• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Jakarta terletak di dataran rendah yang memilki ketinggian ± 7 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi iklim Köppen, Jakarta memiliki iklim tropis monsoon (Af) sebagaimana daerah lainnya di Indonesia. Perbedaan musim hujan dan kemarau nyata, dimana musim hujan terjadi antara November-Maret, namun kondisi basah hampir di sepanjang tahun. Sedangkan musim kemarau berlangsung antara Mei-September. Curah hujan rata-rata tahunan 164 mm,dan puncaknya terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata curah hujan bulanan mencapai 460 mm. Sedangkan pada musim kemarau curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dengan rata-rata curah hujan bulanan 50 mm. Suhu bervariasi pada kisaran antara 23,7 oC (minimum) hingga 34,2 oC (maksimum), dengan suhu rata-rata tahunan 27 oC. Kelembaban relatif berkisar antara 80-90%, dan arah angin dipengaruhi oleh angin musim.

Titik pengamatan Pinangsia adalah kawasan bisnis padat yang terletak lebih kurang 500 m di selatan komplek Kota Tua Jakarta dan 2 km dari pelabuhan Sunda Kelapa. Area seluas lebih kurang 160.000 m2 tersebut dipadati bangunan pertokoan dan perkantoran tua setinggi 3-4 lantai, yang mengapit jalan beraspal selebar 10 m berorientasi utara-selatan dan timur-barat. Ruang terbuka hijau dan badan air sangat terbatasdan tidak tersedia area parkir yang memadai. Sedangkan kawasan pinggiran kota yaitu kawasan Jagakarsa, adalah kawasan penyangga yang kaya vegetasi dan badan air. Namun kawasan saat ini telah tumpang tindih dengan pemukiman dengan kepadatan rendah. Deskripsi umum area pengamatan diberikan dalam Tabel-1.

Tabel 1Deskripsi umum area pengamatan Area

Pengamatan Deskripsi Umum Permukaan

Pinangsia

Kawasan bisnis yang padat lalu lintas, dengan total luas area +/- 160.000 m2. Area didominasi bangunan tua berlantai 3-5yang terbuat dari material; bata, plesteran, beton, keramik, asbes, seng, semen.Jalan beraspal berarah utara-selatan dan timur-barat, panjang +/- 3,2 km dan lebar 10 m, diapit oleh bangunan pertokoan dan perkantoran dengan ketinggian 12-30 m. Sangat minim vegetasi dan badan air.

Jagakarsa

Kawasan resapan air yang hijau dan pemukiman penduduk kerapatan rendah.Permukaan didominasi material tembus air seperti tanah, kerikil, dan vegetasi, rumput dan semak. Berlokasi di ujung Selatan Jakarta yang berbatasan langsung dengan kota Depok. Jalan beraspal dan tanah di area pemukiman dengan lebar antara 5-10 m dengan lalu lintas yang sepi

Lokasi titik pengamatan dan penyamplingan data yaitu di kawasan padat Pinangsia, Jakarta Barat dan di kawasan hijau Jagakarsa, Jakarta Selatan ditampilkan pada Gambar-2 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2 Lokasi titik pengamatan(a) area padat kota Pinangsia, (b) kawasan pinggiran kota Jagakarsa yang terbuka dan hijau

Peralatan Penelitian

Peralatan utama yang digunakan untuk penyamplingan data cuaca adalah stasiun cuaca otomatis AWS (automatic weather station) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-3 berikut ini.

