BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.2 Pembahasan
4.2.8 Kaidah Kesantunan dan Strategi-strateginya
Setelah menemukan indikator tuturan yang santun dan penyebab tuturan yang tidak santun, peneliti merumuskan kaidah kesantunan berbahasa Indonesia. Kaidah ini berfungsi untuk menjaga tuturan agar tetap santun. Tuturan yang santun dapat menjaga hubungan interpersonal penutur dan mitra tutur. Dengan demikian, bertutur tidak hanya sekedar mengucapkan kata-kata, juga berkaitan dengan citra diri, kehormatan, keadaan sosial dan psikologi penutur maupun mitra tutur. Bila penutur mampu berbicara dengan santun, citra diri yang positif akan terbentuk. Mitra tutur akan berpikir bahwa penutur adalah orang yang yang santun dan penuh rasa hormat pada orang lain. Bertutur santun juga akan membuat mitra tutur merasa dihargai dan dihormati. Bertutur dengan santun dapat meredam konflik yang mungkin terjadi.
Kesantunan berbahasa tidak hanya berpusat pada mitra tutur tetapi juga pada penutur. Setiap penutur berkewajiban untuk menjaga situasi pertuturan agar selalu kondusif. Dalam setiap situasi pertuturan ada hubungan yang harus dijaga oleh penutur. Oleh karenanya penutur mempunyai peran penting dalam setiap kegiatan bertutur.
Pada penelitian ini, peneliti menemukan kaidah-kaidah kesantunan dalam Bahasa Indonesia. Kaidah tersebut adalah (1) Sikap kerendahan hati penutur , (2) Sikap menghormati mitra tutur, (3) Menjaga perasaan mitra tutur, (4)
Mengembangkan sikap diri yang baik, (5) Berhati-hati dalam pemilihan kata dan gerak tubuh. Dari kaidah-kaidah tersebut, peneliti menguraikannya menjadi strategi-strategi bertutur. Berikut ini kaidah-kaidah kesantunan beserta strategi-strategi-strategi-strateginya.
1. Sikap rendah hati penutur.
Sikap rendah hati diperlukan agar seseorang dapat bertutur dengan santun. Dengan bersikap rendah hati, penutur tidak hanya dapat membuat situasi pertuturan terjaga dengan baik. Kerendahan hati penutur dapat membentuk citra diri yang positif pada penutur sendiri. Dengan demikian ada manfaat ganda yang dapat diperoleh penutur yaitu terjaganya hubungan interpersonal dan citra diri yang positif bagi penutur. Peneliti menguraikan sikap rendah hati menjadi dua strategi yang dapat menjadi pilihan ketika bertutur.
a. Tidak menonjolkan diri sendiri.
Tidak menonjolkan diri adalah salah satu sikap yang menunjukkan kerendahatian. Tuturan yang tidak menonjolkan diri berarti tuturan yang tidak membanggakan diri sendri dan ingin selalu dihargai. Tuturan berikut adalah contoh tuturan yang tidak menonjolkan diri.
(40) Sejak PKB lahir tahun 98 sudah ada yang disebut ketidakmampuan daya tampung PKB … (Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, Save Our Nation, 5 Januari 2009).
Pada tuturan di atas, penutur tampak tidak menonjolkan diri dengan mengakui ketidakmampuan partainya. Ia tidak gegabah dan berbangga diri untuk menutupi kekurangan. Dengan mengakui kekurangan, penutur bersikap rendah hati.
100
b. Memberi pujian pada mitra tutur.
Memberi pujian pada mitra tutur adalah salah satu bentuk kerendahan hati. Dengan memberi pujian, penutur mengakui kemampuan mitra tutur. Orang yang tidak rendah hati atau sombong tidak mau mengakui kemampuan orang lain. Oleh karena itu, member pujian dapat dikatakan sebagai salah satu indikator seseorang yang rendah hati. Tentu saja pujian yang disampaikan haruslah pujian yang tulus. Pujian yang tidak tulus tidak akan menghasilkan apapun. Perhatikan contoh di bawah ini.
2. Sikap hormat penutur pada mitra tutur.
Sikap hormat pada mitra tutur sangat penting dalam kesantunan. Dengan sikap hormat, solidaritas dalam kegiatan pertuturan dapat terjadi. Menghormati mitra tutur berarti juga menghormati diri sendiri. Sikap hormat pada mitra tutur dapat ditunjukkan dengan cara berikut.
a. Tidak menunjuk kekurangan mitra tutur.
Strategi untuk mewujudkan sikap hormat pada mitra tutur adalah dengan tidak menunjuk kekurangan atau kesalahan mitra tutur. Menunjuk kekurangan mitra tutur dapat membuatnya merasa terhina dan direndahkan oleh karenanya tindakan ini tidak mencerminkan sikap hormat pada mitra tutur. Sebaliknya, dengan tidak menunjukkan kekurangan atau kesalahan mitra tutur, penutur telah menjaga kehormatan mitra tutur. Tindakan ini juga dapat menjaga citra diri penutur sendiri. Orang yang selalu menunjukkan kesalahan orang lain bisa mendapat stereotip bahwa
orang tersebut adalah orang yang suka mengkambinghitamkan orang lain. Menuturkan tuturan yang baik berarti menjaga citra diri penutur sendiri.
b. Menghargai pendapat mitra tutur
Rasa hormat dapat ditunjukkan dengan menghargai pendapat mitra tutur. Ketika mitra sedang berbicara, hendaknya penutur mendengarkan dan tidak memotong tuturannya. Tindakan tersebut adalah salah satu wujud penghargaan pada pendapat mitra tutur. Apabila tidak setuju pada pendapat mitra tutur, sebaiknya penutur tidak mengutarakannya secara langsung. Penutur hendaknya berhati-hati dalam memilih kata supaya mitra tutur tidak tersinggung dengan ketidaksepakatan penutur. Berikut ini adalah contoh tuturan yang mengungkapkan ketidaksepakatan namun masih dalam koridor kesantunan.
