BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Kajian Penelitian Terdahulu
Koefisien respon laba pernah diteliti oleh para peneliti terdahulu. Harahap
(2004) pernah menguji asosiasi antara praktik perataan laba dengan koefisien
respon laba dengan menggunakan model regresi firm specific. Harahap juga menguji prediktabilitas koefisien respon laba berdasarkan cumulative abnormal return. Hasil pengujian pertama ditemukan bahwa perataan laba berpengaruh positif terhadap koefisien respon laba. Koefisien respon laba juga dipengaruhi
oleh prediktabilitas laba, struktur modal, ukuran perusahaan. Sedangkan
Pada pengujian kedua, pengujian cumulative abnormal return sebagai prediktabilitas koefisien respon laba, Harahap menemukan bahwa cumulative abnormal return dapat menjadi prediktabilitas koefisien respon laba di masa depan. Hasil ini diikuti dengan hasil yang menunjukkan bahwa koefisien respon
laba dipengaruhi oleh prediktabilitas laba, struktur modal, ukuran perusahaan,
persistensi laba dan risiko beta.
Pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien respon laba pada
perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh pernah dilakukan oleh Setiati dan
Kusuma (2004). Pada penelitiannya, Setiati dan Kusuma mengelompokkan
sampel penelitian menjadi dua kelompok, yaitu perusahaan yang tumbuh dan
perusahaan yang tidak tumbuh. Berdasarkan hasil pengujian pada perusahaan
bertumbuh ditemukan bahwa persistensi laba mempengaruhi secara positif dan
struktur modal (leverage) mempengaruhi secara negatif terhadap koefisien respon
laba, sedangkan risiko sistematik dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap koefisien respon laba. Hasil pengujian pada perusahaan tidak bertumbuh
menunjukkan bahwa persistensi laba dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
positif terhadap koefisien respon laba, sedangkan risiko sistematik dan struktur
modal (leverage) mempengaruhi secara negatif terhadap koefisien respon laba.
Mulyani dkk (2007) juga pernah melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi koefisien respon laba. Pada penelitiannya, Mulyani
dkk menguji pengaruh persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik,
kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan dan kualitas auditor. Populasi
Jakarta pada periode tahun 2000 sampai 2005. Hasil pengujiannya menunjukkan
bahwa persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh,
dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Sedangkan
kualitas auditor tidak berpengaruh terdahap koefisien respon laba.
Koefisien respon laba juga pernah diteliti oleh Arfan dan Antasari (2008).
Arfan dan Antasari meneliti pengaruh ukuran, pertumbuhan, dan profitabilitas
perusahaan terhadap koefisien respon laba. Dalam penelitiannya, Arfan dan
Antasari memprediksi bahwa ukuran, pertumbuhan, dan profitabilitas, baik secara
simultan maupun secara parsial, berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
Hasil penelitiannya, yang merupakan penelitian verifikatif (verificative research) dengan menggunakan metode sampel, menunjukkan bahwa ukuran, pertumbuhan,
dan profitabilitas perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap koefisien
respon laba. Sedangkan secara parsial, hanya pertumbuhan perusahaan yang
mempunyai pengaruh terhadap koefisien respon laba. Ukuran dan profitabilitas
tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
Pengujian determinan koefisien respon laba juga pernah dilakukan Susanto
(2012). Sampel dalam pengujiannya terdiri dari perusahaan manufaktur yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2009. Determinan
koefisien respon laba dalam pengujian yang dilakukan Susanto terdiri dari struktur
modal, reputasi KAP, kesempatan bertumbuh, profitabilitas, ukuran perusahaan,
risiko sistematik, persistensi laba, dan voltabilitas saham. Pengujian yang
dilakukan dengan menggunakan moderating regression analysis menunjukkan hasil bahwa reputasi KAP, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, risiko
sistematik, dan voltabilitas saham berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
Sedangkan struktur modal, profitabilitas, dan persistensi laba tidak berpengaruh
terhadap koefisien respon laba.
Penelitian yang menguji sensitivitas laba, yang diproksikan dengan
koefisien respon laba, pernah dilakukan oleh Romanda (2012). Penelitian yang
obyeknya industri barang konsumsi ini menguji pengaruh konservtisme laporan
keuangan, siklus hidup perusahaan, pertumbuhan laba, rasio pembayaran deviden,
ukuran perusahaan, dan risiko terhadap sensitivitas laba. Hasil pengujian terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi sensitivitas laba pada industri barang konsumsi
menunjukkan bahwa hanya siklus hidup perusahaan dan petumbuhan laba yang
berpengaruh. Sedangkan konservatisme laporan keuangan, rasio pembayaran
deviden, ukuran perusahaan, dan risiko tidak berpengah terhadap sensitivitas laba.
