• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Kanker Serviks

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, kanker merupakan penyebab kematian ketujuh di Indonesia dengan proporsi 5,7% setelah stroke, TB Paru, hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes mellitus. Terdapat sepuluh jenis kanker yang menyebabkan kematian terbanyak di Indonesia salah satu diantaranya adalah kanker serviks. Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbesar pada wanita di Indonesia. Setiap tahun tercatat terdapat 90-100 kasus kanker serviks per 90-100.000 penduduk (Anonim, 2010c).

Kanker serviks biasanya berkembang dari lesi prekursor, yaitu neoplasma serviks intraepitel (cervical intraephitelial neoplasia, CIN). CIN bersifat asimtomatik dan tampaknya terjadi 5-15 tahun sebelum berkembangnya karsinoma invasif pada serviks. Hampir semua kanker serviks berkembang pada

zona transformasi serviks (sambungan skuamokolumnar) (Heffner & Schust, 2008).

Penyebab kanker serviks yang paling sering ditemukan adalah human

papillomavirus (HPV). HPV merupakan virus DNA yang menyebabkan lesi

epitel di dalam saluran gastrointestinal, kulit, serviks, dan vulva. Lebih dari 100 jenis HPV telah diidentifikasi sampai saat ini. Sel serviks dengan kelainan sitologis dan sel-sel dari kanker serviks sebagian besar mengandung urutan-urutan dari HPV 6, HPV 11, HPV 16 dan HPV 18. HPV 6 dan 11 berhubungan dengan risiko keganasan yang rendah. Sebaliknya, 85% kanker serviks mengandung HPV 16 dan 18 (Heffner & Schust, 2008).

Karsinoma planoselular dari serviks muncul pertama kali setelah menarke, dan relatif lebih sedikit hingga usia 35 tahun. Dan kemudian terjadi kenaikan frekuensi yang jelas terlihat hingga usia 55-60 tahun dan kemudian terjadi penurunan lagi, yang mencerminkan penurunan total jumlah wanita kelompok usia ini. Frekuensi tertinggi karsinoma serviks terdapat antara 50-55 tahun dengan umur rata-rata 53,2 tahun; penyebaran umur mulai dari 18-95 tahun (Van De Velde, Bosman & Wagener, 1999).

Terdapat tiga tipe umum kanker serviks. Tipe yang paling sering ditandai oleh adanya lesi eksofitik yang besar dan meluas ke vagina dan terjadi perdarahan hebat saat disentuh. Tumor lainnya menginfiltrasi stroma serviks dan membentuk lesi ‘barrel shape’ tanpa disertai tanda-tanda pertumbuhan ke arah luar. Lesi ‘barrel shape’ ini dapat baru tampak pertama kali ketika penyebaran lokal sudah menimbulkan gejala gangguan berkemih atau buang air besar.

Kelompok terakhir dari kanker serviks adalah tumor ulseratif yang sering mengubah serviks dan vagina bagian atas dengan lubang purulen yang besar (Heffner & Schust, 2008).

Pada pasien kanker serviks, terapi kuratif dapat dilakukan yaitu dengan cara bedah (operasi), radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Di samping pengobatan kuratif, terdapat pengobatan suportif yang dapat menunjang pengobatan kanker. Pengobatan suportif bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi kesehatan pasien sehingga pasien dapat menerima pengobatan kuratif (bedah, radiasi, kemoterapi atau kombinasi) tanpa terjadi efek samping. Pengobatan suportif tidak hanya diperlukan pada pasien yang menjalani pengobatan kuratif, tetapi juga pada pasien yang menjalani pengobatan paliatif. Pengobatan suportif meliputi semua aspek kesehatan baik fisik maupun psikis beberapa di antaranya adalah nyeri, infeksi dan neutropenia. Adanya kejadian nyeri dan infeksi menyebabkan pasien akan menerima pengobatan berupa analgetik dan antibiotik untuk mengatasi nyeri dan infeksi yang menyertai penyakitnya (Sudoyo, Setiyohadi, Simodibrata & Setiati, 2006). 1. Human Papillomavirus (HPV)

Virus papiloma berdiameter 55 nm dan mengandung genom yang berbentuk bulat dengan berat molekul (BM) 45 x 106. Sebagian besar kanker serviks, penis dan vulva membawa DNA HPV. Paling sering, ditemukan HPV-16 atau HPV-18 (Jawetz, Melnick, & Adelberg, 1996). Tipe HPV karsinogenik lain adalah tipe 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, 73 dan 82, yang masing-masing mempunyai kontribusi 5% atau kurang. HPV tipe

6 dan 11 mempunyai efek karsinogenik rendah, dan merupakan penyebab pada > 90% kondiloma akuminata (Anonim, 2007a).

HPV tipe 16 merupakan tipe HPV karsinogenik yang paling sering ditemukan, dan dideteksi pada 7-12% perempuan yang aktif secara seksual dengan sitologi normal, sekitar 25% pada lesi intraepithelial skuamosa derajat rendah, dan sekitar 50% pada derajat tinggi dan kanker serviks invasif (Anonim, 2007a).

