• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

3. Bagi Kampus

Penambahan tenaga kerja (dosen tetap PAK) khususnya pada mata kuliah mengenai moral perkawinan dan hukum perkawinan. Sehingga pada penulisan tugas akhir yang ingin mengambil judul menyangkut hal tersebut tidak kesulitan dosen. Dalam hal ini materi yang disampaikan lumayan berat sehingga waktu satu semester dirasa sangat singkat untuk memahami materi-materi mengenai perkawinan. Mengingat dalam lingkup umat katekislah yang banyak ditanya menyangkut masalah dalam perkawinan. Kampus disarankan untuk memberikan

waktu lebih lama dalam memberikan materi, sehingga katekis mempunyai banyak bekal untuk masuk dalam dunia pewartaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. (1986). Antropologi Budaya. Surabaya: CV. Pelangi.

Bergant, Dianne & Karris, Robert J. Editor. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata. Yogyakarta: Kanisius.

Catur Raharso, Alf. (2006). Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik. Malang: Dioma.

Cooke, Bernard. (1991). Perkawinan Kristen, Alternatif Untuk Ibadat Masa Mendatang 5. Yogyakarta: Kanisius.

Darminta, J. (2006). Peziarahan Keluarga. Yogyakarta: Kanisius. Eminyan, Maurice. (2001). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.

Gilarso, T. (2003). Kamulah Garam Dunia: Tugas Umat Allah Dalam Masyarakat. Yogyakarta: Kanisius.

Go, Piet. (2003) Hukum Perkawinan Gereja Katolik. Teks dan Komentar. Malang: Dioma.

Groenen, C. (1993). Perkawinan Sakramental. Yogyakarta: Kanisius.

H. Arkanudin. (2012). Keanekaraman dan Kategori Orang Dayak. http://prof-arkan. blogspot.co.id/2012/04/ keanekaragaman-dan-kategori-orang-dayak.html. Diakses pada 04 Mei 2016.

Katekismus Gereja Katolik. (1995). Ende : Arnoldus.

Konigsmann, Josef. (1989). Pedoman Hukum Perkawinan Katolik. Ende: Nusa Indah. Koentjaraningrat. (1981). Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djamban. Korrie Layun Rampan. (2014). Kamus Lima Bahasa: Benuaq, Indonesia, Tonyooi,

Kutai, Inggris. Yogyakarta: Araska.

KWI. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. KWI. (2006). Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). Diundangkan oleh Paus

Yohanes Paulus II. Bogor: Grafika Mardi Yuana. KWI. (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor.

KWI. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II. Terjemahan R. Hardawiryana. Jakarta: Obor.

Lahajir, Yuvenalis. (2013). Penulisan Hukum Adat Dayak (Tonyooi, Benuaq dan Bahau). Samarinda: CV. Ordo Teknik Konsultan.

Madrah T., Dalmasius. (2001). Adat Sukat Dayak Benuaq dan Tonyooi. Jakarta: Puspa Swara.

Mussafar Rasyid. (2013). Sejarah Migrasi Suku Dayak Bahau. http:// dayakofborneo.blogspot.co.id/2013/06 sejarah-migrasi-suku-dayak-bahau.html. diakses pada tanggal 27 April 2016.

Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

NN. (2014). Pengertian Simbol. http:// www.pengertianahli.com / 2014/04 pengertian-simbol-apa-itu-simbol.html. Diakses pada 28 April 2016.

Pamung, Yuvenalis. (2013). Penelitian Etnografi Komunitas Kampung Di Kabupaten Kutai Barat. Samarinda: CV. Citra Kalimantan.

Pamung, Yuvenalis. (2012). Penelitian Hukum Adat dan Acara Adat 5 Sub Etnis Dayak (Tonyooi, Benuaq, Bahau, Aoheng dan Kenyah). Samarinda: CV. CitraKalimantan.

Pamung, Yuvenalis. (2003). Pelulukng: Tata Cara Pengesahan Perkawinan Orang Dayak Benuaq. Surabaya: Airlangga University Press.

Panduan Akademik. (2010). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Agama Katolik. Pedoman Penulisan Skripsi. (2012). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Agama

Katolik.

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1977). Adat dan Upacara Perkawinan Daerah kalimantan Timur. Jakarta: Balai Pustaka.

Purwa Hadiwardoyo, Al. (1988). Perkawinan Dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta: Kanisius.

