• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kajian Teori

Landasan teori digunakan sebagai pijakan dalam penelitian ini. Peneliti telah menentukan mulai dari grand theory mengenai tasawuf dan tarekat, yang kemudian diturunkan menjadi middle theory yang membahas terkait jenis tarekat, dengan inti pembahasan tarekat qadiriyah wa naqsabandiyah yang mempunyai salah satu amaliah berupa zikir. Terakhir akan membahas micro theory terkait mental illness. Tentu dalam menentukan hal ini terpacu pada judul yang berhubungan dengan variabel penelitian.

1. Tarekat dalam Tasawuf

a. Definisi Tarekat dalam Tasawuf

Memahami makna tarekat pembaca harus mengerti makna tasawuf terlebih dahulu. Tarekat merupakan salah satu bagian dari tasawuf.

Aboebakar Atjeh menguatkan dalam teorinya dengan penjelasan bahwa terjadi pembagian ilmu tasawuf menjadi empat bagian, di antaranya: ilmu syariat, ilmu tarekat, ilmu hakikat, dan ilmu makrifat.36

Pemaknaan tasawuf bisa dikaji melalui dua perspektif, segi etimologi (istilah) dan segi terminologi (kebahasaan). Para ahli dalam memberikan makna tasawuf yang ditinjau dari segi etimologi tasawuf berasal dari beberapa istilah yang dikorelasikan, seperti al-suffah berarti orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah, saf berarti barisan, sufi berarti suci, sophos dalam bahasa Yunani

36 Aboebakar Atjeh, Tarekat dalam Tasawuf (Bandung: Sega Arsy, 2017), 7.

berarti hikmat, dan suf berarti kain wol.37 Berikut ini pendeskripsian adanya kelima istilah di atas yang dihubungkan untuk mengartikan makna tasawuf. Pertama, diartikan sebagai orang yang ikut Nabi Muhammad pindah dari Mekkah ke Madinah berarti menggambarkan keadaan hamba yang rela meninggalkan kampung halamannya termasuk juga harta bendanya untuk ditinggalkan, semata-mata segalanya hanya untuk Allah. Kedua, saf diartikan sebagai manusia yang selalu beribadah di barisan depan dan melakukan amal kebajikan.

Ketiga, arti sufi berarti suci yang menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari perbuatan maksiat. Keempat, istilah suf yang bermakna kain wol menggambarkan orang yang hidupnya sederhana, tanpa mementingkan dunia. Terakhir, kata sophos menggambarkan manusia yang memiliki jiwa cenderung pada kebenaran.38

Pendefinisian tasawuf ditinjau dari segi terminologi adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Upaya tersebut tidak lain hanya bertujuan untuk melatih jiwa dengan membebaskan dirinya dari kehidupan dunia sehingga tercermin akhlak yang mulia dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.39 Kilas balik dari pemberian makna tersebut yang sering kali dianggap bahwa sufi (orang yang bertasawuf) tidak

37 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), 56-57.

38 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996), 179.

39 Abuddin Nata, 179-180.

memperdulikan dunia. Sebenarnya hal tersebut hanya sebagai upaya sufi dalam menjaga (kehati-hatian) agar dirinya tidak terjerumus ke dalam kegilaan dunia yang dapat melalaikan ibadahnya sebagai bentuk kedekatan kepada Allah SWT. Adapun pemberian makna yang lebih aplikatif diungkapkan oleh Syeikh Nursamad Kamba bahwa tasawuf merupakan cabang ilmu yang memberikan tuntunan untuk mengamalkan berbagai macam ajaran guna mengenal tuhan lebih dekat, dengan harapan mendapatkan hubungan secara sadar dan langsung dari hamba kepada-Nya melalui tasawuf.40

Dari berbagai argumen tersebut dapat ditarik benang sarinya bahwa makna tasawuf ialah bidang keilmuan dalam Islam yang berupa kegiatan sebagai bentuk pembinaan mental rohaniah agar supaya selalu dekat dengan Allah SWT. Tidak lain dengan itu, esensi dari tasawuf adalah bagaimana caranya hamba mendekatkan diri kepada tuhan-Nya.

