• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI AWAL CUMI-CUMI 1 Nilai pH

DAFTAR LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. KARAKTERISASI AWAL CUMI-CUMI 1 Nilai pH

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 cumi-cumi N ila i p H segar olahan

Gambar 4.1. Nilai pH cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan

Dari Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa pH cumi-cumi segar tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah diolah menjadi produk cumi-cumi olahan. Untuk memperkuat penilaian ini, dengan menggunakan analisis ragam terhadap atribut pH pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai pH cumi-cumi segar dengan pH cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam nilai pH disajikan pada Lampiran 3. Nilai pH cumi-cumi segar adalah 6,62 ± 0,02 dan nilai pH cumi-cumi olahan adalah 6,64 ± 0,05. Nilai pH yang berada pada kisaran 6 – 7 pada cumi-cumi olahan merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Kondisi pH optimum bagi pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir berada pada kisaran 6,5 – 7,5, walaupun khamir lebih suka tumbuh pada kondisi asam (pH 4 – 4,5).

4.2.2. Warna

Pengukuran terhadap warna cumi-cumi dilakukan pada dua sisi cumi. Sisi bagian dalam dan sisi bagian luar cumi-cumi. Hasil pengukuran terhadap warna cumi-cumi segar dan olahan disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil pengukuran terhadap warna cumi-cumi

Sampel ohue Chroma

Bagian dalam 63,52 ± 1,42 31,24 ± 3,74 Segar Bagian luar 78,67 ± 12,7 81,03 ± 6,16 Bagian dalam 84,37 ± 1,16 89,56 ± 8,74 Olahan Bagian luar 82,55 ± 0,99 139,00 ± 0,41

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa antara bagian dalam dengan bagian luar cumi-cumi tidak terdapat perbedaan warna yang nyata. Warna kedua bagian tersebut, baik cumi-cumi segar maupun cumi-cumi olahan berada pada kisaran derajat hue yang menunjukkan warna yellow red (kuning-merah). Diagram warna dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan keterangan warna sampel dalam derajat hue dapat dilihat pada Lampiran 5.

Untuk intensitas warna, berdasarkan nilaichroma, warna cumi-cumi bagian dalam lebih tinggi intensitasnya daripada bagian luar. Hal ini berlaku pada cumi- cumi segar dan cumi-cumi olahan. Warna bagian luar cumi-cumi lebih redup daripada bagian dalam. Secara penglihatan visual pun dapat dilihat bahwa warna bagian dalam berwarna lebih putih cemerlang.

4.2.3. Kekerasan

Nilai kekerasan yang diperoleh berbanding terbalik dengan kekerasan. Semakin besar nilai, maka kekerasan cumi-cumi semakin lunak. Nilai yang diperoleh untuk cumi-cumi segar berada dalam kisaran 3,2 – 4,3 /mm.det dan cumi-cumi olahan berada dalam kisaran 6,3 – 7,3 /mm.det.

Hasil analisis ragam terhadap nilai kekerasan pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nyata antara nilai kekerasan cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kekerasan cumi-cumi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Cumi-cumi segar memiliki tekstur yang kenyal dan padat sedangkan cumi- cumi olahan karena pengaruh pemasakan terutama pemanasan, memiliki tekstur yang lebih lunak daripada cumi-cumi segar, seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 cumi-cumi N ila i k eker as a n (1/mm. d et) segar olahan

Gambar 4.2. Nilai kekerasan cumi-cumi segar dan olahan

4.2.4. Kadar Air

Pengukuran kadar air cumi-cumi segar dan olahan menunjukkan bahwa kadar air cumi-cumi segar lebih tinggi dari kadar air cumi-cumi olahan, seperti yang terlihar pada Gambar 4.3. Kadar air cumi-cumi segar sebesar 84,54%, sedangkan kadar air cumi-cumi olahan sebesar 72,57%. Kadar air yang cukup tinggi ini cocok untuk pertumbuhan mikrorganisme seperti bakteri, sehingga bahan makanan yang memiliki kadar air tinggi rentan terhadap kerusakan akibat bakteri. Selain bakteri, kapang dan khamir juga dapat hidup pada kondisi ini.