……
Pada tuturan di atas, penutur mengungkapkan ketidaksepakatan dengan cara yang santun. Ia memberikan penghargaan dengan menuturkan bahwa pendapat mitra tutur menarik. Meskipun menarik, pendapat ini tidak dapat dilakukan karena keadaan tidak memungkinkan. Dengan memberi alasan, penutur menyanggah pendapat mitra tutur. Penutur juga tampak berhati-hati memilih kata yang digunakan dalam tuturan.
c. Menyampaikan kritik secara umum, tidak menunjuk secara personal.
Ketidaksepakatan dalam kegiatan bertutur memang tidak dapat dihindari oleh karenanya, penutur perlu bijaksana dalam menyikapi ketidaksepakatan. penutur harus mampu mengolah ketidaksepakatan menjadi kesepakatan yang memberikan
102
3. Menjaga perasaan mitra tutur.
Santun atau tidaknya tuturan salah satunya ditentukan oleh penutur dan mitra tutur. Bila mitra tutur merasa terancam dengan tuturan yang diucapkan mitra tutur, tuturan tersebut dapat dikategorikan sebagai tuturan yang tidak santun. Oleh karena itu, penutur perlu menjaga perasaan mitra tutur.
a. Menggunakan tuturan tidak langsung untuk menolak pendapat mitra tutur. b. Ketulusan dan kesungguhan dalam bertutur.
c. Hindari sikap senang atas kemalangan mitra tutur.
d. Mengungkapkan simpati atas sesuatu yang dialami mitra tutur.
4. Mengembangkan sikap diri yang baik.
Pada penelitian yang telah di lakukan, ada beberapa indikator yang menyebabkan penutur bertutur dengan tidak santun. Indikator ketidaksantunan ini perlu dijauhi oleh penutur. Untuk itu diperlukan sikap diri yang baik agar kegiatan pertuturan selalu terjaga.
a. Menghindari sikap emosional.
b. Selalu berpikir positif pada mitra tutur.
c. Menghindari prasangka yang tidak baik pada mitra tutur.
5. Berhati-hati memilih kata dan perhatikan gerak tubuh saat bertutur.
Memperhatikan penggunaan kata-kata dalam tuturan dapat membantu agar tuturan menjadi santun. Pemilihan kata yan tidak tepat dapat menimbulkan tafsir ganda atau justru menyinggung mitra tutur. Selain pemilihan kata, penutur harus memerhatikan gerak tubuh. Tuturan yang santun dapat menjadi kurang santun bila ketika menuturkan penutur menggunakan gerak tubuh yang kurang santun misalnya sambil menunjuk-nunjuk mitra tutur, berkacak pinggang.
a. Memperhatikan efek bahasa akan didapat dari sebuah kata.
Setiap kata mempunyai daya bahasa yang berbeda ketika dipakai pada tuturan yang berbeda pula. Misalnya pada contoh (10) “… dalam konteks cawapres kami tidak belanja seperti PDIP…”. Kata yang dicetak tebal menimbulkan daya bahasa pada tuturan. Tuturan tersebut menjadi terdengar sinis karena penggunaan kata belanja. Belanja mempunyai arti
b. Gunakan ungkapan yang santun seperti maaf, mohon, silakan. Menggunakan ungkapan penanda kesantunan dapat c. Memperhatikan intonasi dalam bertutur.
d. Memperhatikan sikap badan atau gerak tubuh saat berbicara.
Pada kaidah-kaidah kesantunan di atas, peneliti menawarkan strategi-strategi yang dapat dipakai ketika bertutur. Strategi-strategi ini diperlukan agar sebuah tuturan berkenan bagi mitra tutur dan baik bagi citra diri penutur. Bertutur tidak hanya mengenai bagaimana informasi bisa tersampaikan dengan baik tetapi juga berkaitan dengan norma-norma sosial dan hubungan psikologi penutur dengan mitra tutur. Rasa hormat pada orang lain tidak hanya terlihat dalam tingkah laku namun juga terlihat
104
dalam tuturan. Sapir dan Whorf dalam Pateda (1985) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara bahasa dan pikiran. Menurut mereka, bahasa mempengaruhi pikiran dan pikiran mempengaruhi bahasa. Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi bahasa yang kita tuturkan. Begitu juga sebaliknya, sebuah tuturan atau bahasa yang digunakan memengaruhi pikiran seseorang. Dengan demikian, bahasa dapat menjadi representasi diri seseorang. Tuturan adalah cermin diri seorang penutur. Apakah penutur seorang yang santun atau justru penutur adalah seorang yang emosional terlihat dari tuturannya. Sebuah tuturan juga dapat memelihara sebuah hubungan atau justru merusaknya. Tuturan yang santun tentu dapat menjadi perekat hubungan dan tuturan yang tidak santun dapat merusak hubungan.