Berpegangan dari beberapa definisi di atas peneliti menyetujui dan menyimpulkan bahwa istilah tasawuf memiliki makna upaya manusia melalui berbagai kegiatan (amalan) yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun yang dimaksud upaya mendekatkan diri kepada Tuhan tersebut tentu memiliki metode tersendiri untuk mencapainya melalui amalan tersebut. Satu pedang keilmuan yang dapat digunakan untuk menempuh hal itu yang kemudian disebut tarekat.

40 Muhammad Nursamad Kamba, Kids Zaman Now Menemukan Kembali Islam (Tangerang Selatan: Pustaka Iman, 2018), vii.

Pembahasan selanjutnya mengenai makna thariqah (tarekat) yang sama halnya seperti pemaknaan tasawuf bisa ditinjau dari dua perspektif. Pertama dari segi istilah tarekat merupakan kata benda dalam bentuk jamak dari mufrodat tharaa’iq yang mengantongi makna jalan, cara, metode, sistem, madzhab, aliran, haluan, keadaan.41 Penelitian ini memaknai tarekat lebih condong diartikan sebagai jalan, metode (cara), dan aliran. Dikuatkan oleh Adnan Mahdi yang mengartikan tarekat dari sudut pandang dunia sufi sebagai jalan untuk membersihkan hati.42 Pendeskripsian yang diberikan oleh Adnan Mahdi dilengkapi oleh Abuddin Nata dalam bukunya mencetuskan makna tarekat di kalangan sufiyah bahwa “sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak zikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dan bersatu secara ruhiah dengan tuhan”.43 Lebih lanjut Sri Mulyati menjelaskan dalam bukunya bahwa tarekat dijadikan sebagai pendidikan rohani (tarbiyyat al-ruh) yang menjadi fokus utama dalam memandu dan mengembangkan potensi manusia, sehingga unsur tersebut dijadikan sebagai instruksi praktis.44

41 Adnan Mahdi, Jalan Menggapai Ridha Allah (Bandung: Manggu Offset, 2017), 1.

42 Adnan Mahdi, 1.

43 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, 270.

44 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 32-33.

Melanjutkan pendefinisian yang diberikan oleh Adnan Mahdi sebelumnya terkait tarekat yang dijadikan sebagai jalan untuk membersihkan hati bisa disamakan dengan istilah tharq al-qalb yang artinya mengetuk hati sekeras-kerasnya dengan cara berzikir, sebagaimana dalam teorinya Abuddin Nata. Upaya tersebut digunakan untuk membersihkan karatan debu dosa yang telah menumpuk.45 Hasil penelitiannya Maidatus, dkk juga menyumbangkan teori bahwa sufi akan mengawali dirinya untuk melaksanakan tazkiyah an-nafs dengan berzikir kepada Allah SWT. Menurutnya zikir mampu menjadikan hamba tuhan terbuka mata batinnya sehingga mampu menemukan kenikmatan berzikir yang kemudian disebut dengan makrifat kepada Allah SWT.46

Peneliti setuju dengan teorinya Adnan Mahdi yang menjelaskan bahwa tarekat merupakan suatu metode untuk memurnikan tauhid, membersihkan hati dari syirik, mensucikan diri dari dosa dan membaguskan akhlak. Adapun metode yang dimaksud dengan berbagai amalan yang ada dalam tarekat tersebut sesuai dengan jenisnya. Sebab tarekat memiliki berbagai macam aliran, yang salah satunya yakni tarekat qadiriyah wa naqsabandiyah yang disingkat dengan TQN. Diperkuat lagi dalam buku yang sama bahwa

45 Adnan Mahdi, Jalan Menggapai Ridha Allah, 2.

46 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, “Konseling Islam dengan Dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah: Mengatasi Kegelisahan Jiwa dan Bathin,” 303.

menjadikan tarekat sebagai metode untuk mencapai tujuan tersebut.