Gambar 3 AWS dan unitakuisisi data Model CEA520. Sumber: http://www. cimel.fr/?weather-station=automatic-weather-station&lang=en

Sistem AWS produksi Cimel Elektronique Perancis ini terdiri dari tiga unit utama yaitu; unit akuisisi data, terdiri dari seperangkat sensor cuaca (6 jenis sensor), unit penyimpanan data (datalogger), unit catu daya (baterai kering dan panel surya), dan dudukan datalogger dan sensor. Gambar-4 memperlihatkan jenis sensor cuaca yang digunakan oleh AWS Cimel Elektronique sebagai berikut;

13

Gambar 4 Unit sensor cuaca;(a) sensor suhumodel CES601, (b) sensor kelembaban relatif model CES191,(c) sensor kecepatan angin model CES155, (d) sensor arah angin model CES157, (e) sensor radiasi matahari model CES180, dan (f) sensor curah hujan model CES189. Sumber: http://www. cimel.fr/?weather-station=automatic-weather-station&lang=en

Peralatan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kompas, alat ukur panjang (meteran), dan perangkat lunak: Microsoft Office Excell 2007, dan Matlab versi R2010a.

Deskripsi Model SLUC

Penelitian ini menggunakan model Single-Layer Urban Canopy (SLUC) (Gambar-5) yaitu gabungan model Town Energy Budget (TEB) Masson (2000) dengan model atmosfer (Kusaka et al. 2001; Trusilova, 2006; Ryu et al. 2011). Model TEB adalah model penyerderhanaan geometri perkotaan menggunakan unit terkecil perkotaan berbasis fisika yang direpresentasikan oleh empat permukaan berbeda, yaitu dua permukaan horizontal (atap bangunan, dan jalan), dan dua permukaan vertikal (dua permukaan dinding bangunan yang mengapit jalan) (Masson, 2000).

Model SLUC memperlakukan canyon perkotaan sebagai permukaan tunggal atap dan street canyon sebagai permukaan tunggal dinding dan jalan. Level teratas (ketinggian atap bangunan) model SLUC merupakan syarat batas terbawah model atmosfer skala meso. Pada level terbawah ini, fluks: radiatif, panas, kelembaban, dan momentum dari permukaan atap dan street canyon (dinding dan jalan) dihitung secara poporsional terhadap fraksi area horizontal pada model atmosfer (Masson, 2000). Model dikembangkan untuk memparameterisasi interaksi proses dinamika dan termodinamika antara permukaan perkotaan dengan lapisan atmosfer yang memperhitungkan penyerapan/pantulan radiasi oleh permukaan dinding dan jalan, jebakan radiasi langsung datang, fluks panas dan uap air dari

(a) (b) (c)

(e) (f)

Gambar 5 Skema kopel model perkotaan dan model atmosfer. TSroof: suhu permukaanatap, TSroad: suhu jalan, dan TSwall: suhu dinding. Suhu lapisan material atap (Troof-1...Troof-n), jalan (Troad-1...Troad-n), dan fluks panas tanah nol (Gin=0). Tibd: Suhu internal bangunan, dan Q f-traffic: fluks panas lalu lintas. Hbld: ketinggian bangunan dan Wroad: lebar jalan. Sumber: Modifikasi dari Lemonsu, et al. (2003) dan Olesson, et al. (2008)

ketiga permukaan canyon, fraksi vegetasi, tambahan fluks panas antropogenik dari kanopi perkotaan ke atmosfer (panas sensibel dari lalu lintas; pada level jalan, panas senssibel dari industri; pada level atap. Fluks panas keluar dari permukaan padat perkotaan dan vegetasi dirata-ratakan menjadi pertukaran energi dan momentum antara kanopi perkotaan dan atmosfer, serta profil angin eksponensial (Chen, et al. 2011). Fluks dihitung untuk tiap permukaan: atap, jalan, dan dinding, kemudian karakteristik perkotaan dirata-ratakan secara spasial pada model atmosfer (Masson, 2000).

