• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaidah Fiqhiyah Mengenai Hukum Asal Sesuatu

Dalam dokumen KAIDAH FIQHIYAH MENGENAI HUKUM ASAL SESU (Halaman 54-74)

BAB II KONSEP KAIDAH FIQHIYAH MENGENAI HUKUM ASAL

C. Kaidah Fiqhiyah Mengenai Hukum Asal Sesuatu

Kaidah al ashlu f al asyy i al ib hah menurut Imam Sy fi’iy dan kaidah al ashlu f al asyy i al hurmah menurut Imam Ab Han fah adalah termasuk salah satu kaidah cabang dari kaidah asasiyah, yang masuk ke dalam lingkungan kaidah asasiyah yang kedua yaitu tentang keyakinan dan keraguan. Keyakinan dan keraguan merupakan dua sisi yang berbeda, hanya saja besar keyakinan dan keraguan bervariasi sesuai dengan kuat-lemahnya tarikan yang satu kepada yang lain. Kaidah kedua tersebut adalah:

" #$%& ' ( )*&+% ) ,* -(*.%+

DDg

“Keyaqinan tidak hilang dengan keraguan”

116 Huzaimah Tahido Yanggo, Op Cit, 132.; Bani Syarif Maula, “Pemikiran Hukum Al Syafi’iy Tentang Pembatasan Peran Qiyas dalam Ijtihad, ” Istinbath (Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Islam),

1 Vol. 2 (Desember, 2004), 16.

117 Bani Syarif Maula, Ibid, 18.

Secara redaksional, antara ulama Hanafiyah dengan ulama Sy fi’iyah terdapat perbedaan dalam menuangkan kaidah tersebut.119 Ulama Hanafiyah meredaksikan kaidah tersebut sebagai berikut: DaE

" #$%& ' ! , ) (*&+% ) ,* -(*.%+

Perbedaannya terletak pada fi’il mudhori’, ulama Hanafiyah tidak mempasifkan kata kerjanya, sedangkan ulama Sy fi’iyah mempasifkannya. Dari segi arti dan maksud, dua redaksi tersebut tidak menunjukkan perbedaan.

Secara bahasa “yakin” adalah

>,P#$% 4+-,* -(: ?+1(A .1+-.% 34+I,* IR[(53

(tenangnya hati

pada kebenaran sesuatu). Dan “syak” menurut bahasa adalah

^ ( #0% 3 +1. )5

(umumnya ketidaktentuan).121

Adapun menurut Ulama Ushul yang dimaksud dengan syak adalah samanya arah sesuatu, yakni berhenti di antara dua perkara di mana hati tidak condong pada salah satunya. Apabila hati lebih condong pada salah satunya atau lebih unggul dan mengalahkan yang lain maka dinamakan dhan. Adapun salah satunya yang dikalahkan dari yang lainnya disebut wahm.122 Tingkatannya secara urut adalah sebagai berikut:123

a. Yakin : adalah tetapnya hati terhadap sesuatu dengan disertai dalil yang

qath’i atau pasti.

b. Dhan : adalah berhadapannya dua perkara di mana salah satunya lebih

kuat dari pada yang lain.

119 Jaih Mubarok, “Kaidah Fiqh; Sejarah dan Kaidah-kaidah asasi”, Op Cit., 129.

120 Zainal Abidin Ibn Ibrahim Ibn Nujaym, Op Cit., 55.; Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu, Op Cit, 89.

121 Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu, Ibid, 91.; Tajuddin Abdul Wahab bin Aliy Ibnu Abdul Kafi Al Subkiy, Al Asyb h wa al Nadh ir, Juz I (Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyah, t.t.), 13.

122 Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu, Ibid, 92.

123 Abdul Hamid Hakim, Mabâdi’ Awaliyah (Jakarta: Sa’adiyah Putra, t.t.), 7; Abi Yahya Zakariya al Anshariy, Ghâyah al Wushûl (Semarang: Toha Putra, t.t.), 22.

c. Syak : adalah berhadapannya dua perkakara yang salah satunya tidak melebihi terhadap yang lain.

d. Wahm : adalah berhadapannya dua perkara yang salah satunya lebih lemah dari yang lain.