Penegasan metode tidak lain caranya hanyalah dengan zikrullah.47 2. Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN)

a. Sejarah dan Peranan Sosial Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN) Suryalaya

Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN) merupakan inkorporasi dua jenis tarekat, qadiriyah dan naqsabandiyah. Kedua jenis tarekat tersebut merupakan jenis tarekat yang diakui kebenarannya.48 Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah didirikan oleh Syaikh Khatib Sambas dengan sengaja menjadikan dua tarekat menjadi satu.49 Meminjam pendapatnya Naquib al-Attas dalam bukunya Sri Mulyati menjelaskan bahwa Syaikh Sambas mengajarkan amalan kepada muridnya dua aliran tersebut tidak secara terpisah melainkan mengkombinasikan keduanya.50

Tarekat qadiriyah yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dibangun atas dasar zikir bersuara (zikir zhahir) atau jali diucapkan dengan lidah dan dengan suara keras yang berkeyakinan mampu memelihara dan membersihkan jiwa.51 Hal tersebut dikarenakan pendidikan melalui kebesaran tuhan akan lebih cepat

47 Adnan Mahdi, Jalan Menggapai Ridha Allah, 3.

48 Aboebakar Atjeh, Tarekat dalam Tasawuf, 45-47.

49 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publising, 2012), 96.

50 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya, 39.

51 Sri Mulyati, 207-209.

menghapus kegalauan. Lebih lanjut dalam bukunya Sri Mulyati menjelaskan bahwa bergeraknya badan dengan irama zikir dapat dijadikan sebagai latihan untuk jantung dan paru-paru.52 Syaikh Sambas mengambil amalan tarekat qadiriyah sebagai bentuk afirmasi dan negasi tidak ada tuhan kecuali Allah SWT (zikir nafy wa al-itsbat).53

Pendapat Syaikh Sambas dilengkapi oleh A. Aziz Masyhuri menjelaskan bahwa zikir ini digunakan untuk meniadakan sesembahan kecuali kepada Allah. Adapun makna peniadaan-peniadaan tersebut sebagai bentuk afirmasi sesuai dengan keadaan mental hamba Allah SWT yang sedang mengingat Tuhan-Nya. Lebih lanjut hal tersebut dijadikan sebagai tahapan pertama pembersihan hati. Menurut tokoh yang sama jika insan yang tidak mau membersihkan hati dengan sapuan ‘tidak’ (la) pada zikir, maka hamba tersebut tidak akan pernah mencapai tahapan ‘kecuali Allah’ (illa Allah).54

Jenis tarekat kedua yang menyumbangkan amalan kepada TQN yakni tarekat naqsabandiyah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad ibn Baha’uddin Al-Uwaysi Al-Bukhari. Jenis tarekat tersebut menyumbangkan amalan utama yakni zikir qalbiyah (menggunakan hati) atau disebut zikir khofi atau zikir jiwa yang dijadikan sebagai

52 Sri Mulyati, 258.

53 Sri Mulyati, 39.

54 A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, 214-215.

mediasi atau kontemplasi.55 Zikir tersebut dilaksanakan secara berkesinambungan, mulai dari waktu pagi, sore, siang, malam, duduk, berdiri, di waktu sibuk dan di waktu senggang.56 Tujuan zikir tersebut yakni semata-mata hanya ditujukan kepada Allah SWT tanpa riya’.

Lebih lanjut dalam bukunya Sri Mulyati menjelaskan manfaat zikir diam sebagai kontrol spiritual yang mampu membantu menghindarkan manusia dari godaan untuk melakukan dosa.57

Tarekat ini memiliki dua jenis macam zikir: zikir ism al-dzat dengan mengucapkan nama Allah berulang-ulang dalam hati, dan zikir tauhid bacaan perlahan diiringi dengan kalimat la ilaha illa Allah.

Tarekat naqsabandiyah juga menyumbangkan amalannya berupa konsep latha’if naqsabandiyah. Selain itu naqsabandiyah juga memberikan pengaruh kepada TQN berupa praktik visualisasi (rabitha), sebelum dan sesudah berzikir.58

Berdasarkan masing-masing amalan dari kedua jenis tarekat tersebut kemudian digabungkan dalam satu jenis aliran baru yakni Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Adapun amalan yang dimaksud yakni zikir zhahir dengan melafalkan kalimat “la ilaha illa Allah”

sebanyak 165 kali setelah melakukan salat wajib dan zikir khofi yakni

55 Siti Nurliana Sari, “Terapi Dzikir sebagai Proses Rehabilitasi Pemakai Narkoba: Studi Kasus Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat”, 17.