Rahyono, F.X. (2009). Kearifan Budaya Dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Roedy Haryo Widjono. (2016). Dilema Transformasi Budaya Dayak. Jakarta: Lembaga Literasi Dayak dan Nomaden Institute.

Rubiyatmoko, Robertus. (2011). Perkawinan Katolik menurut Kitab Hukum Kanonik. Yogyakarta: Kanisius.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Susianto Budi, Silvester. (2015). Kupas Tuntas Perkawinan Katolik. Yogyakarta: Kanisius.

Tjilik Riwut. (2007). Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Tri Wijayanto. (2003). Upacara Perkawinan Adat Dayak Pasaguan Ditinjau dari Perkawinan menurut Tradisi Kristiani. Skripsi Fakultas Theologi Kentungan. Yohanes Paulus II. (2011). Familiaris Consortio: Peranan Keluarga Kristen dalam

Dunia Modern. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. Dok. Asli diterbitkan pada 22 November 1981.

(1)

Lampiran 1

(2) Lampiran 2

Pedoman Wawancara

1. Praksis (praktik) perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat suku Dayak Tunjung seperti apa ?

2. Sejauh ini apa yang anda lihat mengenai dinamika dan permasalahan hidup perkawinan masyarakat suku Dayak Tunjung?

3. Apa yang anda ketahui tentang perkawinan adat?

4. Apakah perkawinan adat suku Dayak Tunjung terjadi kerena adanya purus (hubungan keluarga)?

5. Menurut anda apakah perkawinan adat perlu untuk dilakukan? 6. Apa saja simbol-simbol yang dipakai dalam perkawinan adat? 7. Dapatkah anda menyebutkan maknanya?

8. Apa makna simbol-simbol tersebut dengan nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik?

9. Mengapa orang yang telah menikah secara Katolik tidak dapat bercerai? 10. Apa elemen yang paling dasar pembentuk keluarga Katolik?

11. Dapatkah anda mengampuni pasangan anda ketika salah satu berlaku tidak setia?

12. Apakah selama menjalani hidup berkeluarga hingga pada saat ini anda dapat menyeimbangkan prioritas dalam setiap putusan dan tidakan yang diambil?

(3) Lampiran 3 Hasil wawancara Responden 1 Nama : NN Tanggal : 30 Agustus 2016 Usia Perkawinan : 26 Tahun

1. Apa yang anda ketahui tentang perkawinan adat?

Perkawinan adat menurut saya adalah perkawinan yang harus dilakukan untuk mendukung suatu perkawinan karena merupakan warisan budaya adat leluhur kita.

2. Apakah perkawinan adat terjadi karena adanya purus ? Jawaban :

Tidak, karena harus. Jika tidak, mengapa ?

Karena perkawinan adat itu harus, seperti jawaban saya yang pertama tadi yaitu perkawinan adat merupakan warisan budaya leluhur kita. Karena perkawinan itu tidak akan resmi atau sah jika tidak melakukan prosesi perkawinan adat. Dalam perkawinan adat banyak mengajarkan tentang pilosofi hidup dan pengajaran-pengajaran hidup yang akan menjadi bekal kita dalam menjalani hidup kedepannnya, selain itu ketika terjadi masalah dalam suatu keluarga yang tidak pernah melangsungkan perkawinan adat, para tetua adat tidak akan membantu menyelesaikan permasalahan dalam keluarga tersebut.

Jadi misalnya kalau tidak ada hubungan keluarga baru boleh menikah? Ya bisa juga terjadi perkawinan antar keluarga, itupun ada proses karena suatu keluarga tidak mungkin mungkin menikah misal satu saudara sepupu sekali (anak dari saudara ayah atau ibu), tapi bisa juga terjadi kalau ada garis keturunannya misal yang perempuan mewarisi garis keturunan ayahnya atau yang laki-laki mewarisi garis keturunan ibunya sehingga orang mengatakan mendekatkan kembali hubungan keluarga (tempuliq purus).

3. Menurut anda apakah perkawinan adat itu perlu untuk dilakukan ? Jawaban:

Perlu sekali menurut saya. Mengapa perlu?

Karena ketika kita ada masalah paling tidak kita mengurus pertama adalah kekeluargaan dan juga pasti perlu bantuan dari lembaga adat untuk menengahi atau menjadi penengah. Sebelum melapor ke pihak yang berwenang kita mencari solusi dahulu dari lembaga adat dan juga keluarga.

4. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai kesahan perkawinan?

