• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan bahan organik dalam biomassa Chlorella sp

Biomassa alga mengandung tiga komponen utama, yaitu karbohidarat, protein, dan minyak alami. Dari hasil analisis laboratorium, Chlorella sp. memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut (Gambar 21).

Gambar 21. Kandungan Bahan Organik dalam Biomassa Chlorella sp.

Berdasakan hasil analisis laboratorium, Chlorella sp. memiliki kandungan kadar abu lebih kurang 0,41%, protein lebih kurang 49,39%, minyak alga lebih kurang 48,17%, dan karbohidrat lebih kurang 2,03% dari berat keringnya.

4.2. Pembahasan

Berdasarkan Gambar 8, persentase gas CO2 yang masuk ke reaktor berbeda-beda tiap harinya. Hal ini dikarenakan jumlah aktivitas pabrik tiap hari berberbeda-beda. Pada hari ke-5 terjadi peningkatan CO2 dari hari sebelumnya. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya peningkatan aktivitas parbik. Semakin banyak aktivitas produksi yang memerlukan energi dari pembakaran bahan bakar, semakin banyak pula CO2 yang dikeluarkan oleh pabrik. Pada hari ke-4, mesin pompa udara tidak berfungsi karena listrik padam. Suplai CO2 ke reaktor tidak berjalan, sehingga data hasil pengamatan tidak memadai dan tidak dapat digunakan.

Dari hasil percobaan, terdapat perbedan tingkat penyerapan karbon antarperlakuan oleh Chlorela. Berdasarkan Gambar 9 sampai Gambar 12 yang telah disajikan, tingkat peyerapan karbon yang paling tinggi adalah pada perlakuan

29

3, dan paling rendah pada perlakuan 4. Hal ini dikarenakan Chlorella sp. pada perlakuan 3 (yang dialiri volume 1 L/menit) lebih efisien dan lebih banyak mendapat kesempatan untuk menyerap karbon. Pada perlakuan 1 dan 2 yang dialiri volume udara 2 L/menit dan 1,5 L/menit, Chlorella sp. kurang efisien dalam melakukan proses tersebut. Pada kedua perlakuan tersebut lebih banyak gas karbon yang masuk dan memiliki aliran yang terlalu cepat untuk dapat diserap

Chlorella sp., sehingga pada gas output masih banyak karbon yang tidak digunakan

secara efektif.

Pada perlakuan 4 yang dialiri volume udara 1 L/menit, memiliki serapan yang rendah. Hal ini dikarenakan ukuran diameter reaktor yang lebih besar daripada perlakuan 1, 2, dan 3. Ukuran reaktor mempengaruhi proses fotosintes. Pada saat

Chlorella di reaktor sudah padat , intensitas cahaya pada bagian dalam reaktor

semakin berkurang karena terhalang oleh biomassa Chlorella. Hal ini dapat dilihat dari gelembung udara pada reaktor tidak terlihat. Dengan semakin berkurangnya intensitas cahaya pada bagian tengah tersebut, terjadi proses respirasi sehingga dihasilkan output karbon yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan 3 yang dialirkan volume udara yang sama. Output karbon tersebut berasal dari input karbon yang tidak terpakai dan karbon hasil respirasi.

Selain adanya perbedaan tingkat penyerapan karbon oleh tiap perlakuan, terdapat pula perbedaan tingkat penyerapan karbon berdasarkan waktu. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya yang berbeda antara pagi, siang dan sore. Intensitas cahaya pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan pagi dan sore hari. Selain itu, penyerapan pada sore hari lebih tinggi karena kebutuhan untuk fotosintesis masih tinggi dari siang menuju sore hari. Sedangkan pada pagi hari, jumlah output karbon lebih tinggi karena pada malam hari Chlorella tidak berfotosintesis melainkan berespirasi sehingga pada pagi hari banyak karbon hasil respirasi.

Dari hasil uji beda nyata terkecil (Uji BNT) (Lampiran 9), terbukti bahwa setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap penyerapan CO2. Rata-rata serapan yang paling tinggi terjadi pada perlakuan 3 dengan volume udara input sebesar 1 L/menit. Uji BNT pada kelompok menunjukkan bahwa pada pagi hari

tidak berbeda nyata dengan sore hari dan pada siang hari tidak berbeda nyata dengan sore hari. Namun, pada pagi hari berbeda nyata dengan siang hari. Nilai serapan CO2 paling tinggi ditunjukkan pada siang hari dan sore hari. Uji lanjut juga dilakukan untuk mengetahui perbedaan massa CO2 yang diserap. Uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan 1, 2, dan 3, tidak memiliki perbedaan yang nyata, sedangkan perlakuan 4 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan tersebut (lampiran 9)