Sedangkan menurut Abdul Mudjib yang dimaksud dengan “yakin” adalah:124

,* %6 % ( + #I%& ' &]0 '&+O ( &+9 &(5 ( ) ) ,* -(*.%+

Sesuatu yang tetap, baik dengan panganalisaan maupun dengan dalil”.

Sedangkan yang dimaksud “syak” adalah:125

( , ) >&+ +J.% ( ( 6=% ?+@( + Q &(/+0 (\(5 L 5 ( (A ( , )'BO% ( ,*(' h " ( +0)5 ( &+9 &(5 ( ) ^ #$%+

(A &(5 (:+ Z,* 2, +0

+Ji.% ?+1

Sesuatu yang tidak menentu antara ada dan tiadanya, dan dalam

ketidaktentuan itu sama antara batas kebenaran dan kesalahan, tanpa dapat

dimenangkan salah satunya”.

Makna kaidah kedua tersebut di atas menurut Ulama Fiqh adalah bahwa sesuatu yang telah diyakini keberadaannya tidak dapat digoyahkan kecuali dengan dalil yang qath’i atau pasti dan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan, begitu pula sesuatu yang diyakini ketiadaannya tidak dapat dihukumi ada dengan berdasarkan pada keraguan, karena keraguan lebih lebih lemah daripada yakin, keduanya—yakin dan keraguan—tidak dapat diperlawankan baik adanya maupun ketiadaannya. Atau bisa juga dikatakan bahwa keberadaan sesuatu yang telah diyakini secara pasti—baik adanya maupun tiadanya—kemudian datang sesuatu yang akan menghilangkannya dengan berdasar kan pada keraguan, maka

124 Abdul Mudjib, Op Cit, 20; Mukhlis Usman, Op. Cit., 114.

tetaplah sesuatu yang diyakini sampai sebab-sebab yang akan menghilangkan tersebut menjadi nyata.126

Jadi maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa sesuatu yang telah meyakinkan tidak dapat digoyahkan oleh sesuatu yang meragukan, kecuali yang meragukan itu meningkat menjadi meyakinkan. Jadi semua tindakan harus berlandaskan pada yang diyakini.

Dasar-dasar kaidah tersebut di atas adalah: a. Al Quran:

jk,*+$ H (:.% ( 5 ,P I.c)* &+% 6 # % 6 d &lI+ &#% d , ) ) +O.9Y )\ '#0(* &(5(

….127

Artinya: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai

kebenaran… ”.

b. Hadits:

C

` , (: ) ,') ,*( ) ? I+O6 (:(

M

&+T +;( ,*( ) P 'Y , (A L,* 'Y , (A ` ,*(U)/ , (A b ,* (2 &+I+O6 (:

m

&+T

( #1(/( L,*+1(A !K ?#1(= K ! , )/(

m

.I 5 ( ( +J+ L,*+1(A +9.$[+@ &jS,*+$ L I. (' ,P @ , 39) (:+ ( (2( +

)L

&h:,* ( 2(* , + &]0, (= (\(5,/(* ?#0(: 2,/(5.% ( 5 6 (2) .J(* &+1+@ n&+% , + b>,P+$

C

Dag

Artinya: “…telah berkata Rasulullah SAW: apabila perut seseorang terasa mulas, kemudian dia ragu apakah dia kentut atau tidak, janganlah

keluar dari masjid sebelum mendengar atau merasakan kentut”.

Hadits di atas menunjukkan adanya keraguan bagi yang sedang shalat atau menunggu (duduk di masjid) untuk melaksanakan shalat berjamaah. Oleh karena itu, dapat diprediksikan bahwa bila masuk ke masjid maka tentunya seseorang

126 Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu, Op Cit., 92.

127 QS Yunus (10 ): 36.; Yayasan Penyelenggara Pernterjemah al Qur’an DEPAG RI , Op Cit, 312.

128 Al Imam Abi Husayn Muslim bin al Hajjâj Al Qusyairiy Al Naisaburiy (selanjutnya disebut Imam Muslim), Shâhih Muslim, Juz I (Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyah, 1995), 276. Terdapat dalam kitab Al Haydl” Bab “Al Dalilu ‘Ala Anna Man Tayaqqana al Thaharotu Tsumma Syakka fii al Hadatsi Fa Laa An Yushala Bi Thaharotihi Tilka” Hadits Nomor 99.

telah berwudlu (bersuci), selanjutnya ketika ia ragu akan keabsahan wudlunya, batal atau tidak, orang tersebut tidak perlu membatalkan shalatnya sebelum mendapatkan bukti yang meyakinkan tentang ketidakabsahan wudlunya.