Model canyon perkotaan digerakkan oleh model atmosfer melalui unsur meteorologis lapisan atmosfer pada ketinggian acuan zatm, yaitu: angin (uatm),suhu

Tatm, kelembaban spesifik qatm, presipitasi Patm, radiasi matahari Satm, dan radiasi gelombang panjang Latm. Komponen fluks dari unit perkotaan ke model atmosfer adalah panas sensibel H dan panas laten LE, momentum τ, radiasi gelombang pendek pantulan S↑, dan emisi radiasi gelombang panjang L↑. Sedangkan suhu udara(Tac), kelembaban spesifik (qac) dan kecepatan angin uclapisan kanopi perkotaan ditentukan dari model perkotaan (Olesson, et al. 2008).

Kesetimbangan energi street canyon dikembangkan dari kesetimbangan rata-rata permukaan dan profil suhu substrat untuk empat permukaan berbeda. Ada empat perbedaan antara kesetimbangan energi untuk urban street canyon dan permukaan horizontal. Pertama, syarat batas kedua pada fluks panas lapisan terbawah (ground level) bervariasi dari fluks panas nol permukaan jalan (sebagai permukaan horizontal) dan suhu konstan untuk permukaan lainnya. Sumber panas antropogenik mengambil suhu internal bangunan dengan nilai konstan tertentu.

Atmospheric Forcing

uatm Tatm, qatm Satm , Latm Patm

U rb an ca n o p y l a y e r Rou gh n e ss s u b lay e r T E B m o d e l Gin= 0 Wroad Atmos p h e ri c m o d e l In e rti a l su b lay e r Hblg

15

Kedua, kecepatan perpindahan fluks panas sensibel tiap permukaan berbeda terhadap geometri canyon. Ketiga, komponen penggerak atmosfer (eksternal forcing) berbeda tergantung pada geometri canyon. Keempat, perbedaan antara kesetimbangan energi canyon (permukaan vertikal) dan kesetimbangan energi permukaan horizontal adalah interaksi kesetimbangan energi melalui fluks radiatif dan fluks panas turbulen (Harman, 2003).

Keistimewaan (ciri-ciri) yang dimiliki oleh model SLUC adalah: (a) model dapat memformulasikan pertukaran energi dan momentum antara permukaan perkotaan dengan lapisan atmosfer secara kolom (1-dimensi), (b) memasukkan pengaruh geometri perkotaan, yang dinyatakan dengan canyon aspect ratio (h/w;

h tinggi bangunan, dan w lebar jalan), (c) memasukkan efek bayangan bangunan, penyerapan, pantulan radiasi langsung dan gelombang pendek, (d) memperkirakan suhu permukaan, pertukaran fluks panas dan air dari atap, jalan, dinding, dan transfer panas konduksi dari permukaan bangunan (Masson, 2000, Kusaka et al, 2001, Harman, 2003, Salamanca et al, 2011, dan Ryu et al., 2011).

Pada model TEB (Masoon, 2000), kanopi perkotaan diasumsikan suatu susunan street canyon isotropik dengan tiga permukaan berbeda, dimana perpindahan panas dihitung melalui beberapa lapisan material (umumnya empat). Fluks panas dan neraca radiasi diperoleh dengan menghitung energi pada permukaan dinding dan jalan secara terpisah, termasuk pantulan berulang radiasi pada jalan. Pada neraca yang detail ini, koefisien perpindahan panas antara permukaan dan udara di dalam kanopi, diantara kanopi dan udara di atasnya, kecepatan angin di dalam kanopi dihitung menggunakan parameter empirik (Dupont dan Mestayer, 2006).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kota Jakarta dengan titik pengambilan data di area padat Pinangsia dan pinggiran kota Jagakarsa (tanda bintang pada Gambar-6).

Gambar 6 Peta lokasi pengamatan

Pinangsia

Secara geografis kota Jakarta berada pada posisi 1060 31’- 1070 BT dan 50 29’ 50”- 6026’ LS, kawasan Pinangsia Jakarta Barat 106048’ 826” BT dan 608’ 067” LS, dan kawasan Jagakarsa Jakarta Selatan 106049’ 255” BT dan 6020’ 923” LS.

