• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. (Widodo ,dkk , 2015) : Pada penelitian ini menjelaskan mengenai solusi numerik aliran magnetohidrodinamik tak tunak pada konveksi paksa dan perpindahan panas pada fluida kental yang melalui bola dengan menggunakan metode Keller-Box. Hasil yang diperoleh dari solusi dan simulasi numerik menunjukkan bahwa ketika parameter magnetik bertambah maka distribusi temperatur fluida berkurang dan ketika parameter magnetik berkurang maka distribusi kecepatan fluida juga berkurang.

2. (Anggriani, 2016) : Pada penelitian ini menjelaskan mengenai pengaruh parameter magnetik dan permeabilitas terhadap profil kecepatan dan mikrorotasi pada lapisan batas dengan menggunakan metode Keller-Box. Hasil yang diperoleh dari solusi dan simulasi numerik menunjukkan bahwa semakin meningkat parameter magnetik maka semakin meningkat profil kecepatan aliran. Sedangkan pada profil mikrorotasi terdapat dua kondisi, semakin meningkatnya parameter magnetik pada aliran pekat, maka semakin menurun kecepatan rotasi partikel micropolar dan diawali keadaan diam tetapi pada aliran agak pekat semakin meningkatnya parameter magnetik maka semakin meningkat kecepatan rotasi partikel micropolar. Semakin meningkat parameter permeabilitas maka semakin menurun profil kecepatan aliran fluida. Sedangkan pada profil mikrorotasi terdapat dua kondisi, semakin meningkatnya parameter permeabilitas pada aliran pekat, maka semakin meningkat kecepatan rotasi partikel micropolar tetapi pada aliran agak pekat semakin meningkatnya parameter permeabilitas maka semakin menurun kecepatan rotasi partikel micropolar.

3. (Rahma, 2017) : Pada penelitian ini dikaji perbandingan parameter, yaitu parameter magnetik, bilangan Prandtl, parameter konveksi paksa, parameter porositas, dan parameter permeabilitas terhadap kurva kecepatan dan temperatur dengan cara mengembangkan model matematika konveksi paksa dari aliran fluida magnetohidrodinamik tak tunak yang melalui bola berpori dan diselesaikan secara numerik menggunakan metode Keller-Box. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kurva kecepatan semakin meningkat dengan bertambahnya parameter magnetik, konveksi paksa, dan porositas, sedangkan semakin

menurun dengan bertambahnya parameter permeabilitas. Untuk peningkatan bilangan Prandtl tidak mempengaruhi kecepatan fluida saat konveksi paksa. Kurva temperatur semakin menurun dengan bertambahnya parameter magnetic, konveksi paksa, bilangan Prandtl, dan porositas, sedangkan semakin meningkat dengan bertambahnya parameter permeabilitas.

4. (Pratomo, 2017) : Pada penelitian ini dikaji dan diteliti pengaruh medan magnet pada aliran fluida magnetohidrodinamik yang tak tunak pada lapisan batas yang mengalir melalui bola di dalam fluida mikrokutub di bawah pengaruh medan magnet secara teori dengan mengkonstruksi model matematikanya dan kemudian model matematika yang diperoleh akan diselesaikan secara numerik dengan skema Keller-Box. Hasil dari penelitian menunjukkan semakin besar parameter magnetik maka semakin meningkat pula profil kecepatan aliran fluida mikrokutub. Selain itu, semakin besar parameter bahan maka semakin menurun profil kecepatan aliran fluida mikrokutub dan juga semakin besar parameter magnetik maka profil mikrorotasi akan semakin kecil untuk n = 0. Sedangkan untuk n = 0.5 dan n = 1, semakin besar parameter magnetik maka profil mikrorotasi akan semakin besar.