HPV tipe 18 terutama dideteksi pada jenis adenokarsinoma, dibanding karsinoma sel skuamosa serviks. Tipe ini ditemukan pada 2,5-4,5% perempuan yang aktif secara seksual dengan sitologi normal, dan 10-20% pada kanker serviks invasif (Anonim, 2007a).

2. Epidemiologi

Frekuensi karsinoma uteri terbanyak dijumpai di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekuensi karsinoma serviks uteri juga merupakan terbanyak dari penyakit keganasan yang ada. Di Indonesia karsinoma serviks uteri menduduki tempat teratas dari urutan penyakit keganasan yang ada (Tambunan, 1995).

Insidensi penyakit ini lebih tinggi ada wanita berpenghasilan rendah namun pengaruh dari faktor ini tidak terlepas dari aktivitas seksual yang dimulai saat usia dini dan pasangan seksual multipel. Tanda-tanda dari pria risiko tinggi telah diketahui; pria yang memiliki pasangan seksual sebelumnya yang menderita kanker serviks atau pria yang menderita kanker penis akan

meningkatkan risiko pasangan seksual mereka (Heffner & Schust, 2008). Insidens yang tinggi pada wanita menikah dan jarang pada perawan dan biarawati memberi kesan adanya transmisi seksual suatu agen onkogenik dari pria ke wanita pada usia muda (Robbin, 1999).

Insidensi (tahunan), di Amerika : 10.370 kasus baru dan 3.710 kematian; Inggris: 2.991 kasus baru dan 1.123 kematian. Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering menyebabkan kematian di negara-negara di dunia ketiga akibat kurangnya skrining yang efektif (Norwitz & Schorge, 2008). 3. Etiologi

Penyebab karsinoma serviks uteri belum jelas diketahui. Namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol;

a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual. Penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar resiko mendapat karsinoma serviks uteri.

b. Jumlah kehamilan dan partus. Karsinoma serviks uteri terbanyak dijumpai wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin semakin besar resiko mendapat karsinoma serviks uteri. Kategori partus sering belum ada keseragaman, menurut beberapa pakar berkisar 3-5 kali.

c. Jumlah perkawinan. Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan sering berganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap tumor ini. Pada penelitian sitologi tes Pap sekelompok wanita

tuna susila dan wanita biasa ternyata jumlah kasus prakarsinoma lebih banyak (lebih bermakna) pada wanita tuna susila.

d. Infeksi virus. Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab. Adanya infeksi virus dapat dideteksi dari perubahan sel epitel serviks uteri pada tes Pap. Pada infeksi virus sering dijumpai sitologi abnormal. e. Sosial ekonomi. Karsinoma serviks uteri banyak dijumpai pada golongan

sosial ekonomi rendah. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang dan hal ini dapat mempengaruhi imunitas tubuh.

f. Higiene dan sirkumsisi (Tambunan, 1995). g. Merokok (Rasjidi, 2009).

4. Patogenesis

Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamous dan sisanya merupakan adenokarsinoma dan jenis kanker lain (Tambunan, 1995). Kanker serviks biasanya didahului oleh displasia serviks (neoplasia

intraepithelial serviks/NIS). Insidens punsak NIS III (karsinoma in situ) adalah

pada usia 30 tahun (Robbin, 1999).

Kanker ini tumbuh dari lesi prekursor. Lesi pre-kanker diklasifikasikan menurut derajat maturasi epitel dan distribusi atipia sitologis.

a. NIS I (termasuk kandiloma), bila atipia mendominasi sel superficial (koilositosis), dengan dipertahankannya maturasi epitel

b. NIS II, bila atipia mendominasi lapisan superficial dan lapisan sel basal, tetapi dengan berkurangnya maturasi

c. NIS III, bila atipia terdapat di seluruh lapisan sel, tetapi dengan maturasi minimal atau tanpa maturasi (karsinoma in situ) (Robbin, 1999).

Terjadi perubahan derajat sel epitel displasia dan karsinoma in situ memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga perubahan karsinoma in situ menjadi karsinoma invasif terjadi setelah bertahun-tahun. Salah satu bukti yang menyokong teori ini adalah perbedaan umur yang bermakna antara penderita prakarsinoma dan karsinoma invasif. Umur penderita prakarsinoma 10-15 tahun lebih muda daripada penderita karsinoma invasif. Perilaku biologis sel tumor dalam proses pertumbuhan memungkinkan neplasma ini dapat dideteksi pada tingkat pertumbuhan awal (Tambunan, 1995).

5. Penyebaran Kanker Serviks

Kanker serviks dapat menyebar melalui salah satu dari empat cara berikut, yaitu:

a. secara langsung mengenai mukosa vagina

b. langsung mengenai miometrium segmen bawah uterus

c. melalui aliran limfatik paraserviks kemudian ke kelenjar-kelenjar limfe obturator, hipogastrik, dan iliaka ekterna

d. langsung mengenai struktur di dekatnya seperti kandung kemih di anterior, rektum di posterior, atau ke jaringan parametrium dan dinding samping pelvis di lateral (Heffner & Schust, 2008).