56 Aboebakar Atjeh, Tarekat dalam Tasawuf, 71.

57 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya, 258.

58 Sri Mulyati, 39.

zikir di dalam hati dengan menyebutkan lafal ”Allah”.59 Tentu proses penggabungan tersebut terdapat beberapa amalan dari masing-masing jenis aliran yang diadopsi ke dalam TQN dan ada juga yang dibiarkan atau disempurnakan. Sri Mulyati dalam bukunya menjelaskan bahwa zikir la ilaha illa Allah yang dilakukan secara terus-menerus baik yang secara zhahir maupun khofi dapat mempengaruhi aspek kesadaran manusia, kekuatan pikiran, keinginan untuk bergerak, dan kemampuan untuk menggerakkan badan.60

Adapun tujuan dari zikir TQN yakni untuk membersihkan qalb (hati) dan nafs (jiwa) yang ada di dalam tubuh seseorang. Lebih lanjut mengutip teorinya Imam Ghazali yang dimuat dalam penelitian Maidatus dkk, bahwa di dalam hati manusia terdapat titik halus yang menghubungkan eksistensi manusia dengan Allah.61 Adapun titik halus tersebut disebut lathaif ar- Robaniyah. Titik halus inilah menjadi sasaran zikir TQN.62 Titik halus tersebut terdiri dari tujuh sesuai dengan jumlah nafs manusia. Adapun kelanjutan titik-titik tersebut dalam praktik zikir TQN dijadikan sebagai tempat dihantamkannya pada posisi tertentu. Maidatus juga menjelaskan fungsi zikir TQN mampu memberikan ketenangan, kenyamanan, kesabaran, dan membentuk keluarga sakinah, memberikan energi positif, menjadikan

59 Sri Mulyati, 47.

60 Sri Mulyati, 258.

61 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, “Konseling Islam dengan Dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah: Mengatasi Kegelisahan Jiwa dan Bathin,”, 303-304.

62 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah DI Indonesia (Bandung: Mizan, 1992), 81.

pribadi lebih tenang dan stabil, mudah bersyukur, memperkuat mental, psikis dan spiritual.63

Dijelaskan oleh Abah Anom dalam bukunya Sri Mulyati praktik zikir di Suryalaya zikir harus dilakukan dengan baik. Zikir zhahir dilafalkan dengan keras tetapi tidak berteriak dan tidak terlalu cepat.

Terapi zikir dilakukan secara bertahap agar dapat menghadirkan kenikmatan dan menghasilkan sinar cahaya dalam pengucapan lafadz la ilaha illa Allah. Sebab dengan adanya zikir yang benar akan mengurangi kerasnya hati yang disebabkan oleh kemalasan, kepalsuan, perkelahian dan lain sebagainya.64

Lebih jelas gerakan zikir yang dimiliki oleh TQN dipaparkan kitab Miftahus Shudur dalam penelitiannya Siti Nurliana Sari sebagaimana berikut: dimulai dengan mengucapkan la dari bawah pusar dan ditarik ke atas sampai ke otak dalam kepala, lalu mengucapkan ilaha dari otak diturunkan perlahan-lahan ke bahu kanan tepat di atas payudara jarak dua jari. Dilanjutkan dengan mengucapkan illa Allah dari bahu kanan dengan menurunkan kepala pada pangkal dada di sebelah kiri atas tepat di atas payudara jarak dua jari yang dihentikan pada hati sanubari di bawah tulang rusuk lambung dengan menghembuskan lafadz Allah sekuat-kuatnya sehingga terasa getaran pada seluruh badan seolah-olah bagian badan amal yang telah rusak itu terbakar dan memancarkan nur

63 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, “Konseling Islam dengan Dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah: Mengatasi Kegelisahan Jiwa dan Bathin,”, 304.

64 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya 259-260.

di dalam tubuh dari seluruh bagian yang baik dengan nur tuhan.