Dari Gambar 9 sampai Gambar 12, penyerapan paling tinggi terjadi pada hari-hari awal pertumbuhan fitoplankton. Pada awalnya, penyerapan CO2 meningkat. Kemudian penyerapan CO2 mulai menurun setelah pengamatan pertengahan, dan menurun lagi sampai akhir pengamatan. Hal ini berkaitan dengan konsumsi CO2 oleh fitoplankton yang besar di masa awal pertumbuhan sehingga lebih banyak CO2 yang diserap untuk fotosintesis dan untuk pertumbuhannya. Penyerapan karbon meningkat pada awal sampai hari ke 3 sampai ke 6. Begitu pula dengan pertumbuhan alga yang meningkat pada awal dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-8 (Gambar 14-17). Pada masa awal pertumbuhan, Chlorella membutuhkan lebih banyak karbon untuk pertumbuhan. Kelimpahan Chlorella pada awal cenderung meningkat sampai puncaknya pada pengamatan ke 5-8. Setelah kepadatan tinggi, penyerapan karbon menurun karena intensitas cahaya matahari yang tembus berkurang ke semua bagian reaktor terutama pada bagian tengah reaktor, sehingga terjadi proses respirasi. Penurunan penyerapan karbon sampai akhir juga dikarenakan penurunan kelimpahan Chlorella. Penurunan kelimpahan ini dikarenakan nutrien pada media juga semakin berkurang dan habis setelah digunakan untuk fotosintesis sehingga Chlorella tidak dapat berkembangbiak dan tidak dapat menyerap karbon.

Berdasarkan Gambar 14 sampai Gambar 17, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kelimpahan Chlorella pada tiap perlakuan. Kelimpahan pada perlakuan 3 menunjukkan nilai paling tinggi dan yang terendah adalah perlakuan 1. Nilai waktu penggandaan dari alga tersebut juga berbeda-beda. Nilai waktu pengandaan tiap perlakuan mulai dari yang terkecil adalah perlakuan 4, perlakuan 2, perlakuan

31

3, dan perlakuan 1. Meskipun waktu penggandaan perlakuan 4 lebih kecil, hasil biomassanya tidak jauh berbeda dengan perlakuan 3. Hal ini berkaitan dengan perlakuan yang diberikan seperti yang telah dijelaskan di atas. Waktu kematian berkisar pada hari ke-7. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang mulai menurun pada hari ke-7 setelah puncak pertumbuhan pada hari ke-6.

Pada gambar kurva penyerapan CO2 dan kelimpahan fitoplankton (Gambar 18-20) dapat dilihat menunjukkan pola yang hampir sama yaitu parabola. Hubungan antara kelimpahan dengan penyerapan CO2 berdasarkan hasil regresi nilai R2 pada semua perlakuan dan waktu menunjukkan hubungan yang kurang erat (Gambar 22-24). Menurut Walpole (1990), bila koefisien korelasi mendekati nilai 1, maka hubungan antar kedua peubah tersebut kuat. Bila koefisien korelasi menekati nilai 0, maka hubungan antar kedua peubah tersebut kurang erat atau bahkan tidak memiliki hubungan. Nilai hubungan antar konsentrasi penyerapan CO2 dengan kelimpahan dapat dilihat pada Gambar 22-24. Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan penyerapan CO2 pada pagi hari (Gambar 22) berkisar antara 0,198-0,542, artinya hubungan kelimpahan fitoplankton memberikan pengaruh sebesar 19,8-54,2 % terhadap penyerapan CO2. Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan penyerapan CO2 pada siang hari (Gambar 23) berkisar antara 0,101-0,54, artinya hubungan kelimpahan fitoplankton memberikan pengaruh sebesar 10,1-54,0 % terhadap penyerapan CO2. Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan penyerapan CO2 pada sore hari (Gambar 24) berkisar antara 0,104-0,697, artinya hubungan kelimpahan fitoplankton memberikan pengaruh sebesar 19,8-54,2 % terhadap penyerapan CO2.

a. b.

c. d.

Gambar 22. Nilai koefisies regresi antara penyerapan CO2 dan kelimpahan fitoplankton Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (d) pada pagi hari

Gambar 23. Nilai koefisies regresi antara penyerapan CO2 dan kelimpahan fitoplankton Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (d) pada siang hari

33

Gambar 24. Nilai koefisies regresi antara penyerapan CO2 dan kelimpahan fitoplankton Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (c) pada sore hari

Meskipun hubungan yang ditunjukkan oleh Gambar 22-24 kurang erat, namun, hubungan antara kelimpahan dengan penyerapan CO2 menunjukkan pola yang positif, yaitu semakin banyak kelimpahan, maka semakin banyak pula karbon yang diserap oleh Chlorella sp.

