• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsentrat dengan bobot konstan hasil penguapan pelarut dari fraksi cair kemudian dianalisis konsentrasi β-karoten menggunakan metode spektrofotometer (PORIM p2.6 1995). Kemudian dihitung rendemen bobot, tingkat pemekatan β-karoten, dan recovery β-karoten dari konsentrat yang diperoleh (Lampiran 1). Pengaruh perlakuan jenis pelarut heksana dan aseton terhadap karakter konsentrat yaitu rendemen bobot, tingkat pemekatan β-karoten, dan recovery β-karoten dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.

35 1. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Rendemen Bobot Konsentrat

Rendemen bobot konsentrat merupakan persentase perbandingan bobot konsentrat yang diperoleh terhadap bobot MSK. Semakin besar bobot konsentrat, maka semakin besar rendemen bobot konsentrat. Tujuan penghitungan rendemen bobot konsentrat adalah untuk melihat pengaruhnya terhadap recovery β-karoten. Rendemen bobot konsentrat dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen bobot konsentrat Gambar 15 memperlihatkan bahwa pelarut heksana menghasilkan rendemen bobot konsentrat yang lebih tinggi dibandingkan pelarut aseton. Tingginya rendemen bobot konsentrat hasil fraksinasi pelarut heksana karena tingginya gliserida MSK yang terlarut di dalam pelarut heksana pada fraksi cair. Tingginya kelarutan gliserida di dalam pelarut heksana dikarenakan gliserida yang bersifat non-polar dapat larut dengan sempurna di dalam pelarut heksana yang bersifat non-polar juga. Hal ini sesuai dengan prinsip like disloves-like yaitu senyawa non-polar akan larut dalam senyawa non-polar, dan sebaliknya senyawa polar akan larut dalam senyawa polar juga (Houghton dan Raman 1998). Tingginya kelarutan gliserida di dalam

36 pelarut heksana menyebabkan fraksi cairnya mengandung gliserida terlarut lebih banyak, sehingga ketika pelarut heksana diuapkan dari fraksi cair akan diperoleh konsentrat dalam jumlah (bobot) yang lebih tinggi.

Hal yang sebaliknya terjadi pada konsentrat yang diperoleh dari fraksinasi pelarut aseton yang bersifat semi-polar kurang melarutkan gliserida MSK yang bersifat non-polar pada suhu rendah. Perbedaan kepolaran ini menyebabkan lebih sedikit gliserida MSK yang terlarut di dalam fraksi cair, sehingga ketika pelarut aseton diuapkan dari fraksi cair akan diperoleh konsentrat dalam jumlah (bobot) yang lebih rendah. Berdasarkan hasil uji ANOVA, jenis pelarut heksana dan aseton memberikan pengaruh secara signifikan terhadap rendemen bobot konsentrat β-karoten pada taraf nyata 5% (Lampiran 2).

2. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Tingkat Pemekatan β-karoten

Pemekatan β-karoten merupakan perbandingan konsentrasi β-karoten di dalam konsentrat terhadap konsentrasi β-karoten di dalam MSK. Semakin tinggi konsentrasi β-karoten di dalam konsentrat, maka semakin tinggi tingkat pemekatan β-karoten yang dihasilkan. Tujuan penghitungan tingkat pemekatan β-karoten adalah untuk melihat kemampuan pelarut, baik heksana maupun aseton, dalam proses pemekatan β-karoten dari MSK dengan metode fraksinasi pelarut. Tingkat pemekatan β-karoten di dalam konsentrat dapat dilihat pada Gambar 16.