Penyamplingan data dilakukan pada dua titik yaitu di area padat kota Pinangsia, dan area hijau Jagakarsa pinggiran kota. Penyamplingan dimulai bulan Oktober hingga Nopember 2012, tanggal 18 Oktober 2012 sampai 18 Nopember 2012, dengan frekuensi penyamplingan dilakukan tiap jam. Posisi penyamplingan di area padat kota dilakukan pada ketinggian berbeda yaitu: 2 m di atas jalan beraspal, dan 15 m di atas atap bangunan 4 lantai (tinggi bangunan 15 m). Sedangkan di area terbuka pinggiran kota, penyamplingan dilakukan pada ketinggian standar yaitu 2 m di atas tanah. Instrumentasi (sensor) dan posisi penempatannya secara rinci dijelaskan dalam Tabel-2.

Tabel 2 Instrumentasi, variabel, dan ketinggian pengamatan Instrumentasi (sensor) Variabel

(Satuan)

Ketinggian (m) Area padat kota (Pinangsia)

Suhu (Cimel CES601) T[oC] 2 dan 30

Kelembaban Relatif (Cimel CES191) RH[%] 2 dan 30 Kecepatan Angin (Cimel CES155) u [m.s-1] 2 dan 30 Arah Angin (Cimel CES157) wind dir. [deg] 2 dan 30 Radiasi matahari (Cimel CES180) S↓ [W.m-2

] 2 dan 30

Curah hujan (Cimel CES189) P [mm] 2

Area pinggirankota (Jagakarsa)

Suhu (Cimel CES601) T[oC] 2

Kelembaban Relatif (Cimel CES191) RH[%] 2 Kecepatan Angin (Cimel CES155) u [m.s-1] 2 Arah Angin (Cimel CES157) wind dir. [deg] 2 Radiasi matahari (Cimel CES180) S↓ [W.m-2

] 2

Curah hujan (Cimel CES189) P[mm] 2

Kedua lokasi penyamplingan ditentukan berdasarkan perbedaan peruntukan lahan dan karakteristik fisik permukaan. Karakter permukaan yang diperhatikan adalah keberadaan bangunan dan jenis material penyusunnya, infrastruktur jalan, trotoar, lahan perparkiran, jalur hijau, area vegetasi, badan air serta orientasi jalan. Orientasi jalan perkotaan dipilih berarah utara–selatan dengan maksud agar kedua sisi dinding bangunan yang mengapit jalan menghadap ke arah timur dan barat, sehingga kedua permukaan bangunan mendapatkan pencahayaan sinar matahari secara maksimal sepanjang hari. Lokasi pengamatan dan posisi penyamplingan data ditunjukkan pada Gambar-7.

17

(a) (b) (c)

Gambar 7 Lokasi dan posisi penyamplingan data. (a) Pinangsia; 30 m di atas bangunan, (b) Pinangsia; 2 m di atas jalan aspal, (c) Jagakarsa; 2 m di lahan terbuka hijau

Adapun data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada kedua lokasi pengamatan yaitu area padat Pinangsia dan kawasan pinggiran kota Jagakarsa secara grafis ditunjukkan pada Gambar-8, dan data numeriknya pada Lampiran 1.

(a)

(b) (c)

Gambar 8 Data hasil pengamatan, (a) radiasi global, (b) suhu potensial pada ketinggian acuan 30 m, dan (c) kecepatan angin

Parameterisasi Proses Fisika

Parameter Model

Model SLUC memparamerisasi proses interaksi permukaan perkotaan dengan dinamika dan termodinamika atmosfer. Untuk menginisiasi skema neraca energi perkotaan diperlukan data masukan model yakni data cuaca, dimensi

canyon, dan parameter fisik permukaan, sebagaimana ditunjukkan pada (Tabel-3). Tabel 3 Parameter model SLUC

