KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN PUSTAKA 1. Aren
Aren (Arenga Pinnata) merupakan tumbuhan berbiji tertutup dimana biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren mirip dengan pohon kelapa, perbedaannya jika pohon kelapa itu batangnya tanpa ijuk sedangkan pohon aren terbalut ijuk berwarna hitam (Suananta; Purwantana, 2007). Pohon aren dapat tumbuh dengan tinggi 15 – 20 m dengan diameter batang sampai 65 cm. Jumlah daun pinnatenya bisa mencapai panjang 8 m dan panjang anak daunnya bisa mencapai 1m, pada masing-masing sisi daun pinnate jumlah anak daun bisa mencapai 100 atau lebih.
Gambar 2.1. Pohon Aren (Sumber:Ishak et al., 2013)
Hampir semua bagian pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, mulai dari bagian fisik (akar, batang, daun, ijuk dll) maupun hasil produksinya (nira, pati/tepung, dan buah). Tepung/pati aren diperoleh dari ekstraksi bagian sentral batang biasanya dilakukan setelah pohon tidak produktif menghasilkan nira. Dalam proses produksinya setiap pohon aren bisa menghasilkan 100-150 kg tepung. Tepung aren tersebut banyak dipakai untuk bahan makanan antara lain kue, sohun, bihun, cendol, mie dll.
Gambar 2.2. Diagram alur proses penghasilan limbah padat aren (Sumber: Firdayati & Handajani, 2005)
Pada proses pembuatan tepung/pati aren, dihasilkan limbah yang sangat besar dibanding produk patinya. Limbah padat aren mempunyai kandungan unsur karbon yang cukup besar, berdasarkan hasil penelitian Firdayati dan handayani (2005) kandungan C-organik limbah padat pati aren adalah lebih 69 % (Tabel 2.1). Dengan demikian limbah padat pati aren sangat potensial untuk menjadi bahan bakar pada proses gasifikasi.
Batang Aren
Pemecahan Potongan Batang
Pemarutan
Bubuk Serbuk Batang Aren
Penyaringan
Pengendapan pati I
Pati Aren
Limbah padat Kulit Batang Aren AMPAS Limbah Cair Air Pencucian Pati Aren dilakukan berulang 3x Air
9
Tabel 2.1. Karakteristik Limbah Padat Aren
Parameter Satuan Parutan
batang Pati aren
Limbah padat C-Organik % Bahan Kering
(BK) 80,17 76,53 69,59 NTK % BK 2,69 0,85 0,74 Organik Nitrogen % BK 2,13 0,80 0,70 Kadar Air % BB 41,59 87,50 71,72 Total Phosfat Mg/kg BK 1450,19 1339,83 1464,46 Kalium Mg/kg BK 2280,85 4026,12 2206,96 Amoniak Mg/kg BK 0,56 0,05 0,04 Magnesium Mg/kg BK 953,35 638,97 635,85 Besi (Fe) Mg/kg BK 404,78 2061,41 652,23 Seng (Zn) Mg/kg BK 28,19 7,11 106,06 Tembaga (Cu) Mg/kg BK <0,001 8,47 5,82 Fosfor Mg/kg BK 482,91 446,16 487,67 Mangan (Mn) Mg/kg BK 16,63 51,59 41,86 (Sumber: Firdayati & Handajani, 2005)
Dari tabel diatas diketahui kandungan C-Organik limbah padat pati aren adalah lebih dari 70% (Tabel 1). Dengan demikian limbah padat pati aren sangat potensial sebagai bahan bakar gasifikasi untuk diproses menjadi bahan bakar gas. Bahan bakar yang dihasilkan selanjutnya akan dapat digunakan misalnya dalam proses pembuatan soun maupun untuk proses-proses pemanasan pada industri pengolahan lainnya.