37 Gambar 16 memperlihatkan bahwa pelarut aseton menghasilkan tingkat pemekatan β-karoten yang lebih tinggi dibandingkan pelarut heksana. Tingginya pemekatan β-karoten hasil fraksinasi pelarut aseton karena rendahnya kelarutan gliserida MSK di dalam pelarut aseton pada fraksi cair. Rendahnya kelarutan gliserida di dalam pelarut aseton dikarenakan gliserida yang bersifat non-polar kurang dapat larut di dalam pelarut aseton yang bersifat lebih polar (semi-polar). Hal ini sesuai dengan prinsip like disloves-like yaitu senyawa non-polar akan larut dalam senyawa non-polar, dan sebaliknya senyawa polar akan larut dalam senyawa polar juga (Houghton dan Raman 1998). Rendahnya kelarutan gliserida di dalam pelarut aseton menyebabkan fraksi cairnya mengandung gliserida terlarut lebih sedikit, sehingga ketika pelarut aseton diuapkan dari fraksi cair akan diperoleh perbandingan kandungan β-karoten terhadap kandungan gliserida MSK di dalam konsentrat yang lebih tinggi. Menurut Stahl (1969), tingkat kepolaran pelarut berpengaruh terhadap daya larut β-karoten yang sedikit lebih polar (dibandingkan gliserida) yang terlihat dari struktur β-karoten yang memiliki banyak ikatan rangkap, gugus fungsional OH, dan cincin aromatik. Selain itu, penurunan suhu secara bertahap dan waktu penyimpanan yang optimal pada masing-masing suhu memastikan seluruh gliserida telah membeku pada fraksi padat. Penurunan suhu yang rendah hingga -20o

3. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Recovery β-karoten

C juga menyebabkan peningkatan konsentrasi β-karoten di dalam konsentrat (Kuswardhani 2007). Berdasarkan hasil uji ANOVA, jenis pelarut heksana dan aseton memberikan pengaruh secara signifikan terhadap tingkat pemekatan β-karoten pada taraf nyata 5% (Lampiran 3).

Recovery β-karoten merupakan persentase hasil perbandingan total β-karoten di dalam konsentrat terhadap total β-karoten di dalam MSK. Total β-karoten konsentrat berbanding lurus dengan recovery β-karoten. semakin tinggi total β-karoten di dalam konsentrat, maka semakin tinggi recovery β-karoten yang dihasilkan. Total β-karoten merupakan hasil perkalian bobot konsentrat dengan konsentrasi β-karoten di dalam konsentrat. Dengan kata lain, semakin tinggi bobot konsentrat dan konsentrasi β-karoten, maka

38 semakin tinggi recovery β-karoten yang dihasilkan. Tujuan penghitungan recovery β-karoten adalah untuk melihat berapa persen β-karoten yang dapat dipisahkan dari MSK menggunakan metode fraksinasi pelarut. Recovery β-karoten fraksinasi pelarut setiap tahap fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Pengaruh jenis pelarut terhadap recovery β-karoten konsentrat Gambar 17 memperlihatkan bahwa pelarut heksana menghasilkan total recovery β-karoten (73.61%) yang lebih tinggi dibandingkan total recovery β-karoten pelarut aseton (40.04%) (Gambar 20 dan Gambar 21). Tingginya total recovery β-karoten hasil fraksinasi pelarut heksana karena tingginya total β-karoten di dalam konsentrat. Tingginya total β-karoten dikarenakan tingginya bobot konsentrat yang dihasilkan dari fraksinasi pelarut heksana. Tingginya bobot konsentrat tersebut karena tingginya kelarutan gliserida di dalam pelarut heksana yang sama-sama memiliki sifat non-polar pada fraksi cair. Sama seperti yang telah dijelaskan pada sub sub-bab Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Rendemen Bobot Konsentrat, yaitu dikarenakan tingginya kandungan gliserida MSK di dalam konsentrat yang dihasilkan. Tingginya bobot konsentrat meningkatkan total β-karoten dan pada akhirnya meningkatkan recovery β-karoten. Akan tetapi, rendahnya konsentrasi konsentrat yang dihasilkan dari fraksinasi pelarut heksana tidak banyak mengurangi tingginya recovery β-karoten yang diperoleh tersebut.

39 Hal yang sebaliknya terjadi pada konsentrat yang diperoleh dari fraksinasi pelarut aseton, dimana rendahnya total recovery β-karoten dikarenakan rendahnya total β-karoten. Rendahnya total β-karoten dipengaruhi oleh rendahnya bobot konsentrat yang dihasilkan dari fraksinasi pelarut aseton. Hal ini dikarenakan gliserida MSK yang bersifat non-polar kurang dapat larut di dalam pelarut aseton yang bersifat lebih polar (semi-polar), sehingga kandungan gliserida MSK di dalam fraksi cair lebih rendah. Akibatnya bobot konsentrat yang diperoleh lebih rendah, dan pada akhirnya menurunkan recovery β-karoten.