Simbol Arti Simbol Satuan Nilai

Parameter Geometri :

1. Fraksi luasana)

αtown Fraksi luasan tertutupi oleh material buatan % 98

αbld Fraksi luasan tertutupi oleh bangunan % 90

1 − αbld Fraksi luasan tertutupi oleh jaringan jalan % 40

2. Geometri canyona)

H Ketinggian bangunan m 15

W Lebar jalan m 10

h/w Canyon aspect ratio 1,5

z0town Panjang kekasaran dinamik sistem bangunan m 5

Cd Koefisien geser (drag coefficient) 1

3. Ketebalan lapisana)

dR1, dR2, dR3 aspal gulungan, beton padat,penyekat m 0,01; 0,10; 0,05

dw1, dr2, dr3 beton berongga/jendela, batu bata, penyekat m 0,02; 0,10; 0,01

dr1, dw2, dw3 aspal, batuan dan kerikil dan tanah kering m 0,07; 0,30; 1,00 Parameter Radiatif : 1. Albedo lapisanb) αR1 Lapisan atap 0,20 αw1 Lapisan dinding 0,25 αr1 Lapisan jalan 0,08 2.Emissivitas lapisanb) εR1 Lapisan atap 0,90 εw1 Lapisan dinding 0,90 εr1 Lapisan jalan 0,95 Parameter Termal :

1. Konduktivitas termal lapisan ke k c)

λR1, λR2,λR3 Lapisan atap ke 1, 2, dan 3 0,94; 0,03; 0,16

λw1, λw2, λw3 Lapisan dinding ke 1, 2, dan 3 0,88; 0,88; 0,21

λr1, λr2, λr3 Lapisan jalan ke 1, 2, dan 3 W/mK 0,82; 2,10; 0,40

2. Kapasitas panas lapisan ke k c)

CR1, CR2, CR3 Lapisan atap ke 1, 2, dan 3 1,70; 1,50; 0,87 Cw1, Cw2, Cw3 Lapisan dinding ke 1, 2, dan 3 1,54; 1,54; 0,32 Cr1, Cr2, Cr3 Lapisan jalan ke 1, 2, dan 3 MJ/mK 1,74; 2,00; 1,40

a)

19

Data meteorologis terdiri: radiasi matahari masuk/kelaur, radiasi gelombang panjang masuk, suhu udara, kelembaban spesifik, kecepatan angin, dan curah hujan. Selanjutnya parameter geometri (dimensi canyon): ketinggian bangunan, lebar jalan, canyon aspect ratio, panjang kekasaran dinamik, dan koefisien pergeseran,

ketebalan lapisan (atap, jalan, dinding), fraksi luas permukaan tertutupi bangunan, material buatan, jalan, dan vegetasi, dan orientasi canyon. Parameter permukaan: parameter radiatif; albedo dan emissivitas lapisan atap, jalan, dan dinding. Konstanta fisika yang digunakan dalam model: konduktivitas termal dan kapasitas panas material permukaan atap, jalan, dan dinding; dan konstanta Stefan-Bolltzman.

Evolusi Suhu Permukaan

Evolusi suhu pada lapisan permukaan atap, jalan, dan dinding (diwakili oleh lapisan tengah tiap lapisan) dihitung berdasarkan pada prinsip neraca energi dengan persamaan prognostik untuk lapisan atap, jalan, dan dinding yang dinyatakan dengan persamaan berikut (Masson, 2000);

⋆1,2 (1)

di mana ⋆ adalah jenis permukaan canyon yaitu; atap (R), jalan (r), dan dinding (w). T⋆k adalah suhu permukaan lapisan ke k (untuk persamaan di atas, k = 1), Ck: kapasitas panas bahan, λk: konduktivitas termal bahan, dan dk: ketebalan lapisan. , , H, LE, Gwater, dan G1,2 masing-masing: radiasi matahari netto, radiasi gelombang panjang netto, fluks panas sensibel, fluks panas laten, fluks konduksi panas antara lapisan air dan lapisan permukaan, dan fluks konduksi panas antara lapisan permukaan dengan lapisan terbawah. Sementara itu P, Lv ,dan WRmaks

masing-masing: presipitasi, panas laten penguapan, dan jumlah air hujan maksimum di permukaan atap (nilai maksimum = 1).