Hasil ini berbeda dengan apa yang diprediksi Romanda bahwa konservatisme
laporan keuangan, rasio pembayaran deviden, ukuran perusahaan, dan risiko
berpengaruh terhadap sensitivitas laba.
Hasanzade et al., (2013) pernah meneliti faktor yang mempengaruhi koefisien respon laba di Iran. Sampel penelitiannya adalah seluruh perusahaan
yang terdaftar di Tehran Stock Exchange pada periode tahun 2006 sampai 2012.
Pada penelitiannya, Hasanzade et al., menggunakan kualitas laba, financial leverage, peluang pertumbuhan, profitabilitas dan risiko sistematik sebagai variabel independen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas laba, peluang
pertumbuhan, dan profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap koefisien
respon laba, dan financial leverage tidak berpengaruh terhadap koefisien respon
laba.
Penelitian yang menguji determinan struktur modal perusahaan pernah
dilakukan oleh Shah dan Khan (2007). Sampel penelitian terdiri dari perusahaan
non keuangan yang terdaftar di Karachi Stock Exchange (KSE) Pakistan pada
periode tahun 1994 sampai 2002. Variabel independen pada penelitian Shah dan
Khan terdiri dari aset berwujud, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan,
profitabilitas, volatilitas laba dan pajak. Hasil penelitian menunjukkan variabel
aset berwujud, pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap
struktur modal. Variabel ukuran perusahaan, volatility dan non-debt tax shields
tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
Penelitian yang menguji determinan struktur modal perusahaan pernah
dilakukan oleh Ogbulu dan Emeni (2012) di Nigeria. Dalam penelitiannya,
Ogbulu dan Emeni menggunakan variabel ukuran perusahaan, peluang
pertumbuhan, profitabilitas, tangiabilitas dan umur perusahaan sebagai variabel
independen. Penelitian yang didesain dengan menggunakan survei cross-sectional
tersebut menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif
terhadap struktur modal. Profitabilitas dan umur perusahaan memiliki hubungan
negatif terhadap struktur modal. Dan tangiabilitas dan peluang pertumbuhan
perusahaan tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
Liwang (2011) juga pernah meneliti faktor yang mempengaruhi struktur
modal. Pada penelitiannya, faktor yang diuji pengaruhnya terhadap struktur modal
ukuran perusahaan dan likuiditas. Objek penelitian terdiri dari perusahaan LQ45
pada periode tahun 2006-2009. Berdasarkan penelitian ditemukan secara simultan
pertumbuhan penjualan, struktur maktiva, rasio hutang, profitabilitas, ukuran
perusahaan dan likuiditas berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan secara
parsial, hanya struktur aktiva, rasio hutang dan likuiditas yang berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan pertumbuhan penjualan,
profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
Penelitian yang menguji pengaruh beberapa faktor independen terhadap
risiko sistematik pernah dilakukan Muljono (2002). Leverage factor, leverage financial, leverage operation, asset growth, asset size, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi menjadi variabel yang diukur pengaruhnya terhadap risiko sistematik.
Untuk menguji model dan hubungan antara variabel independen terhadap variabel
dependen, Muljono menggunakan model regresi berganda dengan metode
ordinary least squares (OLS). Penelitian yang objeknya adalah perusahaan industri barang konsumsi pada periode 1996-1999 tersebut menemukan hasil
bahwa leverage factor, leverage financial, leverage operation, asset growth, asset size, dan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap risiko sistematik. Sedangkan inflasi berpengaruh terhadap risiko sistematik.
Risiko sistematik juga pernah diteliti Hidayat (2001). Hidayat melakukan
penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada
periode 1997-1999. Pada penelitiannya, Hidayat menggunakan leverage
keuangan, likuiditas, pertumbuhan aktiva, ukuran perusahaan, leverage operasi dan variabilitas laba sebagai variabel independen. Penelitian yang datanya diamati
secara cross-section ini menemukan bahwa leverage keuangan, pertumbuhan aktiva dan variabilita laba berpengaruh terhadap risiko sistematik. Sedangkan
likuiditas, ukuran perusahaan, dan leverage operasi tidak berpengaruh terhadap risiko sistematik.