• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Kajian Umum tentang Penegakan Hukum

2) Menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap oknum petugas dilingkup instansinya yang terlibat dengan kegiatan penebangan kayu secara illegal di dalam kawasan hutan dan peredarannya.

3) Melakukan kerja sama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan pemberatasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya diseluruh wilayah Republik Indonesia.

4) Memanfaatkan informasi dari masyarakat yang berkaitan dengan adanya kegiatan penebangan kayu secara illegal dan peredarannya.

5) Melakukan penanganan sesegera mungkin terhadap barang bukti hasil operasi pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan perdarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia dan atau alat-alat bukti lain yang digunakan dalam kejahatan dan atau alat angkutnya untuk penyelamatan nilai ekonominya.

Sedangkan bagian kedua, ketiga dan keempat Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2005 merupakan instruksi khusus kepada pejabat pemerintah Negara Republik Indonesia tertentu, sesuai dengan kewenangan yang diberikan Inpres ini untuk melakukan percepatan pemberantasan illegal logging di wilayah Negara Republik Indonesia.

2.7 Kajian Umum tentang Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu

22

lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Menurut Lawrence M. Friedman mengemukakan adanya komponen yang terkandung dalam hukum yaitu:

1. Struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Administrasi;

2. Substansi, yaitu berupa norma hukum baik itu peraturan keputusan dan sebagainya;

3. Kultural, yaitu terdiri dari ide-ide, sikap, harapan, dan pendapat tentang hukum. Sehubungan dengan hal diatas, maka penegakan hukum atau yang dalam bahasa populernya disebut dengan istilah law enforcement, merupakan ujung tombak agar terciptaya tatanan hukum yang baik dalam masyarakat. Soerjono Soekanto

23

mengemukakan bahwa, “Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup”.21

Menurut Gustav Radbruch hakim dalam menegakkan hukum harus memperhatikan 3 (tiga) unsur cita hukum yang harus ada secara proporsional yaitu: 1) Kepastian hukum merupakan perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang,

yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.

2) Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan.

3) Kemanfaatan dalam penegakan hukum merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam mengukur keberhasilan penegakan hukum di Indonesia. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Hukum yang baik adalah hukum yang memberikan kebahagiaan bagi banyak orang..22

21 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali Press, 1983, hal. 2

22 Fence Wantu, Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan ( Implementasi Dalam Proses Peradilan Perdata), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, h. 75

24

Dalam rangka penegakan hukum di bidang kehutanan harus memperhatikan factor-faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri. Faktor-faktor tersebut menurut Soerjono Soekanto yakni hukum itu sendiri, faktor penegak hukum dan faktor sarana dan prasarana yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat dan kebudayaan.23

Ketiga komponen penegakan hukum di atas sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari sistem hukum itu sendiri, yaitu struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum yang satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan (wholeness). Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan sistem hukum ini, demikian pula keberhasilan penegakan hukum yang meminta pertanggungjawaban pelaku kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan pemegang HPH sangat tergantung pada eksistensi, artikulasi, “performance”dan “iner capasity” dari masing-masing komponen, namun demikian sangat perlu mendapat penegasan bahwa dalam rangka mencapai tujuannya tersebut sama sekali tidak boleh ada fragmentasi dari masing-masing komponen dalam penegakan hukum, sehingga tercapai adanya kepastian hukum.24 Erat kaitannya dengan permasalahan tentang penerapan prinsip-prinsip tanggung jawab terhadap pengusaha hutan/pemegang HPH dalam kaitannya dengan praktik illegal logging, hal ini merupakan salah satu agenda reformasi hukum yang penting dan mendesak (crucial) untuk dilaksanakan, yakni reformasi dalam penegakan hukumnya sendiri, khususnya yang berkaitan dengan kasus illegal logging. Apabila diperhatikan

23 Soerjono Soekanto, Op.cit, hal. 4-5 24

25

pelaksanaan penegakan hukum dewasa ini masih jauh dari yang diharapkan, hal ini dikarenakan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum tersebut.

Dalam berbagai kajian sistematis penegakan hukum dan keadilan, secara teoritis menyatakan bahwa efektivitas penegakan hukum baru akan terpenuhi apabila lima pilar hukum berjalan dengan baik, termasuk pula dalam penegakan terhadap kasus illegal logging. Lima pilar hukum itu adalah instrumen hukumnya, aparat penegakan hukumnya, peralatannya, masyarakatnya, dan birokrasinya. Walter C. Reckless, menyatakan bahwa, penegakan hukum harus dilihat bagaimana sistem dan organisasinya bekerja, bagaimana sistem hukumnya, bagaimana sistem peradilannya dan bagaimana birokrasinya.25

Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Hukum sebagai suatu kaidah di dalamnya merupakan seperangkat norma-norma yang memuat anjuran, larangan dan sanksi yang salah satu fungsi pokoknya sebagai sarana kontrol sosial, dengan tujuan menjaga ketertiban, keseimbangan sosial dan kepentingan masyarakat.

25 Walter C. Reckless dalam Bambang Sutiyoso, Aktualita Hukum dalam Era Reformasi (Paparan Aktual Berbagai Permasalahan Hukum dan sebagainya, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 58

26

Dokumen terkait