• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORETIS

A. Kajian Teori

1. Perilaku Menyimpang

a. Pengertian Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna. Namun, tidak semua perilaku yang menyimpang merupakan perbuatan yang negatif. Karena pada hakikatnya perilaku menyimpang dan perilaku tidak menyimpang relatif batasannya. Perilaku hidup yang dirasakan menyimpang oleh suatu kelompok, dianggap menyimpang oleh kelompok lain dan terkadang tidak dianggap menyimpang oleh kelompok lain pula.

Menurut Soetomo (2013:94) “Perilaku menyimpang dianggap menjadi sumber masalah sosial karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial”.

Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. (https://id.wikipedia.org). Perilaku menyimpang adalah perilaku atau kondisi yang bertentangan dengan norma sosial dimana perilaku dan kondisi itu dipelajari (Siahaan, 2009 : 72).

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi perilaku menyimpang memiliki makna tersendiri dimana perilaku menyimpang terdiri dari dua kata yaitu perilaku dan menyimpang. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud di gerakan (sikap); tidak saja badan atau ucapan. Sedangkan menyimpang berasal dari kata dasar simpang yang memiliki pengertian (1) sesuatu yang memisah (membelok, bercabang, melencong, dan sebagainya) dari yang lurus (induknya); (2) tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus (tentang jalan). Sedangkan pengertian menyimpang sendiri adalah (1) membelok menempuh jalan yang lain atau jalan simpangan; (2) membelok supaya jangan melanggar atau terlanggar (oleh kendaraan dan sebagainya);menghindar (3) tidak menurut apa yang sudah ditentukan ; tidak sesuai dengan rencana dansebagainya ; (4) menyalahi (kebiasaan dan sebagainya); (5) menyeleweng (dari hukum,kebenaran, agama, dan sebagainya. Jadi perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di masyarakat.

Berbeda dengan pandangan di atas Dhohiri mendefinisikan perilaku menyimpang (2007 : 3) dalam konteks sosial adalah suatu perilaku yang diekspresikan oleh seseorang atau beberapa anggota masyarakat yang secara disadari atau tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dan telah diterima oleh sebagian besar anggota di masyarakatnya.

Secara keseluruhan, semua ingkah laku yang menyimpang darfi ketentuan yang ada di masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah, peraturan keluarga dan lain-lain dapt disebut sebagai perilaku menyimpang (Sarwono, 2003 : 1997).

Lain halnya yang dinyatakan oleh Sadli (1990 : 40), bahwa perilaku menyimpang adalah perbuatan seseorang yang menyimpang dari aturan-aturan normatif misalnya bersifat acuh tak acuh, sering membolos, menentang, tidak mengerjakan tugas.

12

Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi (Sunarto, 2000: 182). Hal ini juga sependapat dengan Dwikurnia (dalam Zanden, 2004) yang menjelaskan bahwa penyimpangan perilaku itu adalah perilaku yang dilakukan oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa perilaku menyimpang merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ada dan berlaku dalam suatu kelompok.

Di dalam lingkungan sekolah ada beberapa aturan-aturan yang berlaku agar setiap individu yang berada di dalamnya berperilaku sesuai dengan harapan. Tetapi di lingkungan sekolah tersebut, masih banyak individu yang berperilaku tidak sesuai dengan norma yang berlaku, hal ini disebut dengan perilaku menyimpang. Penyimpangan dalam lingkungan sekolah belum berarti merupakan penyimpangan dalam lingkungan sekolah lain, hal ini karena adanya perbedaan nilai dan norma yang berlaku.

b. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang

Usia remaja, merupakan masa perpindahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Banyak perubahan yang terjadi ketika anak mulai beranjak usia remaja baik secara fisik maupun psikis. Maka boleh dikatakan bahwa usia remaja merupakan usia yang rentan terhadap terjadinya berbagai penyimpangan.

Muin (2006:161), mengemukakan pendapatnya tentang bentuk-bentuk perilaku menyimpang dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu berdasarkan kekerapannya dan berdasarkan jumlah orang yang terlibat. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Berdasarkan kekerapannya

a) Penyimpangan sosial primer merupakan penyimpangan yang bersifat sementara. Orang yang melakukannya masih tetap diterima dalam masyarakat. Penyimpangan ini juga disebut sebagai penyimpangan ringan

b) Penyimpangan sosial sekunder merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh pelakunya secara terus-menerus meskipun telah diberi sanksi. Penyimpangan ini disebut sebagai penyimpangan berat.