Dalam penelitian ini kami meneliti tentang pengaruh adanya konveksi campuran dan medan magnet pada aliran fluida magnetohidrodinamik yang tak tunak pada lapisan batas yang mengalir melalui bola berpori di dalam fluida mikrokutub. Dapat di lihat seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1: Perkembangan Penelitian

N Nama Judul Ben- Mag- Metode Flui- Keterangan

o Peneliti da net da

Pada Bola

1. Widodo, The Effect of Bola Ada Keller- Flui- Dalam penelitian ini dkk Prandtl Number Pejal Box da mengkaji pengaruh

(2015) and Magnetic Ken- bilangan Prandtl

Parameter on tal dan parameter

Forced Convec- magnetik terhadap

tion Unsteady kecepatan dan

Magneto- temperatur pada

hydrodynamics lapisan batas

Boundary Layer dengan pengaruh

flow of A medan magnet

Viscous Fluid dan konveksi

2. Anggri- Pengaruh Bola Tidak Keller- Fluida Dalam penelitian

ani Magneto- Ber- Box Micro- ini mengkaji

( 2016 ) hidrodinamik pori polar pengaruh

(MHD) pada parameter

Fluida magnetik dan

Micropolar permeabilitas

yang terhadap profil

melewati kecepatan dan

Bola mikrorotasi

Berpori pada lapisan

batas. 3. Rahma Konveksi Bola Ada Keller- Fluida Dalam penelitian

( 2017 ) Paksa dari Ber- Box Kental ini mengkaji

Aliran Fluida pori perbandingan

Magneto- parameter,

hidrodinamik yaitu

Tak Tunak parameter magnetik,

yang bilangan

melalui Prandtl,

Bola parameter

Berpori konveksi paksa,

parameter porositas, dan parameter permeabilitas terhadap kurva kecapatan dan temperatur. 4. Pra- Magneto- Bola Ada Keller- Fluida Dalam penelitian

tomo hidrodinamik Ber- Box Mikro- ini mengkaji

(2017) yang Tak pori kutub pengaruh

Tunak pada parameter

Lapisan Batas magnetik dan

yang Mengalir parameter

Melalui Bola bahan terhadap

di dalam profil

Fluida kecepatan dan

Mikrokutub profil

dibawah mikrorotasi

pengaruh aliran fluida

5. Penelitian Aliran Bola Ada Keller- Fluida Dalam penelitian

Kumalasari Fluida Ber- Box Mikro- ini mengkaji

(2018) Magneto- pori kutub pengaruh

hidrodinamik parameter

Mikrokutub micropolar,

yang Melalui parameter magnetik,

Bola Berpori parameter

dibawah konveksi

pengaruh campuran,

Konveksi parameter

Campuran porositas, dan

dan parameter

Medan Magnet. micropolar

terhadap kurva kecepatan, mikrorotasi dan temperature pada lapisan batas. 2.2 Fluida

Fluida adalah suatu zat yang memiliki kemampuan berubah bentuk secara continue apabila dikenakan tegangan geser (Widodo, 2012). Tegangan geser adalah perbandingan gaya geser dengan luar permukaan sedangan gaya geser adalah komponen gaya yang menyinggung permukaan. Secara matematis ditulis dalam bentuk:

τ = Fgeser A dengan

τ = tegangan geser (N/m2) Fgeser = Gaya geser(N )

A = Luas permukaan (m2)

Perbedaan zat cair dan gas adalah zat cair merupakan zat yang tak mampu mampat (incompressible), sedangkan gas merupakan zat yang mampu mampat (compressible). Kemampatan adalah perubahan (pengecilan) volume karena adanya perubahan tekanan.

2.2.1 Fluida Newtonian dan Fluida Non-Newtonian

Berdasarkan karakteristiknya, fluida fase cair dibagi menjadi dua, yaitu Newtonian Fluid dan Non-Newtonian Fluid. Setiap fluida Newtonian mengarah pada gerakan dari fluida yang hanya diatur oleh hukum gerak Newton (Fox ,dkk , 2011). Contoh dari fluida Newtonian adalah udara, air, minyak, dan fluida nano. Sedangkan, Fluida Non-Newtonian adalah fluida yang tegangan gesernya tidak linier terhadap laju regangan geser. Contohnya

adalah fluida mikrokutub. Fluida yang akan digunakan pada penelitian ini adalah fluida mikrokutub yang termasuk dalam fluida Non-Newtonian. 2.2.2 Fluida Mikrokutub

