• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN pustaka

Dalam dokumen PTK IPS SMP.pdf (Halaman 16-36)

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengembangan Model PBI (Problem Based Instuction)

a. Pengertian PBI (Problem Based Instuction)

Secara garis besar pembelajaran berdasarkan masalah (problem based instuction) merupakan model pembelajaran yang menyajikan kepada peserta didik situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Ibrahim, 2009: 4).

Pendapat tersebut memberikan penekanan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah berusaha untuk membuat suatu sknario pembelajaran untuk melatih peserta didik memecahkan masalah nyata sehari-hari (autentik), dan merupakan kebutuhan yang sangat berarti bagi hidupnya di masa-masa yang akan datang (bermakna).

Pendapat kedua tentang pengertian pembelajaran berdasarkan masalah (problem based instuction) dikemukakan oleh Pidarta (2011: 55) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah merupakan upaya untuk membimbing para peserta didik atau maha peserta didik belajar dengan cara berpikir sendiri atas dasar konsep-konsep yang relevan dengan masalah itu. Pendapat ini memberikan pemaknaan bahwa pembelajaran

17 berdasarkan masalah adalah upaya untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik cara belajar secara mandiri (CBSM).

Terkait mengenai CBSM tersebut, Rindjin (2010: 14) menegaskan bahwa: cara belajar secara mandiri ini berarti peserta didik merencanakan sendiri apa yang akan dipelajari, kapan belajarnya, di mana mendapatkan bahan yang akan dipelajari, dengan siapa ia belajar, bagaimana cara belajar, sejauh manakah pencapaian prestasi belajarnya, dan kalau kurang berhasil apakah sebabnya. Cara belajar secara mandiri bukan hanya berguna selagi masih studi, tetapi juga untuk hidup selanjutnya. Bukankah manusia mempunyai potensi alami untuk belajar dengan inisiatif sendiri, yang melibatkan perasaan, intelektual dan partisipasi aktif adalah paling bermakna.

Berdasarkan pemahaman yang dapat kita petik dari pendapat yang kedua ini, maka ciri yang lain dari pembelajaran berdasarkan masalah adalah peserta didik dilatih untuk belajar secara mandiri. Menurut Ibrahim (2009: 5), peserta didikyang mandiri (otonom) adalah peserta didik yang percaya kepada keterampilan intelektual dan kemampuan mereka sendiri, memerlukan keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri. Dalam rangka memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual tersebut, maka guru perlu melakukan pembimbingan secara scaffolding, yaitu suatu karangka dukungan yang memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual tersebut.

18 Scaffolding merupakan proses bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu kepada seseorang yang lebih sedikit pengetahuannya untuk menuntaskan suatu masalah melampaui tingkat pengetahuannya pada saat ini (Ibrahim, 2009: 9). Pada scaffolding, bimbingan pada tahap pertama dilakukan secara ketat dengan diberikan pembimbingan, kemudian berangsur-angsur pembimbingan tersebut diperlonggar, dan kemudian selanjutnya tanggung jawab belajar diambil alih oleh peserta didik secara mandiri. Lingkungan belajar dengan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah berpusat pada peserta didikdan mendorong inkuiri terbuka dan berpikir bebas. Seluruh proses belajar mengajar yang berorientasi pada model pembelajaran berdasarkan masalah adalah membantu peserta didikuntuk menjadi mandiri.

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan secara sederhana pengertian model pembelajaran berdasarkan masalah masalah (problem based instuction) sebagai suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal untuk mengakuisisi pengetahuan baru. Penekanan dari simpulan ini adalah peserta didik belajar menggunakan masalah autentik tertentu untuk belajar memahami konten (isi) pelajaran, dan sebaliknya peserta didikbelajar keketampilan khusus menggunakan sarana konten (isi) pelajaran untuk memecahkan masalah.

