• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaitan Klorofil dengan Fenomena IODM di Perairan Barat Sumatera Nilai IODM indeks pada kurva (Gambar 14) didapatkan dari perbedaan

anomali SST antara Samudera Hindia bagian Barat (50o– 70o BT dan 10o LS – 10o LU) dengan Samudera Hindia bagian Timur (90o– 110o BT dan 10o LS – ekuator) (Saji et al., 1999). Berdasarkan kurva IODM indeks (Gambar 12) dapat diketahui tahun-tahun IODM positif (nilai anomali lebih dari 0,5), yaitu 1997, 2002, 2003, 2006, 2008, 2009 dan 2010. IODM negatif (nilai anomali kurang dari 0,5) yaitu tahun 1998 dan 2005. Sedangkan tahun-tahun netral yaitu 1999, 2000, 2001, dan 2004. Pada tahun 1997 terjadi IODM positif yang sangat kuat, hal ini ditunjukkan pada kurva yang memperlihatkan nilai anomali di atas 2. Hubungan

IODM dalam konsentrasi klorofil-a pada lokasi dapat dilihat pada Gambar 14 berikut. (a) (b) (c) (d)

Gambar 14. Sebaran longitudinal konsentrasi klorofil-a (a. Lokasi A, b. Lokasi B, dan c. Lokasi C). Kurva IODM (d)

Sebaran longitudinal pada Gambar 14, menunjukkan bahwa kejadian IODM yang signifikan pada tahun 1997 dan awal tahun 1998, yang merupakan IODM positif, meningkatkan nilai konsentrasi klorofil-a di ketiga lokasi perairan. Pada gambar juga menunjukkan peningkatan nilai konsentrasi pada pesisir pantai sepanjang tahun. Kemungkinan bahwa IODM negatif membawa pola konsentrasi klorofil-a yang rendah sedikit terlihat pada tahun 1998 dan 2005. Susanto et al.,

(2005) mengatakan bahwa El Niño yang kuat pada tahun 1997 diikuti La Niña

1998, dan bersamaan dengan terjadinya IODM berasosiasi dengan nilai klorofil yang tinggi pada daerah upwelling sepanjang selatan Jawa dan Sumatera. Pada tahun-tahun netral seperti tahun 1999 – 2000 menunjukkan peningkatan

konsentrasi klorofil-a, terutama tahun 2008 yang menunjukkan konsentrasi klorofil-a yang tinggi di ketiga lokasi pengamatan.

Pada umumnya persebaran klorofil-a di ketiga lokasi terlihat homogen di laut lepas dan meningkat di sekitar pantai di sepanjang tahun, namun pada waktu terjadi IODM positif kuat tahun 1997 klorofil-a terlihat meningkat secara

signifikan kearah pantai. Hal ini terlihat jelas pada Lokasi A dimana daerah sebaran klorofil-a meningkat pada sekitar 95o sampai 98o BT. Hal serupa terjadi pada Lokasi C, sebaran klorofil-a terlihat meningkat di sekitar 97o– 101o BT, sedangkan pada Lokasi B sebaran klorofil meningkat disepanjang lokasi pengamatan (94o sampai 101o BT). Pada tahun IODM positif lainnya seperti tahun 2002 , 2003, 2006, 2008 dan 2009 sebaran klorofil-a di Lokasi A terlihat meningkat secara signifikan di sekitar 97o sampai 98o BT. Pada tahun 2008 dan 2006, sebaran klorofil-a terlihat sedikit meningkat di laut lepas sekitar 92o sampai 95o BT. Pada tahun 2008 di Lokasi B sebaran konsentrasi klorofil-a terlihat

meningkat di sekitar 94o sampai 97o BT. Pada tahun 2006 di Lokasi C sebaran konsentrasi klorofil-a meningkat ke arah pantai mulai dari sekitar 100o– 105o BT.