64 68 72 76 80 84 88 cumi-cumi Kad ar air (%) segar olahan

Hasil analisis ragam terhadap kadar air cumi-cumi pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nyata antara kadar air cumi- cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kadar air cumi- cumi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Penurunan kadar air cumi-cumi olahan ini disebabkan karena pemanasan yang dilakukan saat mengolah cumi-cumi. Pemanasan ini yang menyebabkan kadar air cumi-cumi menurun karena menguap. Selain itu, penambahan garam, yang merupakan salah satu bumbu yang digunakan untuk mengolah cumi-cumi, dapat mengikat air sehingga menurunkan kadar air cumi-cumi.

4.2.5. Kadar Protein

Kadar protein yang diukur adalah kadar protein kasar dengan menggunakan metode Kjeldahl. Kadar protein untuk cumi-cumi segar adalah sebesar 5,9 – 10,3%, sedangkan cumi-cumi olahan memiliki kadar protein sebesar 13,6 – 15,1% (Gambar 4.4). Hasil analisis ragam terhadap kadar protein pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar protein cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kadar protein disajikan pada Lampiran 8.

0,0 3,0 6,0 9,0 12,0 15,0 18,0 cumi-cumi Kad ar Pr ot ein ( %) segar olahan

Berdasarkan Okuzumi dan Fujii (2000), kadar protein cumi-cumi segar berkisar antara 15 – 20%. Rendahnya kadar protein cumi-cumi kemungkinan disebabkan variasi sampel yang diambil. Perbedaan spesies, waktu panen, masa kembang-biak, usia cumi-cumi bisa menjadi faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai protein yang diperoleh dibandingkan dengan literatur. Ini diakui juga oleh Okuzumi dan Fujii (2000), bahwa sifat umum cumi-cumi yang terdeteksi bisa berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas.

Berdasarkan Sahidi dan Botta (1994), kebanyakan ikan segar mengandung 16 – 24% protein. Nilai ini dapat meningkat hingga 35% pada ikan yang sudah dimasak. Tingginya kadar air pada golongan moluska berpengaruh pada rendahnya kadar protein (8 – 18%).

4.2.6. Kadar Lemak

Hasil pengukuran kadar lemak terhadap cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan dengan dua kali ulangan menunjukkan hasil berada dalam kisaran 0,372 – 0,763% untuk cumi segar dan 1,727 – 2,213% untuk cumi olahan (Gambar 4.5). Hasil analisis ragam terhadap kadar lemak cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara nilai keduanya. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar lemak disajikan pada Lampiran 9.

Dari grafik pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar lemak setelah cumi-cumi diolah. Peningkatan ini kemungkinan dikarenakan pada pengolahan cumi-cumi ditambahkan santan yang merupakan emulsi minyak dalam air, sehingga menambah kandungan lemak terukur. Berdasarkan Okuzumi dan Fujii (2000), cumi-cumi mengandung lemak kasar sebesar 1 – 10%.

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 cumi-cumi Ka d a r L e ma k (%) segar olahan

Gambar 4.5. Kadar lemak cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan

4.2.7. Kadar Fosfor

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar fosfor pada cumi-cumi segar sebesar 1,0 – 1,2%. Pengukuran pada cumi-cumi olahan menunjukkan bahwa kadar fosfor yang terkandung di dalamnya sebesar 1,34 – 1,38%. Hasil analisis ragam terhadap kadar fosfor pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nyata antara kadar fosfor cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar fosfor disajikan pada Lampiran 11.

Pada Gambar 4.6 di bawah dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar fosfor selama pengolahan. Terjadi peningkatan kadar fosfor kemungkinan karena pengaruh penambahan bumbu saat pengolahan, sehingga menambah kandungan fosfor terukur.