Adapun bagian badan yang dapat getaran itulah disebut dengan titik lathifah.65 Hentakan lafadz Allah itu diyakini dapat memusnahkan segala kotoran.66

Program TQN memiliki kegiatan di beberapa yayasan, baik formal dan non-formal. Yayasan formal seperti mendirikan berbagai sekolah dengan tingkatan masing-masing. Adapun yayasan non-formal seperti Pondok Pesantren Suryalaya yang digunakan untuk membantu yatim piatu, lansia, mengurangi kemiskinan dan merehabilitasi kaum muda yang bermasalah. Lebih luas lagi Pondok Suryalaya milik TQN ini juga dimanfaatkan untuk penyembuhan penyakit mental.

Abah Anom mendirikan institusi khusus dengan tujuan awal untuk penanganan rehabilitasi anak-anak remaja yang terlibat narkoba dan kenakalan remaja agar terintegrasi kembali ke masyarakat di kemudian hari. Institusi tersebut sering kali disebut dengan Pondok Remaja Inabah. Makna dari kata Inabah yakni kembali ke jalan tuhan yang dikutip oleh Abah Anom dari al-Qur’an. Metode di Pondok tersebut yang berbasis TQN dikenal sebagai suatu yang masih asli yang dikembangkan menjadi sebuah perawatan alternatif bagi korban narkotika dan kenakalan remaja.67

65 Siti Nurliana Sari, “Terapi Dzikir sebagai Proses Rehabilitasi Pemakai Narkoba: Studi Kasus Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat”, 15.

66 A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran dalam Tarekat, 174.

67 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya, 251-254.

b. Amalan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN)

Berbicara terkait amalan TQN akan lebih mudah jika langsung disambungkan dengan amalan yang telah didesain sebagai kurikulum oleh A. Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Sepuh), yang merupakan salah satu mursyid TQN yang berada di Tasikmalaya. Abah Sepuh merupakan salah satu panutan (mursyid) dari Pondok Pesantren Inabah XIX Suryalaya Kab. Sidoarjo. A. Aziz Masyhuri telah memaparkan dalam bukunya bahwa TQN Suryalaya yang didirikan oleh Abah Sepuh sangat aktif dalam menjalankan latihan spiritual bagi santrinya, baik pembinaan spiritual harian, khataman atau manaqiban.68

Adapun pembinaan spiritual harian yang dimaksud yakni zikir.

Amalan tersebut dilaksanakan setiap sesudah shalat wajib, dengan melafalkan la ilaha illa Allah sebanyak 165 kali dengan bacaan keras dan diikuti dengan zikir khofi. Penyebutan amalan yang terakhir ini (zikir khofi) dilaksanakan setiap saat.

TQN memiliki prosesi pembelajaran zikir di awal masuk tarekat, yang dinamakan talqin. Proses tersebut bertujuan untuk memberikan pengajaran zikir kepada murid yang baru masuk ajaran tarekat. Adapun tujuan lain yakni sebagai pembaiatan murid bahwa ia telah berjanji untuk selalu menjaga dirinya agar istiqomah dalam menjalankan setiap amalan yang dimiliki oleh TQN Suryalaya. Prosesi pembaiatan murid diajarkan dua zikir sekaligus yaitu Nafi Itsbat (Qadiriyah) yang sering

68 A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran dalam Tarekat, 230-233.

disebut dengan zikir zhahir dan zikir Latha’if (Naqsabandiyah) yang sering disebut dengan zikir khofi.69

Amalan selanjutnya yakni, khataman artinya penutup atau terakhir.

Amalan tersebut dilaksanakan setiap dua kali seminggu. Namun ketika setelah terjadi adanya musibah (perang), khususnya di Pesantren Suryalaya, ditambahkan dengan khataman yang dilakukan setiap hari selesai salat maghrib dan salat isya’, kemudian dilanjutkan dengan salat li daf’il bala’ (menolak bencana) sebanyak dua rakaat.

