
Sikap kepatuhan ( ketaatan ) wajib pajak dalam melakukan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah ditetapkan,
5. Penghindaran Pajak ( variabel terikat Y )
Suatu tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindar dari
kewajiban-kewajiban yang bertujuan tidak terkena pajak atau
memanipulasi jumlah pajak yang terutang.
3.1.2. Pengukuran Variabel
1. Variabel bebas (X1) adalah kesadaran Wajib Pajak dan pengukurannya
didasarkan pada indikator : mengerti pajak dan mengetahui manfaat pajak.
Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden
berpendapat bahwa kesadaran wajib pajak yang ada masih kurang karena
pemahaman tentang arti manfaat dari pajak juga masih rendah. Sedangkan
jika memberikan jawaban dengan skor 4 berarti respon masih ragu-ragu
apakah pemahaman tentang arti dan manfaat pajak masih rendah atau sudah
cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6
dan 7 berarti responden berpendapat bahwa kesadaran wajib pajak yang ada
sudah cukup baik. Pengukuran Variabel Kesadaran Wajib Pajak yang
terdiri dari 6 item pernyataan.
2. Variabel bebas (X2) adalah kejujuran Wajib Pajak dan pengukurannya
a. Keterbukaan Wajib Pajak dalam pencatatan untuk melaporkan penghasilan
yang diperoleh.
b. Kebenaran dan kelengkapan dalam pengisian SPT masa maupun SPT
tahunan.
Responden memberikan jawaban dengan skor 1 sampai 3 berarti
responden berpendapat bahwa kejujuran wajib pajak yang ada masih
kurang karena tingkat keterbukaan dan kebenaran dalam pengisian SPT
masih rendah. Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti
responden masih ragu-ragu apakah tingkat keterbukaan dan kebenaran
dalam pengisian SPT masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika
responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden
berpendapat bahwa kejujuran wajib pajak yang ada sudah cukup baik
karena tingkat keterbukaan dan kebenaran dalam pengisian SPT sudah
cukup baik. Pengukuran Variabel Kejujuran Wajib Pajak yang terdiri dari 4
item pernyataan.
3. Variabel besas (X3) adalah hasrat Membayar Pajak dan pengukurannya
pada indikator: keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar
pajak.
Responden memberikan jawaban dengan skor 1 sampai 3 berarti
responden berpendapat bahwa keinginan wajib pajak untuk membayar
Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih
ragu-ragu apakah kemudahan membayar pajak masih rendah atau sudah
cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6,
dan 7 berarti responden berpendapat bahwa pengetahuan tentang
pembayaran pajak sudah cukup baik. Pengukuran variabel Hasrat
membayar pajak yang terdiri dari 4 item pernyataan.
4. Variabel bebas (X4) adalah Kedisiplinan Wajib Pajak dan pengukurannya
didasarkan pada indikator : ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak.
Responden memberi jawaban dengan skor 1 sampai 3 berarti
responden berpendapat bahwa kedisiplinan wajib pajak yang ada masih
kurang karena tingkat ketaatan wajib pajak dalam membayar wajib pajak
masih rendah. Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti
responden masih ragu-ragu apakah tingkat ketaatan wajib pajak dalam
membayar pajak masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika
responden berpendapat bahwa kedisiplinan wajib pajak dalam membayar
pajak sudah baik. Pengukuran variabel Kedisiplinan Wajib Pajak yang
terdiri dari 6 item pernyataan.
5. Variabel terikat (Y) adalah Penghindaran Pajak dan pengukurannya
didasarkan pada indikator : kebenaran dalam menghitung jumlah pajak
yang terhutang.
Responden memberi jawaban dengan skor 1 sampai 3 berarti
Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih
ragu-ragu apakah penghindaran pajak yang terjadi rendah atau tinggi.
Kemudian jika responden berpendapat bahwa penghindaran pajak yang
terjadi sangat tinggi. Pengukuran variabel Penghindaran Membayar pajak
yang terdiri dari 5 item pernyataan.
3.2. Tekhnik Pengambilan Sampel
3.2.1. Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian adalah WP
yang terdaftar di KPP Pratama Surabaya Rungkut dan yang menjadi unit
samplingnya adalah WP orang pribadi Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut,
Surabaya.
3.2.2. Populasi
Populasi merupakan kumpulan dari semua kemungkinan
orang-orang, benda-benda, dan ukuran lain yang menjadi obyek penelitian, (Suharyadi,
2004 : 323). Populasi dalam penelitian ini adalah 2.619 WP orang pribadi
Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya yang mempunyai NPWP
3.2.3. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi (Suharyadi, 2004 : 323).
Tekhnik penentuan sampel menggunakan sampel random sampling yaitu
pengambilan sampe