• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1.1Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan berasal dari kata dasar aktif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:31), aktif berarti giat (bekerja, berusaha). Jadi, kaktifan dapat diartikan sebagai suatu hal atau keadaan di mana siswa dapat aktif. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:45), di dalam proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Hal ini terjadi karena belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. Dimyati dan Mudjiono juga menjelaskan bahwa keaktifan itu beraneka ragam bentuknya, dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian keaktifan belajar adalah suatu kondisi yang mengambarkan siswa aktif dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang dimaksud mencakup kegiatan fisik yang mudah diamati dan kegiatan psikis yang sulit diamati.

2.1.1.2Indikator Keaktifan Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:45), bentuk keaktifan dalam proses belajar beraneka ragam. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati dan kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Kegiatan psikis berupa memecahkan masalah, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan sebagainya.

Keaktifan belajar menurut Dierich (dalam Yamin, 2007:84) dikelompokkan ke dalam delapan kelompok, yaitu kegiatan-kegiatan visual, lisan, mendengarkan, menulis, mengambar, kegiatan metrik, mental, emosional. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kelompok:

1. Kegiatan-kegiatan visual berupa membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2. Kegiatan-kegiatan lisan dapat berupa mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu kenyataan, membari saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan instrupsi.

3. Kegiatan-kegiatan mendengar berupa mendengar penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio.

4. Kegiatan-kegiatan menulis berupa menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisikan angket.

5. Kegiatan-kegiatan mengambar berupa mengambar, membuat grafik, diagram, dan pola.

6. Kegiatan metrik berupa melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari, dan berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan mental berupa merenungkan, mengingatkan, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melibatkan hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan emosional berupa minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan indikator keaktifan belajar yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1) memperhatikan penjelasan/instruksi dari guru, 2) bertanya kepada guru/teman terkait dengan materi yang belum jelas, 3) mengemukakan gagasan, 4) mencatat instruksi/penjelasan dari guru, 5) turut serta dalam mengerjakan tugas, 6) membaca buku untuk memecahkan persoalan.

2.1.2 Prestasi Belajar 2.1.2.1Pengertian Belajar

Winkel (dalam Susanto, 2013:4) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan

lingkungan dan menghasilkan perubahan pengetahuan, pemahaman, ketarampilan, dan nilai-nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Perubahan yang dimaksud yaitu dari tidak tahu menjadi tahu. Sejalan dengan pendapat Winkel, Hamalik (2007:28) menyetakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi tersebut terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.

Berbeda dengan pengertian di atas, Gagne (dalam Slameto, 2010:13) memberikan dua definisi tentang belajar. Pertama, belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Kedua, belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Menurut Syah (2003:63) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan pengertian belajar merupakan suatu aktivitas berinteraksi dengan lingkungan yang dilakukan seseorang secara sadar guna memperoleh perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

2.1.2.2Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:895) adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sejalan dengan pengertian tersebut, Mulyasa (2014:189) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar. Kedua pernyataan

tersebut memiliki kesamaan yaitu menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu hasil.

Menurut Purwanto (2009:46), prestasi belajar adalah pencapaian tujuan belajar siswa pada saat mengikuti proses pembelajaran. Selanjutnya Winkel (dalam Masidjo, 1995:38) menjelaskah bahwa dalam penilaian prestasi belajar, guru menggunakan alat pengukur tes.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dari kegiatan belajar. Hasil dari prestasi belajar dapat diukur menggunakan alat pengukur tes.

2.1.2.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Makmun (dalam Mulyasa, 2014:191) ada beberapa komponen yang berpengaruh terhadap prestasi belajar. Komponen-komponen tersebut antara lain: 1) masukan mental, menunjuk pada karakteristik individu yang mungkin dapat memudahkan atau justru menghambat proses pembelajaran, 2) masukan instrumental, menunjuk pada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan, seperti guru, metode, bahan atau sumber, dan program, dan 3) masukan lingkungan, yang menunjuk pada situasi, keadaan fisik dan suasana sekolah, serta hubungan dengan pengajar dan teman.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil dari berbagai faktor yang melatarbelakangi. Menurut Mulyasa (2014:190) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1) bahan atau materi yang dipelajari, 2) lingkungan, 3) faktor instrumental, dan 4) kondisi peserta didik. Faktor-faktor

tersebut baik secara terpisah maupun bersama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi belajar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa kondisi peserta didik, dan faktor eksternal berupa bahan atau materi yang dipelajari, lingkungan, dan faktor instrumental (guru, metode, bahan, sumber belajar, dan lain sebagainya).