2) Berdasarkan jumlah orang yang terlibat

a) Penyimpangan individu merupakan penyimpangan yang dilakukan sendiri tanpa melibatkan orang lain, misalnya: tidak mematuhi perintah orang tua.

b) Penyimpangan kelompok merupakan penyimpangan yang terjadi apabila pelaku perilaku menyimpang tersebut dilakukan oleh orang banyak secara bersama-sama dalam suatu kelompok tertentu. Misalnya; tawuran antar pelajar.

14

Sedangkan Purwito (2004:36), membedakan penyimpangan berdasarkan kadar penyimpangannya menjadi 2 (dua) macam yaitu : 1) Penyimpangan ringan, yaitu penyimpangan yang menimbulkan

gangguan atau kerugian yang kecil kepada pihak lain. Contoh: berbohong, minum-minuman keras, membolos, melanggar peraturan lalu lintas.

2) Penyimpangan berat, yaitu penyimpangan yang menimbulkan gangguan dan kerugian bahkan korban jiwa. Contoh: mencuri, merampas, menganiaya, memperkosa, membunuh.

Mulyono (1984:22-24) juga mengklasifikasikan bentuk-bentuk penyimpangan menjadi 2 macam:

1) Penyimpangan perilaku yang tidak dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum, antara lain; a).Keluyuran b).Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan dan tidak senonoh c).Memutar balikkan fakta dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan dan berbohong d).Pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah e).Meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang perintah orang tua f).Membawa dan memiliki benda yang membahayakan orang lain sehingga mudah terangsang mempergunakan. g).Berteman dengan teman yang memberi pengaruh buruk h).Minum-minuman keras dan berpakaian tidak sopan serta menghisap ganja sehingga merusak dirinya i).Turut dalam pelacuran j).Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan sehingga timbul tindakan yang kurang bertanggung jawab.

2) Penyimpangan perilaku yang dapat digolongkan pelanggaran hukum dan mengarah pada tindakan kriminal, antara lain; a).Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, pemerkosaan b).Merampas dengan atau tanpa kekerasan, mencuri dan mencopet c).Berjudi d).Penipuan dan pemalsuan e).Penganiayaan f).Pengguguran kandungan.

Selain beberapa pendapat di atas Narwako (2007:101), menggolongkan perilaku menyimpang antara lain:

1) Tindakan nonconform perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contohnya membolos, meninggalkan jam pelajaran, nitip tanda tangan dan sebagainya.

2) Tindakan anti sosial atau asosial yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Contohnya menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman,penyimpangan seksual, minum-minuman keras dan sebagainya.

3) Tindakan-tindakan kriminal yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan-aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Contohnya pembunuhan, korupsi, korupsi dan berbagai bentuk kejahatan lainnya.

Melihat beberapa pendapat di atas peneliti mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Bambang Mulyono bahwa perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku menyimpang sebagai pelanggaran hukum dan perilaku menyimpang yang tidak digolongkan sebagai pelanggaran hukum. Perilaku menyimpang sebagai pelanggaran hukum merupakan termasuk tindakan kriminal dalam taraf berat. Sedangkan perilaku menyimpang yang tidak digolongkan sebagai pelanggaran hukum merupakan tindakan penyimpangan yang masih dalam taraf ringan. Secara umum perilaku menyimpang yang dilakukan pelajar merupakan perilaku menyimpang yang ringan. Bentuk-bentuk tingkah laku menyimpang itu merupakan penggambaran dari tingkah laku yang dilakukan oleh siswa disekolah. Penyebab penyimpangan tingkah laku itu dikarenakan adanya pengaruh temannya disekolah. Adapun contohnya tidak mengidahkan peraturan sekolah, dikarenakan siswa ingin mendapatkan perhatian dari guru sekolah. Tingkah laku tersebut dilakukan siswa secara terus-menerus dan berulang-ulang agar apa yang menjadi keinginannya dapat tercapai.