Imam al Nawawi –ketika menjelaskan hadits tersebut—berkata bahwa hadits tersebut merupakan salah satu dasar hukum Islam yang fundamental dan melahirkan kaidah fikih asasi. Atas dasar pertimbangan tersebut, Imam al nawawi membuat kaidah sebagai berikut:129

21

)* (>&(*.$+&.% 6 +

) #$% F (7* &+%( ( %+ 3 &+1 J ( #-(*+0)* ?#0(: &(U % )=3 ?+1(A &(U S&+-(' ' ) +9,:

&(U,*+1(A o &+ %

Sesuatu akan menempati hukum dasarnya secara lestari sebelum dapat

terdapat bukti yang meyakinkan untuk berpindah pada hukum lain dan keraguan

tidak akan merusaknya”.

C

&+T pP 1(A &+I+O6 (:

m

&+T &(*.X)/ &+I+O6 (:

m

,' &6'(A , (A( 6*(/)5% ,' ` ,* <(/ , (A Q , ^ % &+I+O6 (:

#% ! )26 % ( #1(/( L,*+1(A !K ?#1(= K , )/( ?+% &+9+$ )L#I+ L"5(A , (A ` ,* 5+0

)L#I+ L,*+% ! 6*+J)* Q

;&+16=% ,P @ (>,?#$% ) 2(*

M

&+-@

m

-0I*q

r

3 (=.I(*&+% , +

s

( 2(* , + &]0, (= (\(5,/(* ?#0(:

&h:,*

C

DtE

Artinya: “…Dari ’Abbad bin Tamim dari pamannya, bahwasannya ia mengadu kepada Nabi Saw. yang ia merasa ada sesuatu dalam sembahyangnya. Rasulullah menjawab: Jangan ia memutuskan sembahyangnya sehingga ia

mendengar suara atau mencium baunya”.

C

+1+J P '+ ,' h5,:+ ,' ) 65(:)5 P I+O6 (:

M

( ) ( ,' ?(/, )5 &+I+O6 (:

M

(A ` &+1 ' ,' ) &(5,*+1)/ &+I+O6 (:

,

` &(/(* ,' >&+ (A , (A ( +1,/Y ,' ` ,*(

M

&+T )L.I(A !K (P 7( , , 3J.% ` ,* <(/ ,P 'Y , (A

m

&+T

129 Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu, Op Cit., 90.

130 Al Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il ibnu Ibrahîm bin al Mughirah bin Bardzabah al Bukhâriy al Ja’fiy (selanjutnya disebut Imam Bukhâriy), Shâhih Bukhâriy, Juz I (Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyah, 1992), 54. Terdapat dalam kitab “Al wudlu’” Bab “Laa Yatawadldla’ Min al Syakki Hatta Yastaiqana” Hadits nomor 137.

( #1(/( L,*+1(A !K ?#1(= K ! , )/(

m

, + &]O&+1+O+ ?#1(= , 39 , )* , +1+@ L 0&+1(= ,P @ , 39) (:+ 6 +$ +

+@ n&h<(', +

( +-,*+0,/ &(5 ?+1(A ,'(*.%( 6 #$% ( . (*.1

M

( +1,/(* , + ,'+T ,*+0( ,2(/ ) )2,/(* 6 3O

M

( &+9 , &+@

)L+0&+1(= )L+% <X+$ &h/,5+J ?#1(=

M

&+ ,*#$1 % &h5,* V, +0 &+0+I&+9 `\(', [ % &h5&(5.0 ?#1(= ( &+9 , (

C

DtD

Artinya: “…Dari Abi Said al Khudry, ia mengatakan bahwa Nabi Saw. bersabda: apabila seseorang ragu dalam jumlah rakaat shalatnya , tiga atau empat? Maka hendaknya ia membuang keraguannya untuk menetapkan atas apa yang diyakininya, dan hendaknya sujud dua kali sebelum salam, apabila ia shalat lima rakaat, maka ia disyafaati, apabila shalatnya sempurna empat rakaat

maka keduanya termasuk dibenci setan”.

