• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaldera dengan garis tengah bagian atas

Dalam dokumen Merangin Menuju Taman Bumi Dunia (Halaman 37-39)

mencapai 9 km, dan

bagian dasarnya 6 km,

lingkarannya hampir bulat,

seperti cawan maha besar

yang menghunjam sedalam

1.551 m.

menjelang bibir kaldera, perjalanan melintasi lava yang mengalir 10.000 tahun yang lalu, terlihat masih kasar dengan warna hitam, di sela-selanya terdapat tumbuhan yang bertahan dalam situasi ekstrim. Gunung Tambora pernah 19 kali meletus effusif, melelerkan lava antara 190.000 – 9.000 tahun yang lalu (tyl). Jarak antar letusannya, yang terpendek hanya berjarak setahun, dan jarak terpanjang selama 38 tahun.

Bentang alam yang akbar. Dari bibir kaldera Tambora, tampak jelas di dasarnya terlihat air yang menakung menjadi danau. Pada tahun 1951, M.I. Adnawidjaja, dkk. menuruni dasar kaldera dan mengukur danau hijau kekuningan itu. Garis tengah danau dari utara ke selatan, panjangnya 800 m, dan garis tengah barat timurnya 200 m, dengan titik terdalamnya mencapai 15 m. Danau ini bertambah luas, seperti diukur oleh Wahibur Rahman pada tahun 2013. Garis tengah danau terpanjang menjadi 1.200 m dan terpendek 500 m.

Sambil duduk di bibir kawah, memandang sekeliling kaldera, membayangkan bagaimana letusan-letusan yang menghancurkan tiga kesultanan pada tanggal 10 - 12 April 1815 itu terjadi. Letusan dengan kekuatan berskala 7 dari 8 skala berdasarkan

Volcanic Explosivity Index (VEI), kekuatan ledakannya setara dengan 171.000 kali bom atom Hirosima – Nagasaki, atau 4 kali lebih besar dari letusan Gunung Krakatau 1883. Ledakannya terdengar sampai di Padang, Sumatra Barat, yang jauhnya 2.000 km, terdengar seperti suara meriam. Terdengar dengan jelas di Pulau Bangka yang jauhnya 1.775 km. Gempa buminya terasa di Surabaya yang jaraknya 600 km. Air laut di sekeliling Semenanjung Sanggar naik sampai 4 m. Tekanan gas dari dalam gunung saat letusan sangat tinggi, sehingga mampu menghamburkan rempah-rempah dari dalam tubuh gunung ini sebanyak 150 km3 ke atmosfer dengan tinggi

tiang letusan mencapai 43 km. Debu letusannya menembus lapisan ozon, masuk ke lapisan mesosfer, tempat terbakarnya kebanyakan meteor yang datang dari antariksa.

Sultan Sanggar yang selamat dari letusan Gunung Tambora, menuturkan kesaksiannya kepada letnan Owen Phillips, yang ditugaskan Letnan Gubernur Raffles untuk memeriksa dampak letusan Gunung Tambora. Anggota tentara Kerajaan Inggris ini mendarat di Bima tanggal 18 April 1815, lalu berlayar selama 8 hari menyeruak tumpukan batuapung ke Dompu. Sepenggal penuturan Sultan Sanggar itu: …. Sekitar pukul tujuh malam pada 10 April 1815,

terlihat tiga tiang nyala api keluar dari puncak Gunung Tambora. Yang semula terpisah, kemudian tiang itu membesar dan semakin tinggi, akhirnya tiga tiang letusan itu menyatu menjadi hal yang sangat mengerikan. Dalam sekejap, tubuh gunung di dekat Sanggar berubah menjadi aliran api ke segala arah….

Awan panas menumbangkan dan membakar hutan. Batu-batu berjatuhan, badai melanda, menyapu dan menerbangkan rumah, manusia, binatang, pepohonan, dan membakar apa saja yang dilaluinya, kemudian melenyapkannya. Air laut naik setinggi empat meter dari biasanya.