Pada waktu terjadi IODM positif, anomali SPL di Samudera Hindia Bagian Barat lebih besar daripada di Samudera hindia Bagian Timur. Akibatnya, terjadi peningkatan curah hujan di pantai timur Afrika dan penurunan curah hujan dari kondisi normal di Indonesia yang mengakibatkan kekeringan. Susanto et al.,

(2005) mengatakan bahwa kejadian IODM positif kuat tahun 1997 berbarengan dengan kejadian El Niño yang kuat. Fenomena El Niño menyebabkan

mendinginnya SPL di perairan Indonesia karena tertariknya massa air hangat ke bagian tengah Samudera Pasifik serta penurunan jumlah curah hujan pada musim hujan dan musim kemarau serta menyebabkan awal musim kemarau lebih cepat dan awal musim hujan lebih lambat.

Gambar 15. Kurva Southern Oscillation Index (SOI)

Pada Gambar 15 dapat diketahui bahwa fenomena El Niño terjadi pada tahun antara lain 1997, 2002, 2006, dan 2009. Namun, hasil penelitian ini didapatkan bahwa IODM positif kuat yang dibarengi dengan fenomena El Niño

kuat menyebabkan peningkatan sebaran konsentrasi klorofil-a seperti yang terjadi pada tahun 1997. Diduga hal tersebut terjadi karena pengaruh turunnya SPL serta

adanya anomali angin positif di Samudera Hindia Bagian Timur. Angin yang menyusuri pantai mendorong massa air di permukaan menjauhi pantai sehingga terjadi upwelling (Saji et al., 1999). Upwelling yang tersebut menyebabkan peningkatan nutrien yang mendukung pertumbuhan fitoplankton.

Pada waktu IODM negatif kuat tahun 1998, sebaran klorofil di Lokasi A terlihat meningkat kearah pantai dari sekitar 95o sampai mencapai puncaknya pada 98o BT. Hal ini berkaitan bertiupnya angin yang berasal dari barat pada saat IODM negatif yang menggerakkan massa air kearah pantai. Namun pada Lokasi B terlihat sebaran klorofil sedikit meningkat di laut lepas pada daerah sekitar 94o sampai 97o BT. Hal serupa ditemukan pada Lokasi C, konsentrasi klorofil mengalami peningkatan di laut lepas pada daerah sekitar 97o sampai 101o BT. Pada tahun 2005 di Lokasi A terlihat sebaran klorofil-a sedikit meningkat di lepas pantai pada daerah sekitar 92o sampai 96o BT. Pada Lokasi B juga terjadi

peningkatan konsentrasi klorofil-a di lepas pantai yang lebih intensif yang terjadi di daerah sekitar 94o sampai 97o BT. Pada Lokasi C peningkatan sebaran

konsentrasi klorofil-a lebih luas dari Lokasi A dan Lokasi B, dari sekitar 97o sampai 103o BT.

Pada tahun 1999, 2000, 2001, 2004, dan 2007 yang tergolong tahun normal sebaran konsentrasi klorofil pada Lokasi A terlihat homogen menyebar di sepanjang 92o sampai 98o BT. Pada Lokasi B tahun 1999, 2001, dan 2004 terlihat sebaran konsentrasi klorofil meningkat di laut lepas di sekitar 94o sampai 98o BT. Pada Lokasi C, hampir setiap tahunnya sebaran konsentrasi klorofil-a menyebar di laut lepas di sekitar 97o sampai 101o BT.

40 5.1 Kesimpulan

Secara umum sebaran konsentrasi klorofil-a di ketiga lokasi pengamatan Perairan Barat Sumatera dengan menggunakan data rataan 8 mingguan dari 29 Agustus 1997 sampai dengan 9 Februari 2009 meningkat di sekitar khatulistiwa. Pada Lokasi A (2o– 4o LU) dan Lokasi B (0o– 2o LS) sebaran konsentrasi

klorofil-a terbesar terdapat pada musim barat karena dipengaruhi oleh Arus Sakal Khatulistiwa (ASK). Sedangkan pada Lokasi C (4o– 6o LS) sebaran konsentrasi klorofil terbesar terdapat pada musim timur diduga dipengaruhi oleh upwelling yang terjadi di perairan selatan Jawa.

