MODEL KALIBRASI GINGEROL DAN KURKUMIN
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYES
(Studi Kasus Tanaman Temulawak dan Jahe di Daerah Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Barat)
A. Pendahuluan
Pada BAB III dilakukan pembandingan beberapa pendekatan Bayes non hirarki dan pendekatan Bayes hirarki untuk data n<<p pada berbagai besaran korelasi antara peubah bebas. Keseluruhan hasil menunjukkan pendekatan Bayes non hirarki yang digunakan akan menghasilkan RMSE yang semakin besar dengan bertambah tingginya korelasi antara peubah bebas. Hal ini mengindikasikan bahwa pendekatan Bayes non hirarki kurang tepat bila diterapkan untuk penyusunan model kalibrasi. Pada pendekatan Bayes berhirarki secara keseluruhan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan menggunakan pendekatan Bayes non hirarki. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model VI relatif lebih baik dan bersifat robust dibandingkan dua model pendekatan Bayes hirarki lainnya.
B. Tujuan
Pada bab ini akan dilakukan penyusunan model kalibrasi untuk senyawa aktif Gingerol (5-αHidroksil-(1-hidroksi-3metoksifenil)-3-dekana) pada rimpang jahe dan model kalibrasi untuk senyawa aktif Kurkumin (1,7-bis(4-hidroksi-3 metoksipenil)1,6-heptadiena-3,5dione) pada rimpang temulawak dengan menggunakan pendekatan Bayes Model VI, yaitu pendekatan Bayes dengan perilaku parameter model β berhirarki dan σ acak.
C. Tinjauan Pustaka Validasi Model
Penyusunan suatu model umumnya mempunyai dua tujuan yaitu melakukan pendugaan parameter model atau pendugaan nilai amatan. Pada model yang bertujuan untuk melakukan pendugaan nilai amatan, salah satu langkah penting yang perlu dilakukan adalah menguji kemampuan model saat menduga nilai y. Terdapat beberapa metode pengujian kemampuan model (validasi model), diantaranya adalah dengan membagi data menjadi dua bagian. Data dibagi dengan porsi yang berbeda, data pada bagian pertama digunakan untuk membentuk model dan data selainnya untuk validasi atau pengujian.
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk validasi model adalah dengan mengevaluasi akar kuadrat tengah galat (RMSE = Root Mean Square Error). Model dikatakan valid jika memiliki nilai RMSE yang kecil. Rumusan RMSE dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
RMSE = MSE = E
(
yˆ−y)
2 (6.1) MSE : Mean Square Error (Kuadrat Tengah Galat / KTG).Pada umumnya validasi model dilakukan pada beberapa contoh pengujian dan menggunakan nilai pengujian tersebut untuk menghasilkan nilai RMSE dugaan atau yang disebut dengan RMSEP. Nilai pengujian dugaan (RMSEP) tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut:
RMSEP =
∑
= − p N i p i i y N y 1 2/ ) ˆ ( (6.2)yˆ dan y adalah nilai dugaan dan pengamatan pada contoh pengujian, Np adalah jumlah contoh pengujian.
Bentuk lain pengukuran yang banyak digunakan dalam validasi model kalibrasi adalah Standard Error Prediction (SEP). SEP dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut :
SEP =
∑
= − − − p N i p i i y Deviasi N y 1 2 ) 1 /( ) ˆ ( (6.3) Deviasi =∑
= − p N i p i i y N y 1 / ) ˆ ( (6.4)Deviasi dapat diinterpretasikan sebagai rata-rata selisih nilai dugaan dan pengukuran dalam himpunan prediksi.
Ketelitian suatu model (accuracy) dapat dilihat dari nilai RMSEP yang kecil. Sedangkan untuk mengukur ketepatan suatu model (precision) nilai SEP dapat dijadikan sebagai bahan evalusi. Hubungan RMSEP dan SEP dapat ditulis dalam bentuk :
RMSEP2 ≈ SEP2 + DEVIASI2 (6.5) Alasan mengapa persamaan di atas tidak tepat sama adalah bahwa pembagi yang digunakan dalam menghitung SEP adalah Np-1 sedangkan RMSEP adalah Np. Sehingga dapat diuraikan bahwa perbedaan antara ketelitian (accuracy) dan ketepatan (precision) adalah, ketepatan mengacu pada perbedaan antara pengulangan pengukuran, sedangkan ketelitian mengacu pada perbedaan antara nilai dugaan dan nilai pengkuran.(Naes et al. 2002).
Kriteria lain yang banyak digunakan untuk validasi model adalah nilai koefisien korelasi antara nilai y pengukuran dan dugaannya pada contoh pengujian, Hildrum et al. (1983) dalam Naes et al. (2002) menyebutnya sebagai Relatif Ability of Prediction (RAP), dan melihat plot antara keduanya. Model dikatakan baik jika pengamatannya berada pada garis lurus yang membentuk sudut 450. Sehingga plot tersebut juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah dengan tingkat ketelitian pendugaan yang berbeda (Naes et al. 2002).