Jawaban:

Untuk hal tersebut saya tidak terlalu paham. Akan tetapi waktu dulu saya menikah, tidak terlalu lengkap prosesinya. Langsung dimulai dari dalam rumah dengan susunan acara yang terlebih dahulu dibacakan oleh salah seorang staf adat. Dimana semua keluarga dan semua pihak yang mengambil bagian dalam perkawinan tersebut sudah lengkap berkumpul di dalam ruangan dimana

(4)

dilangsungkannya perkawinan adat sampai pada sahnya perkawinan. Untuk prosesnya bagaimana saya hanya mengikuti saja dan tidak terlalu mengerti bagaimana.

5. Apa saja simbol-simbol yang dipakai dalam perkawinan adat? Jawaban :

Yang pertama, par untuk tempat-tempat makanan, tana turus dari kedua pihak, gong, mandau, pisau, piring dan mangkuk putih,

6. Dapatkah anda menyebutkan makna dari simbol-simbol tersebut? Jawaban :

Menurut saya, kalau mandau adalah simbol orang yang sudah siap untuk mengarungi hidup berumah tangga artinya alat untuk bekerja dan sudah siap untuk menghidupi istri. Karena kebanyakan dari suku Dayak Tunjung mata pencahariannya adalah bertani maka dari itu, seorang laki-laki yang ingin menikah harus siap dan bisa untuk mencari nafkah demi menghidupi keluarganya kelak. Untuk perempuan, pisau melambangkan ia sebagai ibu rumah tangga yang nanti akan mengurus rumah. Kalau tanaa turus untuk mengikatkan dua orang sehingga menjadi satu, bukan lagi dua.

7. Apa makna simbol-simbol tersebut dengan nilai kesetiaan dalam perkawinan katolik?

Jawaban:

Menurut saya sih ada karena seperti yang saya jelaskan tadi bahwa yang dua diikat menjadi satu dalam artian ketika kita sudah mengucapkan untuk sehdiup semati kita sudah mengikrarkan sebuah janji bahwa kita akan selalu setia . walaupun tidak secara ekplisit disebutkan dalam prosesi perkawinan adat tetapi dari setiap simbol yang ada mempunyai keterikatan satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu simbol yang mengikat suami istri itu untuk hidup saling setia ketika melihat simbol-simbol tersebut lagi itu menurut saya. 8. Mengapa orang yang telah menikah secara Katolik tidak dapat bercerai?

Jawaban:

Itu tergantung orang yang menjalaninya , siap dan tidaknya. Tapi seiring berjalannya waktu kalau kita memikirkan itu, kita memang menginginkan perkawinan kita sampai nanti pasti kita akan memperjuangkannya. Kita tidak main-main dalam menjalaninya, kita tidak harus memonopoli pasangan kita. Misalnya terlalu mengatur pasangan supaya sama-sama baik dan jalannya berbarengan, tidak ada yang merasa karena saya kepala keluarga ini hanya hak saya. Intinya tdak ada yang merasa diirendahkan karena posisi kita sama atau sejajar.

Jika dalam perkawinan adat apakah boleh terjadi perceraian?

Menurut saya semua perkawinan itu tidak ada yang menganjurkan pasangan suami istri untuk bercerai. Hanya saja ketika satu pasangan mengalami permasalahan yang sudah tidak bisa di selesaikan lagi dan pasangan ini tidak bisa dipersatukan lagi menjadi kelurga yang utuh mau tidak mau adat memberikan keputusan. Misalnya ada pasangan suami istri yang sudah tidak mau lagi hidup bersama dan memilih untuk berpisah tapi biasanya dari lembaga adat mereka mendorong untuk tetap bersama misalnya ketika pasangan tersebut sudah mempunyai anak. Dengan pertimbangan kasihan anak mereka

(5)

jika berpisah karena akan membuat luka di dalam hati anak tersebut, entah itu psikologisnya terganggu atau hal lainnya yang terganggu. Akan tetapi jika pasangan tersebut tetap bersikukuh ingin bercerai mau tidak mau adat akan mengambul permohonan tersebut. Intinya dari lembaga adat tidak ada anjuran untuk bercerai, jika bisa diselesaikan dengan baik lebih baik seperti itu tetapi jika tidak mau tidak mau ya bercerai, kemungkina terburuknya. Prinsipnya sama seperti gereja, lembaga adat menginginkan yang terbaik untuk kedua orang tersebut.