Sumbangan amal yang diberikan oleh masing-masing jenis tarekat bukan hanya zikir. Tarekat qadiriyah menyumbangkan amalan manaqib yang mengisahkan tentang riwayat hidup, budi pekerti yang baik, kesalehan, kezuhudan dan karamah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.70 Pelaksanaan upacara manaqib diadakan setiap tanggal 11 Hijriyah. Hal tersebut menjadi kegiatan awalan yang dicetuskan oleh Abah Sepuh di Masjid Nurul Asrar. Upacara manaqib dimulai dengan pembacaan tanbih (semacam wasiat) yang diberikan Abah Sepuh kepada Abah Anom, yang menjadi ciri khas manaqiban TQN Suryalaya. Dilanjutkan dengan membaca kitab manaqib karangan Syaikh Abdul Qadir Jaelani. Upacara manaqib tidak selesai di situ, masih ada amalan pembacaan shalawat Bani Hasyim sebagai acara

69 A. Aziz Masyhuri, 243.

70 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya, 207-209.

penutup. Shalawat tersebut menurut sejarah pesantren diijazahkan oleh Kiai Khalil Bangkalan kepada Abah Sepuh ketika menjadi muridnya.71

Lebih lanjut Sri Mulyati menjelaskan kegiatan yang dilakukan oleh Abah Anom dalam memberikan pengajaran dengan metode TQN terdiri dari praktik tarekat seperti: talqin (pembaiatan), zikir, mandi taubat, manaqib, khataman, ziarah dan lain sebagainya meliputi teori kehidupan.72

3. Zikir

a. Definisi Zikir

Istilah zikir memiliki makna yang sangat luas. Ditinjau dari segi etimologi kata zikir berasal dari kosa kata bahasa Arab yaitu “dzakara - dhk-r”, mengantongi dua makna yaitu ingat dan menyebut.73 Pemaknaan yang sama dengan adanya penyempurnaan, istilah dzakara mengantongi makna mengingat, mengenang, mengenal, memperhatikan, mengerti atau ingatan disebut juga sebagai menyebut sesuatu secara lisan atau di dalam hati.74 Makna dari ingat ialah upaya untuk mengingat Allah SWT untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Pemaknaan lain yakni mengingat kebesaran dan keagungan Allah SWT. Adapun beragam cara seorang hamba mengingat pencipta-Nya sesuai dengan kemampuan masing-masing, seperti memperhatikan

71 A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran dalam Tarekat, 230-233.

72 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya, 256.

73 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya, 105.

74 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, “Konseling Islam dengan Dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah: Mengatasi Kegelisahan Jiwa dan Bathin,”, 302.

alam sekitar dengan mengingat pencipta-Nya, mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah, mengucapkan asmaul husna, dan lain sebagainya.75

Berangkat dari definisi yang ada, peneliti berani untuk mengkorelasikan antara makna yang pertama (ingat) dengan makna yang kedua (menyebut). Hamba yang menyebut kalimat-kalimat thayyibah secara otomatis akan mengingat pencipta-Nya. Begitupun sebaliknya manusia yang mengingat pencipta-Nya akan menyebut-Nya melalui kalam-kalamnya. Hal tersebut diperkuat oleh argumen Yunus dalam bukunya yang mengatakan bahwa “Satu bentuk kebiasaan manusia ketika dirinya sedang mengingat sesuatu maka sebuah dorongan dalam dirinya untuk selalu menyebutnya melalui lisannya sebagai bentuk pelampiasan kepuasannya.”76

Jika ditinjau dari istilahnya (terminologi) zikir merupakan kegiatan mengucapkan kalimat-kalimat suci yang mampu menggerakkan hati agar selalu ingat kepada Allah SWT.77 Pengucapan kalimat-kalimat suci tersebut seharusnya dibarengi dengan adanya gerakan hati untuk selalu menggetarkan atas keberadaan-Nya. Jika melalui gerakan lidah saja tujuan zikir untuk mengingat Allah SWT tidak akan terealisasi, dikarenakan manfaatnya hanya sedikit.78 Berbeda dengan pendapatnya Maidatus, dkk yang memaparkan bahwa zikir melalui lisan ataupun

75 Yunus Hanis Syam, Mengurai Masalah Hidup dengan Dzikir Malam & Doa (Bantul:

Samudra Biru, 2010), 48.