Berdasarkan kurva IODM indeks dapat diketahui tahun-tahun IODM positif, yaitu 1997, 2002, 2003, 2006, 2008, 2009 dan 2010. IODM negatif yaitu tahun 1998 dan 2005. Sedangkan tahun-tahun netral yaitu 1999, 2000, 2001, dan 2004.

Pengaruh IODM terhadap pola sebaran klorofil-a sangat jelas terlihat pada saat terjadi fenomena IODM positif. IODM dengan pola sebaran konsentrasi klorofil yang tinggi terlihat pada tahun 1997 yang juga diikuti dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a di ketiga lokasi pengamatan. Peningkatan tersebut akibat dari terjadinya IODM positif yang kuat pada tahun 1997 yang diikuti dengan fenomena El Niño yang kuat. Diduga hal tersebut terjadi karena pengaruh turunnya SPL serta adanya anomali angin positif di Samudera Hindia Bagian Timur. Angin yang menyusuri pantai mendorong massa air di permukaan menjauhi pantai sehingga terjadi upwelling (Saji et al., 1999). Upwelling yang

tersebut menyebabkan peningkatan nutrien yang mendukung pertumbuhan fitoplankton. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa fenomena IODM positif kuat berpengaruh terhadap peningkatan klorofil-a di pantai barat Sumatera.

5.2 Saran

Perlu dilakukan kajian tentang faktor-faktor lain seperti nutrien dan arus yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton yang memiliki kandungan klorofil-a sehingga dapat diketahui lebih jelas pengaruh faktor tersebut terhadap persebaran klorofil.

42

Arsjad, A. B. S. M., Y. Siswantoro, dan R. S. Dewi. 2004. Inventarisasi Sumberdaya Alam san Lingkungan Hidup. Sebaran Chlorophyll-a di Perairan Indonesia. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Cibinong. Bogor.

Barnes, R A, A. W. Holmes, W. L. Barnes, W. E. Esaias, C. R. McClain, dan T. Svitek. 1994. SeaWiFS Prelaunch Radiometric Calibration and Spectral Characterization. NASA Technical Memorandum 104566. Vol.23, S. B. Hooker, E. R. Firestone, and J. G. Acker Eds., NASA Goddard Space Flight Center. Greenbelt.

Gaol, J. L. 2003. Kajian Karakter Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur dengan Menggunakan Multi Sensor Citra Satelit dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hooker, S. B. dan E.R. Firestone. 1992. SeaWiFS Technical Report Series. NASA Goddard Space Flight Center. Greenbelt.

Jamstec. Indian Ocean Dipole (IOD). 2008.

http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/ [12 Juli 2010]. Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi

Citra. Terjemahan, Sutanto Eds. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta.

Makmur, M. 2008. Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Alga (Blooming Algae) di Lingkungan Perairan Laut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. BATAN. Jakarta.

Maul, G. A. 1985. Introduction to Satellite Oceanography. Martinus Nijhoff Publishers. Boston.

Murtugudde, R. G., S.R. Signorini, J. R. Christian, A. J. Busalacchi, C. R.

McClain, dan J. Picaut,. 1999. Ocean color variability of the tropical Indo-Pacific basin observed by SeaWIFS during 1997-1998. J. Geophys. Res. 104 : 18351-18366.