Diasumsikan bahwa lapisan teratas permukaan atap, jalan, dinding sangat tipis, sehingga suhu rata-rata lapisan dapat digunakan untuk mengevaluasi fluks radiatif dan turbulen pada permukaan. Ini dimaksudkan bahwa suhu permukaan T dihitung sebagai T⋆1 (T= T⋆1). Suhu lapisan lainnya dihitung sesuai persamaan konduksi panas satu dimensi, yaitu (Masson, 2000);

(2) Fluks konduksi panas antara lapisan ke k dan ke k+1 (k < n : dimana n = 3 adalah banyaknya lapisan) dihitung dengan persamaan (Masson, 2000);

(3) di mana konduktivitas lapisan ke k dan k+1 adalah ;

Syarat batas terbawah permukaan atap dan dinding diberikan oleh suhu internal bangunan (Tibld), sedangkan untuk permukaan jalan syarat batas terbawah sama dengan nol. Fluks antara lapisan ke n (lapisan terdalam) dengan lapisan di atasnya adalah (Masson, 2000);

(4)

(5) (6)

Neraca Radiasi Gelombang Panjang

Radiasi gelombang panjang yang tertahan di dalam canyon perkotaan dianggap terjadi satu kali emisi (pantulan) ulang. Radiasi gelombang panjang netto yang diserap oleh permukaan jalan dan dinding dihitung dengan mempertimbangkan faktor sky-view ) yakni faktor yang menyatakan fraksi penampakan langit dari permukaan jalan dan dinding (Masson, 2000), yaitu:

(7)

↓+ 1− 1−2 ↓+ 21− 1−2 2 4+ 21−

1− 4+ 1− 1−2 4 (8)

di mana faktor sky-view permukaan jalan dan dinding masing-masing adalah;

dan

21

dan

Neraca Radiasi Gelombang Pendek Radiasi langsung

Disebabkan adanya efek bayangan pada permukaan dinding atau jalan, maka untuk mengestimasi fluks radiasi yang diterima oleh permukaan jalan atau dinding perlu memperhitungkan arah sinar matahari terhadap sumbu canyon (θ) dan sudut ketinggian matahari (θz). Jika orientasi jalan tegak lurus terhadap arah sinar matahari (θ= π/2), maka θzr = arc tan (w/h) yang didefinisikan sebagai sudut ketinggian dimana sinar matahari mulai menyinari permukaan jalan (Masson, 2000) yaitu;

(9) (10) (11) Radiasi pantulan

Radiasi matahari langsung ( ) yang diterima permukaan dideduksi dari faktor sky-view. Oleh karena bentuk canyon dan kemungkinan permukaan memiliki albedo tinggi, maka neraca radiasi gelombang pendek dihitung dengan memecahkan sistim geometri untuk sejumlah pantulan tak terbatas. Pantulan dianggap isotropik, artinya tidak ada pantulan dengan arah tidak beraturan pada model ini. Total radiasi matahari yang diserap oleh tiap jenis permukaan menurut (Masson, 2000) adalah;

(12)

(13) (14)

Panas Antropogenik

Panas dan uap air yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau penduduk kota dilepaskan ke atmosfer. Ada dua sumber utama panas dari aktivitas perkotaan yaitu panas dari rumah tangga dan hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor. Panas rumah tangga ditentukan dengan mengandaikan suhu internal bangunan adalah konstan. Sumber panas tersebut dilepaskan ke arah dinding atau atap dan selanjutnya diemisikan ke lapisan atmosfer secara konduksi.