C

&+$(' ,' ) 65(:)5 &+I+O6 (:

M

^ ,=('.% +4(5.O(A ,' %&+J ,' ) 65(:)5 &+I+O6 (:

M

` ,<(/ ) ,' ) ,* ( ,' &+I+O6 (:

&+T

m

&(:,/ ( ,' ) 65(:)5 P I+O6 (:

M

` , ):.9(5 , (A

M

` , 39 , (A

M

` &6'(A ,' , (A

M

, (A

(A ,' (5,:6 % ,'(A

&+T )L.I(A !K (P 7( ,

m

( #1(/( L,*+1(A !K ?#1(= K , )/( 3 ,< 5(/

! , 3-(*

m

`;( : ( ?+1(A ,'(*.1+@ ,*+0+I.O , + ?#1(= ];( : ( , (* , +1+@ L 0&+1(= ? @ , 39) (:+ &(U(/ +

M

, &+@

, + ,*+0+I.O ?#1(= #-(*+0(* , +%

,'(*.1+@ &h<(', + , + ?#1(= &]O&+1+O+ , (* , +% , &+@ ,*+0+I.O ?+1(A ,'(*.1+@ &]O&+1+O

&]O&+1+O ?+1(A

M

( +1,/(* , + ,'+T ,*+0( ,2(/ , )2,/(*%(

C

Dta

Artinya: “…Dari Abdurrahman Bin Auf, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Apabila lupa salah seorang dari kamu dalam shalanya, ia tidak mengetahui apakah satu atau dua rakaat, hendaklah satu rakaat dijadikan patokan. Bila ragu, dua atau tiga rakaat, hendaklah yang diyakini itu dua rakaat. Bila ragu tiga atau empat rakaat, hendaklah yang diyakini dan dijadikan patokan tiga rakaat. Dan sujudlah dua kali (sujud sahwi)

sebelum salam”.

c. Dalil Aqli (akal)

131 Ibid, Juz II 374. Terdapat dalam kitab “Al sahwi” Bab “Idza Lam Yadri kam Shalla: Tsalatsan au Arba’an Sajada Sajdataini Wahuwa Jalisun” Hadits nomor 1231; Imam Muslim, Op Cit., Juz I, 400. Terdapat dalam kitab “Al Masajid wa Mawadli’u al Shalat” Bab “Al Sahwi Fii Al Shalati wa Al Sujudu Lahu” Hadits nomor 88.

132 Abi Isa Muhammad bin Isa bin Surah al Turmûdziy (selanjutnya disebut Imam Turmûdziy), Sunan Turmûdziy (Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyah, 2000), 295. Terdapat dalam “Abwab al Shalat” Bab Maa Ja’a Fii al Rajuli Yushalliy Fayasyukku Fii al Ziyadati Wa al Nuqshani” Hadits nomor 397.

Dalil Aqli (akal) bagi kaidah keyakinan dan keraguan adalah bahwa keyakinan lebih kuat daripada keraguan, karena dalam keyakinan terdapat hukum qath’i yang meyakinkan. Atas dasar itulah dikatakan bahwa keyakinan tidak boleh dirusak oleh keraguan.133

Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu menjelaskan bahwa kaidah

" #$%& ' ! ( )*&+% ) ,* -(*.%+

adalah bersumber dari pendapat Ab Han fah. Zaid al Dabusi

dalam kitab Ta’sis al Nadhar menyatakan bahwa:134

?+I,<(5 " [ % #-(*#0% ( 4+ &(: &.% ,* + , 5 >,P#$% 3 , )'3O + A ?+0(5 )L#I+ 4+X,* I(: P '+ ( .I A ! ,=+&.%

L @&+1 J ' ( #-(*+0(* , +% &(5 ( %+ ?+1(A ( )U+@ ( &+9

C

Menurut Ab Han fah, sesuatu yang ditetapkan dengan cara penelitian

dari segala segi dan meyakinkan dari seluruh seginya, hukumnya ditetapkan

berdasarkan penelitian tersebut sebelum terdapat bukti kuat yang

mengingkarinya

Atas dasar kaidah Ab Han fah tersebut, Imam al Karakhi menyederhanakan kaidah tersebut sebagai berikut:

" #$%& ' ! ( )* &+% ,* -(*.%& ' + ('+O &(5 6

Dtf

Sesuatu yang ditetapkan berdasarkan data yang meyakinkan tidak bisa

hilang karena keraguan”.