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 cumi-cumi Ka d a r Fo sfo r (%) segar olahan

Gambar 4.6. Kadar fosfor cumi-cumi segar dan olahan

4.2.8. Kadar Besi

Berdasarkan Gaman dan Sherrington (1981), fungsi zat besi adalah sebagai salah satu pembentuk sel darah merah. Zat besi tidak dirusakkan oleh pemasakan, tetapi sejumlah kecil akan hilang bersama air karena zat besi larut dalam air. Hasil pemeriksaan terhadap kandungan zat besi pada cumi segar dan olahan menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan di antara keduanya. Hasil analisis ragam terhadap kadar besi pada taraf signifikansi = 0,05 memperlihatkan perbedaan nyata antara kadar besi cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kadar besi disajikan pada Lampiran 10.

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 cumi-cumi K adar B e s i (m g/ k g) segar olahan

Gambar 4.7. Kadar besi cumi-cumi segar dan olahan

Dapat dilihat pada Gambar 4.7 bahwa kandungan zat besi cumi-cumi segar lebih tinggi dibandingkan cumi-cumi olahan. Cumi-cumi segar memiliki kandungan zat besi sebanyak 7,7 hingga – 8,7 mg/kg (0,7 – 0,9 mg/100g). Kandungan zat besi cumi-cumi olahan sebesar 1,7 – 2,9 mg/kg (0,1 – 0,3 mg/100g).

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kadar besi setelah pemasakan mengalami penurunan yang cukup besar. Adanya penurunan ini kemungkinan karena pengaruh pemasakan. Berdasarkan Bender (1987), hilangnya zat besi akibat pemasakan bisa mencapai 32%.

4.2.9. Uji Mikroba

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa cumi-cumi segar tercemar oleh bermacam-macam mikroba. Pengujian yang dilakukan terhadap cumi-cumi olahan menunjukkan bahwa terdapat cemaran mikroba, tetapi tidak sebanyak seperti yang tampak pada cumi-cumi segar. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengolahan cumi-cumi dapat mengurangi mikroba yang terdapat pada cumi-cumi. Mikroorganisme yang terdapat pada cumi-cumi olahan tidak hanya bakteri, tetapi juga sedikit kapang dan khamir. Hal ini menunjukkan bahwa cumi-cumi olahan rentan terhadap kerusakan akibat bakteri dan juga kapang dan khamir.

Jumlah total mikroba yang terdapat pada cumi-cumi olahan masih berada dalam batas aman konsumsi jika dibandingkan dengan SNI 01-2719-1992 untuk cumi-cumi kering dan SNI 01-2731-1992 untuk cumi-cumi beku. Jumlah maksimum total mikroba untuk cumi-cumi kering adalah sebanyak 4 x 104 koloni/g dan jumlah maksimum total mikroba untuk cumi-cumi beku adalah 5 x 105 koloni/g.

Tabel 4.3. Hasil uji mikroba pada cumi-cumi segar dan olahan Sampel Ulangan Standard Plate Count (SPC)

Total Mikroba Segar I 4,00 x 104 koloni/g

II 1,20 x 104 koloni/g Olahan I 5,50 x 102koloni/g II 2,10 x 102 koloni/g

Ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah mikroba pada cumi-cumi olahan lebih rendah daripada cumi-cumi segar. Salah satunya adalah pemanasan. Selama pengolahan, cumi-cumi mengalami pemanasan dengan memasaknya di atas api. Proses pemanasan ini menyebabkan sebagian besar mikroorganisme yang terdapat pada cumi-cumi segar mati. Selain itu, bumbu yang digunakan juga berperan dalam mengurangi jumlah mikroba yang terdapat pada cumi-cumi. Beberapa bumbu yang digunakan seperti bawang merah, bawang putih, dan kunyit memiliki kandungan senyawa antimikroba. Pada bawang merah dan bawang putih terdapat senyawa allicin yang berperan sebagai zat antibakteri (Palungkun dan Budhiarti, 1992; Wibowo 1991). Selain itu, kunyit mengandung minyakcurcumin yang mempunyai sifat sebagai antioksidan dan antibakteri.

4.3. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

Dokumen terkait