• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.5 Analisa Data

5.1.2 Kandungan Unsur Hara Fosfor (F)

Data kandungan unsur hara fosfor yang telah diambil dari wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban dan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya ditunjukkan pada tabel 5.2. Hasil uji fosfor dari sampel yang diambil dari dua wilayah berkisar antara 0,021ppm – 0,043ppm. Kandungan fosfor paling tinggi dari dua wilayah tersebut terletak pada titik B3 (0,021ppm), sedangkan kandungan fosfor paling rendah berada pada titik A6 (0,043ppm).

Tabel 2. Hasil Uji Kandungan Fosfor. Titik Lokasi (Pesisir Jenu) P (ppm) Titik Lokasi (Ekowisata Wonorejo) P (ppm) A1 0,036 B1 0,032 A2 0,041 B2 0,038 A3 0,027 B3 0,021 A4 0,032 B4 0,029 A5 0,039 B5 0,032 A6 0,043 B6 0,038

Data kandungan unsur hara fosfor pada tabel 5.2 dianalisis dengan uji-T (unpaired comparison). Hasil analisis uji-T (unpaired comparison) dengan selang kepercayaan 95% (lampiran 2) menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan (non significance) antara kandungan unsur hara fosfor yang terdapat di wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban dan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P 5.1.3 Parameter Lingkungan

Nilai parameter lingkungan setiap titik dari dua lokasi penelitian tidak jauh berbeda. Hasil pengukuran parameter lingkungan pH dan salinitas yang dijadikan faktor pendukung setiap titik pada dua lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 5.3 dan tabel 5.4.

Tabel 3. Hasil Pengukuran pH Titik Lokasi (Pesisir Jenu) pH Titik Lokasi (Ekowisata Wonorejo) pH A1 7,4 B1 7,1 A2 7,6 B2 6,9 A3 6,8 B3 6,9 A4 7,2 B4 6,7 A5 7,3 B5 7,1 A6 7,9 B6 7,0

Tabel 4. Hasil Pengukuran Salinitas Titik Lokasi (Pesisir Jenu) Salinitas (ppt) Titik Lokasi (Ekowisata Wonorejo) Salinitas (ppt) A1 33 B1 22 A2 32 B2 23 A3 32 B3 23 A4 33 B4 30 A5 33 B5 31 A6 33 B6 31

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Dari hasil pengukuran pH pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa pH di 12 titik penelitian dari dua lokasi tidak jauh berbeda, yakni berkisar antara 6,7-7,9. Hasil uji pH tertinggi terdapat pada titik A6 (7,9), sedangkan hasil uji pH terendah terdapat pada titik B4 (6,7). Pada hasil pengukuran salinitas yang ditunjukkan pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa salinitas dari tiap titik sangat beragam, yakni berkisar antara 22-33ppt. Hasil uji salinitas tertinggi terdapat pada titik A1, A4, A5, A6 (33 ppt), sedangkan hasil uji salinitas terendah terdapat pada titik B1 (22ppt).

5.2 Pembahasan

Wilayah pesisir merupakan transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah hutan mangrove (Rahmawaty, 2006). Perairan di sekitar mangrove merupakan area yang kaya nutrien baik organik ataupun anorganik (Melana et al. 2000). Tiap-tiap lokasi pada ekosistem mangrove memiliki kondisi nutrien yang berbeda. Nutrien memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman (Ma’shum dkk. 2003). Unsur nutrien N (nitrogen) dan P (fosfor) merupakan unsur yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove (Feller et al

2002).

Kandungan unsur hara nitrogen dalam penelitian ini memiliki hasil yang berbeda pada tiap titiknya (tabel 5.1). Kandungan unsur hara nitrogen tertinggi di wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban terletak di titik A4 (40,86%), sedangkan di wilayah Ekowisata Wonorejo Surabaya terletak pada titik B4 (38,04%). Hal ini disebabkan karena kedua titik tertinggi tersebut berada paling dekat dengan muara sungai sehingga kaya akan bahan-bahan organik yang berasal dari sungai dan laut.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Supriyadi (2001) menjelaskan bahwa salah satu bagian pesisir yang memiliki tingkat kesuburan paling tinggi adalah daerah estuari (muara sungai). Kandungan unsur hara nitrogen yang tertinggi dari dua wilayah penelitian terdapat pada titik A4 (40,86%). Penyebab tingginya unsur nitrogen pada titik A4 selain karena letaknya yang berdekatan dengan muara juga terdapat faktor geografis, di sekitar pesisir Jenu terdapat banyak tambak udang semi intensif sehingga diduga bahan-bahan organik sisa budidaya terbawa arus sampai ke sekitar muara sungai. Sebagian besar Udang yang mati juga dibuang dan terbawa aliran sungai sehingga menjadi bahan organik. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya.