2.1.3 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.3.1Hakikat IPA

Ilmu pengetahuan alam sering disebut dengan istilah pendidikan sains dan disingkat menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar (Susanto, 2013:165). Selanjutnya Susanto menjelaskan bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat suatu kesimpulan.

Selanjutnya BSPN (2006:484) menjelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu

peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap (Susanto. 2013:167). IPA sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk yaitu fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. Bentuk IPA sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. IPA sebagai sikap, yaitu sikap ilmiah. Menurut Sulistyorini (dalam Susanto, 2013:169) ada sembilan aspek yang dikembangkan dari sikap ilmiah dalam IPA, yaitu sikap ingin tahu, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggungjawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri. Sikap ini dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA yaitu ada tiga, IPA sebagai produk, proses, dan sikap. IPA sebagai produk yaitu kumpulan fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. IPA sebagai proses yaitu proses menemukan pengetahuan alam. IPA sebagai sikap yaitu sikap ilmiah.

2.1.3.2Pendekatan IPA di SD

SD Negeri Tlacap menggunakan kurikulum 2013, maka IPA diajarkan secara terpadu dengan muatan pelajaran lainnya. Dalam kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran yang digunakan yaitu tematik integratif. Pendekatan tersebut digunakan dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif

merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi muatan pelajaran ke dalam berbagai tema (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:137).

Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi KD muatan pelajaran yang mengintegrasikan konten muatan pelajaran IPA di kelas I, II, dan III ke dalam muatan pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di kelas IV, V, dan VI muatan pelajaran IPA tercantum dalam Struktur Kurikulum dan memiliki Kompetensi Dasar masing–masing. Untuk proses pembelajaran, Kompetensi Dasar IPA, sebagaimana Kompetensi Dasar muatan pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses pembelajaran semua Kompetensi Dasar dari semua muatan pelajaran terintegrasi dalam berbagai tema.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan pendekatan IPA di SD yaitu pendekatan tematik integratif. Pendekatan ini diimplementasikan SD yang menerapkan kurikulum 2013. Pendekatan tematik integratif mengintegrasikan berbagai mata pelajaran dalam berbagai tema.

2.1.3.3Materi Pembelajaran IPA Kelas IV KD 3.4

Materi pembelajaran IPA kelas IV pada penelitian ini yaitu KD 3.4 Membedakan berbagai bentuk energi melalui pengamatan dan mendeskripsikan pemanfaatanya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran IPA kelas IV KD 3.4 yaitu sumber energi, perubahan energi, bentuk-bentuk energi alternatif, dan energi panas. Materi sumber energi difokuskan pada energi-energi yang ada

di sekitar siswa, seperti sumber energi panas, listrik, gerak, dan bunyi. Materi perubahan energi difokuskan pada perubahan-perubahan energi dalam kegiatan sehari-hari, seperti perubahan energi pada kegiatan mengeringkan ikan, menyetrika baju, dan lain-lain. Materi bentuk-bentuk energi alternatif difokuskan pada eergi matahari, energi angin, energi panas bumi, dan energi bio gas.

Selanjutnya materi energi panas difokuskan pada jenis perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Selain itu, materi energi panas membahas tentang sifat hantaran panas, yaitu konduktor dan isolator. Materi-materi pembelajaran IPA di kelas IV yang telah dijelaskan di atas berupa fakta-fakta, prinsip, konsep, hukum-hukum alam, dan teori ilmiah. Hal ini sesuai dengan pendapat susanto yang menyatakan bahwa materi pelajaran IPA di SD berupa fakta-fakta, prinsip, konsep, hukum-hukum alam, dan teori ilmiah (Susanto, 2013:168). Susanto juga menjelaskan bahwa materi IPA di SD selama ini di anggap sulit oleh siswa. Hal tersebut terbukti dengan hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar yang diharapkan.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa materi pembelajaran IPA di kelas IV KD 3.4 berisikan tentang sumber energi, perubahan energi, bentuk-bentuk energi alternatif, dan energi panas.

