• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORITIK, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Comtextual Teaching And Learning

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan nyata (Blanchard, 2001).

CTL terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah – masalah dunia nyata atau masalah otentik yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, mahasiswa, dan tenaga kerja (University of Washington, 2001).

Menurut Piaget, pengajaran yang baik harus melibatkan anak dengan situasi – situasi dimana anak itu mandiri, melakukan eksperimen, yaitu mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda – tanda dan symbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabanya, mencocokan apa yang ia temukan pada saat yang lain (Ibrahim dan Nur, 2000).

Seperti halnya Piaget, Vygotsky, dalam Ibrahim dan Nur (2000), bahwa perkembangan intelektual anak terjadi pada saat individu berhadapan dengan

xxiv

pengalaman menantang ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Sementara itu interaksi social dengan teman lain dalam kelompok – klelompoknya dapat memacu terbentuknya ide – ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

Dari pengertian di atas maka karakteristrik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah (1) kerja sama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, tidak membosankan; (4) belajar dengan gairah; (5) pembelajaran terintegerasi; (6) menggunakan berbagai sumber; (7) siswa aktif; (8) sharing dengan teman; (9) siswa kritis guru kreatif; (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain; (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain (Depdiknas 2001).

Dalam menerapkan pembelajaran kontekstual dosen harus melaksanakan beberapa hal berikut ini:

1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh mahasiswa

2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup mahsiswa memalui proses penkajian secara seksama

3) Mempeajari lingkungan sekolah mahsiswa, selanjutnya memilih dan mengkaitkan konsep yang akan dibahas dalam proses CTL

4) Merancang pembelajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang akan dipelajari dengan mempertimbangkan pegalaman yang dimiliki mahasiswa dan lingkungan kehidupan mereka.

xxv

5) Melaksanakan pembelajaran dengan selalu mendorong mahasiswa untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang teah dimiliki mahasiswa

6) Melakukan penilaian terhadap pemahaman mahasiswa.

b. Teori – Teori yang Mendukung Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

Teori – teori belajar yang mendasari CTL anatara lain sebagai berikut ini: 1. Konstuctivitisme berbasis pengetahuan (Knowledge – based constructivism)

Baik instruksi lansgsung maupun kegiatan konstruktivitas dapat sesuai dan efektif di dalam pencapaian tujuan belajar siswa

2. Pembelajaran berbasis usaha/teori pertumbuhan kecerdasan (effort-based/incremental Theory of Intellegence), peningkatan usaha seseorang untuk menghasilkan peningkatan kemampuan. Teori berlawanan dengan gagasan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat diubah.

3. Sosialisasi (Socialization), anak – anak mempelajari standar, nilai – nilai, dan pengetahuan kemasyarakatan dengan mengajukan pertanyaan dan menerima tatangan untuk menemukan solusi yang tidak segera terlihat. Belajar adalah suatu proses social, oleh karenanya factor social dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pembelajaran.

4. Pembelajaran situasi (Situasional learning), pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks social

xxvi

5. Pembelajaran distribusi (Distributed Learning), pengetahuan mungkin di berbagai bidang sebagai pendistribusian dan penyebaran individu, orang lain, dan berbagai benda dan bukan semata – mata sebagai suatu kekayaan individual.

c. Penerapan Pembelajaran Kontekstual

Untuk melaksanakan pembelajaran CTL, dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya perlu langkah-langkah pendekatan konstektual berikut ini:

1. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya

2. Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topic 3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

4. Menciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok) 5. Menghadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran

6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan

7. Melakukan penilaian otentik dengan berbagai cara

Tujuh prinsip CTL dan penerapannya yang adaptasi dari buku Pendekatan Kontekstual (Depdiknas, 2002) adalah sebagai beriku:

1. Konstruktivisme (constructivism)

Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

xxvii

demi sedikit , yang hasilnya diperluas melalui konsteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan makna melalui pengalaman nyata.

Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivitas adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke suatu lain, dan apabila dikehendai, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses pebelajaran tersebut dengan:

a. Menjadikan pengetahuan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa

b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar

Aplikasi komponen konsktruktivisme dalam penerapan penelitian ini adalah:

xxviii

a. Mahasiswa membangun pemahaman mereka (menyamakan persepsi) mengenai materi asuhan keperawatan pada pasien halusinasi.

b. Menyusun langkah kegiatan sebelum menerapkan langsung asuhan keperawatan pada pasien halusinasi dan cara antisipasi masalah saat kerja kelompok.