Kandungan unsur hara nitrogen di wilayah Ekowisata Mangrove Wonorejo relatif lebih rendah, terlihat pada hasil uji nitrogen di titik B1, B3, B5. Hal ini disebabkan karena letak pengambilan titik B1 berdekatan dengan tempat bersandarnya perahu wisata dan kantin Ekowisata Mangrove Wonorejo, sehingga dimungkingkan adanya limbah buangan perahu dan kantin yang menyebabkan unsur hara pada titik B1 relatif lebih rendah. Hasil uji nitrogen di titik B3 merupakan hasil yang terendah dari dua wilayah penelitian yaitu hanya sebesar 31,55%. Hal ini disebabkan karena pada titik B3 merupakan ujung jalan jogging track area Ekowisata Mangrove Wonorejo. Titik B5 juga relatif rendah yakni 31,75%, hal ini disebabkan karena titik B5 berdekatan dengan gazebo-gazebo pengunjung Ekowisata Mangrove Wonorejo. Pada titik B3 dan B5 ini banyak

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P pengunjung yang menghabiskan waktu untuk beristirahat menikmati nuansa alam mangrove sehingga dimungkinkan banyak terdapat sampah-sampah anorganik yang jatuh ke tanah dan menghambat proses pembentukan unsur hara nitrogen dalam tanah. Unsur nitrogen di tanah berasal dari bahan organik dan N2 di atmosfer (Sutanto, 2005). Nitrogen dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara yang bermuatan. Selain mutlak dibutuhkan, juga dengan mudah dapat hilang atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Ketidaktersediaan N dari tanah dapat melalui proses pencucian (leaching) NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3+, terfiksasi oleh mineral atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah.

Terdapat perbedaan yang sangat nyata (Highly significance) (P > 0,01) (lampiran 1) antara unsur hara nitrogen yang ada di wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban dengan unsur hara nitrogen yang berada di Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya. Adanya perbedaan yang sangat signifikan di dua wilayah pesisir Jenu dan Ekowisata Mangrove Wonorejo tersebut disebabkan karena beberapa hal, salah satunya karena banyaknya sampah anorganik dan pengunjung sehingga bakteri pengurai tidak bisa melakukan proses nitrifikasi yakni suatu proses oksidasi enzimatik perubahan senyawa amonium menjadi senyawa nitrat yang dilakukan oleh bakteri-bakteri tertentu. Salah satu faktor yang menentukan tingginya proses nitrifikasi adalah jumlah bakteri yang terdapat pada tanah (Suriawiria, 1996). Banyaknya sampah anorganik akan mempengaruhi jumlah bakteri yang melakukan nitrifikasi.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Kandungan unsur hara fosfor dalam penelitian ini memiliki hasil yang berbeda pada tiap titiknya (tabel 5.2). Kandungan unsur hara fosfor tertinggi di wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban terletak di titik A6 (0,043 ppm), sedangkan di wilayah Ekowisata Wonorejo Surabaya terletak pada titik B2 (0,038 ppm) dan B6 (0,038 ppm). Kandungan unsur hara nitrogen yang tertinggi dari dua wilayah penelitian terdapat pada titik A6 (0,043 ppm). Tingginya unsur fosfor pada titik A6 disebabkan oleh sedimen tanah yang masih terdapat batuan. Kandungan unsur hara fosfor terendah berada pada titik B3 (0,021 ppm). Hal ini disebabkan karena letak titik B3 mempunyai sedimen yang berlumpur. Fosfor dapat ditemukan di dalam air, tanah dan sedimen. Tidak seperti senyawa materi lain, siklus fosfor tidak dapat ditemukan di udara yang mempunyai tekanan tinggi. Hal ini karena fosfor biasanya cair pada suhu dan tekanan normal. Hal ini terutama melakukan siklus kembali melalui air, tanah dan sedimen. Fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat (P) organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh decomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Fosfor dialam dalam bentuk terikat sebagai Ca-fosfat, Fe- atau Al-fosfat, fitat atau protein. Bakeri yang berperan dalam siklus fosfor: Bacillus, Pesudomonas, Aerobacter aerogenes, Xanthomonas.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Mikroorganisme (Bacillus, Pseudomonas, Xanthomonas, Aerobacter aerogenes) dapat melarutkan fosfor sehingga siap diserap oleh tanaman.