2. Refuse Derifed Fuel (RDF)
Baru-baru ini banyak perhatian terhadap Refuse Derifed Fuel (RDF) karena manfaatnya dalam metode pengolahan limbah padat perkotaan dan teknologi energi dari limbah (Jamradloedluk & Lertsatitthanakorn, 2015). RDF dapat berasal dari limbah cair, padat, dan gas yang hampir tidak terbatas baik itu dari limbah rumah tangga, komersial, hutan yang sudah mengalami berbagai tingkat pemrosesan. Limbah yang digunakan untuk RDF harus memiliki nilai kalor tertentu (Sarc & Lorber, 2013). Di Austria RDF digunakan sepenuhnya untuk pembanngkit energi melalui kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan (BMLFUW; Sarch, 2013).
Pada pembuatan RDF, ada empat langkah utama dalam pemrosesannya yaitu, pemisahan terhadap limbah yang memiliki karakteristik bahan tahan api, pengeringan limbah, pengurangan ukuran, dan pembuatan pelet atau briket. Alasan utama untuk peletisasi adalah untuk memastikan ukuran homogenitas, mempermudah pengelolaan dan pembakaran limbah (Abd Kadir, dkk. 2013). Menurut standar dari ASTME 897-88, RDF dibagi menjadi 8 jenis seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Klasifikasi RDF
Kelas Bentuk Deskripsi
RDF-1 Mentah Sampah yang digunakan langsung
sebagai bahan bakar
RDF-2 Kasar Sampah diproses menjadi partikel kasar dengan atau tanpa pemisahan logam besi (ferrous metal) dimana 95% berat awal melewati saringan berukuran 6 (38, 71 )
RDF-3 Fluff Partikel bahan bakar dari MSW
diproses untuk menghilangkan logam, kaca, dan bahan anorganik dengan ukuran partikel 95% berat awal yang dapat melewati saringan berukuran 2
(12,90 )
RDF-4 Tepung/serbuk Limbah yang mudah terbakar diolah menjadi berbentuk serbuk.
RDF-5 Dipadatkan Sampah yang mudah terbakar
kemudian dipadatkan (compressed) menjadi pelet, slugs, cubettes, briket, atau bentuk serupa.
RDF-6 Cair Limbah yang mudah terbakar diolah menjadi bahan bakar cair.
RDF-7 Gas Limbah yang mudah terbakar diolah menjadi bahan bakar gas
(Sumber : ASTM E 897-88)
Menurut (Caputo & Pelagagge, 2002) dalam penggunaannya, RDF memiliki banyak keuntungan, diantaranya:
1. Mempermudah dalam penyimpanan, penanganan, dan pengiriman 2. Memiliki heating value tinggi
3. Menghasilkan polutan yang sedikit dan membutuhkan udara yang sedikit untuk proses pembakaran.
11
3. Perekat
Penambahan perekat pada pembuatan briket merupakan faktor penting dalam produksi briket (Handra & Hafni, 2017). Jenis perekat yang digunakan nantinya akan berpengaruh pada kerapatan ketahanan tekanan, nilai kalor, kadar abu dan kadar air. Perekat yang baik memiliki daya mengikat yang tinggi sehingga briket tidak akan mudah hancur pada saat proses pengiriman dan penyimpanan. Selain itu perekat yang baik juga akan mempengaruhi biomassa pada saat digunakan dalam proses pembakaran sehingga dapat meningkatkan efektifitas dalam pembakaran.
Berdasarkan jenisnya perekat dibagi menjadi dua, yaitu perekat anorganik dan perekat organik. Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses pembakaran sehingga dasar permeabilitas bahan bakar tidak terganggu. Pengikat anorganik ini mempunyai kelemahan yaitu adanya penambahan abu yang berasal dari bahan pengikat. Contoh dari pengikat anorganik antara lain semen, lempung dan natrium silika. Pengikat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif. Contoh dari pengikat organik antara lain tepung kanji, tepung sagu, tar, aspal, amilum, molase dan parafin.