Menurut Jalaluddin Abdurrahman al Suyuthi mengatakan bahwa kaidah tersebut mencakup mayoritas bab fikih, karena masalah yang diselesaikan oleh bab ini mencapai lebih dari tiga perempat bab fikih.136 Dan dari kaidah yang merupakan garis besar ini telah dibentuk kaidah-kaidah yang lebih khusus yang pada dasarnya tidak menyimpang dari kaidah pokok, salah satunya adalah

133 Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu, Op Cit., 91.

134 Ibid, 89.

135 Ibid.

kaidah al ashlu f al asyy i al ib hah menurut Imam Sy fi’iy dan kaidah al

ashlu f al asyy i al hurmah menurut Imam Ab Han fah. Dalam hal kaidah

tersebut terdapat beberapa pendapat di antara para Ulama yang masing-masing memiliki argumen untuk menguatkan dan mempertahankannya.

2. Konsep Kaidah Al Ashlu F al Asyy I al Ib hah Menurut Imam Sy fi’iy Pendapat yang pertama menyatakan bahwa asal dari segala sesuatu itu adalah diperbolehkan sampai ada dalil yang mengharamkannya, ini adalah termasuk pendapat dari Imam Syâfi’iy 137 dan mayoritas ulama.138

Berdasarkan kaidah tersebut, selama tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya sesuatu itu, maka sesuatu tadi hukumnya adalah mubah. Inilah yang sudah dapat diyakini, karena dalil yang menunjukkan haramnya belum ada dengan pasti (masih diragukan), sedangkan keragu-raguan tidak dapat menghapus apa yang sudah diyakini. Yang halal adalah hal-hal yang dinyatakan halal oleh Allah, dan yang haram adalah hal-hal yang dinyatakan haram oleh Allah. Adapun hal-hal yang tidak disinggung halal-haramnya oleh Allah (didiamkan), maka berarti diperbolehkan. Semua syarat/perjanjian, akad, atau bentuk muamalah (kerja sama) apa saja yang tidak ada penegasan hukumnya, maka tidak boleh dikatakan haram, karena hal-hal yang dibiarkan/didiamkan

137 Ibid; Jaih Mubarok, “Kaidah Fiqh; Sejarah dan Kaidah-kaidah asasi”, Op Cit., 135.

hukumnya tiada lain merupakan rahmat Allah yang tersembunyi (blessing in disquite).139

Jadi yang dimaksud dengan kaidah ini adalah bahwa manusia boleh memanfaatkan apa saja yang ada di bumi, bahkan semua yang ada di alam semesta ini untuk dimakan, diminum, dipakai sebagai pakaian, obat-obatan, perhiasan dan sebagainya. Kecuali yang dengan jelas diharamkan oleh Allah seperti yang tercantum dalam QS. Al Baqarah ayat 173, sebab yang mempunyai wewenang menghalalkan dan mengharamkan itu hanya Allah dan Rasul-Nya.

Beberapa contoh masalah yang diambil dari kaidah ini antara lain:

a. binatang yang sulit diketahui kedudukan hukumnya, hukumnya adalah halal, menurut Rafi’i.140

b. binatang zarafah (jerapah), menurut As Subky bahwa jerapah itu halal dimakan karena sesungguhnya hukum yang asal adalah mubah selama belum jelas dalil yang mengharamkannya, dan ia tidak bertaring, dengan sendirinya tidak termasuk yang diharamkan.141

c. tumbuh-tumbuhan yang tidak diketahui namanya, menurut Imam al Mutawali haram memakannya, namun Imam Nawawi menentangnya, katanya yang lebih dekat seperti yang diterangkan oleh Imam Syâfi’iy yakni termasuk masalah yang dahulunya halal.142

Dasar hukum yang digunakan oleh Imam Syâfi’iy yang telah menyatakan kaidah tersebut adalah:

139 Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1990), 110.