16

c. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Menyimpang

Tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku tercela, yang dilakukan oleh individu yang timbul akibat adannya faktor-faktor pada remaja. Tingkah laku menyimpang juga diartikan sebagai segala tindakan negatif yang dapat mempengaruhi individu dengan lingkungannya serta hubungan sosialnya.

Menurut Budirahayu (2013:20), faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang adalah karena sebagian orang mengganggap bahwa suatu perilaku dikatakan menyimpang.

Jadi setiap perilaku menyimpang tidak terjadi begitu saja, tetapi

pasti akan ada faktor yang mempengaruhi tindakannya itu. Perilaku

menyimpang yang dilakukan oleh seseorang atau peserta didik tidak terjadi begitu saja terjadi tanpa ada alasan atau sebab-sebab yang menyertainya, melainkan karena adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu, sangat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.

Perilaku menyimpang menurut Muin (2006 :155) memberikan dapat terjadi karena beberapa hal :

1) Dari sudut pandang sosiologi; perilaku menyimpang karena sosialisasi, perilaku menyimpang karena anomie, perilaku menyimpang karena differential association, perilaku menyimpang karena pemberian julukan.

2) Dari sudut pandang biologi; sebagian besar ilmuwan abad ke 19 berpandangan bahwa kebanyakan perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor biologis seperti tipe sel-sel tubuh.

3) Dari sudut pandang psikologi perilaku menyimpang dianggap sebagai gejala penyakit mental.

4) Sudut pandang kriminalitas, memandang perilaku menyimpang dari; teori konflik (konflik budaya dan konflik kelas sosial) dan teori pengendalian (dari dalam maupun dari luar).

Berbeda dengan pendapat Gunarso (2003: 68) yang menyatakan bahwa yang menjadi latar belakang munculnya kenakalan remaja adalah : 1) Kemungkinan berpangkal pada remaja itu sendiri.

a) Kekurangan penampungan emosional

b) Kelemahan dalam mengendalikan dorongan-dorongan dan kecenderungan-kecenderungannya.

c) Kegagalan dalam prestasi sekolah atau pergaulan. d) Kekurangan dalam pembentukan hati nurani. 2) Kemungkinan berpangkal pada lingkungan keluarga.

a) Keutuhan dalam struktur keluarga b) Rumah tangga berantakan

c) Sikap dan kebiasaan orang tua.

(1) Perlindungan lebih dari orang tua. (2) Penolakan orang tua.

(3) Pengaruh buruk dari orang tua (4) Status anak dalam keluarga d) Kondisi Sosial Ekonomi

3) Lingkungan Masyarakat

a) Perkembangan teknologi yang menimbulkan goncangan pada remaja yang belum memiliki kekuatan mental untuk menerima perubahan-perubahan.

b) Faktor sosial politik, sosial ekonomi dengan mobilitas secara keseluruhan atau kondisi setempat seperti kota-kota besar dengan ciri khas lainnya.

c) Kepadatan penduduk.

Kehidupan di wilayah yang padat penduduknya biasanya ditandai dengan hubungan saling pengaruh-mempengaruhi. Pengaruh yang buruk itulah yang mengakibatkan anak remaja menjadi berperilaku menyimpang.

18

Selain kedua faktor tersebut di atas menurut Purwito (2004:38) faktor-faktor yang dapat menimbulkan perilaku menyimpang dapat dirinci sebagai berikut : (1) Ketidaksanggupan menyerap dan menginternalisasikan tata nilai dan norma kebudayan yang berlaku, (2) Lingkungan sosial dan pergaulan yang tidak baik, (3) Proses belajar atau sosialisasi yang menyimpang, (5) Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial, (6) Bersosialisasi dengan nilai-nilai subkebudayaan menyimpang.

Sedangkan Santrock (2007) tingkah laku menyimpang yang dilakukan oleh siswa terjadi karena adanya pengaruh dari faktor-faktor yaitu: 1).Faktor dari lingkungan yang meliputi: a.Adannya pengaruh orang tua b.Pengaruh teman sebaya c.Kualitas lingkungan serta kondisi tempat tinggal d.Faktor sekolah (kurangnya harapan terhadap pendidikan sekolah) 2).Faktor pribadi yang meliputi: a.Pemahaman diri yang salah b.Pemikiran, serta pandangan yang salah c.Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri d.Kurangnya pengendalian diri.

Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang tersebut di atas, peneliti mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Singgih D. Gunarso bahwa faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang pada remaja dapat terjadi karena 2 faktor yaitu,

pertama faktor dari dalam remaja itu sendiri seperti kekurangan

penampungan emosional, kelemahan dalam pengendalian dorongan-dorongan, kegagalan dalam prestasi sekolah atau pergaulan, kekurangan dalam bentuk hati nurani, kedua faktor dari luar remaja tersebut yang ikut berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan perilaku pada remaja seperti lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

d. Jenis-Jenis Perilaku Menyimpang

Bentuk penyimpangan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1) Penyimpangan bersifat positif

Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap system sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.

2) Penyimpangan bersifat negatif

Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak kearah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk seperti pencurian, perampokan, pelacuran, dan pemerkosaan (Rumiyati, 2006:26).

Adapun karakteristik dari tingkah laku menyimpang itu dapat mudah dilihat, diamati dan nampak secara langsung oleh orang lain. Tingkah laku menyimpang pada individu juga memiliki karakteristik yang khas dan berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya.

e. Usaha Mengatasi Perilaku Menyimpang

Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Untuk mengatasi masalah terjadinya perilaku menyimpang khususnya pada peserta didik merupakan hal yang membutuhkan kesabaran dan perhatian yang tinggi. Sebab peserta didik memiliki emosi yang masih labil

20

sehingga cepat sekali berubah-ubah. Apalagi bila menghadapi segala tantangan dan larangan mereka justru semakin penasaran terhadap hal tersebut karena keingintahuannya yang begitu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya benturan antara tingkah laku remaja dengan norma-norma atau aturan yang berlaku dalam kehidupan, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan bahkan hukum negara. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan ialah bagaimana cara membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan.

Kartini Kartono, (2004:46), perilaku menyimpang adalah perilaku jahat (dursila) atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan tingkah laku yang menyimpang.

Prioritas utama dalam menghadapi masalah penyimpangan yang dilakukan oleh siswa adalah mencegah dengan cara yang memadai.

Soedjono Dirdjosisworo dalam Sudarsono (1995:93) usaha preventif penyimpangan yang dilakukan oleh remaja ada dua cara yaitu: (1) Cara Moralistis, dan (2) Cara abolisionistis.

Penanggulangan perilaku menyimpang pada remaja ada tiga macam yaitu usaha preventif, represif dan kuratif (Singgih D. Gunarsa, 1983:140).

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Usaha preventif: segala tindakan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya penyimpangan.

2) Usaha represif: usaha ini mengatasi penyimpangan perilaku yang melakukan pelanggaran norma-norma sosial dan moral dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran tersebut.

3) Usaha kuratif: usaha penaggulangan perilaku menyimpang ini dilakukan setelah usaha preventif dan usaha represif dilakukan tetapi tidak membuahkan hasil.

Secara garis besar pembentukan atau perubahan sikap itu akan ditentukan oleh dua faktor yang pokok, yaitu faktor dari dirinya sendiri ataupun faktor dari luar.

1) Faktor dari dalam itu sendiri

Bagaimana individu menanggapi dunia luarnya bersifat selektif, ini berarti bahwa apa yang datang dari luar dan tidak semuanya begitu saja diterima. Tetapi indidu mengadakan seleksi mana yang akan diterima dan mana yang akan ditolaknya. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang telah ada dalam diri individu akan menanggapi pengaruh dari luar tersebut. Hal ini akan menentukan apakah sesuatu dari luar itu dapat diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor penentu.

22

2) Faktor luar atau faktor ekstren

Yang dimaksud dengan faktor luar adalah hal-hal atau keadaan yang ada diluar diri individu yang merupakan stimulus untuk membentuk mengubah sikap. Dalam hal ini dapat terjadi dengan langsung. Dalam arti adanya hubungan secara langsung antara individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok. Disamping itu dapat secara tidak langsung seperti alat-alat komunikasi, misalnya media massa baik yang elektronik maupun non elektronik.

2. Broken Home

a. Pengertian Broken Home

“Kata Broken Home terdiri dari dua kata yaitu Broken dan Home.