Fluida mikrokutub adalah fluida dengan struktur mikro yang terdiri dari partikel kaku yang berorientasi secara acak pada media kental yang memiliki kemampuan mikrorotasi. Teori tentang fluida mikrokutub pertama kali diperkenalkan oleh Eringen (Anggriani, dkk, 2016) dan membuat banyak peneliti berminat mengembangkan teori tersebut yakni salah satunya mengkaji tentang efek mikrorotasi terhadap fluida. Dalam fluida mikrokutub, partikel kaku terkandung di dalam elemen volume kecil yang dapat memutar pusat volume dijelaskan oleh vektor mikrorotasi (Satya Narayana dkk. 2013; Uddin dan Kumar. 2013; Widodo dkk. 2016). Dalam kehidupan sehari-hari, fluida yang termasuk golongan mikrokutub adalah cairan koloid, suspensi polimer, suspensi lumpur, dan cairan di pembuluh darah manusia dan hewan (Abdel-Rahman. 2009; Uddin dan Kumar. 2013).

Sifat yang menarik dari fluida mikrokutub ialah, walaupun termasuk golongan fluida tak kental (inviscid ), model dari mikrokutubnya dapat disimpulkan ke dalam persamaan Navier-Stokes yang digunakan dalam fluida kental (viskos). Hal tersebut karena sifat dari fluida mikrokutub yang menyerupai fluida viskos klasik yang menjauhi permukaan objeknya.

2.3 Aliran Fluida Berdasarkan Waktu

Aliran fluida yang memiliki pengaruh terhadap perubahan waktu pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu : (Widodo, 2012)

1. Aliran Tunak (Steady State) berarti kecepatan aliran fluida tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu. Pada aliran tunak berlaku :

∂u ∂t = 0

2. Aliran Tak Tunak (Unsteady State) berarti kecepatan aliran fluida dipengaruhi oleh perubahan waktu.Pada aliran tak tunak berlaku :

∂u ∂t 6= 0

2.4 Aliran Lapisan Batas (Boundary Layer )

Lapisan batas adalah suatu lapisan yang terbentuk di sekitar penampang suatu benda yang dilalui fluida akibat faktor gesekan dan viskositas fluida. Teori lapisan batas dikemukakan oleh Ludwig Prandtl seorang ahli aerodinamika asal Jerman pada tahun 1904. Sebelumnya pada tahun 1755, seorang ahli hidrodinamika bernama Leonhard Euler mengemukakan aliran tanpa gesekan dan kemudian dinyatakan ke dalam persamaan Euler. Dengan banyaknya kontradiksi terhadap hasil eksperimennya, persamaan Euler dijelaskan dan dikaji lebih rinci untuk kondisi aliran bergesekan oleh Navier pada tahun 1827 dan oleh Stokes pada tahun 1845 yang sekarang dikenal

dengan persamaan Navier-Stokes.

Lapisan batas atau Boundry Layer adalah lapisan tipis pada permukaan padat atau solid surface yang terbatas pada daerah yang sangat sempit dekat dengan permukaan kontur dimana dipengaruhi oleh adanya viskositas maupun gaya inersia benda. Gaya inersia benda ini menunjukan gaya yang diberikan oleh zat cair apapun berdasarkan keadaan geraknya. Aliran fluida pada lapisan batas menurut perbandingan gaya-gaya inersia dengan viskositasnya secara garis besar terdiri dari tiga jenis aliran, yakni aliran laminer, aliran transisi, dan aliran turbulen (Widodo, 2012).

1. Aliran Laminer

Aliran laminer adalah aliran yang partikel-partikelnya bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran ini terjadi ketika bilangan Reynolds fluida kurang dari 500 (Re < 500) atau pada saat fluida bergerak perlahan dengan kecepatan yang kecil dan atau fluida memiliki tingkat kekentalan atau viskositas yang besar.