9. Apa elemen yang paling dasar pembentuk keluarga Katolik? Jawaban :

yang utama bagi saya adalah cinta, kepercayaan, dan anak. Ketiga ini yang dapat mempertahankan keutuhan rumah tangga. Karena tanpa hal-hal tersebut suatu perkawinan tidak akan bisa berjalan lama dan akan terasa kering. Rasa cinta, di bumbui dengan kepercayaan dan yang mengokohkannya adalah anak. 10. Dapatkah anda mengampuni pasangan anda ketika salah satu berlaku

tidak setia? Jawaban:

Untuk ukuran manusia yang namanya mengampuni itu susah ya, kita bisa memaafkan tetapi belum tentu bisa mengampuni. Mengapa? Karena ia sudah menghilangkan bumbu kepercayaan yang selama ini membumbui hidup rumah tangga kita. Bagi saya, ketika pasangan saya berlaku tidak setia, saya tidak akan menghakiminya, tetapi saya akan berdialog dengannya, apa yang menyebabkan ia sampai berlaku tidak setia. Banyak pasangan yang saya lihat selama ini langsung meminta cerai dan menuntut hak ini itu ketika mengajukan perceraian. Saya akan mengingatkan kembali komitmen awal sebelum menikah. Saya tidak tahu akan seperti apa karena saya tidak pernah mengalami itu dan jangan sampai seperti itu akan tetapi dari sharing teman saya yang pernah mengalami hal tersebut mereka akan marah dan meminta cerai kepada pasangannya karena perbuatannya yang sudah berlaku tidak setia.

11. Apakah selama menjalani hidup berkeluarga hingga pada saat ini anda dapat menyeimbangkan prioritas dalam setiap putusan dan tindakan yang diambil?

Jawaban:

Saya rasa saya sudah menyimbangkan segalanya. Karena saya dan pasangan saya selalu berdiskusi terlebih dahulu, saya tidak mau nantinya menimbulkan polemik dalam keluarga jika saya hanya memakai pendapat saya sendiri. 12. Apakah anda selalu berdiskusi dengan pasangan ketika hendak

memutuskan suatu perkara? Jawaban :

Iya, kami selalu berdiskusi bersama tanpa melihat saya adalah istri atau saya adalah suami. Karena bagi saya dan pasangan saya, posisi kita sama jadi kita

(6) Lampiran 4

Doa dan mantra upacara perkawinan adat

Tahap berikut ini disajikan bahasa dan mantra yang diucapkan kepala adat (pawang belian) sebagai tanda pengesahan perkawinan, yang umumnya berwujud mantra yang dinyanyikan dalam nada-nada puisi.

Eraai, duaq, toluq, opaat, limaq, jawetn, turu liwaq benaloas walo sensalaokng meno, sie sementere, sepuluh jawanaan juruq jaruhetn, jelep marengin lampukng melimeei (satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh dilepaskan, dibuang delapan harapan, sepuluh berkenan, membawa kebaikan, tenteram sentosa).

Ohooq aap ngeluwek ko boyaas anaak Beritutn Tautn Diakng Serunai. Nadeq teraq aap nerahuq nereo api, luwek, piyaak, uneek, tolakng, ohooq mo mali banaq mesawaq ohooq (ini saya mendupai kamu anak dewa Beritutn Tautn Diakng Serunai. Bahwa saya ini mengundang api, dupa, ayam, babi, bambu, ini sebab kalian ada asal usulnya, agar berkenan dipakai mempelai berdua).

Nadeeq tempuk bayaaq asutn luwek, tengkaatn bayaag-tangas tututng. Nadeeq teraq solaai nyelentawai, kejooq papatn penggorakng, solaai tolakng kelaliiq (agar terbang keatas bersama asap dupa melayang bersama uapnya. Agar menjadi besar berubah wujudnya, bagaikan tikar yang melebar, papan memanjang. Seperti besar bambu seruling).

Tempuk berentengkatn, jetikng loyakng beretingiiq. Engkeet ete ibus rentilui, tinek paliq papatn longaan, maq ngantiiq belakng olo, lalo tunaan Nyantooi Pooq. Lalo Aseeq nueng, anaak, lalo Edoos nyukat bungaq, lalo Belau nyomeeng sikuq (terbang ketas menjulang tinggi. Naik dari ibus rentilui sampai bubungan rumah, lewat mata air Nyantooi Pooq. Lewat Edoos pemelihara bunga, lewat Belau sikut panjang).