19 Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan secara sederhana pengertian model pembelajaran berdasarkan masalah masalah (problem based instuction) sebagai suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal untuk mengakuisisi pengetahuan baru. Penekanan dari simpulan ini adalah peserta didik belajar menggunakan masalah autentik tertentu untuk belajar memahami konten (isi) pelajaran, dan sebaliknya peserta didi kbelajar keketampilan khusus menggunakan sarana konten (isi) pelajaran untuk memecahkan masalah

Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah memiliki sintaks yang terstruktur dengan tahapan yang jelas, norma di sekitar pembelajaran adalah inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Guru harus dapat mengelompokkan mereka baik untuk tugas di sekolah maupun tugas di rumah, untuk saling bertukar pendapat.

Adapun prinsip-prinsip yang mendasari pembelajaran model PBI menurut Ibrahim (2009: 5) adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman dibangun melalui pengalaman.

b. Arti atau makna diciptakan dari usaha untuk menjawab pertanyaan dan masalah kita sendiri.

c. Instink alami peserta didik untuk melakukan penyelidikan dan kreasi, seharusnya dikembangkan.

d. Strategi yang berpusat pada peserta didik mampu membangun keterampilan berpikir kritis dan bernalar, dan dalam perkembangan lebih lanjut akan mengembang-kan kreativitas dan kemandirian`

20

b. Tujuan Pembelajaran PBI

Berdasarkan pada konsep pembelajaran berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka secara rinci tujuan pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Dan Keterampilan Memecahkan Masalah.

Kerjasama yang dilakukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah mendorong munculnya berbagai keterampilan inkuiri dan dialog. Dengan demikian, akan berkembang keterampilan sosial dan keterampilan berpikir sekaligus. Dengan berjalannya waktu, diharapkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah semakin berkembang.

b. Pemodelan Peranan Orang Dewasa.

Peserta didikdengan para teman-temannya dapat berlatih berbagai peran orang dewasa di masyarakat dalam suatu forum simulasi. Sebagai contoh seorang guru dapat mensimulasikan topik bagimana mengatasi masalah banjir di tempat tinggal siswa. Guru menyajikan berbagai data tentang lingkungan tersebut, misalnya mengenai sumber-sumber penyebab banjir dan sebagainya. Siswa-peserta didikselanjutnya dapat diminta bermain peran: ada yang bertindak sebagai Kepala Desa, Ketua RT, Ketua RW, anggota masyarakat biasa, dan sebagainya. Para warga dan masyarakat desa melakukan “rapat” mendiskusikan tentang masalah tadi dan kemudian memutuskan tindakan apa yang akan diambil untuk mengatsi banjir tersebut.

c. Pembelajar Otonom Dan Mandiri.

Dengan pembelajaran berdasarkan masalah diharapkan peserta didiksecara berangsur-angsur dilatih untuk menjadi pembelajar yang mandiri (self regulated learning). Seorang pembelajar yang mandiri dicirikan oleh beberapa hal, yaitu: (1) mampu secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu yang sedang dihadapinya, (2) mampu memilih strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya, (3) memonitor keefektifan strategi tersebut, dan (4) cukup termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai masalahnya terselesaikan. (Ibrahim, 2009: 15).

21

c. Ciri-Ciri Pembelajaran PBI

Sebagai model pembelajaran, PBI memiliki beberapa ciri utama yang membedakannya dari model pembelajaran yang lain. Menurut Ibrahim, (2009: 22), Ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Mengorientasikan peserta didikkepada masalah autentik.

Tahap awal dari model pembelajaran berdasarkan masalah ditandai dengan suatu kegiatan mengorientasikan peserta didikkepada masalah autentik. Pada tahap ini guru menyusun skenario yang dapat menarik perhatian siswa, sekaligus memunculkan pertanyaan yang benar-benar nyata di lingkungan peserta didikserta dapat diselidiki oleh peserta didikuntuk menemukan jawabannya.

Terdapat berbagai alternatif cara yang dapat dipilih oleh guru untuk mengorientasikan peserta didikpada masalah misalnya: (1) melakukan demonstrasi, (2) berceritera, (3) menyajikan fenomena atau, (4) melakukan eksperimen tertentu.