National Aeromatic Space Agency (NASA). 2009. Produk Level Descriptions. http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/PRODUCTS/product_level_desc.html. [1 Juni 2011]

National Aeromatic Space Agency (NASA). 2010. An Overview of SeaWiFS and the SeaStar Spacecraft.

http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/SeaWiFS/SEASTAR/SPACECRAFT.html . [9 Juli 2010]

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta

Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Pusat Penelitian Oseanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan

oleh H. M. Eidman, Koesoebiano, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Subarjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ocean Observations Panel for Climate (OOPC). 2006.

http://stateoftheocean.osmc.noaa.gov/sur/ind/. [5 September 2011]

O’Reilly, J. E., S. Maritorena, D. A. Siegel, M. C. O’Brien, D. Toole, B. G. Mitchell, M. Kahru, F. P. Chavez, P. Strutton, G. F. Cota, S. B. Hooker, C. R. McClain, K. L. Carder, F. Muller-Karger, L. Harding, A. Magnuson, D. Phinney, G.F. Moore, J. Aiken, K. R. Arrigo, R. Letelier, dan M. Culver. 2000. Ocean Color Chlorophyll a Algorithms for SeaWiFS, OC2, and OC4: Version 4. SeaWiFS Postlaunch Calibration and Validation Analyses Vol.11. NASA Goddard Space Flight Center. Greenbelt.

Rao, A. S. 2001. The Indian Ocean Dipole.

http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/. [5 September 2011] Robinson, I. S. 1985. Satellite Oceanography : An Introduction for Oceanographer

and Remote-Sensing Scientist. Ellis Horwood Limited. Chichester. Saji, N.H., B. N. Goswami, P. N. Vinayachandran, dan T. Yamagata. 1999. A

Dipole Mode in The Tropical Indian Ocean. Nature. 401 : 360-363. Schott, F. A., S. -P. Xie, dan J. P. McCreary Jr. 2009. Indian Ocean Cieculation

and Climate Variability. Rev. Geophys. 47 : 1 – 46.

Susanto, D., A.L. Gordon dan Q. Zheng. 2001. Upwelling Along The Coast of Java and Sumatera and Its Relation to ENSO. Geophys. Res. Lett. 28 (8): 1599 – 1602.

Susanto, R. D.,dan J. Marra. 2005. Effect of the 1997/98 El Nino on Chlorophyll a Variability Along the Southern Coasts of Java and Sumatra.

Thomas, D. dan B. Franz. 2005. Overview of SeaWiFS Data Processing and Distribution. http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/DOCS/SW_proc.html. [1 Juni 2011]

Tubalawony, S. 2007. Kajian Klorofil-a dan Nutrien serta Interelasinya dengan Dinamika Massa Air di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Sumbawa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tubalawony, S., R. F. Kaswadji., M. Purba., S. Wouthuyzen., D. Soedharma. 2007. Dampak Proses Fisik Terhadap Sebaran Klorofil Secara Spasial dan Temporal di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa – Sumbawa.

Ichthyos. 6 (2) : 97-104.

Vinayachandran, P.N., S. Iizuka, T. Yamagata. 2002. Indian Ocean Dipole Mode Events in an Ocean General Circulation Model. Deep-Sea Research. 2 (49) : 1573-1596.

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Webster, P. J., A. M. Moore, J. P. Loschnigg, dan R. R. Leben. 1999. Coupled ocean-atmospheric dynamics in the Indian Ocean during 1997-1998.

Nature. 401 : 356-360.

Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Grasindo. Jakarta.

Yu, L. dan M. M. Rienecker. 1999. Mechanisms for the Indian Ocean warming during 1997-1998 El Nino. Geophys. Res. Lett. 26 : 735-738.

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 April 1988. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Drs. Tjipta Udjiana dan Ibu Dra. Heru Yuniati M.Si. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 5 Bogor dan lulus tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama perkuliahan penulis pernah aktif menjadi asisten mata kuliah Penginderaan Jarak Jauh Kelautan (2010-2011) dan asisten mata kuliah Dasar-dasar Penginderaan Jauh Kelautan (2010-2011). Penulis juga aktif dalam kepengurusan organisasi kemahasiswaan sebagai Bendahara Himpunan

Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2008 – 2009 dan periode 2009 – 2010.

Sebagai tugas akhir untuk menyelesikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Fenomena IODM terhadap Pola Penyebaran Klorofil di Perairan Barat Sumatera”

Dokumen terkait