Ketika kekuatan letusan masih melebihi tekanan atmosfer, maka material letusan itu akan terus didorong naik menembus atmosfer. Namun, bila tekanannya melemah, bahkan menghilang, maka kekuatan angin akan berperan meniupkannya. Material letusan yang berukuran besar, akan segera jatuh di sekitar puncak, lalu meluncur dengan kecepatan 200 km per jam, suhunya antara 400- 600o C, sehingga apa saja yang dilaluinya akan

dengan seketika hangus terbakar. Badai guguran membara dengan kecepatan yang tinggi, mampu menghancurkan apa saja yang dilaluinya.

ATASPerjalanan melintas padang sabana. Foto: Ronald Agusta.

TENGAHKerucut sinder terlihat jelas, mencuat dari hamparan sabana. Foto: Deni Sugandi. BAWAHDi dasar kaldera Tambora, mendekati, Doro Afi Toi. Foto: Wahibur Rahman. Kerucut sinder, daya tarik lain dari Gunung Tambora. Foto: T. Bachtiar.

Abu halus yang melayang-layang di stratosfer sampai mesosfer, terus berputar mengelilingi Bumi. Inilah yang menyebabkan cahaya Matahari tak mampu menembusnya, sehingga suhu di Bumi menjadi dingin. Musim panas tanpa kehadiran Matahari dengan suasana yang mencekam, langit yang berwarna lembayung. Suhunya lebih dingin dari biasanya, telah menyebabkan panen gagal, sehingga kekurangan bahan pangan melanda di mana-mana. Kelaparan meluas di Eropa dan Amerika.

M. Nugraha Kartadinata (1997) menulis, material letusan Gunung Tambora ini dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu material aliran utama piroklastika yang meluncur ke arah timur, tenggara, dan timur laut, merupakan campuran abu, pasir, kerikil, dan batuapung berukuran 6 – 40 cm, berwarna abu-abu sampai hitam. Sementara abu yang meniang, lalu ditiup angin tenggara pada bulan April, menyebabkan aliran abu panasnya menyebar ke arah barat, barat daya, dan barat laut gunung. Perbedaan material letusan inilah yang menyebabkan perbedaan tutupan vegetasi di lereng Gunung Tambora saat ini dan perbedaan dampak yang diakibatkannya. Laporan Petroeschevsky (1947), empat tahun setelah letusan, Agustus 1819, lereng barat Gunung Tambora sudah ditumbuhi hutan lebat. Padahal, pada saat yang sama, di sisi timur, selatan, dan tenggara, tak terlihat adanya pepohonan, karena masih menyisakan kehancuran yang mengerikan.

Kedahsyatan letusan Gunung Tambora dicatat dalam Kitab Bo’Sangaji Kai, seperti dibacakan Umi Ka’u Siti Maryam R Salahuddin pada tanggal 14 April 2014 di kediamannya di Bima:

“Pada Selasa, 11 April 1815

Tatkala itulah di tanah Bima datang takdir Allah Melakukan kodrat dan iradat atas hamba-Nya

ATASUmi Ka’u Siti Maryam, membaca Bo’ Sangaji Kai. Foto: Deni Sugandi

KANANKuda merumput di padang sabana, dengan latar belakang kerucut sinder. Foto: Ronald Agusta

Maka gelap berbalik lagi lebih dari malam Maka berbunyilah seperti meriam perang Kemudian turunlah kersik, abu, seperti dituang Lamanya dua hari tiga malam

Maka heranlah sekalian hamba-Nya melihat karunia Rabbi Al Amin yang melakukan fa al li ma yurid. Setelah itu maka teranglah hari rumah dan tanaman rusak semuanya Demikianlah adanya itu

pecah Gunung Tambora

menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat.”

Di sisi barat Gunung Tambora terdapat Kesultanan Tambora yang berpenduduk 6.000 jiwa, hancur dilanda aliran abu panas, tak menyisakan seorang pun yang selamat. Di sisi selatan terdapat Kesultanan (Pa)Pekat yang berpenduduk 2.000 jiwa yang kesemuanya tersapu awan panas. Di sisi timurnya terdapat Kesultanan Sanggar yang berpenduduk 2.200 jiwa, dan setengah dari jumlah penduduk itu menjadi korban langsung letusan. Sementara di Kesultanan Dompu yang berpenduduk 10.000 orang, meninggal secara langsung karena letusan itu sebanyak 1.000 orang.

Ladang, sawah, semuanya tertimbun pasir

Dalam dokumen Merangin Menuju Taman Bumi Dunia (Halaman 37-39)

Dokumen terkait