Meskipun fraksinasi pelarut aseton menghasilkan konsentrasi β-karoten di dalam konsentrat lebih tinggi, seperti yang telah dijelaskan pada sub sub-bab Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Tingkat Pemekatan β-karoten, tetapi tidak dapat meningkatkan recovery β-karoten secara nyata. Berdasarkan hasil uji ANOVA, jenis pelarut heksana dan aseton memberikan pengaruh secara signifikan terhadap total recovery β-karoten pada taraf nyata 5% (Lampiran 4).

4. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Kehilangan Pelarut

Proses pemekatan β-karoten dari minyak sawit kasar dengan metode fraksinasi pelarut menggunakan pelarut heksana dan aseton. Pada masing-masing tahapan fraksinasi ditambahkan 100 ml pelarut ke dalam bahan, baik MSK maupun fraksi padat. Diagram kesetimbangan massa pelarut selama fraksinasi pelarut berlangsung terlihat bahwa dari 100 ml pelarut yang ditambahkan ke dalam MSK, hanya 30.294 ml heksana (Gambar 18) dan 18.071 ml aseton (Gambar 19) yang terdapat di dalam fraksi cair 1. Hal yang sama juga terjadi pada faksi cair 2 dan fraksi cair 3. Ini berarti sebagian besar pelarut berada di dalam fraksi padat. Hal ini disebabkan proses pembekuan larutan MSK/pelarut terjadi pada seluruh permukaan erlenmeyer akibat pendinginan dilakukan di dalam sebuah ruangan, sehingga penurunan suhu terjadi dari segala arah. Hasilnya, ketika gliserida pada permukaan larutan MSK/pelarut mengkristal akibat penurunan suhu dari bagian atas erlenmeyer, kristal gliserida tersebut akan membawa sebagian pelarut mengendap, dan semakin lama waktu penyimpanan, maka

40 semakin besar pertumbuhan kristal dan semakin banyak pelarut yang terperangkap.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelarut dalam pemekatan β-karoten, dapat dilakukan proses penurunan suhu pada satu sisi erlenmeyer saja yaitu bagian bawah erlenmeyer, sedangkan suhu pada bagian atas erlemeyer dijaga pada suhu yang lebih tinggi (misalnya pada suhu ruang). Hasilnya, kristalisasi gliserida terjadi secara bertahap mulai dari gliserida yang berada pada bagian bawah erlenmeyer, sehingga ketika gliserida mengkristal dan mengendap tidak banyak memerangkap pelarut. Akhirnya, akan diperoleh fraksi cair dengan jumlah pelarut yang melarutkan β-karoten lebih banyak, sedangkan fraksi padat mengandung kristal gliserida yang lebih murni dan kokoh.

Selama proses fraksinasi pelarut juga terjadi kehilangan pelarut yang cukup besar yaitu 45.555 ml (13.52%) heksana (Gambar 18) dan 140.240 ml (46.75%) aseton (Gambar 19), dan data lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Kehilangan ini terjadi karena penguapan pada setiap tahap fraksinasi pelarut, yaitu mulai dari pencampuran MSK dengan pelarut, homogenisasi pada suhu 50oC selama 15 menit dengan kecepatan pengadukan 200 rpm, selama peyimpanan penurunan suhu bertahap selama 27 hari, pemisahan fraksi cair dari fraksi padat, dan sebelum penguapan pelarut dengan gas N2

Kehilangan pelarut aseton yang lebih besar dibandingkan pelarut heksana karena titik uap aseton (56

.

o

C) yang lebih rendah dibandingkan titik uap heksana (69o

5. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Kehilangan β-karoten C) (Smallwood 1996).

Kehilangan β-karoten selama proses pemekatan β-karoten dihitung dari selisih total β-karoten di dalam MSK dengan total β-karoten dari konsentrat yang dihasilkan dan sisa MSK. Kehilangan β-karoten selama proses pemekatan β-karoten dengan metode fraksinasi pelarut menggunakan heksana sebesar 4052.750 µg (13.18%) (Gambar 18), sedangkan yang menggunakan aseton sebesar 11097.480 µg (36.09%) (Gambar 19).

41 Gambar 18. Kesetimbangan massa pada proses pemekatan β-karoten dari MSK dengan metode fraksinasi pelarut heksana

42 Gambar 19. Kesetimbangan massa pada proses pemekatan β-karoten dari MSK dengan metode fraksinasi pelarut aseton

43 V. PENUTUP

Dokumen terkait