2. Aliran Transisi

Aliran transisi adalah aliran yang terjadi antara aliran laminer dan turbulen karena terjadi perubahan viskositas dan kecepatan yang menyebabkan daya redam terhadap gangguan akan berkurang hingga batas tertentu.Aliran ini terjadi ketika bilangan Reynolds fluida berkisar antara 500 sampai 12.500 (500 < Re < 12.500).

3. Aliran Turbulen

Aliran turbulen adalah aliran yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak beraturan. Aliran ini terjadi ketika bilangan Reynolds fluida lebih dari 12.500 (Re > 12.500).

Bilangan Reynold untuk suatu aliran fluida dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Re = Ua V dengan

Re = Bilangan Reynolds

U = Kecepatan pada aliran bebas (m/s) a = Panjang karakteristik

V = Viskositas kinematic

2.5 Magnetohidrodinamik (MHD)

Istilah Magnetohydrodynamics terdiri dari kata magneto yang berarti medan magnet, hydro yang berarti cairan atau fluida dan dynamic yang berarti pergerakan. Magnetohydrodynamics (MHD) dapat diartikan suatu pergerakan aliran fluida penghantar listrik dibawah pengaruh medan magnet. Fluida tersebut dapat berupa plasma, logam cair, dan air garam atau elektrolit.

pada dinamika fluida dan persamaan Maxwell pada elektromagnetik (Arber, 2013). Bentuk persamaan MHD tersebut yaitu meliputi persamaan momentum, persamaan konservasi massa, persamaan konservasi energi, dan untuk persamaan pada medan magnetnya menggunakan persamaan Maxwell. Berikut ini adalah persamaan-persamaan dasar untuk membuat persamaan MHD yang ideal :

1. Persamaan momentum ρ∂v

∂t = −∇p + J × B 2. Persamaan konservasi massa

∂ρ

∂t + ρ(∇ · V) = 0 3. Persamaan konservasi energi

d dt( p ργ) = 0 4. Persamaan Maxwell ∇ · E = ρ 0 ∇ · B = 0 ∇ × E = −∂B ∂t ∇ × B = µ0J + 0µ0∂E ∂t dengan B = Medan magnet (0, 0, B) E = Medan listrik (0, 0, E) V = Kecepatan massa plasma

J = Kerapatan arus ρ = Massa jenis p = Tekanan plasma

t = Waktu

µ0 = Permeabilitas ruang hampa (4π × 10−7N/A2) Pada persamaan MHD di atas, persamaan ∇ · E = 1

0p pada persamaan Maxwell tidak digunakan. Persamaan ∇ · B = 0 hanya digunakan saat kondisi awal saja. Selain itu, untuk kecepatan rendah, perpindahan arusnya bisa diabaikan atau dianggap nol (Arber, 2013). Sehingga persamaan umum dari MHD menjadi :

−∇ × E = ∂B ∂t

∂ρ ∂t + ρ(∇ · V) = 0 ρ∂v ∂t = −∇p + J × B ∇ × B = µ0J 2.6 Konveksi Campuran

Istilah konveksi digunakan untuk perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain akibat perpindahan bahannya sendiri (Fellows, 1990). Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu konveksi bebas (free convection), konveksi paksa (forced convection) dan konveksi campuran (mixed convection). Konveksi bebas terjadi ketika gerakan mencampur sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan gradien temperatur, sedangkan konveksi paksa terjadi ketika gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat tertentu dari luar, selanjutnya untuk konveksi campuran adalah gabungan antara aliran konveksi bebas dan konveksi paksa (Bejan, 2013).