Analisis Kesejajaran dengan Pendekatan Uji Ragam
Erfiani et al (2004) melakukan kajian beberapa metode pendekatan untuk melihat kesamaan pola spektrum keluaran FTIR. Kesamaan pola spektrum dapat didekati dengan melihat kesejajaran pola spektrum. Beberapa metode yang dicobakan adalah analisis kesejajaran menggunakan pendekatan Regresi Sederhana, pendekatan uji ragam serta pendekatan metode titik balik.
Pada pendekatan uji ragam, pengujian kesejajaran dua buah kurva dilakukan dengan cara menguji ragam dari selisih dua kurva tersebut. Jika Y1 dan Y2 kurva yang merupakan fungsi dari X yang diperoleh dari pengamatan atau Y1i=f(Xi) dan Y2i=f(Xi) dengan i=1,..., n. Jarak antar pengamatan pada kedua kurva tersebut
(di=|Y1i-Y2i|) mempunyai ragam sama dengan nol jika kedua kurva tersebut sejajar.
Pengujian hipotesis ragam sama dengan nol, menggunakan statistik uji :
2 2 2
(
1)
σ
χ
d hitungs
n−
=
... (6.6) Hipotesisnya adalah : H0 : σ2 = 0 (6.7) H1 : σ2 ≠0 ÷2hitung memiliki sebaran Khi-kuadrat dengan derajat bebas (n-1). Kesimpulan Tolak H0 dapat diartikan kedua kurva tidak sejajar. Bila nilai ó2
mendekati nol maka persamaan (6.6) akan menghasilkan nilai χ2hitung sebesar tak hingga dan hal tersebut akan cenderung menolak H0 berapapun besar
2
d
S . Oleh karena itu uji tersebut perlu dimodifikasi, salah satunya dengan cara merubah konstan nol pada hipotesis menjadi suatu konstanta k yang nilainya mendekati nol. Konstanta k merupakan batasan nilai suatu ragam masih dianggap nol.
Bila k merupakan suatu besaran ragam pembanding ( 2 0
σ ) yang diduga dari contoh berukuran n, maka persamaan (6.7) dapat dimodifikasi menjadi bentuk hipotesis sebagai berikut:
H0 : 2 0 2 σ σ = atau H0 : 2 1 0 2 = σ σ (6.8) H1 : 2 0 2 σ σ ≠ H1 : 2 1 0 2 ≠ σ σ
Statistik uji yang digunakan adalah Fhit = 2
0 2
S S
, akan mengikuti sebaran F(n-1, n-1)
D. Bahan dan Metode
Data yang digunakan adalah data hasil pengukuran HPLC dan FTIR pada ekstrak rimpang Jahe dan Temulawak. Hasil pengukuran HPLC berupa konsentrasi Gingerol dari serbuk rimpang Jahe dan konsentrasi Kurkumin dari serbuk rimpang Temulawak. Hasil pengukuran FTIR berupa persen transmitan
Gingerol dari serbuk rimpang Jahe dan persen transmitan Kurkumin dari serbuk rimpang Temulawak pada interval bilangan gelombang tertentu.
Simplisia contoh rimpang jahe dan temulawak diperoleh dari tiga sumber yaitu:
1. Data hasil pengamatan rimpang temulawak dan jahe dua daerah sentra produksi tanaman obat yaitu Kulonprogo-Jawa Tengah dan Karanganyar-D.I. Yogyakarta. Pengamatan dilakukan pada periode waktu 27 juli 2003 sampai dengan 1 agustus 2003. Pada masing-masing contoh dilakukan pengamatan (ulangan) sebanyak dua kali
2. Data hasil percobaan rimpang temulawak di Kebun percobaan Biofarmaka- IPB yang berlokasi di Cikabayan-Bogor. Percobaan dilakukan pada masa tanam oktober 2003 sampai dengan agustus 2004. Faktor yang dicobakan terhadap tanaman temulawak ada 2 faktor, yaitu:
a. Faktor Pupuk Organik dengan 2 taraf pemberian pupuk yaitu K0 = 0 ton/ha
K1 = 5 ton/ha
b. Pupuk anorganik dengan 4 taraf pada (N= 60 kg/Ha dan K2O= 75 kg/Ha), yaitu:
P0 : dosis pupuk P2O5 = 0 kg/Ha P30 : dosis pupuk P2O5 = 30 kg/Ha P60 : dosis pupuk P2O5 = 60 kg/Ha P90 : dosis pupuk P2O5 = 90 kg/Ha
Rancangan yang digunakan adalah rancangan faktorial acak kelompok dengan 8 jenis kombinasi perlakuan. Dalam percobaan ini rimpang temulawak diperlakukan dibawah naungan. Jumlah kelompok (ulangan) dalam percobaan ini ditetapkan 3 kelompok sehingga percobaan ini memerlukan sebanyak 24 petak percobaan
3. Pembelian contoh rimpang jahe dan temulawak yang berasal dari Balitro, Bogor, Majalengka dan Sukabumi. Pada masing-masing contoh dilakukan pengamatan (ulangan) sebanyak dua kali
Jumlah contoh rimpang Jahe dan Temulawak untuk keseluruhan tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah pengamatan rimpang Jahe dan rimpang Temulawak
Sumber Jahe Temulawak
Kulonprogo 4 6 Karanganyar 10 4 Balitro 2 2 Bogor 2 2 Majalengka 2 - Sukabumi - 2 K0P0 - 3 K0P30 - 3 K0P60 - 3 K0P90 - 3 K1P0 - 3 K1P30 - 3 K1P60 - 3 K1P90 - 3 Total 20 40
Pada penelitian ini Spektrometer IR yang digunakan adalah Spektrometer IR (IRP restige-21/FTIR-8400s, Shimadzu Fourier Transform Infrared Spektrophotometer) dengan spesifikasi resolusi: 4 cm-1, pada kisaran bilangan gelombang : 400 cm-1–4000 cm-1 dan scan : 10. Struktur matriks data keluaran FTIR tersaji pada Tabel 15.