Fluks Panas Antara Atap dan Atmosfer

Fluks panas sensibel H dan uap air LE antara permukaan atap dan atmosfer dihitung dengan hubungan berikut ini (Masson, 2000);

(15) (16)

Kecepatan Angin Dalam Canyon

Perhitungan kecepatan angin dalam canyon diperlukan untuk mengestimasi fluks panas antara permukaan bangunan (atap, jalan,dinding) dan canyon. Masson (2000) menghitung kecepatan angin vertikal sejajar dinding dengan;

(17) dan kecepatan angin horizontal diestimasi pada setengah ketinggian canyon

(dinding), yaitu dengan menggunakan hubungan berikut;

(18)

Fluks Panas Sensibel dan Laten Dalam Canyon Fluks antara udara canyon dan atmosfer

Fluks Panas H dan uap air LE antara canyon dan atmosfer dihitung menggunakan hubungan berikut (Masson, 2000);

(19)

23

Fluks antara dinding, jalan, dan udara dalam canyon

Besarnya fluks antara permukaan canyon (dinding dan jalan) dan udara dalam canyon dipengaruhi oleh sifat aerodinamis (resistan permukaan) permukaan dinding (RESw) dan jalan (RESr). Besarnya resistan kedua permukaan dianggap sama, yang dihitung dengan hubungan berikut (Masson, 2000);

(21) Sehingga fluks panas sensibel dan laten antara permukaan canyon dan udara di dalam canyon dapat diperoleh dengan hubungan berikut ini. Masson (2000) memberikan persamaan fluks panas sensibel dan laten dari permukaan jalan;

(22) (23) dan fluks panas sensibel dan fluks panas laten dari permukaan dinding;

(24) (25)

Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian ini diawali dengan persiapan penelitian, penentuan lokasi penelitian, penyamplingan data, analisis data penelitian, parameterisasi proses fisika, menjalankan model dan menguji keakuratan model SLUC. Tahap persiapan difokuskan pada kegiatan pengumpulan informasi dan data lokasi penelitian seperti peta lokasi, luas area dan kepadatan penduduk, tata guna lahan kondisi riil di lapangan, dan kondisi umum iklim setempat. Tahap berikutnya menentukan lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan pada dua lokasi yaitu di area padat kota dan area pinggiran kota.Area padat kota ditentukan menggunakan teknik cluster sampling. Sedangkan area pinggiran ditentukan dengan pengamatan langsung dilapangan. Prosedur penentuan area padat sebagai berikut; dari lima wilayah administratif Jakarta dipilih 2 sampel wilayah terpadat penduduknya. Berdasarkan data kepadatan penduduk dipilih wilayah Jakarta Pusat (kepadatan 18,676 ribu jiwa/km2) dan Jakarta Barat (kepadatan 17,592 ribu jiwa/km2). Dari dua sampel tersebut dipilih dua sampel kelurahan dengan kawasan bisnis terpadat yaitu kawasan Taman Sari dan Sawah Besar. Akhirnya dipilih satu kawasan bisnis padat dengan jalan berarah utara-selatandiapit oleh bangunan dengan ketinggian hampir merata. Kawasan tersebut adalah area bisins Pinangsia dengan luas sekitar 160.000 m2, dengan titik pengamatan di jalan Pinangsia Timur Jakarta Barat. Selanjutnya area pinggiran kota ditentukan berdasarkan pengamatan langsung dilapangan. Ditetapkanlah lokasi pengamatan disebuah lahan terbuka seluas

kurang lebih 10.800 m2 milik perusahaan pengembang PT. Casamora yang berlokasi di jalan Belimbing kawasan Jagakarsa Jakarta Selatan.