140 Jalaluddin Al Suyuti, “Asybâh” Op Cit, 83.

141 Dja’far Amir, Qaidah-qaidah Fikih (Semarang: Toha Putra, 1970), 29.

a. Al Quran:143

C

#% ( )

&h<,* 5(2 , [.% ? @ &65 , 39+% + +1+J

Duu

Artinya: “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di

bumi untuk kamu ….

C

, " % ( 5 &('"*# % ( N &(' < % ( ( .JY P 0#% K +4+I,* ( 6 (: , (5 R 3T

Duf

Artinya: “Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang

baik?...…

Ayat tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya yang menceritakan tentang kelompok Hummas, yakni kelompok suku Quraisy dan keturunannya yang sangat menggebu semangat beragamanya sehingga enggan bertawaf kecuali memakai pakaian baru yang belum pernah dipakai melakukan dosa serta sangat ketat dalam memilih makanan ketika melaksanakan ibadah haji. 146

Kelompok ini mengharamkan pakaian biasa dipakai dalam thawaf, sehingga dalam pandangan mereka lebih baik berthawaf tanpa busana kalau tidak memiliki pakaian baru. Makanan pun demikian, sekian banyak yang mereka haramkan.

Karena tindakan kelompok Hummas itulah QS. Al A’raf ayat 32 ini diturunkan, dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa:

143 Imam Syâfi’i, “Al Risâlah”, Op Cit, 39; Jalaluddin As Suyuti, “Asybâh”, Op Cit, 82.

144 QS Al Baqarah (2): 29.; Yayasan Penyelenggara Pernterjemah al Qur’an DEPAG RI , Op Cit, 13.

145 QS Al A’raf (7): 32.; Ibid, 225.

a). perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hambanya adalah diizinkan untuk digunakan dan dinikmati oleh manusia.147

b). rizki yang dihamparkan oleh Allah di alam raya ini ada yang sifatnya buruk sehingga diharamkan oleh Allah swt. dan yang dituntun untuk digunakan adalah rizki yang baik-baik, hal ini mengandung makna menggunakan apa yang sesuai dengan kondisi manusia, baik dalam kedudukannya sebagai jenis maupun pribadi demi pribadi.148

C

, + ]4+0,*(5 ( , 39(* , + i+% d )L)5(<. (* ` A&+ ?+1(A &h56 (:)5 6P+% (P :, 3 &(5,* @ ) 2Y i+% R 3T

L ' K ,*+c % # 3 &]-,/ @ , Y b ,2 )L#I _+@ ` ,* .I J ( ,:+% , Y &h:, 3X,/65 &h5(

Duv

Artinya: “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi—karena sesungguhnya semua itu kotor—atau binatang yang disembelih atas nama selain

Allah,…..

Tindakan kaum musyrik yang telah mengharamkan atas diri mereka sebagian dari nikmat-nikmat Allah yang bersumber dari Allah swt, menjadikan Rasul saw diperintahkan untuk menjelaskan apa yang diharamkan oelh Allah. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa pengharaman atas nama Allah tidak mungkin akan terjadi kecuali berdasarkan wahyu, baik langsung dan tegas, dengan teks dan makna yakni al Quran, maupun tidak dengan teks, tetapi melalui

147 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Vol. 5 Ibid, 74.

148 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Vol. 5 Ibid, 75.

pengajarannya yakni as Sunnah, atau melalui istinbath atau penalaran melalui tuntunannya. 150 Dan Rasulullah tidak mendapatkan wahyu yakni ayat-ayat al Quran yang mengharamkan suatu makanan kecuali:151

a). bangkai, yakni binatang yang berhembus nyawanya tidak melalui penyembelihan yang dibenarkan oleh syara’.

b). darah, yakni yang sifatnya mengalir bukan yang membeku seperti hati dan limpa.

c). daging babi.

C

&]I&(/,: ,*( % ( .%& '( &jS,*+$ L ' , 39 .$30 &#%Y , 39,*+1(A , 39^'( ( 6 (: &(5 ! .0Y , +%&(<+0 R 3T

` &+1,5 , "5 , 39( &+%, Y , 3130.-+0 &+%(

, ) &6* ( , 393T) , +I ) ,:+I

M

&(5 + : ( +X.% , )'( .-+0 &+%(

( + (' &(5( &(U.I 5 ( (U+

M

, 39 % + H (:.%& ' &#% !K ( 6 (: P 0#% ( .X#I% , 3130.-+0 &+%(

( , 31 -,<+0 , 39#1(<+% L ' , 39&6=(

Dfa

Artinya: “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami(nya)”.