Invasi melalui saluran limfe bahkan dapat terjadi ketika tumor masih berukuran kecil. Penyebaran hematogen dan metastasis jauh biasanya merupakan manifestasi akhir dari penyakit ini (Heffner & Schust, 2008). 6. Penampakan Klinis Kanker Serviks

Simptom karsinoma serviks uteri tergantung pada tingkat pertumbuhan (stadium tumor). Prakarsinoma biasanya asimtomatik dan hanya ditemukan pada waktu pemeriksaan skrining kanker tes pap atau ditemukan berketepatan pada histerektomi karena penyakit lain. Simptom penyakit ini tidak ada yang spesifik, yaitu:

a. perdarahan per vaginam

Perdarahan di luar siklus haid, ataupun haid yang lama sering merupakan keluhan permulaan penderita. Keluhan contact bleeding yang terjadi sesudah senggama sering ditemukan. Vaginal discharge berwarna kuning atau merah seperti cucian daging

b. nyeri

c. gangguan miksi

d. konstipasi (Tambunan, 1995). 7. Diagnosis

a. Anamnesis

Penderita karsinoma serviks sering mengeluhkan adanya perdarahan per vaginam abnormal yang bervariasi antara lain:

1) contact bleeding yaitu perdarahan yang terjadi sesudah hubungan

2) haid yang berkepanjangan, lebih dari 7 hari atau perdarahan terjadi di antara 2 masa haid

3) perdarahan sesudah 2 tahun postmenopause

4) perdarahan yang mirip dengan cairan cucian daging, berbau amis, biasanya dijumpai pada stadium lanjut (Tambunan, 1995).

Keluhan low back pain, sakit pinggul yang persisten, konstipasi, gangguan miksi dan berat badan yang semakin menurun, sering menjadi keluhan penderita karsinoma serviks uteri stadium lanjut (Tambunan, 1995).

b. Pemeriksaan Fisik 1) Tes Pap

Apusan sitologi Pap atau tes Pap diterima secara universal sebagai alat skrining karsinoma serviks uteri. Metode ini peka terhadap pemantauan derajat perubahan pertumbuhan epitel serviks termasuk displasia dan karsinoma in situ, sehingga pertumbuhan lebih lanjut dapat dicegah (Tambunan, 1995).

Tabel I. Klasifikasi Sitologi Tes Pap menurut WHO (Tambunan, 1995) Klasifikasi Menurut WHO

Negatif Tidak ada sel maligna

Displasia Kecurigaan maligna

Positif Terdapat sel maligna

Inkonklusif Sediaan tidak dapat diintepretasi

2) Kolposkopi

Kolposkopi adalah alat ginekologi yang dipergunakan untuk melihat perubahan stadium dan luas permukaan abnormal epitel serviks uteri. Metode ini mampu mendeteksi prakarsinoma serviks dengan akurasi

diagnostik yang tinggi. Namun demikian kolposkopi tidak lazim dipergunakan untuk skrining karsinoma leher rahim karena biayanya mahal, pemeriksaan memerlukan waktu dan prosedur yang kurang parktis dibanding dengan tes Pap (Tambunan, 1995).

3) Biopsi

Biopsi merupakan prosedur diagnostik yang penting sekalipun sitologi usapan serviks menunjukkan karsinoma. Spesimen diambil dari daerah tumor yang berbatasan dengan jaringan normal (Tambunan, 1995).

8. Stadium Kanker Serviks

Tabel II. Stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation Of Gynaecology and Obstetrics) (Anonim, 2005a)

Stadium Keterangan

Stadium 0 pra invasif karsinoma

Stadium I karsinoma terbatas pada serviks Ia

Ib

mikro invasif karsinoma klinikal invasif karsinoma

Stadium II karsinoma meluas ke luar serviks, tetapi tidak sampai pada panggul dan atau meluas ke vagina tidak melebihi 1/3 total

IIa IIb

karsinoma belum infiltrasi ke parametrium karsinoma telah infiltrasi ke parametrium Stadium III karsinoma meluas lebih dari 1/3 bagian

distal vagina dan atau meluas ke panggul (tak ada ruang bebas antara tumor dengan dinding pelvis)

IIIa IIIb

karsinoma melebihi 1/3 distal vagina karsinoma meluas sampai dinding pelvis dan atau hidronefrosis atau tak

berfungsinya ginjal oleh karena ureterostenosis sebab tumor.

Stadium IV Proses keganasan sudah keluar dari panggul kecil atau secara klinis sudah didapatkan invasi ke dinding mukosa kandung kemih atau rektum.

Stadium IVa Pertumbuhan menembus organ-organ di sekelilingnya

Stadium IVb metastase jauh

9. Prognosis

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur penderita, keadaan umum penderita, stadium penyakit, ciri-ciri histologik sel tumor, kemampuan ahli atau tim ahli yang menanganinya, dan sarana pengobatan yang tersedia (Harahap, 1982).

Berikut ini angka kelangsungan hidup penderita selama lima tahun adalah sebagai berikut : stadium 0 : 100%; stadium 1: 80-90%; stadium 2: 75%; stadium 3: 35%; stadium 4: 10%-15% (Robbin, 1999).

C. Nyeri

Dokumen terkait