Agar masalah menjadi menarik, maka biasanya tahap ini disajikan dengan cara membuat konflik kognitif di dalam benak siswa. 2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada pelajaran tertentu, misalnya Geografi, masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, peserta didikdapat meninjau dari berbagai mata pelajaran yang lain. Hal tersebut menunjukkan masalah autentik yang menunjukkan adanya kaitan interdisiplin. Misalnya masalah polusi, mencakup aspek akademis dan terapan mata pelajaran ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan lain-lain. Model pembelajaran tersebut dapat dimaknai bahwa penyajian pembelajaran berdasarkan masalah cenderung tematis terintegrasi. Ada tema tertentu yang menjadi topik bahasan, peserta didikbelajar berbagai informasi yang berkaitan dengan berbagai disiplin yang berbeda. Sebagai contoh, dengan mengambil tema banjir, dapat dibahas berbagai hal terkait banjir, yakni melibatkan ilmu geografi, biologi, ekonomi, sosiologi, hukum dan sebagainya.

3. Penyelidikan autentik

Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan peserta didikmelakukan penyelidikan autentik umtuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi atau data, melakukan percobaan, membuat inferensi, dan merumuskan simpulan. Metode yang digunakan sangat bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

22 Semua keterampilan yang disebutkan di atas, merupakan keterampilan melakukan penelitian atau pemecahan masalah. Jadi dengan demikian PBI dengan penyelidikan autentiknya, memberi peluang kepada peserta didikuntuk sekaligus belajar bagaimana memecahkan masalah sehari-hari. Keterampilan memecahkan masalah yang dimiliki menjadikan peserta didikmandiri dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi secara berkelanjutan. 4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.

Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut peserta didikuntuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artifak dan memamerkannya. Karya tersebut dapat berupa rekaman debat, laporan, model fisik, vidio, atau program komputer, surat kepada seseorang atau instansi, poster dan lain-lain. Pada tingkat yang lebih tinggi, hasil karya di dalam pembelajaran berdasarkan masalah dapat berupa makalah, tesis, atau disertasi.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar dalam penelitian ini diidentikkan dengan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan rangkaian dua perkataan yang terdiri dari kata prestasi dan belajar yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri, yang setelah dirangkaikan menjadi satu terminologi berubah dengan memiliki pengertian tersendiri pula. Oleh karena itu, sebelum menjelaskan pengertian prestasi belajar, perlu dijelaskan pengertian tentang perkataan belajar agar lebih mudah memahami tentang pengertian prestasi belajar.

Aqip (2009: 43) menjelaskan belajar adalah “Proses perubahan di dalam diri manusia”. Sedangkan dalam karya yang lain dijelaskan oleh Fajar (2010: 10). Bahwa belajar merupakan “Suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk

23 peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan dan lain-lain”.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku yang lebih baik. Seseorang yang telah mengalami proses belajar tersebut diharapkan dapat memperoleh kualitas dan kuantitas tingkah laku yang lebih baik. Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar harus berlandaskan pada etiket baik dari si belajar yang dilakukan secara sadar dan bertujuan. Oleh Muhadjir (2009: 1 – 2) ini disebut sebagai “Perilaku terpuji atau watak terpuji yakni agar anak menjadi pandai, agar orang menjadi ahli, agar orang berkepribadian luhur, toleran dan sebagainya”. Lebih lanjut Muhadjir mengatakan tujuan baik dengan jalan tidak baik bukanlah aktivitas belajar karena tujuan yang menghalalkan segala cara/jalan yang tidak baik bukanlah semboyan yang bersemangatkan pendidikan (Muhadjir, 2009: 2).

Lebih mendetail, Rusyan (2009: 15) mengartikan tentang belajar seperti di bawah ini:

1. Belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Di dalam rumusan tersebut terkandung makna bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, melainkan lebih luas dari itu, yakni mengalami prestasi belajar bukan hanya penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku.

2. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dibandingkan dengan pengertian pertama, tujuan belajar itu pada prinsipnya sama, yakni

24 perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitik beratkan interaksi antara individu dengn lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar.