150 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Vol. 4(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 314.

151 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Vol. 4 Ibid.

Sebagaimana QS. Al An’am ayat 141 di atas, dalam ayat ini juga disampaikan mengenai sebagian yang dilarang atau diharamkan oleh Allah, yaitu:153

a). janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, sesuatu dan sedikit persekutuan pun.

b). berbuat baiklah kamu kepada ibu bapak, maksud perintah dalam

ayat tersebut adalah adanya larangan mendurhakai mereka, karena ibu bapak adalah penyebab dari segala sebab wujud, dan sumber segala nikmat, penyebab perantara yang berperanan dalam kelahiran manusia yang wajib disyukuri.

c). janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kamu sedang ditimpa kemiskinan dan mengakibatkan kamu menduga bahwa bila mereka lahir kamu akan memikul beban tambahan. Jangan khawatir atas keadaan diri kamu, karena yang menyiapkan sarana sumber rizki adalah Allah.

d). Janganlah mendekati perbuatan-perbuatan keji, seperti membunuh dan berzina baik yang dilakukan secara terang-terangan, maupun yang dilakukan secara sembunyi, seperti memiliki pasangan “simpanan” tanpa diikat oleh akad nikah yang sah.

e). janganlah kamu membunuh jiwa yang memang diharamkan Allah membunuhnya kecuali berdasar suatu sebab yang benar yakni berdasar ketetapan hukum yang jelas.

C

( 6 (: &(5#I R 3T

H (:.% ,*+c ' (P.c('.% ( ) .O _+% ( ( + (' &(5( &(U.I 5 ( (U+ &(5 + : ( +X.% P"'(

( , )5+1,<+0 &+% &(5 K ?+1(A , 3%, 3-+0 , Y( &]I&+ .1)/ L ' R " +I)* , +% &(5 K& ' , 39 .$30 , Y(

Dfu

Artinya: “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.

Dalam QS. Al A’raf ayat 32, telah dijelaskan bahwa apa yang diduga diharamkan Allah oleh kelompok Hummas sebenarnya tidak diharamkan-Nya, dalam ayat ini dijelaskan mengenai apa yang sebenarnya diharamkan oleh Allah, dengan menyimpulkan bahwa yang diharamkan adalah:155

a). perbuatan-perbuatan yang keji, yakni perbuatan yang sangat buruk baik yang nampak dan terlihat oleh orang lain, maupun yang tersembunyi.

b). perbuatan dosa, yang dimaksud adalah perbuatan yang dampaknya terhadap si pelaku sendiri.

c). pelampauan batas atas hak-hak manusia tanpa haq, yakni alasan yang benar atau yang memang tidak dibenarkan sama sekali. Yang dimaksud adalah melampaui batas kewajaran dalam perlakuan buruk terhadap hak-hak orang lain.

154 QS Al A’raf (7): 33.; Yayasan Penyelenggara Pernterjemah al Qur’an DEPAG RI , Op Cit, 226.

d). mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Dia tidak menurunkan hujjah untuk itu apalagi Dia telah menurunkan hujjah tentang keburukan dan kebathilannya.

e). mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui apalagi yang telah kamu ketahui.

Sebagaimana disebutkan pada QS. Al An’am ayat 151, pada ayat tersebut di atas Allah Swt. juga telah menyebutkan apa yang diharamkan dengan singkat dan ringkas.

b. Hadits:156

C

&+X6=% 65(:(5 ) ,' ! ,* A&(5,/ &+I+O6 (:

M

65(:)5 ) ,' ) &6'(<.% &+I+O6 (:

M

,*(<3I , )'+&IO6 (:

,* 9 ,' ,7+X.%

M

;( (*(: ,' >&(2( ,' =&(A&+I+O6 (:

M

> ( , ( % ,P '+ , (A L,* '+ , (A

&+T

m

&+T ,* (:.% \+@, (*

m

# (:+ &(5

w &+1(: ( )U+@ L '&+0 9 ? @ !K

M

b ( (: ( )U+@ ( 6 (: &(5(

&x* /+I , 39(* , +% K 6 &+@ )L+0(* @&(A K ( 5 , 31('.T&+@ 84(* @&(A ( )U+@ )L.I(A + +9(/ &(5(

M

y0 O

4*q N

z

&x* /+I ( ^'( ( &+9 &(5(

{

* 5 ; /

m

<

Df|

Artinya: “…Apa yang dihalalkan oleh Allah maka ia halal dan apa yang diharamkan (Allah) maka ia haram dan apa yang tidak disinggung ia dimaafkan. Terimalah dari Allah kemaafan-Nya,

sesunguhnya Allah tidak lupa kepada sesuatu…”. (Hadits ini

diriwayatkan al Bazar dan Tabrani dari Abi Darda dengan sanad yang hasan).

Di dalam hadits tersebut memberi isyarat bahwa segala sesuatu yang tidak ada ketegasan dalil tentang halal haramnya, maka harus dikembalikan kepada asalnya yaitu boleh.

156 Muhammad Shidqi Ibn Ahmad al Burnu, Op Cit., 110; Jalaluddin Al Suyuti, “Asybâh” Op Cit, 83.

157 Aliy bin Umar al Daruquthniy, Sunan Al Daruquthniy, Jilid I, Juz II (Beirut: Daar al Fikr, 1994), 106. Terdapt dalam kitab “Al Zakah” Bab “Al Hatssu ‘Ala Ihroji Al Shadaqah Wa Bayanu Qismatiha Hadits Nomor 2047.

C

P 'Y , (A "P 5,*#0% ( &(5,*+1)/ , (A ( ) &( ) ,' 3 ,*(/ &+I+O6 (: ^ " ^/% ?(/ )5 ) ,' ! * <(5,/ d &+I+O6 (:

, (A ( #1(/( L,*+1(A )L#1% ?#1(= L#1% ! )/( S)/ &+T "P / &+X.% ( &(5.1(/ , (A " ,U#I% ( &(5.O)A

( ,56/%

P @ )L#1% ( 6 (: &(5 ) ( (:.% ( L '&+0 9 P @ )L#1% # (:Y &(5 ! &+1(:.% &+T > ( X.% ( ,')2.%

)L.I(A &+X(A &65 5 ( )U+@ )L.I(A + +9(/ &(5( L '&+0 9

Dfg

Artinya: “Bercerita Isma’il bin Musa as Sudiy, bercerita kepadanya Saif bin Harun dari Sulaiman at Taimiy dari Abi Usman an Nahdiy dari Salman al Farisi bahwa Nabi Saw. ditanya tentang keju, minyak dan bulu binatang, beliau menjawab: Yang halal apa yang dihalalkan dalam kitab (al Quran)-Nya dan yang haram apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya dan apa yang tidak

disinggung maka ia dimaafkan daripadanya”.

C

=>( 6? *@ -8 @ * AB 8C% D ( @ # * ' -2 " # * (3 E 8C% '

%( * %( F%/ 07 GA H FIA D AB 8C% J %2@ * % K 8C% '

0

0I@ 0%/B' F /@ F%/ !%/ F%/ B D D F *@ .B * ( @ *@ 6>( 6?

&+ * : %8 !/@ )=(K )%(K 0 ( *@ LB * (+ * /7 # * /7

F4 L7

* 2@ 8C% ' M N #N(2O P ' * N(2O ! K * -/ ( F 8C% '

# J Q' J 8BR S, =>( 6? *@ /H T( . N(2O U %Q%( 2@ N(2O

+ ( . V

F%N .B * ( @ N V # D' F8@ (%N' $#" *@ LB T&

.B W B

Dfv

Artinya: “…Telah bersabda Rasulullah SAW: sebesar-besar dosa orang muslim adalah orang yang bertanya sesuatu yang tidak

diharamkan, maka menjadi haram karena pertanyaannya…”.

c. Dalil Aqli:

158 Abi Abdullah Muhammad bin Yazid Al Qazuyaniy Ibnu Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah, Jilid II (Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyah, 1995), 309. Terdapat dalam kitab “Al Ath’imah” Bab “Aklu al Jabni wa al

Dalam dokumen KAIDAH FIQHIYAH MENGENAI HUKUM ASAL SESU (Halaman 54-74)

Dokumen terkait