Penyamplingan data cuaca dititik pengamatan dilakukan pada posisi berbeda. Pada area Pinangsia, penyamplingan dilakukan 2 m di atas jalan aspal, dan 15 m di atas atap bangunan 4 lantai (tinggi 15 m). Pada area Jagakarsa penyamplingan dilakukan 2 m di lahan rumput. Data yang disampling in situ di kedua lokasi adalah sama, yaitu; radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, arah angin, dan curah hujan. Data geometri canyon yaitu ketinggian bangunan dan lebar jalan diukur langsung dilokasi pengamatan area Pinangsia, pada salah satu bangunan terpilih dan jalan beraspal di depannya. Sedangkan suhu permukaan dan nilai parameter fisik bangunan diperoleh dari literatur. Setelah data diperoleh maka tahapan berikutnya adalah menganalisis data hasil pengamatan menggunakan prosedur analisis data yang baku.

Tahap selanjutnya melakukan parameterisasi untuk menghitung sejumlah proses fisika penting yang terjadi di dalam canyon perkotaan. Setelah itu dilakukan validasi model menggunakan data masukan cuaca yang disampling di area Pinangsia.

Tahapan terakhir penelitian adalah menguji kinerja dan kehandalan model dalam mensimulasi dan memprediksi komponen neraca radiasi dan energi, serta suhu permukaan canyon. Alur kerja kegiatan penelitian diberika pada Lampiran-2

Analisis Data Pengamatan Pengolahan Awal Data

Data awal cuaca hasil pengukuran yang masih terekam pada alat penyimpan data di salin ke dalam format Excell (ekstensi .xls) sehingga lebih mudah diolah. Selanjutnya data disusun dalam tabel yang secara kolom menunjukkan unsur-unsur cuaca yang diukur, dan secara lajur menunjukkan waktu penyamplingan data. Setelah itu ditentukan suhu udara rata-rata jam-an dengan hubungan berikut,

(26) di mana: nj: jumlah data jam-an dalam sehari; i: data ke (1,2, . . .10); TUave : suhu udara rata-rata jam-an; TUaveJi: rata-rata suhu udara dari rata-rata suhu udara jaman.

Data Suhu Permukaan Canyon

Perhitungan neraca energi permukaan canyon; atap, dinding, dan jalan, diperlukan data pengukuran suhu lapisan terluar ketiga permukaan tersebut. Pada penelitian ini hal tersebut gagal dilakukan disebabkan terjadi kerusakan sensor pengukur suhu permukaan yang dapat merekam data suhu selama 24 jam secara otomatis. Untuk itu digunakan data pengukuran Oke (1999) yang diambil pada kota Mexico City Meksiko, menggunakan termometer infrared. Data diambil pada bulan Desember tahun 1999 selama satu minggu pada musim kering (panas),

25

dilokasi historis kota yang padat yang didominasi gedung-gedung pemerintahan dan pusat komersial dengan ketinggian bangunan 18,4 ± 6,6 m. Saat pengukuran suhu dilakukan kecepatan angin lebih kecil dari 3,5 ms-1.

Data Geometri Perkotaan

Untuk merepresentasikan perkotaan sebenarnya, diperlukan beberapa data dan nilai parameter permukaan fisik perkotaan, seperti data geometri canyon, parameter radiatif dan termal material perkotaan. Data geometri canyon terdiri dari ketinggian bangunan, lebar jalan, tebal dan jenis material lapisan 1,2, dan 3 atap, dinding dan jalan diperoleh dari pengamatan di area pengamatan Pinangsia. Sedangkan nilai parameter radiatif dan termal seperti albedo, emissivitas, konduktivitas dan kapasitas termal bangunan diperoleh dari Masson (2000) dan Masson et al. (2002).

Uji Kehandalan Model

Untuk melihat kehandalan unjuk kerja model dalam mensimulasikan suhu permukaan dan fluks turbulen pada model permukaan atmosfer skala meso ( sigle-layer urban canopy) diperlukan beberapa uji statistik. Data suhu atap, dinding,

Dokumen terkait