Temukng rampa lisai jawa, parukng inukng mulukng. Nusur oritn bungaan jakaat nengkio untakng kaso, nyikeeq sapo walo bete, nyentare diakng senaap, tenukng lampukng batakng bungaan, juk temuus lou (naik loteng sampai menyusuri lagi bagian bubungan atap rumah, di situ beras tadi merenggangkan atap delapan lembar, ia keluar dan dan naik di atas bubungan lou )

Bayuq uhaq tempuk berentngkantn waliu lisuuq luninkng, tereno waliu ulutn, waliu jadiq tiokng pengelalakng pulutn bulaan ngaun tarukng (baru dia naik terbang berubah wujud dan rupa serupa dengan dewa. Dialah dewa pesuruh untuk memberi tahu niat manusia kepada dewa-dewa kuasa di atas langit, dialah jga pembawa berita dari sana).

Jadiiq seset ineeq gonsar telancatn loutn kuyakng. Nebus usuk papatn bulaau, munte jarikng jawa sepotn lima liakng, nyui luatn tatau, siwo rawetn olo, semayap

(7)

lalukng ragaaq (jadi orang pandai bicara bagaikan suara burung seset. Naik ke puncak papan emas, puncak jeruk pinang, kelapa, rambutan, dan buah-buahan). Alatn atukng beaau teleeu, atatn bontakng beaau teaaq. Nadeeq tempuk berentengkatn, jotikng layakng berentingiiq, tempuk nyapuuq laiiq kayuuq, ngelakng puncak nyelatumu, bayuq bilaas uraai dataai, lomuq renotn tiweei, puti rere olo, rekuit ladinkng langit (jalan terus, lurus bagai jalannya peluru. Naik ke atas, terbang melayang. Terbang melampaui puncak kayu, pohon, lewat puncak kayu besar).

Tinek putakng kayutn naing, ngaluk jautn turu susutn, ineeq lalaau turu kumaar. Lalo jautn tumpakng metepm, dakun tumu nyerentiap, lalo jautn tumpakng meaaq, dakun tumu nyerentaya, lalo jautn tumpakng lemit dakun tumu ngelesisikng. Losatn langit walo lepir, lili nyao walo pancat. Nadeeq teraaq ninek pintutn jawekng langit, neaau nerade batuq situq silatn langkatn, bulo jarukng jokaat nempuk (sampai kayu putakng , sampai masuk awan tujuh lapis. Lewat awan tambal hitam, warna gelap gulita. Lewat awan tambal merah, warna merah delima. Lewat awan tambal kuning, bagaikan cahaya pelangi. Menembus langit delapan lapis, delapan tingkat, sampai pintu langit, disitu ia lihat sebuah benda batuq sintaq siletn langatn, seolah-olah mau naik terbang ke atas).

Ruweeh balotn benus, maq langkatn jokatn nengkatn, ulaas pintutn jawekng langit. Iro Itak Lentakng Juwaata Itaak Diakng Kaooq, amen ka beliatn ayaak tuhaaq jerungaan juruq ngajutn, kaitn sake ka nutus we aratn bane teritiiq arakng bunaang, naan besiq pemoliq potok angkaar iyetn ukaar naan bulau pengerotok (Ruweeh balotn benus, maaq langkatn jokatm nengkatn, merupakan benda untuk menyucikan pintu langit. Di situ terjadi percakapan saling menanyai. Nenek Lontakng Juwata dan Nenek Diakng Kaoq bertanya, jika kalian pemeliatn berasal dari kami, maka silahkan menjelaskan kepada kami. Tunjukan tanda perlengkapan yang kalian sediakan untuk kami).

Kaitn beliatn ayaak tuhaaq juruq, ngajutn, naan lumah pengelewai, akeeq denakng boyatn, belolokng tungket lalakng, naan robeet kebur jautn, naan piyaak junyukng juus, kaitn beaau paning kenelingaaq (kami beliatn meniru cara-cara kalian pada jaman bahari, ini tanda yang kami sediakan, piring, parang, tombak sebagai tongkat kalian. Ayam pengganti jiwa. Kami tidak membuat dengan cara kami sendiri, tetapi menurut cara yang kami peroleh tempo dulu. Itulah agar yang lain mengetahui). Amen teraq epuuq paning kenelingaq, epuuq tutus we aran bane, teritiig arakng bunaang, nadeeq teraq senikeeq natikng ngengeeq, tumpengaau nantikng leo, iloos loloos jawekng langit, pasaat losatn lili buyuui. Tana merakng kiyaaq nahaaq, langit nodukng kiyaaq temaai (jika kalian sudah jelas, sudah mendengar maksud kami, mohon kalian mengabulkan permohonan kami, kami yang datang sampai di atas langit ini adalah utusan manusia di bumi membawa berita permohonan mereka para dewa yang berkuasa di sini).