Dari segi ekonomi, perekat dari bahan limbah atau bahan yang tersedia adalah pilihan yang terbaik (Daham Shyamalee, 2015). Faktor ketersediaan yang mudah didapat serta harga yang relatif tidak mahal akan menguntungkan dalam produksi briket. Jenis perekat yang mudah dicari dan biasa digunakan dalam pembuatan briket adalah pati, dekstrin, dan tepung beras. Bahan perekat pati, dekstrin, dan tepung beras jika dibakar tidak akan mengeluarkan asap yang banyak, tetapi memiliki kelemahan briket yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembapan, karena pati memiliki kemampuan menyerap air pada udara (Saleh & Asri, 2017).
Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati memiliki keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahan perekat hidrokarbon. Kelemahannya adalah briket yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban. Hal ini disebabkan tapioka memiliki sifat dapat menyerap air dari udara. Baik gaplek maupun tapioka
mempunyai sifat higroskopis, karena adanya gugus yang hidrofil pada susunan molekulnya, sehingga kemampuan untuk menyerap air dari sekelilingnya relatif besar (Sumangat, 2017).
Tepung beras terbuat dari beras yang digiling hingga halus sehingga berbentuk tepung. Sebagian butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi utama yaitu amilosa dan amilopektin. Semakin kecil kadar amilosa atau semakin tinggi kadar amilopektin, akan membuat beras semakin lekat. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat bagian yaitu beras ketan (1-2%), beras beramilosa rendah (9-20%), beras beramilosa sedang (20-25%), dan beras beramilosa tinggi (25-33%) (Winarno, 1997).
Selain bahan perekat yang mudah dicari, perlu diadakan percobaan mengenai pemanfaatan bahan perekat yang berasal dari limbah. Kulit manggis merupakan salah satu limbah pertanian yang belum dimanfaatkan sebagai bahan perekat. Kulit manggis memiliki sifat lengket sehingga perlu dilakukan percobaan dalam pemanfaatan sebagai bahan pengikat briket.
4. Gasifikasi
Gasifikasi merupakan konversi termokimia dari bahan bakar yang mengandung karbon pada suhu tinggi, yang melibatkan oksidasi parsial dari bahan bakar. Hasil gasifikasi adalah gas bahan bakar yang disebut syngas terutama terdiri dari karbon monoksida, hidrogen, karbon dioksida, uap air, metana, nitrogen, beberapa hidrokarbon dalam jumlah dan kontaminan yang sangat rendah, seperti partikel karbon, tar dan abu.
Proses gasifikasi terjadi di dalam reaktor yang disebut gasifier. Salah satu tipe jenis reaktor gasifikasi yaitu gasifier tipe updraft. Pada reaktor utama gasifier tipe updraft gasifier terdapat empat zona terjadinya reaksi termokimia yaitu zona drying, pyrolisis, reduction dan oxidation. Pada reaktor tipe ini biomassa dimasukkan dari bagian atas reaktor kemudian turun ke bawah melalui empat zona reaksi. Hasil produk atau syngas keluar dari output yang ada di bagian atas reaktor dan zat sisa pembakaran berada di bawah bagian reaktor. Berikut tahapan dari zona gasifikasi:
13
Gambar 2.3. Gasifier tipe updraft
Gambar 2.4. Skema Gasifier tipe updraft (Sumber: Ojolo, Abolarin, & Adegbenro, 2012) a. Drying
Bahan bakar terdiri dari kandungan kadar air berkisar 5%-35% (Couto, dkk. 2013). Untuk memaksimalkan proses pembakaran, kandungan kadar air harus dihilangkan. Zona drying atau ruang pengeringan merupakan tempat berlangsungnya proses penguapan untuk mengurangi kadar air yang terdapat di dalam biomassa. Panas yang terdapat pada ruang pengeringan merupakan hasil
perambatan panas dari ruang oksidasi. Reaksi zona ini berkisar antara 100-250oC (Suliono, dkk. 2017).