Berdasakan hasil analisis laboratorium, Chlorella sp. memiliki kandungan protein lebih kurang 49,39% dan minyak lebih kurang 48,17% dari berat keringnya. Hal ini menunjukkan bahwa Chlorella memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan minyak alganya karena hampir setengah berat keringnya merupakan minyak nabati. Potensi Chlorella untuk menghasilkan minyak ini didukung oleh produksi biomassanya yang sangat tinggi yaitu dapat berkembangbiak dari satu sel menjadi 4 sel baru dan dalam 24 jam 1 sel dapat tumbuh menjadi 10 ribu individu. Dengan pertumbuhan yang cepat tersebut, maka produksi minyak dari Chlorella juga cepat.

Fotobioreaktor, selain sebagai wadah kultur fitoplankton, dapat diaplikasikan sebagai penyerap karbon dalam upaya untuk mengurangi

pembuangan CO2 ke udara dari hasil kegiatan industri seperti yang telah dilakukan dalam penelitian ini. Tingkat penyerapan karbon oleh alga jenis Chlorella sp. berkisar antara 0,2%-5,8% dari rata-rata 8-11% konsentrasi CO2 hasil buangan industri dengan flowrate ke reaktor 1–2 L/menit. Tingkat penyerapan paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan 3 yang diinjeksikan volume udara 1 L/menit dan yang paling rendah yaitu perlakuan 4 yang diinjeksikan udara 1 L/menit namun berbeda rancangan reaktornya. Perbedaan waktu memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penyerapan karbon. Pada siang hari penyerapan lebih tinggi dibandingkan pada sore dan pagi hari. Hal in berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari.

Efisiensi penyerapan karbon ini perlu ditingkatkan lagi agar kandungan karbon dari hasil buangan industri semakin kecil. Dari hasil yang telah diperoleh, menunjukkan bahwa reaktor tipe MTAP lebih banyak menyerap karbon. Untuk meningkatkan efisiensi penyerapan karbon dapat dilakukan dengan memperbesar skala ukuran fotobioreaktor tipe MTAP dengan memperbanyak tabung dan memperpanjang tabung reaktor. Dengan penambahan tersebut, maka lebih banyak ruang untuk meningkatkan biomassa alga yang digunakan sehingga kebutuhan karbon akan lebih banyak dan gas karbon hasil buangan industri semakin berkurang. Selain itu efisiensi juga dapat dilakukan dengan pemanenan alga sehingga alga yang digunakan akan berada pada fase pertumbuhan yang optimal dimana pada pertumbuhan tersebut banyak membutuhkan karbondioksida untuk fotosintesis dan pertumbuhannya.

Banyak alga yang berpotensi juga untuk diambil minyaknya. Berikut adalah persentase kadungan minyak berdasarkan berat kering dari beberapa jenis alga:

Botryococcus braunii memiliki kandungan minyak 25–75%, Crypthecodinium cohnii

20%, Cylindrotheca sp. 16–37%, Dunaliella primolecta 23%, Isochrysis sp. 25–33%,

Monallanthus salina 20%, Nannochloris sp. 20–35%, Nannochloropsis sp. 31–68 %, Neochloris oleoabundans 35–54 %, Nitzschia sp. 45–47 %, Phaeodactylum tricornutum 20–30 %, Schizochytrium sp. 50–77 %, dan Tetraselmis sueica 15–23 %

35

lebih kurang 48,17% dari berat keringnya termasuk cukup tinggi bila dibandingkan dengan alga lain walaupun ada alga yang memiliki kandungan minyak yang lebih besar.

Chlorella sp. dapat diaplikasikan untuk mengurangi kadar CO2 di udara yang pada saat sekarang ini merupakan masalah global. Tingkat penyerapan CO2 oleh

Chlorella sp. mencapai 5,8% CO2 dari 8-11% CO2 buangan pabrik, menunjukkan bahwa lebih dari setengah kadar CO2 yang dibuang pabrik dapat direduksi. Dengan demikian, laju peningkatan kadar CO2 dapat dikurangi. Selain untuk asimilasi karbon, Chlorella sp. juga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan biodiesel. Dimana hampir setengah dari biomassa keringnya merupakan minyak alga. Dari proses kultur Chlorella sp. dengan fotobioreaktor, didapatkan hasil biomassa sampai 8 juta ind/ml dengan dengan rentang kultur 5-7 hari. Dengan demikian waktu yang baik untuk pemanenanyaitu pada hari ke 5-7 karena setelah hari ke-7 biomassa akan berkurang. Selain untuk biodiesel, biomassa Chlorella sp juga dapat dimanfaatkan untuk pakan alami ikan, untuk keperluan kosmetik, dan bahkan untuk suplemen bagi manusia karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi.

Dokumen terkait