Kandungan unsur hara fosfor dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05) (lampiran 2) antara unsur hara fosfor yang ada di wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban dengan unsur hara fosfor yang berada di Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya. Tidak adanya perbedaan yang signifikan di dua wilayah pesisir Jenu dan Ekowisata Mangrove Wonorejo tersebut disebabkan karena beberapa hal, salah satunya habitat mangrove sama2 berlumpur, sedikit berbatu, dimana lumpur dapat mempengaruhi oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi, maupun eliminasi fosfor secara biologis.

Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan mangrove, sehingga zonasi setiap habitat mangrove berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Berdasar penelitian, salinitas yang ada di dua wilayah penelitian tersebut mempunyai rentang 32 – 33 ppt untukpesisir Jenu Kabupaten Tuban dan 22 – 31 ppt untuk Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya. Hal ini dikarenakan lokasi penelitian dipengaruhi oleh air tawar yang berasal dari aliran sungai. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi (Romimohtarto, 2007).

Kandungan rata-rata N dan P yang terkandung di Ekowisata Mangrove Wonorejo adalah 33,54% dan 0,032ppm lebih kecil dibandingkan rata-rata N dan P yang terkandung di pesisir Jenu yaitu sebesar 39,13% dan 0,036ppm. Nitrogen

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion amonium (NH4+) atau nitrat (NO3-) (Novizan, 2002). Menurut Mengel dan Kirby (1987) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002) pada pH tanah yang rendah ion nitrat lebih cepat diserap oleh tanaman dibandingkan ion amonium, pada pH tanah yang tinggi ion Amonium diserap oleh tanaman lebih cepat dibandingkan ion nitrat dan pada pH netral penyerapan keduanya berlangsung seimbang.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P VI KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah pada wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban memiliki potensi pertumbuhan mangrove yang lebih baik dibandingkan di wilayah ekowisata mangrove Wonorejo Surabaya, dibuktikan oleh kandungan nitrogen di wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban yang lebih tinggi.

6. 2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai unsur hara yang dapat menunjang pertumbuhan mangrove, sehingga perkembangan luasan mangrove diharapkan bisa semakin pesat berdasarkan potensi wilayah dan fungsi penting mangrove dalam bidang perikanan dapat berjalan lebih baik.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P DAFTAR PUSTAKA

Adel, M. 2001. Bacterial Decomposition of Avicennia marina Leaf Litter. Journal of Biological Science. 8: 717-719.

Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1992. Pemeliharaan Kepiting, Yogyakarta. Kanisius.

Bengen, D.G. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.

Bengen, D. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut. Bogor. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB.

Bengen, D.G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.

Brotowidjoyo. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Yogyakarta. Liberty.

Cholik, F, A.G., Jagatraya, R.P., Poernomo, dan A. Jauzi. 2005. Kekerangan, di dalam Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Jakarta. Taman Akuarium Air Tawar.

Darmadja, P.B. 2009. Buku informasi tumbuhan obat di taman nasional bali barat. Gilimanuk. Balai taman nasional bali barat.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi. Jakarta. Bhratara Aksara.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pemantauan Konsumsi Gizi. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Depkes.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman pemantauan status gizi (PSG) dan keluarga sadar gizi (KADARZI). Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta. Depkes.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta. Kanisius.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005, A Thematic Study Prepared in

the Framework of the Global Forest Resources Assessment 2005. Rome. FAO Foresty Paper.

Feller, I.C., Whigham, D.F., McKee, K.L., dan Lovelock, C.E. 2002. Nitrogen limitation of growth and nutrient dynamics in a disturbed mangrove forest, Indian River Lagoon, Florida. Oecologia 134:405-414.

Ghufran, M. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta. Rineka cipta.

Ghufron, M. dan Kordi, H. 2005. Budidaya ikan laut di keramba jaring apung. Jakarta. Rineka cipta.

Glen, H.F. 2005. Bruguiera gymnorrhiza (L.). The South African National Biodiversity Institute's. www.plantzafrica.com. (Diakses pada tanggal 22 Juli 2013).

Graha, Y. I., Z. Hidayah, W. A. dan Nugraha. 2009. Penentuan Kawasan Lahan Kritis Hutan Mangrove Di Pesisir Kecamatan Modung Memanfaatkan Teknologi Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh. Jurnal Kelautan. II (2) : 23-35.

Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove Dan Aplikasinya Dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha ilmu. Yogyakarta. Huda, N. 2008. Strategi Kebijakan Pengelolaan Mangrove Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. Semarang. Universitas Diponegoro.

Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 2000.Pengantar Oseanografi. Jakarta. Universitas Indonesia-Press.