Broken berasal dari kata break yang berarti keretakan, sedangkan home

mempunyai arti rumah atau rumah tangga” (Hasan Shadily, 1996:81). Jadi Broken Home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak.

Chaplin dalam kamus psikologi (2004: 71), broken home adalah keluarga atau rumah tangga tanpa hadirnya salah seorang dari kedua orang tua (ayah dan ibu) disebabkan oleh meninggal, perceraian, meninggalkan keluarga dan lain-lain.

Dalam kasus perceraian, anak pada umumnya merasakan dampak psikologis, ekonomis dan koparental yang kurang menguntungkan dari orangtuanya. Kepribadian anak menjadi terbelah karena harus memilih salah satu orangtuanya

Broken home dapat dilihat dari dua aspek : (1) keluarga itu terpecah

karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai; (2) orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh karena ayah atau ibu sering tidak di rumah, dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi (Willis, 2008: 66).

Jadi dapat disimpulkan bahwa sebuah keluarga dikatakan broken

home apabila salah satu dari orang tuanya (ayah atau ibu) sudah

meninggal, disebabkan karena perceraian, karena pergi meninggalkan keluarga dengan urusan pekerjaan atau urusan yang lainnya.

b. Faktor penyebab broken home

Faktor–faktor penyebab krisis keluarga atau keluarga broken home sebagai berikut :

1) Kurang atau putus komunikasi antara keluarga terutama ayah dan ibu Kehilangan Kehangatan Didalam Keluarga Antara Orang Tua dan Anak Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan didalam keluarga antara orang tua dan anak.

2) Sikap egosentrisme

Sikap egoisme dan egosentrisme. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbul sifat membandel, sulit disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya. Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh yang baik seperti suka bekerja sama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme dan egosentrisme.

3) Masalah ekonomi

Adanya Masalah Ekonomi Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Isteri banyak menuntut hal-hal diluar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberikan makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan isteri dan

anak-24

anaknya akan kebutuhankebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suamiisteri yang sering menjurus kearah perceraian. Mengenai hal ini, Muhammad Maftuh Basuni (Menteri Agama RI) Mengemukakan dalam (Willis, S, Sofyan, 2013:16) faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah Pertama, adanya disorientasi tujuan suami isteri dalam membangun mahlighai rumah tangga. Kedua, faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi pelbagai masalah keluarga. Ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.

4) Masalah kesibukan

Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, shalat berjamaah dirumah dimana ayah menjadi imam,sedang anggota yang lain menjadi jamaah.

5) Masalah pendidikan

Adanya Masalah Pendidikan Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan dikeluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin akan menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibanding pendidikan akan diatasi. Artinya suami isteri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.

6) Masalah perselingkuhan

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya perselingkuhan. Pertama, hubungan suami isteri yang sudah hilangan kemesraan dan cinta kasih. Kedua, tekanan pihak ketiga seperti mertua, dan lainnya dalam hal ekonomi. Ketiga, adanya kesibukan masing – masing sehingga kehidupan diluar lebih nyaman dari pada kehidupan keluarga.

7) Jauh dari agama

Jauh dari Tuhan Segala sesuatu perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab, Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orangtuanya (Willis, 2013:14)

Penyebab timbulnya keluarga yang broken home menurut Asfriyati (www.skripsi-tesis.com) antara lain: (1) Orang tua yang bercerai (2) Kebudayaan bisu dalam keluarga (3) Perang dingin dalam keluarga. Sedangkan Hurlock (2005: 216-217) penyebab perpecahan dalam keluarga ada tiga yaitu : (1) Kematian (2) Perceraian (3) Perpisahan sementara.

c. Ciri-ciri broken home

Ciri–ciri keluarga yang mengalami broken home yaitu : 1) Kematian salah satu atau kedua orang tua

2) Kedua orang tua berpisah atau bercerai (divorce) 3) Hubungan kedua orang tua tidak baik (poor marriage)

4) Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor parent-child

ralationship)

5) Suasana rumah tangga tegang dan tanpa kehangatan (high tension

and low warmth)

6) Orang tua sibuk dan jarang ada dirumah (parents absence)

7) Salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan pribadi atau gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder) (Yusuf, 2009:44).

d. Dampak-dampak Keluarga broken home

Dokumen terkait