2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dosen harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry:

a. Observasi (Observation) b. Bertanya (Questioning)

c. Mengajukan dugaan (Hipothesis) d. Pengumpulan data (data gathering) e. Penyimpulan (Conclusion)

Dalam Penelitian ini kegiatan inquiry yang akan diaplikasikan dalam pembelajaran CTL adalah:

1. Mahasiswa melakukan observasi/pengkajian pasien dengan halusinasi sesuai dengan langkah – langkah pengkajian pada Modul Asuha Keperawatan Jiwa 2. Mahasiswa merumuskan masalah yang muncul dari hasil pengkajian

3. Mahasiswa menganalisis data pengkajian 4. Mahasiswa menentukan core problem

xxix

5. Mahasiswa menentukan rencana tindakan keperawatan 6. Mahasiswa mengimplementasikan rencana tindakan

7. Mahasiswa mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengetahui keberhasilan tindakan

3. Bertanya (Questioning)

Dalam suatu pembelajaran yang produktif, kegiatan bertany berguna untuk: Menggali informasi, mengecek pemahaman mahasiswa, membangkitkan respon mahasiswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan mahasiswa, mengetahui hal – hal yang sudah diketahui mahasiswa, memfokuskan perhatian mahasiswa pada sesuatu yang dikehendaki dosen, membangkitkan lebih banyak pertanyaan dari siswa, dan untuk mnyegarkan kembali pengetahuan mahasiswa.

Questioning dapat diterapkan dalam semua aktivitas belajar misalnya saat diskusi, belajar kelompok, ketika menemui kesulitan, ketiak melakukan pengamatan antar mahasiswa, mahasiswa dengan dosen, anatar mahasiswa dengan orang lain.

Penerapan komponen Questioning pada penelitian ini adalah: 1. Mahasiswa bertanya kepada teman dalam satu kelompok

2. Mahasiswa bertanya kepada kelompok lain saat presentasi hasil kegiatan 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang mahasiswa baru saja mempelajari mengenai pengkajian pada pasien sizophrenia, ia bertanya pada

xxx

temanya “bagaimana cara melakukannya? Tolong bantuin, aku!” lalu temanya yang sudah biasa, menunjukan cara melakukan pengkajian pada pasien sizophrenia. Maka, dua mahasiswa atersebut sudah membentuk masyarakat-belajar (learning community)

Dalam kelas CTL dosen disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasaan segera, memberi usul, dst.

Masyarakat-belajar bias terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. “seorang guru yang mengajari siswanya”bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya dating dari guru kea rah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang dating dari arah siswa. Dalam masyarakat belajar dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

Metode pembelajaran dengan teknik Learning community sangat membantu pembelajaran di kelas. Praktiknya dalam pembelajaran terwujud dalam:

a. Pembentukan kelompok kecil b. Pembentukan kelompok besar

xxxi

c. Mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, dsb)

d. Bekerja dengan kelas sederajat

e. Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya f. Bekerja dengan masyarakat

Aplikasi pendekatan kontekstual komponen masyarakat belajar dalam penelitian ini adalah:

a. Mahasiswa menyampaikan ide/pendapat kepada teman kelompok

b. Mahasiswa mendengarkan atau memperhatikan penjelasan atau informasi yang disampaikan oleh teman atau dosen

5. Pemodelan (Modelling)

Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu. Atau dosen memberi contoh sebelum mahasiswa memperagakan sendiri. Dalam pendekatan CTL dosen bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan mahasiswa. Model juga dapat mendatangkan dari luar misalnya seorang ahli.

Perawat di Rumah Sakit Jiwa Mneur telah melaksakan Asuhan keperawatan jiwa dan pendokumentasian proses keperawatan jiwa dengan baik sehingga dapat digunakan sebagai model bagi mahasiswa dalam menerapkan pembelajaran asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan halusinasi.

Aplikasi pemodelan pada penelitian ini adalah:

a. Dosen memperagakan cara melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi setelah itu mahasiswa bersama kelompok melakukan asuhan keperawatan jiwa sesuai yang dicontohkan dosen

xxxii

b. Mahasiswa melakukan apa yang diperintahkan oleh dosen

c. Mahasiswa menyampaikan ide/pendapat kepada teman kelompok 6. Refleksi

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Pebelajaran mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Reflesi juga dapat diartikan sebagai respon terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

Dosen membantu mahasiswa membuat hubungan-hubungan antar pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu mahasiswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari itu semua adalah, bagaiman pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi selama pembelajaran berlangsung. Realisasinya dalam penelitian ini berupa:

a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu. b. Catatan atau jurnal di buku siswa

c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu d. Diskusi

e. Hasil karya

xxxiii

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar mahasiswa. Gambaran perkembangan belajar mahasiswa perlu diketahui oleh dosen agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan dosen mengidentifikasikan bahwa mahasiswa mengalami kemacetan dalam belajar maka dosen segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar mahasiswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode (semester).Pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi belajar tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajarn.

Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan mahasiswa pada saat melakukan proses pembelajaran.

Karakteristic authentic assessment adalah:

a. Dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung. Astinya penilaian untuk mendapatkan informasi secara utuh harus dilakukan secara komprehensi dan dilakukan pada saat-saat yang tepat selama dan setelah siswa belajar. Dengan kata lain pengukuran harus dilakukan di sepanjang proses belajar yang dijalani siswa (Ibrahim, 2005).

b. Bisa digunakan formatif atau sumatif. Pengukuran bukan hanya pada tes sumatif saja akan tetapi pada setiap proses belajar.

xxxiv

d. Berkesinambungan, artinya assessment dilakukan secara berkelanjutan, baik belajar produk, ketrampilan dan sikap.

e. Terintegrasi. Dalam assessment otentik diperlukan tugas assessment yang harus diselesaiakan siswa termasuk mencakup di dalam kesehatian siswa. f. Dapat digunakan sebagai umpan balik. Hal-hal yang bisa digunakan dasar

menilai prestasi siswa, berupa: proyek atau kegiatan dan laporanya, kuis, PR, karya siswa presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, journal, hasil tes tulis, atau karya tulis

Intinya, dengan authentic assessment pertanyaan yang akan di jawab adalah”Apahkah siswa belajar”, bukan “apa yang sudah diketahui?” jadi, siswa dinilai kemmapuannya dengan berbagai cara tidak hanya dari hasil ulangan teori

Aplikasi authentic assessment dalam penelitian ini adalah: a. Mahasiswa mempresentasikan kegiatan asuhan keperawatan jiwa

b. Mahasisa membuat laporan hasil kegiatan penerapan asuhan keperawatan jiwa

2. Konsep Pengembangan Modul a. Pengertian dan Pentingnya Modul

Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan urutan penyajian materi pelajaran, dan synthesizing yang mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada pebelajar keterkaitan antara fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran.

xxxv

Untuk merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kapabilitas yang dapat dipelajari oleh pebelajar, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses berpikir, yaitu pembentukan konsep, intepretasi konsep, dan aplikasi prinsip.

Strategi-strategi tersebut memegang peranan sangat penting dalam mendesain pembelajaran. Kegunaannya dapat membuat siswa lebih tertarik dalam belajar, siswa otomatis belajar bertolak dari prerequisites, dan dapat meningkatkan hasil belajar. Secara prinsip tujuan pembelajaran adalah agar siswa berhasil menguasai bahan pelajaran sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Bentuk pelaksanaan cara mengajar seperti itu adalah dengan membagi-bagi bahan pembelajaran menjadi unit-unit pembelajaran yang masing-masing bagian meliputi satu atau beberapa pokok bahasan. Bagian-bagian materi pembelajaran tersebut disebut modul.

Sistem belajar dengan fasilitas modul telah dikembangkan baik di luar maupun di dalam negeri, yang dikenal dengan Sistem Belajar Bermodul (SBB). SBB telah dikembangkan dalam berbagai bentuk dengan berbagai nama pula, seperti Individualized Study System, Self-pased study course, dan Keller plan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1990). Masing-masing bentuk tersebut menggunakan perencanaan kegiatan pembelajaran yang berbeda, yang pada pokoknya masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yaitu:

1) memperpendek waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai tugas pelajaran tersebut;

xxxvi

2) menyediakan waktu sebanyak yang diperlukan oleh siswa dalam batas-batas yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang teratur.

b. Pelaksanaan Pembelajaran Bermodul

Pelaksanaan pembelajaran bermodul memiliki perencanaan kegiatan sebagai berikut.

1) Modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembelajaran.

2) Penerapan modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi model pembelajaran kooperatif konstruktivistik.

3) Pada setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes sumatif dan tugastugas latihan yang terstruktur .

4) Hasil tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan dengan feeddback yang terstruktur paling lambat sebelum pembelajaran unit materi ajar berikutnya.

5) Memberi kesempatan kepada siswa yang belum berhasil menguasai materi ajar berdasarkan hasil analisis tes penggalan dan sumatif, dipertimbangkan sebagai hasil diagnosis untuk menyelenggarakan program remidial pada siswa di luar jam pembelajaran.

b. Ciri – Ciri Modul

Ciri-ciri modul adalah sebagai berikut. 1) Didahului oleh pernyataan sasaran belajar

xxxvii

2) Pengetahuan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menggiring partisipasi siswa secara aktif.

3) Memuat sistem penilaian berdasarkan penguasaan.

4) Memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran. 5) Memberi peluang bagi perbedaan antar individu siswa

6) Mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas.

Keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan modul adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.

2) Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil.

3) Siswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya. 4) Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester

5) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diyakini bahwa pembelajaran bermodul secara efektif akan dapat mengubah konsepsi siswa menuju konsep ilmiah, sehingga pada gilirannya hasil belajar mereka dapat ditingkatkan seoptimal mungkin baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hasil penelitian terdahulu (Richard Duschl, 1993) menyatakan bahwa pembelajaran modul dalam pembelajaran konsep yang menyangkut kesetimbangan kimia dapat mengubah

xxxviii

miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah. Di lain pihak, Santyasa, dkk (1999) menyatakan bahwa penerapan modul dapat mengubah miskonsepsi siswa menjadi konsepsi ilmiah dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

c. Model Pengembangan Modul

Model pengembangan modul merupakan seperangkat prosedur yang dilakukan secara berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem pembelajaran modul. Dalam mengembangkan modul diperlukan prosedur tertentu yang sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, struktur isi pembelajaran yang jelas, dan memenuhi criteria yang berlaku bagi pengembangan pembelajaran. Ada lima kriteria dalam pengembangan modul, yaitu:

1) membantu siswa menyiapkan belajar mandiri,

2) memiliki rencana kegiatan pembelajaran yang dapat direspon secara maksimal,

3) memuat isi pembelajaran yang lengkap dan mampu memberikan kesempatan belajar kepada siswa,

4) dapat memomitor kegiatan belajar siswa,

5) dapat memberikan saran dan petunjuk serta infomasi balikan tingkat kemajuan belajar siswa.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pengembangan modul harus mengikuti langkah-langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut adalah:

1) analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi dan sumber belajar, 2) analisis karakteristik pebelajar,

xxxix 3) menetapkan sasaran dan isi pembelajaran,

4) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran, 5) menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran, 6) menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran.

3. Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Keperawatan jiwa merupakan bagian dari kelompok ilmu keperawatan klinik. Fokus mata kuliah ini adalah pada pencapaian kompetensi asuhan keperawatan jiwa yang meliputi asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan perilaku kekerasan, halusinasi, waham, isolasi social menarik diri dan harga diri rendah.

Keperawatan jiwa merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa keperawatan. Sesuai dengan pengertian kompetensi yaitu “….a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which became part of his or her being to exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviour”. Kompetensi adalah suatu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif dan psikomotormya.McAshan dalam Mulyasa (2005) Dengan demikian kompetensi keperawatan jiwa harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dengan pokok bahasan dalam Garis-Garis Besar Program Pemebelajaran Keperawatan Jiwa Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya

xl

Dalam penelitian ini materi yang menjadi objek penelitian adalah asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan halusinasi. Materi ini memberikan pengalaman pada mahasiswa untuk memiliki kemampuan dalam berpikir ilmiah melalui ketrampilan proses. Hal ini dapat digariskan dalam rencana pembelajaran, bahwa materi ini memberikan kemampuan pada mahasiswa untuk memberikan asuha keperawatan jiwa dengan sub pokok pembahasan: pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan pasien halusinsi, menentukan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan kepada keluarga, mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien halusinasi dan mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan halusinasi

Materi ini menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan implementasi pada pasien. Ketrampilan proses ini meliputi ketrampilan mengamati, mengajukan hipotesis, berkomunkasi terapeutik secara baik dan benar, selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, memilah informasi factual yang relevan untuk menguji gagasan – gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.

B. Penelitian yang relevan

Untuk menujukan keterkaitan penggunaan pendekatan kontekstual (CTL) dan modul sebagai upaya optimalisasi pembelajaran keperawatan jiwa, kiranya dapat dikemukakan hasil penelitian yaitu:

Hasil penelitian Astuti (2004) yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Pendekatan Kontekstual

xli

Komponen Pemodelan pada Siswa Kelas II PS SMK Negeri 8 Semarang. Hasil penelitian ini adalah pendekatan kontekstual komponen pemodelan dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi dan adanya perubahan tingkah laku siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil rata-rata tes siklus I yang mencapai 63,77 dan hasil siklus II dan silus II sebesar 74,23. Adanya peningkatan dengan presentase rata-rata 80%. Berdasarkan hasil nontes juga mengalami perubahan tingkah laku, seperti kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran, perhatian siswa dalam menerima pembelajaran.

Hasil penelitian Eko priyono (2009). Peningkatan Kualitas pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) di Kebun Binatang Surabaya sebagai Media Paktikum Identifikasi Aves Mata Kuliah Taksonomi

Dokumen terkait