3. Belajar dalam arti yang luas ialah peruses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganiasi.

4. Belajar itu selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan parktek atau pengalaman tertentu.

Sedangkan kalau berbicara masalah prestasi, prestasi diartikan sebagai “Hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok” (Djamarah, 2010: 19). Pendapat tersebut memberikan pemahaman bahwa prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan kegiatan. Seperti yang diungkapkan oleh Sardiman (dalam Naskawati, 2002: 78) yang menyatakan bahwa prestasi adalah “Hasil yang telah dicapai oleh seseorang atau peserta didik setelah melakukan suatu usaha”. Jadi mustahil seseorang akan mendapatkan hasil (prestasi) tanpa adanya usaha dan kerja kerasnya. Seseorang dapat menyelesaikan atau memperoleh sesuatu dengan berhasil karena keahlian dan kepintarannya sebagai hasil pengorbanan, usaha, dan kerja kerasnya.

Dari beberapa pengertian prestasi yang dipaparkan di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu

25 dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan dengan tulus yang menyenangkan hati sebagai hasil dari usaha dan keuletan kerja

Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami mengenai makna kata prestasi dan belajar. Prestasi pada dasarnya adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan dengan tulus yang menyenangkan hati sebagai hasil dari usaha dan keuletan kerja. Sedangkan belajar merupakan proses perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku yang lebih baik sebagai akibat dari aktivitas mental dan emosional dalam belajar. Dengan demikian, dapat diambil pengertian tentang prestasi belajar yakni hasil yang diperoleh tentang kemajuan dan perkembangan seseorang (peserta didik, mahasiswa) dalam segala hal yang menyangkut kualitas dan kuantitas tingkah lakunya (meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor) yang lebih baik sebagai akibat dari aktivitas belajar.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Aktivitas belajar merupakan inti dari kegiatan di sekolah, sebab semua aktivitas belajar dimaksudkan untuk mencapai keberhasilan proses belajar bagi setiap peserta didikyang sedang menjalani studi di sekolah tersebut.

26 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut seperti yang dikatakan oleh Slameto (2011: 54-56) sebagai berikut; Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.

1. Faktor-Faktor Intern

a. Faktor Jasmaniah, meliputi: (1) faktor kesehatan dan (2) cacat tubuh

b. Faktor Psikologis, meliputi: (1) inteligensi, (2) perhatian, (3) minat, (4) Bakat, dan (5) motivasi.

c. Faktor kelelahan, meliputi: (1) kelelahan fisik/jasmani dan (2) kelelahan batin/rohani.

2. Faktor-Faktor Ekstern

a. Faktor Keluarga, meliputi: (1) cara orang tua mendidik, (2) relasi antar anggota keluarga, (3) suasana rumah, (4) keadaan ekonomi keluarga, dan (5) latar belakang kebudayaan.

b. Faktor Sekolah, meliputi: (1) metode mengajar guru, (2) kurikulum, (3) relasi guru dengan peserta didik, (4) disiplin sekolah, dan (5) keadaan gedung.

c. Faktor Masyarakat, meliputi: (1) kegiatan peserta didik dalam masyarakat, (2) media massa, dan (3) teman bergaul.

3. Hakekat Pembelajaran IPS

a. Pengertian Pembelajaran IPS

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan peserta didik yang saling bertukar informasi. Pembelajaran IPS yang dilaksanakan baik pada pendidikan dasar

27 maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau peserta didikdan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian peserta didik yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia. Dalam kegiatan belajar mengajar IPS membahas manusia dengan lingkungannya dari berbagai sudut ilmu sosial pada masa lampau, sekarang, dan masa mendatang, baik pada lingkungan yang dekat maupun lingkungan yang jauh dari peserta didik dan siswi. Oleh karena itu, guru IPS harus sungguh-sungguh memahami apa dan bagaimana bidang studi IPS itu.