Ketika berhadapan dengan perpindahan panas atau konveksi secara khusus, bilangan Prandtl yang muncul. Bilangan Prandtl merupakan rasio antara difusi momentum dengan difusi termal (Uddin dan Kumar, 2013). Bilangan Prandtl terkecil menyebabkan konduktivitas termal lebih tinggi. Berdasarkan teori lapisan batas, bilangan bilangan Prandtl rendah sesuai dengan distribusi temperatur yang lebih luas, sementara bilangan Prandtl tinggi menunjukkan profil temperatur yang lebih kecil (Ishak, 2010; Prasad, 2013). Kurangnya variasi dalam kecepatan dan profil temperatur dapat disebabkan oleh berkurangnya bilangan Prandtl. Meningkatnya nilai dari bilangan Prandtl juga dapat menyebabkan bilangan Nusselt lokal menjadi lebih tinggi (Prasad, 2013) dan meningkatnya koefisien gesekan kulit lokal skin friction. Sebagai tambahan, solusi numerik dari permasalahan ini juga ada dan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan bilangan Prandtl (Ishak, 2010). 2.7 Metode Beda Hingga (Finite Difference Method )

Metode beda hingga (FDM) adalah metode numerik untuk mendekati solusi dari persamaan differensial menggunakan persamaan beda hingga untuk mendekati derivatif. Secara umum, metode beda hingga memiliki tiga pendekatan yaitu sebagai berikut :

1. Beda Maju

f0(x) = f (x+∆x)−f (x)∆x 2. Beda Mundur

3. Beda Pusat

f0(x) = f (x+∆x)−f (x−∆x)2∆x

Dalam metode beda hingga, biasa dikenal metode beda hingga eksplisit dan metode beda hingga implisit. Baik metode hingga eksplisit maupun metode beda hingga implisit mempunyai keunggulan masing-masing dalam menentukan penyeesaian numerik persamaan diferensial. Namun, metode beda hingga implisit lebih unggul dalam kestabilan bila dibandingkan dengan metode beda hingga eksplisit.

2.8 Skema Keller-Box

Metode Keller-Box adalah salah satu teknik untuk menyelesaikan persamaan parabolik, terutama persamaan lapisan batas. Dalam hal ini, karena model yang dihasilkan adalah non-linear sehingga perlu dicarikan solusi numerik yang mudah, efisien, dan akurat. Ada beberapa pilihan untuk memilih metodenya, yaitu : Metode Keller-Box, Metode Beda Hingga Implisit, Metode Beda Hingga Eksplisit, dan Volume Hingga. Metode Beda Hingga Implisit mempunyai kekurangan waktu konvergensinya, lama untuk akurasi yang lebih bagus. Selanjutnya, untuk Metode Beda Hingga Eksplisit memerlukan uji konsistensi, konvergensi, akurasi, selain itu membutuhkan waktu komputasi yang lama. Selanjutnya, untuk Volume Hingga membutuhkan ketelitian untuk merubah sistem persamaan ke dalam bentuk Volume Hingga. Oleh karena itu, Dalam penelitian ini memilih skema Keller-Box karena skema ini merupakan bentuk implisit dengan keakurasiannya orde kedua baik terhadap ruang maupun waktu yang mana step size untuk waktu dan ruang tidak harus sama. Hal ini membuat penyelesaian persamaan differensial parsial parabolic lebih efisien dan tepat. Penerapan metode Keller-Box ini dimulai dengan terlebih dahulu mengubah bentuk persamaan diferensial orde dua atau orde tinggi menjadi persamaan diferensial orde satu (Al-Shibani dkk, 2012). Berikut ini merupakan Skema Keller-Box :

Berdasarkan bentuk skema Keller-Box pada gambar 2.1 untuk menyelesaikan persamaan diferensial orde satu yaitu sebagai berikut:

vi−1 2 = 1 2(vi+ vi−1) un−12 = 1 2(u n + un−1)

Karena menggunakan titik-titik pada setiap ukuran setengah maka secara umum dapat ditulis sebagai berikut :

(.)n− 1 2 i = 1 2[(.) n i + (.)n−1i ] (.)ni−1 2 = 1 2[(.) n i + (.)ni−1]

Sedangkan, skema beda hingga untuk turunan secara umum : ∂(.) ∂v = (.)i− (.)i−1 ∆x ∂(.) ∂u = (.)n− (.)n−1 ∆t

Dokumen terkait