KLH. 2007. Data Hutan Mangrove di Indonesia tahun 2006. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI.

Kusmana, C. 2009. Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. Institut Pertanian Bogor.

Kusmana, C. 2011. Ekosistem Mangrove dan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir. http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id (diakses tanggal 29 September 2013).

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Kusriningrum. 2010. Perancangan Percobaan. Surabaya. Airlangga University

Press.

Ma’shum, M., Soedarsono, J., dan Susilowati, L. E. 2003. Biologi Tanah. CPIU

Pasca IAEUP. Jakarta. Ditjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Melana, D.M. Atchue, J. Yao, C.E. Edwards, R. Melana, E.E, and Gonzales H.I. 2000. Mangrove Management Handbook. Coastal Resource Management Project of The Departement of Environment and Natural Resources. Manila, Philipinnes. pp 96.

Nagelkerken, I., S.J.M. Blaber, S. Bouillon, P. Green, M. Haywood, L.G. Kirton, J.O. Meynecke, J. Pawlik, H.M. Penrose, A. Sasekumar dan P.J.Somerfield. 2008. The Habitat Function of Mangroves For Terrestrial and Marine Fauna: A Review. Aquatic Botany. 89: 155-185.

Naiborhu, P.E. 2002. Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba

dan Sonneratia caseolaris) sebagai Bahan Alami Antibakterial Pada Patogen Udang Windu. Tesis. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara Edisi Revisi 2007. PT. Djambatan. Halaman 106-107.

Noor, R.Y., Khazali, M., dan Suryadiputra, I.N.N. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP-Bogor.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta; Hal : 23-24

Pariyono. 2006. Kajian Potensi Kawasan Mangrove Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Wilayah Pantai Di Desa Panggung, Bulakbaru, Tanggultlare, Kabupaten Jepara. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. 89 hal.

Rahmawaty. 2006. Upaya Pelestarian Mangrove Berdasarkan Pendekatan Masyarakat. Sumatra Utara. Departemen Kehutanan.

Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 2007. BIOLOGI LAUT : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta. Djambatan

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,

Yogyakarta.

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta.

Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta. Rineka Cipta.

Shepherd, J. Dan N. Bromage. 1998. Intensive Sea Fish Farming. BSP Professional Books Oxford London. Edingburgh, boston palo alio melbourne.

Sulistyawati, Wignyanto, dan Kumalaningsih, S. 2012. Produksi Tepung Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza Lamk.) Rendah Tanin dan HCN Sebagai Bahan Pangan Alternatif. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 (Desember 2012) 187-198.

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Supriyadi, I.H. 2001. Dinamika Estuaria Tropik. Jurnal Oseana Vol. XXVI No.4 ISSN 0216-1877.

Suriawiria, U., 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Penerbit alumni Bandung, Bandung.

Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Konsep dan Kenyataan. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 36.

Tam, N.F.Y., and Wong, Y.S. 1999. Mangrove Soils In Removing Pollutants From Municipal Wastewater Of Different Salinities. J. Environ Qual 28:556-564.

Yuwono, N.W. 2004. Nilai Kesuburan Tanah Mangrove di Kepulauan Seribu. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P LAMPIRAN

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Lampiran 2. Uji T Nitrogen

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P t tabel = 0,01 (db A + db B) = t tabel 0,01 (5+5) = t tabel 0,01 (10) = 3,17 4,75 > 3,17 → t hitung > t tabel, maka kandungan nitrogen yang didapatkan dari wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban dan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya berbeda sangat nyata (highly significance).

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Lampiran 3. Uji T Fosfor

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P t tabel = 0,05 (db A + db B) = t tabel 0,05 (5+5) = t tabel 0,05 (10) = 2,23 2 < 2,23 → t hitung < t tabel, maka kandungan fosfor yang didapatkan dari wilayah pesisir Jenu Kabupaten Tuban dan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya tidak berbeda nyata (non significance).

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Lampiran 4. Dokumentasi (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)

SKRIPSI STUDI KANDUNGAN NITROGEN NIKO P Keterangan:

a. Pengambilan Sampel di Pesisir Jenu Tuban b. Pengambilan Sampel di Pesisir Jenu Tuban

c. Pengambilan Sampel di Ekowisata Mangrove Wonorejo d. Pengambilan Sampel di Ekowisata Mangrove Wonorejo e. Sampel yang Sudah Diambil dari Pesisir Jenu Tuban

f. Sampel yang Sudah Diambil dari Ekowisata Mangrove Wonorejo g. Sekop

Dokumen terkait