Reaksi :
Bahan bakar + panas = b. Pyrolisis
Zona pyrolisis merupakan zona dekomposisi termal biomassa dimana komponen volatil dari bahan bakar yang mengandung karbon diuapkan dalam reaksi-reaksi primer dengan pemanasan, meninggalkan residu yang terdiri dari arang dan abu. Rasio produk dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan bakar biomassa dan kondisi operasi (Couto, dkk. 2013). Reaksi zona ini berkisar antara 250-500oC (Suliono, dkk. 2017).
Reaksi :
Bahan bakar kering + panas = char + volatil c. Reduction
Pada zona reduksi, karbon yang tersisa dalam arang bereaksi dengan
untuk menghasilkan dan , dengan beberapa , yang bersama-sama diubah menjadi campuran gas yang disebut sebagai syngas. Sebagaimana data termodinamika menggambarkan, panas dihasilkan dari zona oksidasi oleh pembakaran karbon, hidrogen, dan karbon monoksida. Jumlah panas yang dihasilkan di zona oksidasi sangat mempengaruhi efisiensi gasifier, karena ini adalah satu-satunya sumber panas untuk membentuk reaksi yang terjadi pada zona reduksi diantaranya Bourdouar reaction, steam-carbon reaction, water gas shift reaction, dan methanation reaction (Ojolo, 2012). Zona reduksi merupakan zona utama pada proses gasifikasi untuk menghasilkan syngas. Reaksi zona ini berkisar antara 600-1000oC (Suliono, dkk. 2017).
Reaksi :
Bourdouar reaction
steam-carbon reaction
water gas shift reaction
15
methanation reaction
d. Oxidation
Zona oksidasi merupakan zona dari pembakaran biomassa yang digunakan sebagai sumber utama penghasil panas untuk terjadinya reaksi gasifikasi. Kandungan volatil dan char dari bahan bakar yang dihasilkan dibakar secara terkendali untuk membentuk dan dalam proses yang disebut oksidasi. Jumlah panas yang dilepaskan di zona ini tergantung pada sifat bahan bakar. Produk dari zona oksidasi kemudian memasuki zona reduksi yang berdekatan, yang merupakan zona reaksi penghasil syngas dalam gasifier (Ojolo, 2012). Reaksi zona ini berkisar antara 700-1500oC (Suliono, dkk. 2017).
Reaksi :
B. Kerangka Berpikir
Pemanfaatan limbah padat pati aren sebagai bahan pembuatan Refuse Derifed Fuel (RDF) belum banyak diterapkan. Untuk mengetahui hasil yang paling baik dari komposisi bahan RDF, diperlukan penelitian mengenai variasi jenis perekat yang digunakan dalam pembuatan RDF limbah padat aren. Pada penelitian ini dilakukan variasi komposisi RDF dengan perbandingan antara limbah padat aren dengan perekat kanji, tepung beras, dan kulit manggis yaitu 7:3 gr.
RDF akan melalui beberapa tahap pemrosesan yaitu tahap homogenisasi, pengeringan, pengurangan ukuran, dan peletisasi. Kemudian RDF akan diuji dengan bomb calorimeter dan uji proximate untuk mengetahui nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar volatilnya. Selanjutnya RDF akan diuji coba sebagai bahan bakar gasifikasi. Hasil pembakaran dari tiga sampel akan diuji distribusi suhu dan lama waktu operasi pada proses gasifikasi, sehingga diketahui hasil produksi pembakaran yang paling baik.
C. Hipotesis
Berdasarkan uraian permasalahan diatas diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat diketahui jenis bahan pengikat yang paling optimal dalam pembuatan RDF berbahan limbah padat aren sebagai bahan bakar proses gasifikasi. Adapun hipotesis dari penelitian ini yaitu :
1. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) terhadap proses pengeringan RDF
2. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) terhadap nilai kalor RDF
3. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) terhadap kadar air RDF
4. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) terhadap kadar volatil RDF
5. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) terhadap kadar abu RDF
6. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) terhadap kadar karbon terikat RDF
7. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) terhadap distribusi suhu pada proses gasifikasi
8. Adanya pengaruh bahan pengikat RDF (tepung kanji, tepung beras, dan kulit manggis) lama waktu produksi syngas
17