Secara mendasar, pembelajaran IPS berkaitan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkaitan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya, memamfaatkan sumberdaya yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya,

28 IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.

IPS yang juga dikenal dengan nama social studies adalah kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem kehidupan bermasyarakat. IPS mengkaji bagaimana hubungan manusia dengan sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangga yang dekat sampai jauh. IPS juga mengkaji bagaimana manusia bergerak dan memenuhi kebutuhanhidupnya. Dengan demikian, IPS mengkaji tentang keseluruhan kegiatan manusia. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi peserta didik nantinya bukan hanya akibat tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi saja, melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, IPS mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan manusia dan juga tindakan-tindakan empatik yang melahirkan pengetahuan tersebut

Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di negara kita IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional. Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu dapat

29 dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Dengan cara demikian pula diharapkan pendidikan IPS terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan perkembangan sosial yang terjadi.

Pusat Kurikulum mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dariaspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya (Pusat Kurikulum, 2006: 5).

IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan lingkungannya berdasarkan pengalaman masa lalu yang bisa dimaknai untuk masa kini, dan antisipasi masa akan datang. Peristiwa fakta, konsep dan generalisasiyang berkaitan dengan isu sosial merupakan beberapa hal yang menjadi kajian IPS. Urutan kajian itu menunjukan urutan dari bentuk yang paling kongkrit, yaitu dari peristiwa menuju ketingkatan yang abstrak, yaitu konsep peranan peristiwa dan fakta dalam

30 membangun konsep dan generalisasi. Senada dengan hal itu menurut Sapriya pengetahuan IPS hendaknya mencakup fakta, konsep, dan generalisasi. Fakta yang digunakan terjadi dalam kehidupan peserta didik, sesuai usia peserta didik, dan tahapan berfikir peserta didik. Untuk konsep dasar IPS terutama diambil dari disiplin ilmu-ilmu sosial, yang terkait dengan isu-isu sosial dan tema-tema yang diambil secara multidisiplin. Contoh konsep, multikultural, lingkungan, urbanisasi, perdamaian, dan globalisasi. Sedangkan generalisasi yang merupakan ungkapan pernyataan dari dua atau lebih konsep yang saling terkait digunakan proses pengorganisir dan memaknai fakta dan cara hidup bermasyarakat.

b. Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan pembelajaran IPS (instructional objective social) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran IPS. Penyelenggaraan pendidikan merupakan suatu keseluruhan yang terangkum dalam sebuah sistem pendidikan nasional. Begitu juga dengan pendidikan IPS pada pendidikan dasar dan mengenah merupakan suatu yang integral dari suatu sistem pendidikan nasional pada umumnya, yang telah diatur berdasarkan undang-undang sestem pendidikan nasional.

Dari penyelenggaraan pendidikan IPS tersebut tujuan mata pembelajaran IPS pada umumnya adalah mencerdaskan kehidupan

31 masyarakat dengan dasar nilai-nilai moral etik yang tinggi dan menjunjung tinggi nilai budaya bangsa serta membentuk peserta didik yang memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan, wawasan kebangsaan, dan etika sosial, berakhlak sosial yang tinggi

Setiap guru IPS mestinya paham hakikat keterpaduan dalam mata pelajaran IPS. Namun ternyata masih banyak guru yang memahami IPS sebagai mata pelajaran yang terpisah sebagai ilmu sosial seperti Ekonomi, Geografi, sosiologi dan Sejarah. Bahkan sangat mungkin di antara guru IPS yang ada, juga kurang memahami tujuan pembelajaran IPS. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didikmemiliki kemampuan untuk: a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan

kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial .

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

32 Keempat tujuan mata pelajaran IPS di atas menunjukkan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang memiliki tujuan membentuk peserta didikmenjadi warga negara yang baik. Dengan demikian IPS sebenarnya merupakan pelajaran yang sangat penting. Terkait dengan itu maka pada bab ini akan dibahas beberapa uraian yang terkait dengan karakteristik

Dalam dokumen PTK IPS SMP.pdf (Halaman 16-36)

Dokumen terkait