Keluaran HPLC berupa konsentrasi Gingerol untuk setiap contoh ekstrak rimpang Jahe dan konsentrasi Kurkumin untuk setiap ekstrak rimpang Temulawak. Tabel 16 menyajikan struktur data keluaran HPLC.
Tabel 15 Matriks data persentase transmitan keluaran FTIR Bilangan Gelombang (cm-1) Sampel 3996.249 3994.320 3992.391 3990.462 3988.534 3986.605 ……. 399.239 1 2 . . n
Tabel 16 Struktur data konsentrasi Gingerol
Contoh 1 2 3 ….. n
Konsentrasi Gingerol
Tahapan analisis dalam penyusunan model kalibrasi dapat diuraikan dalam bentuk diagram seperti tersaji pada Gambar 16. Pada tahap awal dilakukan pengujian kesamaan pola spektrum keluaran FTIR. Tahapan ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran kesamaan pola spektrum antar pengamatan pada daerah yang sama atau antar pengamatan pada daerah yang berbeda. Hasil yang diperoleh dapat menjadi acuan penentuan banyaknya model kalibrasi yang harus dibuat untuk setiap senyawa aktif. Apabila antara daerah memiliki pola spektrum yang berbeda, maka model kalibrasi dibuat untuk setiap daerah amatan. Sebaliknya bila antara daerah memiliki pola spektrum yang sama untuk suatu senyawa aktif, maka cukup dibuat satu model kalibrasi untuk setiap senyawa aktif.
Dua pola spektrum akan memiliki pola yang sama bila kedua spektrum tersebut sejajar. Pada uraian berikutnya kesamaan pola spektrum disebut sebagai kesejajaran spektrum. Langkah awal pada pengujian kesejajaran spektrum adalah penentuan konstanta k, yang merupakan batasan besaran ragam selisih persentase transmitan dari dua spektrum yang dianggap sejajar. Pada tahap ini dihitung ragam selisih persentase transmitan antar ulangan pada setiap contoh. Maksimum ragam yang diperoleh digunakan sebagai k dalam pengujian hipotesis kesejajaran spektrum.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian kesejajaran spektrum antara contoh dalam daerah yang sama. Bila ternyata spektrum antara contoh
dalam suatu daerah tidak sejajar maka model kalibrasi dibentuk untuk setiap contoh. Bila antara contoh tersebut memiliki spektrum yang sejajar, maka dilanjutkan dengan pengujian kesejajaran spektrum antara daerah yang berbeda. Model kalibrasi akan dibuat untuk setiap daerah bila pola spektrum antara setiap daerah tidak sejajar, sebaliknya bila pola spektrum antara daerah sejajar akan dibuat satu model kalibrasi untuk keseluruhan daerah.
Data keluaran FTIR berupa persentase transmitan dan bilangan gelombang umumnya berupa matriks data yang berukuran besar. Keterbatasan perangkat lunak yang tersedia serta untuk mempercepat proses, data keluaran FTIR terlebih dulu direduksi menggunakan pendekatan regresi terpenggal seperti dibahas pada BAB III.
Tahapan selanjutnya dibuat model kalibrasi antara data hasil reduksi dengan data konsentrasi keluaran HPLC menggunakan pendekatan Bayes hirarki terbaik yang diperoleh dari hasil kajian pada BAB IV. Data yang dimiliki dibagi menjadi dua, sebagian untuk penyusunan model dan sebagian lagi untuk validasi model. Kebaikan model yang dihasilkan diukur menggunakan Jumlah Kuadrat Galat (JKG) dan Root Mean Square Error Prediction (RMSEP).