(8)

Nadeeq ruko jamangkulo, nadeeq waat jamangkatatn, lelakng entuuq jatus riwatn pulu, seniang sie bete nadeeq ka nyua laiq lola, nyelakau munyetn mulukng, peraup laiq kami, perumpaaq lalaai kayakng. Jakaat sengkerurui pooq, waat sengkeremikng toikng, munan pelukaq duaq, nuet ujukng kerepuruq, perakatn jurokng jatus (agar kalian bangun para dewa sahabat, para dewa kuasa, agar kalian mengurapi tubuh kami,merasuk tubuh kami, agar kami punya kuasa atas nama dewa memberi berkat dan kebahagiaan kepada sesama manusia. Agar menjadi seia-sekata dalam kebersamaan sepanjang usia, kalian selalu menyertai).

Intakng apooi ka mangeet, tonek lalutkng bereruar sake bisa laiiq lola, menengkeniiq, nyaut onaq nokaai onaq, boatn ulutn nyelingkui belempayakng nyaraak tongaak, monooi salaaq tunyaakng salaaq, monooi molo tengkatn bawo (kalianlah yang kami harapkan punya kuasa, mohon kiranya membantu agar kami mampu memberi nasehat, petuah, mampu mendoakan mempelai ini, kalian menyertai kami, agar kalianlah yang berkata-kata memberkati kami manusia, sertailah doa kami agar agar doa kami mujarab, dan berkenan pada yang kuasa). Nadeeq teraaq, bumui nelahui, buntukng ilo nyengkooi bokakng tinek tenukng usuk temeyowo, tinek pumpukng kelelungaan, tinek taluyutn tangkir langit, benuang tingir layakng, ja tenangkaai solaai, kutaaq pentatiik besiiq, siya ka nunuk ajaap benuaang, jamaak, kepit tuwekng bumukng umpokng, tauuq matuk puutn doyakng, tauuq mara punt pita (kami permisi, kami terus menuju daerah Temeyowo, tempat para dewa tengkorak, lalu daerah Teluyetn Tangkir Langit Benuang Tingir Layakng, sampai Tenangkai Solaai, tempat para pemegang adat, para penguasa adat-istiadat dan sumber adat-istiadat, dewa yang kuasa dapat menyinari jiwa dan dapat menghalusi budi manusia dengan adat yang baik, siang dan malam).

Sake ka luwooh ngongo dulooi nurutn, ninek apaai bahaau solaai, tinek penyempayatn ruratn. Selentekng kinekng dorekng. Nadeeq ka rasiiq waaq radakng mo, matak mara puutn pita, tinek anaak pumpukng bua, tinak laiq pumpukng tukui (minta kalian turun dengan senang hati dalam upacara ini, turun membawa berkat, untuk meneguhkan, menyucikan kami semua yang hadir disini. Terangilah akal budi kami, para orangtua agar mereka juga mampu mendidik anak-anak mereka menjadi orang yang baik, berbudi pekerti yang baik).

Belunge tuhatn wakaai, siit tahatn we, eraai kampukng eraai pokatn. Ulutn tauq nepet mujur, tauq nampaak, tauq mede. Tauq nyuket nengkaratn. Jadiiq waliu entuq pumpukng muhun tuyakng jiaak penejiaau, peliwat peloas (berkatilah kami satu kampung, satu pulau ini. Para dewa yang tahu memberi petunjuk, tahu segala aturan, adat istiadat. Para dewa sahabat kami dapat memberi kuasa serta berkat melalui doa mengusir roh yang jahat, semua yang jahat dapat dibuang dari kami). Pawang belian memegang daun apeer dengan tangan tangan kiri sambil berdoa:

(9)

Nadeeq ka tuyakng sempit patate, sukaat pesua, ulutn ukur daat tuah jangka, ulutn sukar data jangka. Nadeq nampakng alo mate nyalingkui bulatn tonop, toonop olo jakaai olo nayuq mea melemit ulutn merakng naan manas, nan layakng nan liakng, melayakng lulut pulut, meleha inakng bayakng (agar kalian (dewa) turut bersama-sama memindahkan segala yang jahat, segala malapetaka, nasib sial, kalian membuang habis dari kami. Kini saya menghadapi matahari mati menyusul bulan tenggelam agar kalian para dewa sebelah matahari mati jangan mengganggu kami

Dokumen terkait