2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam siswa dengan struktur kelompok

yang bersifat heterogen (Rusman, 2013:202). Model pembelajaran ini akan menciptakan sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru.

Sejalan dengan pengertian di atas, Johnson (dalam Isjoni, 2013:22) menyatakan bahwa pembelajaran Kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan Kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar Kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu.

Selanjutnya, Nurulhayati (dalam Rusman, 2013:203) menyatakan bahwa model pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Nurulhayati juga mengemukakan lima unsur dasar model pembelajaran Kooperatif, yaitu: 1) ketergantungan positif, 2) pertanggungjawaban individual, 3) kemampuan bersosialisasi, 4) tatap muka, dan 5) evaluasi proses kelompok.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian model pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam siswa untuk mencapai

tujuan pembelajanan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif ditanamkan sikap saling kerja sama antara anggota kelompok.

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

2.1.5.1Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran Kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkin. Tipe ini merupakan salah satu tipe Kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai materi yang maksimal (Isjoni, 2013:74).

Menurut Huda (2013:201) STAD merupakan salah satu model pembelajaran Kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis. Selanjutnya Huda menjelaskan dalam STAD, siswa diminta untuk membentuk kelompok heterogen yang masing-masing terdiri dari 4-6 anggota. Setelah itu melakukan empat tahap, yaitu pengajaran, tim studi, tes, dan rekognisi (penghargaan).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran Kooperatif yang di dalamnya siswa dikelompokkan menjadi kelompok kecil beranggotakan empat sampai enam siswa secara heterogen. Masing-masing kelompok melakukan

empat tahap yaitu tahap penyajian materi, tahap kegiatan kelompok, tahap tes individu, tahap pemberian penghargaan.

2.1.5.2Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Menurut Rusman (2011:215) langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe STAD, yaitu: 1) penyampaian tujuan dan motivasi, 2) pembagian kelompok, 3) presentasi guru, 4) kegiatan belajar dalam kelompok, 5) kuis (evaluasi), dan 6) penghargaan prestasi kelompok. Berbeda dengan pendapat tersebut, Huda (2013:203) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe STAD dilakukan dengan empat langkah, yaitu: 1) pengajaran, 2) tim studi, 3) tes, dan 4) pemberian penghargaan. Selanjutnya menurut Slavin (dalam Isjoni, 2013:74), langkah model pembelajaran Kooperatif tipe STAD ada lima tahap, yaitu: 1) tahap penyajian materi, 2) tahap kegiatan kelompok, 3) tahap tes individu, 4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, dan 5) tahap pemberian penghargaan kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe STAD ada lima langkah. Lima langkah tersebut dijelaskan pada halaman selanjutnya.

1. Pembagian kelompok

Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 siswa. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun tingkat prestasi belajar.

2. Penyajian materi

Guru menjadi fasilitator siswa untuk mendapatkan materi pelajaran dengan melibatkan siswa untuk bekerjasama, berdiskusi, wawancara, dan studi pustaka. Dalam menyajikan materi, guru dapat menggunakan media atau dengan demonstrasi.

3. Kegiatan belajar dalam kelompok

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Melalui lembar kerja yang dibuat guru, siswa saling membatu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi dengan anggota kelompok.

4. Kuis

Guru mengevaluasi siswa melalui pemberian kuis tentang materi yang telah dipelajari.

5. Pemberian penghargaan kelompok

Guru memeriksa hasil kuis dan diberi skor dengan rentang 0-100. Skor semua anggota dalam satu kelompok dijumlahkan kemudian dirata-rata. Kelompok yang memiliki skor rata-rata paling tinggi diberi penghargaan.

Dokumen terkait