76 Yunus Hanis Syam, 7.

77 Yunus Hanis Syam, 6.

78 Sayid Sabiq, Tuntunan Zikir dan Doa Menurut Rasulullah SAW (Solo: PT. Era Adicitra Intermedia, 2017), 8.

dalam hati hanya sebagai pembiasan. Zikir dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk melatih konsentrasi spiritual melalui penyebutan nama Tuhan secara ritmis dan berulang-ulang dengan tujuan untuk mengakui kehadiran-Nya seraya membayangkan wujud-Nya.79 Sejatinya zikir ialah bagaimana seorang hamba mampu mengingat kehadiran tuhan di dalam segala kondisi.80 Di lain sisi zikir bukan saja amalan lahir, tetapi juga amalan batin.81 Dapat ditarik benang merah bahwa esensi zikir terletak pada kemampuan dan kesadaran hamba untuk mengingat tuhan-Nya.

Adapun pemaknaan lainnya dengan cakupan makna yang lebih luas berhasil ditemukan dari beberapa tokoh Muslim. Salah satunya Ibnu Katsir yang mengatakan bahwa “zikir adalah mengingat dengan perbuatan baik dan selalu bersyukur atas apa yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya”.82 Menurutnya dengan bersyukur dan taqwa kepada Allah maka seorang hamba akan diberikan rahmat dan tambahan nikmat. Ditambahkan juga oleh Sayid Sabiq dalam bukunya yang menjelaskan bahwa Sa’id bin Jubair mengartikan zikir sebagai amalan kepada Allah dengan tujuan menjalankan ketaatan kepada-Nya.83 Sebagai penutup pendeskripsian yang juga dipaparkan oleh KH

79 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, “Konseling Islam dengan Dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah: Mengatasi Kegelisahan Jiwa dan Bathin,”, 302.

80 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, 302.

81 Akhmad Muhaimin Azzet dan M. Alwi Fuadi, Doa & Dzikir Sehari-hari Sepanjang Masa (Yogyakarta: Sinar Kejora, 2012), 9.

82 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, “Konseling Islam dengan Dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah: Mengatasi Kegelisahan Jiwa dan Bathin,”, 302.

83 Sayid Sabiq, Tuntunan Zikir dan Doa Menurut Rasulullah SAW, 7.

Munawwar dalam bukunya yang mengatakan bahwa zikir merupakan segala sesuatu kegiatan yang mengantarkan hamba untuk ketaatan kepada sang khalik.84

Aliran tarekat, mengistilahkan zikir sebagai jantungnya amaliah, memiliki peranan yang sangat penting sehingga menghukumi zikir sebagai amalan yang wajib. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sofyan Sauri sebagai salah satu tokoh tasawuf dalam jurnalnya Maidatus dkk memaparkan bahwa “segala sesuatu sebagai cobaan besar apabila terputus diri saya dari zikir kepada Allah.”85 Argumen tersebut tidak lain karena menurut orang salik menjadikan zikir sebagai tahapan menuju cinta. Sebab seseorang yang mencintai akan selalu mengingatnya, sebagaimana ketika hamba mengakui cinta kepada tuhan-Nya maka dalam kondisi apapun ia akan mengingat-Nya yang tidak lain dengan zikir. Dijelaskan oleh Aboebakar Atjeh dalam mengingat tuhan itulah dibantu dengan bermacam-macam ucapan dengan lafal nama Allah seperti asmaul husna atau sifat-Nya, atau kata-kata yang mampu mengingatkan hamba kepada tuhan-Nya.

Tertanamnya kecintaan tersebut maka disitulah tempat menyebut nama-Nya secara terus-menerus, sehingga menjadikan hukum zikir sebagai suatu kewajiban.86

84 Muhammad Munawwar Kholil dan Faidul Ilah fi Fadli, Dzikri Allah (Gresik: PP Daruttaqwa, 2011), 13.

85 Maidatus Sholihah, M. Anas Ma’arif, dan M. Syahru Romadhan, “Konseling Islam dengan Dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah: Mengatasi Kegelisahan Jiwa dan Bathin,”, 302.

86 Aboebakar Atjeh, Tarekat dalam Tasawuf , 27.

Dokumen terkait